Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fosil Peraga Nomor D5-12


Pada peraga D5-12 merupakan fosil dari phylum echinodermata
dan dari kelas echinoidea. Fosil ini memiliki ukuran 5 cm x lebar 3 cm. Fosil
ini mempunyai ciri-ciri fisik berwarna putih yang menunjukkan bahwa fosil
tersebut tersusun oleh material karbonatan dan membentuk bulatan yang
merupakan bodi luar dari organisme tersebut. Fosil ini berupa bodi utuh yaitu
bentuk dari fosil dimana fosil tersebut mengalami proses pengerasan pada
bagian luar, karena bagian luar dari makhluk ini lebih keras dari bagian
dalamnya, dan bagian dalamnya mengalami pembusukan. Sehingga hanya
tersisi bodinya, dan bodi tersebut terfosilisasi oleh material karbonatan,
sehingga bentuk fosil echinodermata ini berupa bodi utuh dari organisme
tersebut namun masih memperlihatkan bagian bagian tubuhnya secara
keseluruhan
Golongan fosil D5-12 ini berbentuk membulat sepeti bola, dan
dijumpai lima alur yang mengandung tabung kaki yang disebut ambulakral.
Alur ini terdapat secara radial dan di bagian bawah terdapat mulut yang
digunakan sebagai tempat masuknya makanan dan juga adanya gigi pertautan
dan pada bagian atas terdapat anus sebagai tempat pembuangan. Selain itu
juga terdapat bagian yan bernama ambulakrum dan interambulakrum, yang
berfungsi sebagai saluran makanan dan juga untuk membantu pergerakan.
Ambulakrum adalah ruas yang berukuran kecil sedangkan interambulakrum
ruas yang berukuran bsar. Pada umumnya cangkang terdiri atas duapuluh
susunan lempeng yang berarah vertical. Lima diantaranya merupakan
padanan pada bintang laut. Pada fosil ini banyak ditemukan adanya tonjolan
yang merupakan tuburkel yang berfungsi untuktempat bertautnya duri semasa
hidup, dan digunakan untuk bergerak.
Hewan ini hidup pada zaman jura - kapur, karena pada zaman ini
laut sudah mulai hangat dan makanan berlimpah. Lingkungan pengedapan
dari echinodermata ini adalah di laut dangkal. Hal ini tersebut karena
mikroplankton berkembang biak dengan baik dan dalam jumlah yang banyak
di laut dangkal yang mendapatkan cahaya dari matahari yang airnya masih
hangat dan kandungan oksigen yang tinggi. Sedangkan warna material pada
fosil yang putih menandakan cangkang tersebut tersusun oleh mineral-
mineral karbonatan, di mana pada laut dangkal terkandung senyawa karbonat
dalam jumlah yang besar.
Setelah diidentifikasi berdasarkan kenampakan yang ada fosil
peraga ini dikelompokkan bardasarkan jenisnya. Fosil ini termasuk kedalam
phylum echinodermata, kelas echinoidea, ordo phymosomatoida, dan famili
phymosomatoidae. Fosil dengan nomor peraga D5-12 ini bernama
Phymosoma sp.

2.2 Fosil Peraga Nomor Y


Pada peraga Y merupakan fosil dari phylum echinodermata dan
dari kelas echinoidea. Fosil ini memiliki ukuran 3 cm x lebar 2.5 cm. Fosil ini
mempunyai ciri-ciri fisik berwarna putih yang menunjukkan bahwa fosil
tersebut tersusun oleh material karbonatan dan membentuk bulatan yang
merupakan bodi luar dari organisme tersebut. Fosil ini berupa bodi utuh yaitu
bentuk dari fosil dimana fosil tersebut mengalami proses pengerasan pada
bagian luar , karena bagian luar dari makhluk ini lebih keras dari bagian
dalamnya, dan bagian dalamnya mengalami pembusukan. Sehingga hanya
tersisi bodinya, dan bodi tersebut terfosilisasi oleh material karbonatan,
sehingga bentuk fosil echinodermata ini berupa bodi utuh dari organisme
tersebut namun masih memperlihatkan bagian bagian tubuhnya secara
keseluruhan
Golongan fosil ini berbentuk membulat sepeti bola, dan dijumpai
lima alur yang mengandung tabung kaki yang disebut ambulakral. Alur ini
terdapat secara radial dan di bagian bawah terdapat mulut yang digunakan
sebagai tempat masuknya makanan dan juga adanya gigi pertautan dan pada
bagian atas terdapat anus sebagai tempat pembuangan. Selain itu juga
terdapat bagian yan bernama ambulakrum dan interambulakrum, yang
berfungsi sebagai saluran makanan dan juga untuk membantu pergerakan.
Ambulakrum adalah ruas yang berukuran kecil sedangkan interambulakrum
ruas yang berukuran bsar. Pada umumnya cangkang terdiri atas duapuluh
susunan lempeng yang berarah vertical. Lima diantaranya merupakan
padanan pada bintang laut. Pada fosil ini banyak ditemukan adanya tonjolan
yang merupakan tuburkel yang berfungsi untuktempat bertautnya duri semasa
hidup, dan digunakan untuk bergerak.
Hewan ini hidup pada zaman jura - kapur, karena pada zaman ini
laut sudah mulai hangat dan makanan berlimpah. Lingkungan pengedapan
dari echinodermata ini adalah di laut dangkal. Hal ini tersebut karena
mikroplankton berkembang biak dengan baik dan dalam jumlah yang banyak
di laut dangkal yang mendapatkan cahaya dari matahari yang airnya masih
hangat dan kandungan oksigen yang tinggi. Sedangkan warna material pada
fosil yang putih menandakan cangkang tersebut tersusun oleh mineral-
mineral karbonatan, di mana pada laut dangkal terkandung senyawa karbonat
dalam jumlah yang besar.
Setelah diidentifikasi berdasarkan kenampakan yang ada fosil peraga
ini dikelompokkan bardasarkan jenisnya. Fosil ini termasuk kedalam phylum
echinodermata, kelas echinoidea, ordo phymosomatoida, dan famili
phymosomatoidae. Fosil dengan nomor peraga Y ini bernama Phymosoma
sp.

2.3 Peraga No. MM-58


Pada peraga MM-58 merupakan fosil dari phylum echinodermata
dan dari kelas crinoidea. Fosil ini memiliki ukuran 15 cm x lebar 9 cm. Fosil
ini mempunyai ciri-ciri fisik berwarna putih yang menunjukkan bahwa fosil
tersebut tersusun oleh material karbonatan. Dalam bentuk fosil, crinoid
jarang dijumpai dalam bentuk bodi utuh, karena setelah mati tubuh dari
crinoid tersebut akan langsung terurai. Bagian bagian tubuh yang sering
dijumpai berupa fragmen dari batang dan calyx.
Golongan fosil ini memiliki bagian bagian tubuh seperti lengan,
calyx dan steam. Calyx atau kepala merupakan tempat menyimpan organ
organ yang penting, memiliki bentuk seperti mangkuk, tersusun oleh lempeng
lempeng tang tersusun simetris. Tetapi setiap jenis yang berbeda memiliki
bentuk calyx yang berbeda pula. Lengan terdapat di atas calyx, berjumlah
lima buah yang merentang ke arah atas. Pada lengan terdapat saluran
makanan atau pinnules dan cilia yang berfungsi untuk membantu dalam
pengumpulan makanan. Batang memiliki struktur yang bercabang ke segala
arah. Struktur cabang yang menyebar ke segala arah inilah yang membuat
crinoid dapat tertambat secara kuat di dasar laut.
Crinoid mulai dijumpai pada zaman ordovician dan melimpah
pada awal karbon, karena pada zaman ini laut sudah mulai hangat dan
makanan berlimpah. Lingkungan pengedapan dari crinoid ini adalah di laut
dangkal. Hal ini tersebut karena mikroplankton berkembang biak dengan baik
dan dalam jumlah yang banyak di laut dangkal yang mendapatkan cahaya
dari matahari yang airnya masih hangat dan kandungan oksigen yang tinggi.
Sedangkan warna material pada fosil yang putih menandakan fosil tersebut
tersusun oleh mineral-mineral karbonatan, di mana pada laut dangkal
terkandung senyawa karbonat dalam jumlah yang besar. Karena melimpah
pada awal karbon inilah yang menyebabkan zaman tersebut disebut zaman
the age of crinoid.
Setelah diidentifikasi berdasarkan kenampakan yang ada fosil
peraga ini dikelompokkan bardasarkan jenisnya. Fosil ini termasuk kedalam
phylum echinodermata, kelas crinoidea, ordo cidaroida dan famili cidaridae,.
Fosil dengan nomor peraga MM-58 ini bernama Woodocrinus macodactylus.

2.4 Peraga No. X


Fosil peraga nomor X ini merupakan sebuah maket timun laut. Hewan
kelas ini disebut juga dengan mentimun laut atau teripang karena
penampilanya yang mirip tabung atau sosis tanpa lengan dan tanpa duri
dengan tubuh yang sangat lunak.
Morfologi yang terdapat pada fossil ini yaitu anus dan mulut pada sisi
yang berseberangan dan tentakel yang terletak pada sekitar mulut yang
digunakan sebagai alat bantu mencari makanan. Kerangkanya tersusun oleh
sejumlah besar lempengan kecil karbonat dengan bentuk beraneka ragam,
disebut sklerit. Karakter Echinodermata terlihat dari adanya 5 jalur
ambulakral. Meskipun tampak sederhana, tetapi karakteristik anus dan mulut
yang terletak pada ujung yang berbeda tetap ada pada hewan ini seperti
Echinodermata lain. Karena tersusun atas tubuh yang lunak, maka hewan
kelas ini jarang terfosilkan, tetapi dari cara hidupnya yang merupakan
organisme benthos, maka hewan ini banyak meniggalkan mold atau cast.
Adapun proses pembentukan cetakan dari hewan ini yaitu ketika
hewan ini masih hidup bagian lunaknya menekan sedimen yang belum
terkonsolidasi sehingga meninggalkan cetakan dikarenakan hewan ini
mencari makanan didasar laut. Cetakan ini disebut dengan mold. Lalu mold
ini terisi oleh sedimen berbutir halus yang kemudian diikuti leh adanya
proses burial. Sedimen-sedimen karena proses burial mengalami diagenesis
dan menjadi batuan sedimen. Di lain pihak cetakan ini juga menjadi bagian
dari batuan sedimen yang menguburnya sehingga dapat terawetkan cetakan
tadi.
Hewan yang menjadi fossil ini merupakan anggota Phylum
Echinodermata, kelas Holothuroidea, ordo Aspidochirotida dan famili
Stichopidiae dengan kurun waktu hidupnya adalah Devonian. Nama fosil
yaitu Parastichopus californicus.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pendeskrikpsian yang telah dilakukan, yaitu filum
echinodermata, kelas echinoidea, ordo Phymosomatoidea dan famili
Phymosoma, dengan bentuk seperti bulu babi yang tinggal sejak
zaman jura - kapur maka nama fosil ini adalah phymosoma.
Berdasarkan pendeskrikpsian yang telah dilakukan, yaitu filum
echinodermata, kelas echinoidea, ordo Phymosomatoidea dan famili
Phymosoma, dengan bentuk seperti bulu babi yang tinggal sejak
zaman jura - kapur maka nama fosil ini adalah phymosoma.
Berdasarkan pendeskripsian, dilihat dari filumnya echinodermata,
kelas crinoidea, hidup dilaut dangkal, dan bentuknya menyerupai lili
laut yang hidup pada zaman ordovisian karbon maka nama dari fosil
ini adalah Woodocrinus Macrodactylus.
Berdasarkan pendeskrikpsian yang telah dilakukan, yaitu filum
echinodermata, kelas holothuroidea, ordo Aspidochirotida dan family
Stichopidiae, dengan bentuk seperti timun laut yang hidup pada
zaman karbon awal maka nama fosil ini adalah phymosoma.

3.2 Saran
Saran dari praktikan agar praktikum makropaleontologi kedepannya
agar lebih baik, sebaiknya fosil peraga ditambah agar praktikan lebih
bias belajar banyak dari fosil peraga.

DAFTAR PUSTAKA
Asisten Praktikum Makropaleontologi. 2015. Buku Panduan Praktikum
Makropaleontologi. Semarang : Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai