Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PEMBAHASAN

Pada praktikum sedimentologi stratigrafi acara sikuen stratigrafi, untuk


menentukan lingkungan pengendapan sebuah sikuen tentang sedimen dan
stratigrafi tidak bisa lepas dari hasil deposisional dan batas erosional, baik itu
pengendapan dari continental, marine, batas cekungan, hingga down slope sebuah
cekungan. Pada prinsipnya sikuen stratigrafi dibatasi oleh bidang
ketidakselarasan. Pada praktikum kali ini praktikan diberikan tugas untuk
menentukan proses sikuen stratigrafi dari sebuah data log setebal 172m. berikut
adalah hasil pengamatannya
1.1 0m-22m
Pada kedalaman kedua antara 0m sampai dengan 22m pada log ini
digambarkan dengan adanya perselingan antara batulempung, batulanau
dengan batupasir, pada pola kali ini tidak ada perubahan pola apakah
menghalus atau mengkasar, lapisan pada ketebalan ini stabil atau mengalami
agradasi. Pola / stacking pattern ini menunjukkan adanya ruang akomodasi
sedimen tetap sehingga sea level dan sedimen suplay dari lapisan ini
cenderung konstan tetap mulai dari awal pengendapan sampai akhir dari satu
proses, jika sedimen suplaynya meningkat maka sea levelnya meningkat
sehingga tidak ada perubahan ruang akomodasi. Pada fase ini disebut juga
sebagai fase istirahat karena kecenderungan sea level yang tidak berubah,
sistem track dari pola pengendapan yang seperti ini merupakan LST.
Merupakan prasequence dari agradasi karena garis pantai tidak mengalami
perubahan.
Gambar 1.2 Skema Lowstands System Tract

1.2 22m - 41m


Batas awal dari ketebalan ini dimulai dengan adanya batas
erosional yang terdapat pada litologi. Pola litologi yang terdapat pada rentang
ketebalan 22 - 41 meter tersebut merupakan perselingan batupasir dengan
batulempung dan batulanau, dengan struktur sedimen berupa cross bedding,
cross lamination, dan fining upward yang menyertainya. Ukuran butir pada
litologi tersebut secara keseluruhan memiliki pola menghalus kearah atas,
atau fining upward.
Adanya batas erosional pada awal pengendapan litologi tersebut
merupakan akibat dari perubahan muka air laut, dalam hal ini naiknya muka
air laut atau transgresi pada fase TST. Perubahan muka air laut akan
mengerosi daerah yang dilewatinya dengan butiran sedimen yang dibawanya.
Batas erosional tersebut merupakan batas awal dari suatu siklus system tract,
yang diberi nama TST.

Gambar 1.3 Skema Transgressive System Tract

Perubahan muka air laut menyebabkan perubahan pola ukuran butir.


Kenaikan muka air laut menciptakan accommodation space yang besar.
Namun karena kenaikan air laut juga mempengaruhi letak muara sungai, yang
menyebabkan muara sungai mundur, supply sedimen yang masuk menjadi
berkurang atau lebih sedikit dari ruangnya. Hal tersebut mengakibatkan
terjadi kemunduran batas pengendapan, sehingga menhasilkan pola endapan
yang fining upward. Pengerosian tersebut menghasilkan channel-channel
pada slope. Pada channel tersebut, arus akan jauh lebih kuat, karena area yang
dilewati lebih sempit. Arus tersebut kemudian mampu membentuk struktur-
struktur sedimen. Jika dikaitkan dengan diagram stream power (simons, dkk).
Diketahui bahwa arus yang mampu membentuk struktur sedimen berupa
cross bedding, cross lamination, dan fining upward merupakan arus yang
memiliki rezim aliran rendah. Jika dilihat dari keseluruhan pola ukuran butir,
telah terjadi perubahan muka air laut yang menyebabkan pola ukuran butir
menjadi menghalus keatas
1.3 41m - 73m
Pada kedalaman keempat pada log ini digambarkan dengan adanya
perselingan antara batulempung dengan batu pasir, pada awalnya batupasir
memiliki ukuran butir berupa very fine sand lalu berubah menjadi very coarse
sand, dan lapisan batulempung yang awalnya tebal semakin keatas semakin
menipis dan digantikan oleh lapisan batupasir yang semakin menebal, dari hal
tersebut maka dapat diketahui bahwa adanya pola coarsening upward.
Struktur sedimen yang dijumpai pada ketebalan ini merupakan laminasi dan
ripple. Laminasi dibentuk oleh media pengendapan yang tenang sedangkan
ripple terbentuk karena adanya gelombang yang mempengaruhi endapan
sedimen, sehingga membentuk sruktur sedimen yang seperti gelombang
(ripple).
Pola ini menunjukkan adanya ruang akomodasi sedimen yang
berkurang dari sebelumnya sehingga semakin keatas jenis sedimen yang
diendapkan memiliki ukuran butir yang semakin kasar. Ruang akomodasi
dapat berkurang dikarenakan adanya perubahan sea level , coarsening upward
disebabkan sea level yang berkurang atau terjadinya regresi, ruang akomodasi
juga dapat berkurang jika sedimen suplai dari sumbernya dalam keadaan yang
banyak, sehingga menyebabkan penumpukan suplay sedimen yang
mengurangi ruang akomodasi. Karena terbentuk akibat regresi atau
penurunan sea level, maka dapat diketahui bahwa sistem track dari pola ini
merupakan HST. Merupakan prasequence dari progradasi karena garis pantai
mundur kearah laut.

Gambar 1.4 Skema Highstand System Tract

1.4 74m - 146m


Range ini memiliki ketebalan lapisan yang cukup banyak, dengan pola
litologi yang merupakan perselingan antara batupasir dengan batulempung
dan batupasir. Pada range ini, terdapat perubahan pola pengendapan
menghalus ke arah atas, atau fining upward, dengan struktur sedimen berupa
laminasi.
Berdasarkan keterangan diatas, dapat diketahui bahwa terdapat perubahan
muka air laut yang cukup lama. Dalam hal ini perubahan air laut berupa
naiknya muka air laut, atau transgresi (pada system tract TST) yang
menyebabkan accommodation space pada saat itu bertambah.
Gambar 1.5 Skema Transgressive System Tract

Penambahan accommodation space, dengan suplai sedimen yang relatif


konstan menyebabkan terjadinya pengendapan yag retrogradasi. Pola
pengendapan tersebut menghasilkan ukuran butir yang menghalus ke arah
atas. Dalam ketebalan ini ditemukan struktur sedimen yang berupa laminasi.
Struktur sedimen tersebut menandakan kuat arus yang sudah sangat rendah,
sehingga hanya membentuk laminasi-laminasi parallel.
1.5 146m-172m
Selanjutnya pada ketebalan lapisan ke 146 hingga 172 meter terlihat
mengalami perubahan dimana menunjukkan pola stacking pattern berupa
progradasi. Pada perlapisan ini terlihat semakin ke atas lapisan batupasir
cenderung memiliki ukuran butir yang semakin kasar, dan endapan batupasir
pun semakin menebal. Pada kondisi tersebut dapat diinterpretasikan bahwa
daerah tersebut saat itu mengalami fase Highstand System Tract (HST).
Dimana pada kondisi tersebut menunjukkan suplay sedimen dari darat yang
tinggi sedangkan accommodation space-nya yang rendah, sehingga proses
pengendapan yang terjadi menuju ke basin ward.
Gambar1. 6 Skema Highstand System Tract
Dengan begitu dapat menghasilkan endapan yang mengkasar ke atas atau
coarsening upward. Pada fase ini terjadi karena pada fase sebelumnya terjadi
Maximum Flooding Surface dimana kondisi air pada titik tertingginya, dan
pada saat ini air mulai mengalami penyurutan. Kemudian pada data log
selanjutnya memperlihatkan pada lapisan dengan ketebalan 160 meter hingga
lapisan paling atas terlihat adanya batugamping di daerah tersebut.
Kemungkinan yang dapat terjadi adalah pada saat itu kondisi di daerah
tersebut masih tergenang oleh air atau dapat berupa laut dangkal. Dengan
disertai endapan lapisan batulempung yang jumlahnya sangat sedikit berarti
menunjukkan bahwa pada saat itu kondisi air di daerah tersebut cukup jernih
dan kondisi tersebut sangat baik sebagai lokasi dimana terumbu karang untuk
tumbuh. Pada lapisan batugamping ditemukan dalam kondisi ukuran butir
yang cenderung sama atau stacking pattern berupa agradasi yang berarti pada
saat itu jumlah suplay sedimen sama dengan jumlah accommodation space.
BAB II
KESIMPULAN

Pada data log ini menunjukkan suatu sequence yang terdiri atas beberapa
parasequence yang memiliki perbedaan proses pembentukan pada masing-masing
parasequence-nya. Data log ini sendiri dapat disimpulkan bahwa di daerah
tersebut telah mengalami 5 kali fase system tract yang berbeda. Meliputi fase
HST, lalu LST, kemudian TST, lalu mengalami HST lagi, selanjutnya juga
mengalami TST lagi dan yang terahir adalah HST.
0m 22m
Adanya kenampakan hasil pengendapan yang hamper sama pada tiap
lapisannya yang menandakan adanya agradasi. Memiliki akomodasi space
yang sama besarnya dengan suplai sedimen yang mengisinya. Menandakan
tidak adanya proses regresi maupun transgresi. Dari cirri-ciri tersebut dapat
diinterpretasikan pada saat itu terjadi fase system tract berupa LST.
22m 41m
Adanya kenampakan hasil pengendapan berupa finning upward yang
menandakan adanya retrogradasi. Memiliki akomodasi space yang lebih
banyak dibandingkan dengan suplai sedimennya. Menandakan poses
transgresi. Dari cirri-ciri tersebut dapat diinterpretasikan pada saat itu terjadi
fase system tract berupa TST.
41m 73m
Adanya kenampakan hasil pengendapan berupa coarsening upward yang
menandakan adanya progradasi. Memiliki akomodasi space yang lebih sedikit
dibandingkan dengan suplai sedimennya. Menandakan poses regresi. Dari cirri-
ciri tersebut dapat diinterpretasikan pada saat itu terjadi fase system tract
berupa HST.
74m 146m
Adanya kenampakan hasil pengendapan berupa finning upward yang
menandakan adanya retrogradasi. Memiliki akomodasi space yang lebih
banyak dibandingkan dengan suplai sedimennya. Menandakan poses
transgresi. Dari cirri-ciri tersebut dapat diinterpretasikan pada saat itu terjadi
fase system tract berupa TST.
146m 172m
Adanya kenampakan hasil pengendapan berupa coarsening upward yang
menandakan adanya progradasi. Memiliki akomodasi space yang lebih sedikit
dibandingkan dengan suplai sedimennya. Menandakan poses regresi. Dari cirri-
ciri tersebut dapat diinterpretasikan pada saat itu terjadi fase system tract
berupa HST.

Anda mungkin juga menyukai