Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LEMBAR DESKRIPSI

1.1 Sayatan AMAL BMFK 04


Perbesaran :4x
Tekstur :
- Ukuran Butir : < 1/256 mm
- Roundness : well rounded
- Kontak Butir : floating
- Maturity : mature
- Kemas : Tertutup
- Sortasi : very well Sorted

Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : 90 %
Semen : 10 %
Porositas : intergranular 10 %

Kelimpahan Fragmen :
Mineral (%)
Kuarsa -
Feldspar -
Litik -
Fosil -

Petrogenesa:
Dilihat dari teksturnya yang memiliki ukuran butir < 1/256 mm, kebundaran
yang well rounded, kemas tertutup, sortasi very well sorted. Maka batuan ini
berasal dari batuan yang telah ada sebelumnya, dan butiran dari batuan ini telah
tertransport sangat jauh dari tempat asalnya secara traksi. Kemudian mengalami
diagenesis berupa kompaksi, sementasi, dan autogenesis. Kemudian batuan ini
terkena gaya dan menghasilkan rekahan yang diisi oleh kuarsa

Pengamatan PadaBeberapa Medan Pandang:


PPL XPL

Nama Batuan: Mudstone (Dott,1964)


1.2 Sayatan Tipis STA 81 ex Jambi
Perbesaran :4x
Tekstur :
- Ukuran Butir : 0,2 mm
- Roundness : subangular
- Kontak Butir : point
- Maturity : Immature
- Kemas : Terbuka
- Sortasi : Poorly Sorted

Komposisi :
Fragmen : 25 % ( Kuarsa Monokristalin, litik)
Matriks : 55%
Semen : 5 % (Karbonat)
Porositas : 15 %

Kelimpahan Fragmen :
Mineral (%) fragmen (%) kumulatif
Kuarsa 15 % 60 %
Feldspar - -
Litik 7% 30 %
Fosil 3% 10 %

Petrogenesa:
Dilihat dari teksturnya yang memiliki ukuran butir berupa pasir, kebundaran
yang angular, kemas terbuka, sortasi poorly sorted dan komposisi berupa litik.
Maka batuan ini berasal dari batuan yang telah ada sebelumnya, dan butiran dari
batuan ini tertransport cukup dekat dari tempat asalnya secara traksi. Kemudian
mengalami diagenesis berupa kompaksi, sementasi, dan autigenesis
Pengamatan PadaBeberapa Medan Pandang:
PPL XPL

Nama Batuan: Lithic Graywacke (Dott,1964)


1.3 Sayatan Tipis 16A
Perbesaran :4x
Tekstur :
- Ukuran Butir : 0,3 mm
- Roundness : Sub Angular menuju Sub Rounded
- Kontak Butir : Concave Convax
- Kemas : Terbuka
- Sortasi : Well Sorted
- Maturity : Immature

Komposisi :
Fragmen : 90 % (opaq, Feldspar, Kuarsa)
Matriks :5%
Semen : 5 % (karbonat)
Porositas : dissolution 15 %

Kelimpahan Fragmen :
Mineral (%) fragmen (%) kumulatif
Kuarsa 25% 25%
Feldspar 70% 70%
opaq 5% 5%

Petrogenesa:
Berdasarkan tekstur serta komposisi, batuan ini merupakan batuan sedimen.
Tekstur ukuran butir berupa pasir sedang (1/4-1/2 mm) serta kebundaran berupa
sub angular menuju sub rounded dapat mengindikasikan proses transport pada
batuan yang cukup jauh dari provenence, proses erosi cukup tinggi, serta tipe
transport traksi. Berikutnya tekstur kontak butir dapat mengindikasikan proses
kompaksi yang terjadi selama diagenesis. Dan intinya segala tekstur yang ada
serta komposisi batuan dapat mengindikasikan berbagai kejadian yang terjadi
selama proses diagenesis hingga dapat membantu dalam interpretasi provenence

Pengamatan Pada Beberapa Medan Pandang:


PPL XPL

Nama Batuan: Lithic Arenite (Dott,1964)


1.4 Sayatan Tipis R 13.27
Perbesaran :4x
Tekstur :
Ukuran butir : 0.1 mm 0.3 mm
Kebundaran : Subrounded Rounded
Sortasi : Baik
Kemas : Tertutup
Kontak butir : Point of contact
Maturity : Mature

Komposisi
Fragmen : 70% (Kuarsa polikristalin, Rock fragmen )
Matriks : 12 %
Semen : 18 % Karbonatan

Kelimpahan Fragmen :
Mineral (%) kumulatif
Kuarsa 30%
Rock Fragmen 40%

Petrogenesa :
Batuan ini terbentuk dari batuan sumber atau provenance yang tererosi
kemudian hasil erosinya tersebut tertransportasi oleh air. Hasil erosi dari batuan
sumber yang telah tertransport akhirnya terdeposisi di suatu tempat di mana
kekuatan media transportnya lebih kecil dari massa material lepas yang akan
ditransport sehingga mengalami deposisi. Kemudian material sedimen tersebut
terakumulasi dan mulai mengalami kompaksi sehingga jarak antar butirnya
semakin berdekatan. Kemudian proses diagenesis berlangsung dan terjadi fase
sementasi oleh semen karbonatan melingkupi sedimen tersebut dan mengikat
material sedimen yang telah terkompaksi. Selanjutnya batuan ini akan
mengalami proses lithifikasi sehingga batuan tersebut akan semakin kompak.
Foto sayatan :

Nama sayatan : Lithic


Arenite ( Dott, 1964)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sayatan Tipis AMAL BMFK 04


Pada sayatan ini terlihat memiliki warna yang dominan colorless saat
pengamatan PPL dan dominan hitam saat XPL, dengan range ukuran butir
sekitar < 1/256 mm atau tergolong dalam lempung menurut wentworth. Masing-
masing butiran penyusun batuan ini cenderung memiliki sisi yang sudah mulai
membundar atau tergolong dalam subrounded. Batuan ini disusun oleh matriks
secara keseluruhan tanpa adanya fragmen, memiliki kemas tertutup. Ukuran butir
pada sayatan ini cenderung terlihat kurang seragam, tidak ada perbedaan yang
mencolok akan ukuran yang lebih besar dengan ukuran yang lebih kecil, keadaan
seperti ini disebut dengan sortasi yang well sorted. Bentuk butirannya dominan
memiliki bentuk yang pipih atau disebut dengan oblate, hubungan antar butirnya
berupa point of point.
Pada sayatan ini menunjukkan komposisi tidak terdapatnya fragmen dalam
batuan ini. Keseluruhan butir menunjukkan ukuran yang halus dengan
kelimpahan 80 %, urat kuarsa 10 % dan semen yang bersifat silica berkisar 10
%.
Jika dilihat dari keseluruhan sayatan, batuan ini berasal dari batuan yang
telah ada sebelumnya, hal ini ditunjukkan oleh komposisi batuan disusun oleh
butiran-butiran mineral. Batuan asalnya mengalami pelapukan karena suhu,
larutan kimia yang dibawa air hujan, dan aktivitas organisme. Setelah batuan
tersebut lapuk, materialnya akan tererosi dari batuannya dan tertransport ke
tempat lain melalui media fluida. Ukuran butir berkisar < 1/256 mm
mengindikasikan material tersebut tertransport secara suspensi, dan derajat
kebundaran yang sub rounded menunjukkan bahwa butiran ini sudah tertransport
cukup jauh sehingga sudah mengalami abrasi yang tinggi dan membentuk sisi
yang membundar dengan ukuran yang tergolong kecil. Kemas tertutup dan
sortasi yang very well sorted menunjukkan bahwa pembentukan batuan ini
cenderung memiliki kecepatan arus yang konstan dan kecil sehingga tidak
menghasilkan perbedaan ukuran pada ukuran butirnya.
Setelah material tersebut tertransport dan energy transportasi tidak sanggup
lagi membawa material tersebut, maka material tersebut akan terdeposisi.
Material-material tersebut terdeposisi dalam bentuk lepasan dan bersifat
unconsolidated. Proses deposisi diatas material tersebut terus berlangsung
sehingga material tadi akan terkena tekanan yang mengakibatkan antar masing-
masing butirannya semakin rapat dan kompak menyisakan sedikit celah antar
butirannya, proses ini disebut dengan kompaksi, dimana proses kompaksi yang
terjadi menghasilkan hubungan butir point of point. Kemudian setelah itu karena
material ini terdeposisi dalam daerah berair, air tersebut cenderung memiliki sifat
kimia tersendiri. Air akan masuk melalui celah-celah kecil antar butiran, dan air
tersebut akan mengendapkan material kimia yang dikandungnya sehingga akan
mengeratkan antar butir unconsolidated tadi menjadi consolidated, proses ini
disebut dengan sementasi. Dimana semen batuan ini merupakan semen silika,
dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan dari material tersebut terlitifikasi
bersifat jenuh akan silika. Setelah material tersebut terlitifikasi dan menjadi batu,
batu tersebut terkena stress dan menghasilkan rekahan. Pada rekahan tersebut
diendapakan material kimia yang larut dalam fluida yang bersifat jenuh silika,
sehingga pada rekahan tersebut diisi oleh mineral autigenik yaitu mineral kuarsa
sebagai urat.
Matriks dari batuan ini yang cenderung menunjukkan sifat-sifat mineral
mika, kemungkinan provenancenya adalah batuan beku yang kaya akan mineral
mika.
Dari hasil deskripsi didapati bahwa batuan ini memiliki ukuran butir < 1/256
mm dengan komposisi fragmen -, matriks 80 %, dan semen silkatan 10 %
Interpretasi provenance berupa batuan beku dan lingkungan pengendapannya
memiliki arus konstan dan jenuh silika. Apabila komposisi QFR dan matriks
dimasukkan dalam klasifikasi Dott (1964) maka akan didapatkan nama batuan
ini berupa Mudstone (Dott, 1964).
2.2 Sayatan Tipis STA 81 ex Jambi
Pada sayatan ini terlihat memiliki warna yang dominan colorless saat pengamatan
PPL dan dominan hitam saat XPL, dengan range ukuran butir sekitar 1/2 mm -1 mm
atau tergolong dalam pasir kasar menurut wentworth. Masing-masing butiran
penyusun batuan ini cenderung memiliki sisi yang sudah mulai membundar atau
tergolong dalam subrounded. Fragmen fragmen dari batuan ini dominan terlihat
tidak saling bersentuhan satu sama lain dengan dibatasi oleh matriks atau memiliki
kemas terbuka. Ukuran butir pada sayatan ini cenderung terlihat kurang seragam,
cukup ada perbedaan yang mencolok akan ukuran yang lebih besar dengan ukuran
yang lebih kecil, keadaan seperti ini disebut dengan sortasi yang poorly sorted.
Bentuk butirannya dominan memiliki bentuk yang pipih atau disebut dengan oblate,
dan fragmen fragmennya terlihat tidak bersentuhan pada semua sisinya, ada sisi
yang diisi oleh matriks, ini disebut dengan hubungan butir floating.
Pada sayatan ini menunjukkan komposisi yang berbeda-beda berdasarkan
ukurannya, yang lebih besar disebut fragmen, berukuran lebih kecil disebut matriks,
material yang menghubungkan antar butir disebut semen, dan lubang-lubang kosong
atau porositas. Fragmen dari sayatan ini berkisar 25 % yang disusun oleh material
yang berbeda-beda seperti kuarsa monokristalin, fosil, dan litik. Matriksnya atau
butiran dengan ukuran lebih kecil yang mengelilingi fragmen memiliki kelimpahan
berkisar 55 %, dan semen yang bersifat karbonatan dilihat dari bagian tepi
porositasnya menunjukkan sifat-sifat optik berupa colorless pada ppl, sedikit hitam
tetapi hanya pada beberapa titik pada XPL, dan berwarna sedikit merah muda apabila
diamati dengan analisator dengan kelimpahan berkisar 5 %. Apabila dilihat dari
komposisi yang dominan oleh kuarsa monokristalin, dengan ukuran yang halus,
ukuran butir yang cenderung kecil, sortasi yang poorly sorted, matriks yang banyak,
batuan ini memiliki tingkat kematangan yang immature.
Jika dilihat dari keseluruhan sayatan, batuan ini berasal dari batuan yang telah ada
sebelumnya, hal ini ditunjukkan oleh komposisi batuan disusun oleh butiran-butiran
mineral dan fragmen batuan. Batuan asalnya mengalami pelapukan karena suhu,
larutan kimia yang dibawa air hujan, dan aktivitas organisme. Setelah batuan tersebut
lapuk, materialnya akan tererosi dari batuannya dan tertransport ke tempat lain
melalui media fluida. Ukuran butir berkisar 1/16 mm 1/8 mm mengindikasikan
material tersebut tertransport secara bed load - saltasi, dan derajat kebundaran yang
sub rounded menunjukkan bahwa butiran ini sudah tertransport cukup jauh sehingga
sudah mengalami abrasi yang tinggi dan membentuk sisi yang membundar dengan
ukuran yang tergolong kecil. Hal ini didukung oleh butiran yang terdiri dominan oleh
kuarsa, dimana kuarsa merupakan mineral yang sangat stabil sehingga untuk
mengabrasi hingga berukuran kecil dan membundar membutuhkan waktu dan jarak
yang panjang. Kemas terbuka dan sortasi yang poorly sorted menunjukkan bahwa
pembentukan batuan ini cenderung memiliki kecepatan arus yang tidak konstan dan
kecil sehingga menghasilkan perbedaan ukuran pada ukuran butirnya.
Setelah material tersebut tertransport dan energy transportasi tidak sanggup lagi
membawa material tersebut, maka material tersebut akan terdeposisi. Material-
material tersebut terdeposisi dalam bentuk lepasan dan bersifat unconsolidated.
Proses deposisi diatas material tersebut terus berlangsung sehingga material tadi akan
terkena tekanan yang mengakibatkan antar masing-masing butirannya semakin rapat
dan kompak menyisakan sedikit celah antar butirannya, proses ini disebut dengan
kompaksi, dimana proses kompaksi yang terjadi menghasilkan hubungan butir
floating karena terdapat perbedaan ukuran yang mencolok antar fragmen dan matriks
dan jumlah matriks yang lebih banyak dibandingkan fragmennya. Kemudian setelah
itu karena material ini terdeposisi dalam daerah berair, air tersebut cenderung
memiliki sifat kimia tersendiri. Air akan masuk melalui celah-celah kecil antar
butiran, dan air tersebut akan mengendapkan material kimia yang dikandungnya
sehingga akan mengeratkan antar butir unconsolidated tadi menjadi consolidated,
proses ini disebut dengan sementasi. Dimana semen batuan ini merupakan semen
karbonat, dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan dari material tersebut
terlitifikasi bersifat jenuh akan karbonat. Semen karbonat ini menunjukkan bahwa
batuan ini telah mencapai tahap autogenesis dimana terbentuk mineral autigenik
sebagai semen.
Kuarsa dan litik pada batuan ini dapat menjadi penentu provenance dari batuan
ini. Litik yang berupa litik batuan sedimen, dan kuarsa yang telah mengalami sedikit
reworking yang diperkirakan berasal dari kuarsa pada batuan sedimen. Maka dapat
diperkirakan provenancenya berupa batuan sedimen.
Dari hasil deskripsi didapati bahwa batuan ini memiliki ukuran butir 1/16 mm - 1/8
mm dengan derajat kematangan yang immature, komposisi fragmen 25 % ( kuarsa 26
%, feldspar 12 %, litik 2 %) , matriks 55 %, porositas 15 %, dan semen karbonatan 5
% Interpretasi provenance berupa batuan sedimen, dan lingkungan pengendapannya
memiliki arus tidak konstan dan jenuh karbonat. Apabila komposisi QFR dan matriks
dimasukkan dalam klasifikasi Dott (1964) maka akan didapatkan nama batuan ini
berupa lithic greywacke (Dott, 1964).

2.3 Sayatan Tipis 16A


Pada sayatan ini terlihat memiliki warna yang dominan colorless saat pengamatan
PPL dan dominan hitam saat XPL, dengan range ukuran butir sekitar 1/4 mm -1/2
mm atau tergolong dalam pasir sedang menurut wentworth 1922. Masing-masing
butiran penyusun batuan ini cenderung memiliki sisi yang masih cukup meruncing
namun sudah mulai membundar atau berdasarkan interpretasi saya tergolong dalam
subangular menuju subrounded. Fragmen fragmen dari batuan ini dominan terlihat
mengambang pada suatu masa dasar matriks atau memiliki kemas terbuka. Ukuran
butir pada sayatan ini cenderung terlihat seragam, tidak ada perbedaan yang
mencolok akan ukuran yang lebih besar dengan ukuran yang lebih kecil, keadaan
seperti ini disebut dengan sortasi yang cukup baik. Bentuk butirannya dominan
memiliki bentuk yang panjang tetapi tidak sama sisinya atau disebut dengan oblate,
dan fragmen fragmennya terlihat mengambang diatas matriks secara dominan
namun hampir mendekati bertemunya antar fragmen yang disebut floating menuju
point of contact.
Batuan sedimen memiliki 3 komposisi utama yaitu fragmen, matriks serta semen.
Berdasarkan ukurannya, material yang dominan besar disebut fragmen, berukuran
lebih kecil disebut matriks, serta material yang menghubungkan antar butir disebut
semen. Pada ruang ruang kosong antar fragmen disebut dengan porositas. Fragmen
dari sayatan ini terlihat dominan dibanding komposisi lainnya yaitu berkisar 70 %
yang disusun oleh material yang berbeda-beda seperti kuarsa, feldspar, opaq dan
kalsit. Matriksnya atau butiran dengan ukuran lebih kecil yang mengelilingi fragmen
memiliki kelimpahan berkisar 10 %, dan semen yang bersifat karbonatan dilihat dari
bagian tepi porositasnya menunjukkan sifat-sifat optik berupa colorless pada ppl,
sedikit hitam tetapi hanya pada beberapa titik pada XPL, dan berwarna sedikit merah
muda apabila diamati dengan analisator dengan kelimpahan berkisar 10 %. Porositas
pada sayatan ini berkisar 10 %.
Tingkat maturity pada suatu batuan sedimen klastik menurut Folk 1951 dibagi
menjadi 2, yaitu textural maturity serta compositional maturity. Jika dilihat dari sisi
textural maturity, hal yang menjadi focus utama adalah tentang sortasi serta
kebundaran. Sayatan ini memiliki sortasi yang cukup baik serta kebundaran
subangular menuju subrounded menuju sehingga dapat disimpulkan tingkat textural
maturity batuan ini termasuk kedalam mature. Kemudian jika dilihat dari sisi
compositional maturity, hal yang menjadi facus utama adalah tentang kelimpahan
kuarsa. Sayatan ini memiliki kelimpahan kuarsa bekisar antara 20%, sehingga dapat
disimpulkan tingkat compositional maturity batuan ini termasuk kedalam immature.
Secara garis besar, berdasarkan kenampakan tekstur serta komposisinya, sayatan
ini merupakan sayatan batuan sedimen klastik. Kenampakan tekstur serta komposisi
batuan menjadi suatu materi penting untuk didapatkan genesa dari batuan ini. Pada
awalnya Batuan asal atau yang disebut provenence mengalami pelapukan oleh suhu,
larutan kimia yang dibawa air hujan, aktivitas organisme dan berbagai factor lainnya.
Proses pelapukan ini menyebabkan ikatan antar batuan dan ikatan kimia dalam batuan
menjadi melemah yang pada akhirnya setelah titik kerentanan batuan terhadap
pelapukan telah terlampaui, provenence akan terubahkan menjadi material-material
lepasan. Setelah itu, material-material lepasan tadi akan mengalami proses
transportasi yang dapat dilakukan oleh fluida yang menurut interpretasi saya proses
transport ini beriringan dengan proses erosi. Berdasarkan ukuran butir yang berkisar
1/4 mm 1/2 mm, dapat diintepretasikan material tersebut tertransport secara traksi
dengan mekanisme bed load saltasi serta berdasarkan derajat kebundaran yang Sub
angular menuju sub rounded, diintepretasikan bahwa butiran ini tertransport belum
jauh dari provenencenya sehingga belum mengalam proses abrasi yang cukup tinggi.
Dari hal ini dapat diintepretasikan tentang kemiringan dari jalur transport yang
memiliki kemiringan cukup curam sehingga transport berjalan cukup cepat.
Interpretasi tersebut diperkuat oleh fragmen pada batuan ini yang memiliki komposisi
kuarsa dengan bentuk yang angular, dimana kuarsa merupakan mineral yang sangat
stabil dan memiliki tingkat resistensi yang tinggi sehingga untuk mengabrasi hingga
berukuran kecil dan membundar membutuhkan waktu dan jarak yang panjang. Kemas
terbuka dan sortasi yang baik menunjukkan bahwa pembentukan batuan ini
cenderung memiliki kecepatan arus yang tetap dan kecil, dan juga tertransport cukup
jauh sehingga material berukuran besar sudah diendapkan terlebih dahulu di tempat
lain.
Setelah material tersebut tertransport dan energy transportasi tidak sanggup lagi
membawa material tersebut, maka material tersebut akan terdeposisi pada suatu
lingkungan pengendapan. Material-material tersebut terdeposisi dalam bentuk masih
lepasan dan bersifat unconsolidated. Pada lingkungan pengendapan inilah material-
material unconsolidated tersebut akan mengalami proses diagenesis. Pada lingkungan
deposisi ini, proses deposisi tersebut akan terus berlangsung sehingga menghasilkan
penumpukan penumpukan material sedimen. Bila proses tersebut terjadi secara
menerus, akan menghasilkan suatu tekanan dan suhu yang mengakibatkan antar
masing-masing butirannya semakin rapat dan kompak menyisakan sedikit celah antar
butir. Proses ini disebut dengan kompaksi. Disinilah proses dimana akan
menghasilkan suatu porositas batuan serta hubungan antar butir. Berdasarkan
hubungan antar butir dominan yang floating dan porositas vug, diintepretasikan
proses burial tidak terlalu intensif sehingga fragmen-fragmen pada batuan ini belum
termampatkan dengan baik dan menyisakan suatu porositas. Ataupun juga bisa
disebabkan karena resistensi fragmen yang tinggi sehingga tidak mudah terdeformasi
oleh proses burial. Porositas vug juga dapat mengindikasikan bahwa saat terjadi
proses kompakasi, tidak ada pengaruh fluida yang cukup dominan sehingga hanya
meninggalkan porositas yang membentuk ruang-ruang kamar saja. Kemudian setelah
proses kompaksi, karena material ini terdeposisi dalam daerah berair, air tersebut
akan cenderung memiliki sifat kimia dan unsure kimia tersendiri. Air akan masuk
melalui celah-celah kecil antar butiran, dan air tersebut akan mengendapkan material
kimia yang dikandungnya sehingga akan mengeratkan antar butir unconsolidated tadi
menjadi consolidated. Tetapi tidak pada semua celah, melainkan di pinggir dari
masing-masing butiran yang membentuk celah sehingga tidak menutup keseluruhan
celah dan masih meninggalkan porositas, proses ini disebut dengan sementasi.
Dimana semen batuan ini merupakan semen karbonat, dapat diambil kesimpulan
bahwa lingkungan dari material tersebut bersifat jenuh akan karbonat. Menurut
interpretasi saya, proses sementasi akan terus berlangsung beriringan dengan proses
rekristalisasi, metasomatisme hingga autiqinesis. Sehingga setiap mineral baru yang
terbentuk juga tetap akan mengalami proses sementasi berkelanjutan. Setelah semua
proses berlangsung, kegiatan sedimentasi selesai, material sedimen tadi akan
mengalami proses pembatuan akhir atau yang disebut lithifikasi.
Kuarsa dan feldspar dalam batuan ini juga dapat digunakan untuk menentukan
provenance, dimana dominan kuarsa yang bersifat monokristalin, feldspar. Mineral
tersebut merupakan mineral-mineral penciri batuan beku asam - intermediet. Batuan
beku disini kemungkinan batuan beku hipabysal-vulkanik karena kuarsa yang
monokristalin terbentuk pada batuan beku tersebut, dimana batuan beku plutonik
cenderung membentuk kuarsa polikristalin dengan batas yang tegas, tidak
monokristalin.
Dari hasil deskripsi didapati bahwa batuan ini memiliki ukuran butir mm -1/ 2
mm dengan komposisi fragmen 90 % ( kuarsa 25%, feldspar 70 %, opaq 5 %, kalsit
5%) , matriks 10 %. Interpretasi provenance berupa batuan beku asam intermediet,
hipabysal vulkanik. Apabila komposisi QFL dan matriks dimasukkan dalam
klasifikasi Dott (1964) maka akan didapatkan nama batuan ini berupa Arkosic Arenite
(Dott, 1964).
2.4 Sayatan tipis R.13.27
Pada pengamatan yang dilakukan secara petrografi sayatan R 13.27 menggunakan
perbesaran 4x. Pengamatan yang pertama pada teksturnya. Pengamatan tekstur pada
batuan sedimen klastik terdiri dari ukuran butir, kebundaran, kemas, pemilahan, bentuk
butir, kontak butir dan maturity. Sayatan ini memiliki ukuran butir 0.1 mm 0.3 mm
dengan tingkat kebundaran termasuk ke dalam jenis subrounded sampai rounded, kemas
tertutup, pemilahan baik, bentuk butir equant, kontak antar butirnya point of contact,
maturity termasuk mature. Pengamatan yang kedua pada komposisinya. Komposisi pada
batuan sedimen klastik meliputi fragmen, matriks, semen dan porositas. Pada sayatan ini
terlihat adanya fragmen yang terdiri dari mineral kuarsa polikristalin dan rock fragments
dengan komposisi mineral kuarsa 30 % dan rock fragments 40 %. Mineral kuarsa ini
memiliki ciri ciri gelapan bergelombang, warna colourless, tidak memiliki pleokroisme,
relief yang rendah, terdapat sedikit pecahan berbentuk granular, tidak memiliki belahan.
Sedangkan fragmen batuan ini memiliki bentuk seperti pecahan pecahan batuan.
Matriks pada sayatan ini sebesar 12 %. Kandungan semen pada sayatan ini sebesar 18 %.

Bila dilihat dari kandungan fragmennya yang terdiri dari mineral kuarsa
polikristalin, dapat disimpulkan jenis provenance atau batuan asal dari sayatan
ini berasal dari jenis batuan beku plutonik.
Bila dilihat dari tingkat kebundaraan sayatan ini yang termasuk subrounded
sampai rounded, dapat diperkirakan bahwa batuan ini sudah tertrasnport jauh dari
sumbernya dan tingkat abrasi serta erosi yang dialami batuan ini termasuk tinggi.
Semen pada batuan ini berupa karbonatan. Bila dilihat dari kandungan semennya
yang berupa unsur karbonatan, dapat diperkirakan bahwa tempat terbentuknya
batuan ini masih mendapatkan pengaruh unsur karbonatan. Lingkungan
pengendapan batuan ini diperkirakan berada pada lingkungan perairan yang
hangat, tenang, dan masih mendapatkan sinar matahari langsung.
Batuan ini terbentuk dari batuan sumber atau provenance yang tererosi
kemudian hasil erosinya tersebut tertransportasi oleh air. Hasil erosi dari batuan
sumber yang telah tertransport akhirnya terdeposisi di suatu tempat di mana
kekuatan media transportnya lebih kecil dari massa material lepas yang akan
ditransport sehingga mengalami deposisi. Kemudian material sedimen tersebut
terakumulasi dan mulai mengalami kompaksi sehingga jarak antar butirnya
semakin berdekatan. Kemudian proses diagenesis berlangsung dan terjadi fase
sementasi oleh semen karbonatan melingkupi sedimen tersebut dan mengikat
material sedimen yang telah terkompaksi. Selanjutnya batuan ini akan
mengalami proses lithifikasi sehingga batuan tersebut akan semakin kompak.
Berdasarkan komposisi matriks sebesar 12 %, mineral kuarsa 42.86 % dan rock
fragmentss 57.14 % dapat disimpulkan bahwa sayatan R 13.27 bernama Lithic Arenite
(Dott, 1964).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sayatan STA 81 ex Jambi terdiri atas mineral kuarsa monokristalin 15 %,
matriks 55 % dan semen karbonatan 5 %. Provenance dari sayatan ini berasal
dari batuan beku plutonik atau metamorf. Berdasarkan deskripsi tersebut,
batuan sayatan STA 81 ex Jambi bernama Lithic Arenite ( Dott, 1964).
Sayatan AMAL BMFK 04 terdiri dari matriks 90 % dan semen 10 %.
Berdasarkan deskripsi tersebut, batuan sayatan AMAL BMFK 04 bernama
Mudstone ( Dott, 1964).
Sayatan 16 A terdiri atas mineral kuarsa monokristalin 25 %, feldspar 70%,
matriks 5 % dan porositas 15 %. Provenance dari sayatan ini berasal dari batuan
beku vulkanik. Berdasarkan deskripsi tersebut, batuan sayatan 16 A bernama
Lithic Arenite (Dott,1964).
Sayatan R 13.27 terdiri atas mineral kuarsa polikristalin 30 %, rock fragmen
40%, matriks 12 % dan semen karbonatan 18 %. Provenance dari sayatan ini
berasal dari batuan beku vulkanik. Berdasarkan deskripsi tersebut, batuan
sayatan R 13.27 bernama Lithic Arenite ( Dott, 1964).
3.2 Saran
Saran dari praktikan untuk praktikum petrologi kedepannya agar jumlah
mikroskop ditambah agar waktu untuk pengamatan petrografis praktikan bias
lebih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Penerbit LPP dan Percetakan UNS :
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai