Anda di halaman 1dari 5

Pendidikan Nasional Indonesia Tahun

1945-1950 (dari Proklamasi sampai RIS)


Revolusi Nasional memuncak pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam
bentuk Proklamasi Kemerdekaan. Proklamasi merupakan suara suara
rakyat bersama menghancurkan segala bentuk penjajahan, dan
menimbulkan kehidupan baru bagi bangsa Indonesia, termasuk dalam
bidang pendidikan, sehingga sesudah Proklamasi Kemerdekaan dirasakan
perlunya mengubah sistem pendidikan yang sesuaidengan tuntutan
kehidupan tersebut.

Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) ki Hajar


Dewantara membuat instruksi umum berisi seruan kepada para guru
agar meninggalkan sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan
patriotisme. Isi instruksi umum tersebut adalah:

1. Pengibaran Sang Merah Putih setiap hari di halaman sekolah

2. Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya

3. Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapus


nyanyian Kimigayo (lagu kebangsaan Jepang)

4. Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang


berasal dari Pemerintahan Balatentara Jepang

5. Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid

Selain itu dibuat pula berbagai peraturan dalam kabinet-kabinet


selanjutnya untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran lama
dengan sistem yang lebih demokratis. Diawali dengan Kongres Pendidikan
maka Menteri PP dan K membentuk Komisi Pendidikan yang tugasnya
membentuk Panitia Perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran.
Sejak 18 Agustus 1945 hingga RIS 27 Desember 1949, yang menjadi
Undang-Undang Dasar adalah UUD 1945 dan sekaligus sebagai pedoman
dalam penyelenggara an pendidikan.
Pasal UUD 1945 yang menyatakan tentang pendidikan adalah:

Pasal 31 ayat 1: Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat


pengajaran

Pasal 31 ayat 2: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan


satu sistem pengajaran yang diatur dengan undang-undang

Pasal 32: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia

Konstitusi Sementara RIS berlaku dari 27 Desember sampai 17 Agustus 1950.


Pasal yang menyatakan tentang pendidikan temasuk dalam Bab V tentang
hak-hak dan Kebebasan Dasar Manusia, terdapat pada pasal 30 berisi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran

2. Memilih pengajaran yang akan diikuti adalah bebas

3. Mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan


penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan
perundang-undangan.

Tujuan dan Dasar Pendidikan


Selama masa negara Kesatuan I (1945-1949), tujuan pendidikan belum
dirumuskan secara jelas dalam undang-undang. Tujuan pendidikan hanya
digariskan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam
bentuk Keputusan Menteri tanggal 1 Maret 1946, yaitu warga Negara
sejati yang menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara.
Sedangkan dasar pendidikan adalah Pancasila seperti yang terumuskan
dalam pembukaan UUD 1945.

Setelah Kongres Pendidikan di Solo (1947) yang bertujuan meninjau


kembali berbagai masalah pendidikan, Usaha Panitia Pembentukan
Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran (1948) yang
diketahui oleh Ki Hajar Dewantara, serta Kongres Pendidikan di Yogyakarta
(1949), lahirlah UU No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan
Pengajaran di sekolah untuk Seluruh Indonesia yang diundangkan pada
tanggal 4 April 1950. Undang-Undang ini diberlakukan untuk seluruh
wilayah Negara Kesatuan II yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu
tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh
Indonesia.
Tujuan pendidikan dan pengajaran berdasarkan UU No 4 1950 tertuang
pada pasal 3, yaitu membentuk manusia susila yang cakap dan warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. Pada pasal 4 tercantum bahwa pendidikan dan
pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas Kebudayaan
Kebangsaan Indonesia.

Sistem Persekolahan
Selama penjajahan Jepang, sistem persekolahan di indonesia sudah
dipersatukan dan terus disempurnakan dalam zaman Negara Kesatuan I.
Namun karena masih ada daerah yang ada dalam pendudukan Belanda,
pelaksanaannya belum tercapai. Faktor keamanan menyebabkan banyak
pelajar yang berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga
pendidikan banyak yang tidak diselenggarakan. Tetapi setelah dilakukan
konsolidasi intensif, sistem persekolahan Indonesia akhirnya mengkristal
(1945-1950) dengan penjenjangan sebagai berikut:

1. Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat)

2. Pendidikan Menengah (Umum, Kejuruan, dan Keguruan)

3. Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi,


dan Akademik)

Penyelenggaraan Pendidikan
Penyelenggara pendidikan selama masa 1945-1950 mengacu pada 10 hal
yang diajukan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP)
kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Pada
tanggal 1 Januari 1946 terbentuk Bagian Pendidikan Masyarakat pada
Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pendidikan
masyarakat bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila yang dapat dicapai dengan dua cara, yaitu metode
belajar serta metode bekerja yang dilaksanakan secara masal dan integral
di suatu desa.

Metode bekerja yang digunakan adalah metode Panca Marga, yaitu lima
jalan untuk mencapai tujuan, sebagai berikut:

1. Melestarikan dasar-dasar pengertian untuk membangun masyarakat


dengan melaksanakan pendidikan dasar untuk masyarakat

2. Membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat


dengan melaksanakan pendidikan kader masyarakat

3. Menyediakan dan menyebarkan bacaan dengan mengadakan


perpustakaan atau taman pustaka masyarakat

4. Memfungsionalkan golongan wanita dengan melakasanakan


pendidikan kewanitaan

5. Memfungsionalkan golongan pemuda dengan melaksanakan


pendidikam taruna karya.

Pendidikan masyarakat mempunyai tugas memberantas buta huruf,


menyelenggarakan kursus pengetahuan umum dan mengembangkan
perpustakaan rakyat.
Kurikulum Pendidikan
Pemerintahan dan rakyat berupaya memperbaharui sistem pendidikan
Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga pada tahun 1946
Menteri PP dan K (Mr.Soewandi) membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan
dan Pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara yang tugasnya
meninjau kembali dasar-dasar dan isi,susunan, dan seluruh usaha
pendidikan. Hasilnya berkenaan dengan kurikulum, menetapkan bahwa
setiap rencana pelajaran pada setiap jenjang pendidikan sekolah
hendaknya meningkatkan pendidikan jasmani, dan meningkatkan
pendidikan watak.
Pembaharuan kurikulum menghasilkan Kurikulum SR 1947, yang
membedakan 3 macam struktur program, yaitu:

1. SR yang menggunakan pengantar bahasa daerah pada kelas yang


lebih rendah

2. SR yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia sejak kelas I

3. SR yang diselenggarakan sore hari oleh keadaan (terbatas sampai


kelas IV, sedangkan kelas V dan VI harus pagi).

Kurikulum SMA tediri atas SMA bagian A, yaitu Jurusan Sastra dan SMA
bagian jurusan Ilmu Pasti dan Alam. Kurikulum ini berlaku sampai tahun
1952.

Sumber:
Redja Mudyahardjo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai