Anda di halaman 1dari 30

Bab 1

Praktik Anestesiologi

KONSEP-KONSEP KUNCI

1. Suatu perencanaan anestetik harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat secara
optimal mengakomodasi keadaan fisiologis dasar pasien, termasuk keadaan medis,
riwayat operasi, rencana prosedur, sensitivitas terhadap obat, riwayat pengalaman
anestetik, dan keadaan psikologis..

2. Rencana praoperasi yang tidak adekuat dan kesalahan dalam persiapan pasien
merupakan penyebab komplikasi anestetik yang paling sering.

3. Anestesia dan operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan sampai pasien berada dalam
kondisi medis yang optimal.

4. Agar bermanfaat, melakukan tes praoperasi mengimplikasikan bahwa risiko perioperasi


yang meningkat terjadi pada saat hasil pemeriksaan abnormal, dan risiko yang menurun
terjadi pada saat hasil yang abnormal tersebut dikoreksi.

5. Kegunaan tes skrining bergantung pada sensitivitas dan spesifisitasnya. Tes yang sensitif
memberikan hasil negatif palsu yang rata-rata rendah, sementara tes yang spesifik
memberikan hasil positif palsu yang rata-rata rendah.

6. Jika suatu prosedur dilakukan tanpa persetujuan pasien,maka dokter dapat berisiko
terkena tuntutan.

7. Rekaman anestesia intraoperasi memiliki banyak tujuan. Fungsinya adalah sebagai


pemantauan intraoperasi yang bermanfaat, referensi tindakan anestetik di masa yang
akan datang untuk pasien tersebut, dan alat untuk jaminan kualitas.

Seorang ahli filsafat Yunani Dioscorides pertama kali menggunakan istilah anestesia pada abad
pertama Masehi untuk menggambarkan efek menyerupai narkotik dari tumbuhan mandragora.

8
Selanjutnya istilah tersebut dijelaskan dalam kamus A Universal Etymological English
Dictionary (1721) karya Bailey sebagai suatu defek sensasi dan juga dalam Encyclopedia
Britannica (1771) sebagai suatu berkurangnya rasa. Pengertian yang masih digunakan sampai
saat ini dinyatakan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yaitu keadaan menyerupai tidur
sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan pembedahan tanpa rasa nyeri. Di Amerika
Serikat, penggunaan istilah anestesiologi untuk menjelaskan praktik atau ilmu anestesia pertama
kali diajukan pada dekade kedua abad ke-20 untuk menegaskan dasar-dasar ilmiah dalam bidang
ini yang bertumbuh. Walaupun sekarang bidang spesialisasi ini memiliki dasar ilmiah yang
bersaing dengan bidang lainnya, namun anestesia tetap merupakan gabungan erat antara ilmu
pengetahuan dan seni. Lebih jauh lagi, praktik anestesiologi telah meluas lebih jauh hingga
membuat pasien-pasien tidak merasa nyeri selama pembedahan atau persalinan (Tabel 11).
Bidang ini memiliki keunikan karena membutuhkan kerja sama dengan hampir seluruh bidang
spesialisasi lainnya, termasuk bedah dan subspesialisasinya, penyakit dalam, anak, dan
kandungan serta farmakologi klinis, fisiologi terapan, dan teknologi biomedis. Penerapan
kemajuan terkini dalam teknologi biomedis pada anestesia klinis telah berkembang sehingga
menjadikan anestesia sebagai spesialisasi yang menarik dan berkembang pesat. Sejumlah besar
dokter yang mendaftar sebagai residen anestesiologi telah mendapatkan pelatihan dan sertifikasi
di bidang lain.
Bab ini akan meninjau sejarah anestesia, perkembangannya di Inggris dan Amerika, serta
cakupannya saat ini dan menyajikan pendekatan umum mengenai evaluasi praoperasi pasien serta
dokumentasi mengenai riwayat anestetik pasien. Bagian Diskusi Kasus pada akhir bab
mempertimbangkan aspek medikolegal dari bidang ini.

Tabel 11. Definisi praktik anestesiologi, yang merupakan praktik kedokteran. 1

Penilaian, konsultasi, dan persiapan pasien-pasien untuk anestesia.


Meredakan dan mencegah nyeri selama dan setelah prosedur pembedahan, obstetrik, terapeutik,
dan diagnostik.
Memantau dan mempertahankan fisiologi normal selama periode perioperasi.
Penatalaksanaan pasien-pasien dengan penyakit kritis.
Diagnosis dan pengobatan nyeri akut, kronik, dan yang berhubungan dengan kanker.
Penatalaksanaan klinis dan pengajaran resusitasi jantung paru.
Evaluasi fungsi respirasi dan penerapan terapi respirasi.
Memimpin penelitian ilmiah dasar, klinis, dan translasional.

9
Supervisi, pengajaran, dan evaluasi penampilan personil medis dan paramedis yang terlibat dalam
perawatan perioperasi.
Keterlibatan administratif pada berbagai fasilitas kesehatan, organisasi, dan fakultas kedokteran
yang diperlukan untuk menerapkan tanggung jawab ini.

1
Diambil dari American Board of Anesthesiology Booklet of Information, Januari 2003.

SEJARAH ANESTESIA

Praktik-praktik anestesiologi telah dimulai sejak zaman kuno, meski evolusi di bidang ini dimulai
pada pertengahan abad ke-19 dan baru benar-benar berkembang kurang dari enam dekade yang
lalu. Masyarakat kuno dahulu menggunakan tanaman opium, daun koka, akar mandrake, alkohol,
bahkan flebotomi (untuk mencapai ketidaksadaran) sehingga memungkinkan ahli bedah
melakukan operasi. Sangat menarik bahwa bangsa Mesir kuno menggunakan kombinasi tanaman
opium (morfin) dan hyoscyamus (hyoscyamin dan skopolamin). Kombinasi yang serupa, morfin
dan skopolamin, masih digunakan secara parenteral untuk pramedikasi. Anestesia regional pada
zaman kuno menggunakan kompresi trunkus saraf (iskemia saraf) atau penggunaan suhu dingin
(krioanalgesia). Orang-orang Inca dahulu mempraktikkan anestesia lokal saat ahli bedah mereka
mengunyah daun koka dan kemudian mengeluarkan salivanya (kemungkinan mengandung
kokain) ke luka operasi. Prosedur-prosedur pembedahan sebagian besar terbatas pada perawatan
fraktur, luka-luka traumatik, amputasi, dan pengangkatan batu kandung kemih. Yang
menakjubkan, beberapa masyarakat juga mampu melakukan trefinasi tengkorak. Dahulu syarat
utama untuk menjadi ahli bedah yang sukses adalah kecepatan.
Evolusi pembedahan modern terhambat bukan hanya akibat pemahaman yang sangat
kurang dari proses penyakit, anatomi, dan asepsis pembedahan, namun juga akibat kurangnya
teknik-teknik anestetik yang dapat dipercaya dan aman. Teknik-teknik ini berkembang pertama
kali melalui anestesia inhalasi, diikuti dengan anestesia lokal dan regional, dan akhirnya anestesia
intravena. Perkembangan anestesia pembedahan mungkin merupakan salah satu dari penemuan-
penemuan paling penting dalam sejarah manusia.

ANESTESIA INHALASI

Karena jarum hipodermik belum ditemukan hingga tahun 1855, maka anestetik umum yang
pertama kali adalah dengan obat-obat inhalasi. Eter (yang sebenarnya adalah dietil eter, saat itu

10
dikenal sebagai eter sulfat karena dihasilkan oleh reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dan
asam sulfat) pada awalnya dipersiapkan pada tahun 1540 oleh Valerius Cordus, seorang ahli
botani Prussia berusia 25 tahun. Dahulu eter digunakan untuk tujuan yang tidak jelas oleh
komunitas kedokteran sampai tahun 1842, ketika Crawford W. Long dan William E. Clark
menggunakannya secara bebas pada pasien. Namun mereka tidak mempublikasikan penemuan
ini. Empat tahun kemudian, di Boston, pada 16 Oktober 1846, William T. G. Morton memimpin
demonstrasi yang pertama kali dipublikasikan mengenai anestesia umum dengan menggunakan
eter. Sukses besar dari pameran tersebut membuat ahli-ahli bedah berseru kepada audiens yang
ragu-ragu: Saudara- saudara, ini bukan tipuan!
Kloroform dahulu digunakan secara bebas oleh von Leibig, Guthrie, dan Soubeiran pada
tahun 1831. Walau pertama kali digunakan oleh Holmes Coote pada tahun 1847, kloroform
diperkenalkan dalam praktik klinis oleh ahli obstetrik terkemuka Sir James Simpson, yang
memberikan zat tersebut kepada pasien-pasiennya untuk meredakan nyeri persalinan. Namun
ironisnya, Simpson hampir saja meninggalkan praktik kedokterannya setelah menyaksikan
keputusasaan yang mengerikan dan penderitaan pasien-pasien yang melakukan operasi tanpa
anestesia.
Joseph Priestley membuat oksida nitrat pada tahun 1772, namun Humphry Davy adalah
yang pertama kali menyatakan sifat analgesiknya pada tahun 1800. Gardner Colton dan Horace
Wells diakui menggunakan oksida nitrat sebagai anestetik pada manusia pada tahun 1844.
Kurangnya potensi oksida nitrat (konsentrasi oksida nitrat 80% menyebabkan efek analgesia
namun bukan anestesia untuk pembedahan) menyebabkan demonstrasi-demonstrasi klinis zat ini
kurang meyakinkan dibandingkan eter.
Oksida nitrat paling tidak populer di antara tiga anestetik inhalasi yang ditemukan
pertama kali karena potensinya yang rendah dan kecenderungannya dalam menyebabkan asfiksia
saat digunakan tanpa zat lain (lihat Bab 7). Ketertarikan terhadap oksida nitrat kembali terjadi
pada tahun 1868 saat Edmund Andrews memberikannya dalam oksigen 20%; akan tetapi,
penggunaannya dikalahkan oleh kepopuleran eter dan kloroform. Adalah ironis bahwa oksida
nitrat merupakan satu-satunya obat yang sering digunakan hingga saat ini. Kloroform pada
awalnya menggantikan kepopuleran eter di berbagai daerah (terutama di Inggris), namun adanya
laporan mengenai kaitan kloroform dengan aritmia jantung, depresi pernapasan, dan
hepatotoksisitas menyebabkan semakin banyak dokter praktik yang meninggalkan obat tersebut
dan lebih memilih eter.
Meskipun setelah diperkenalkannya anestetik inhalasi lainnya (etil klorida, etilen, divinil
eter, siklopropan, trikloroetilen, dan fluroksen), eter tetap merupakan anestetik umum yang

11
standar hingga awal tahun 1960-an. Satu-satunya obat inhalasi yang menyaingi keamanan dan
kepopuleran eter adalah siklopropan (diperkenalkan pada tahun 1934). Namun demikian,
keduanya merupakan obat yang mudah terbakar dan telah digantikan oleh obat-obat hidrokarbon
terfluorinasi yang poten dan tidak mudah terbakar: halotan (berkembang pada tahun 1951;
diluncurkan pada tahun 1956), metoksifluran (berkembang pada tahun 1958; diluncurkan pada
tahun 1960), enfluran (berkembang pada tahun 1963; diluncurkan pada tahun 1973), dan
isofluran (berkembang pada tahun 1965; diluncurkan pada tahun 1981).
Obat-obat baru terus dikembangkan. Salah satu contohnya, desfluran (diluncurkan pada
tahun 1992), memiliki banyak sifat isofluran yang disukai seperti ambilan yang cepat dan sifat
eliminasi menyerupai oksida nitrat. Sevofluran, obat lainnya, juga mempunyai daya larut dalam
darah yang rendah, namun masalah mengenai produk-produk degradasi yang berpotensi toksik
memperlambat peluncurannya di Amerika Serikat hingga tahun 1994 (lihat Bab 7).

ANESTESIA LOKAL DAN REGIONAL

Sejarah anestesia lokal modern dimulai oleh Carl Koller, seorang ahli oftalmologi, yang
mendemonstrasikan penggunaan kokain topikal untuk anestesia pembedahan mata pada tahun
1884. Kokain dahulu diambil dari tanaman koka pada tahun 1855 oleh Gaedicke dan kemudian
dimurnikan pada tahun 1860 oleh Albert Neimann. Pada tahun 1884 ahli bedah William Halsted
mendemonstrasikan penggunaan kokain untuk infiltrasi intradermal dan blok saraf (termasuk
nervus fasialis, pleksus brakialis, nervus pudendus, dan nervus tibialis posterior). August Bier
merupakan orang pertama yang memberikan anestetik spinal pada tahun 1898; ia menggunakan 3
mL kokain 0,5% secara intratekal. Ia juga yang pertama kali menjelaskan anestesia regional
intravena (blok Bier) pada tahun 1908. Prokain disintesis pada tahun 1904 oleh Alfred Einhorn
dan dalam jangka waktu satu tahun digunakan secara klinis sebagai anestetik lokal oleh Heinrich
Braun. Braun juga yang pertama kali menambahkan epinefrin untuk memperpanjang kerja
anestetik lokal. Ferdinand Cathelin dan Jean Sicard memperkenalkan anestesia epidural kaudal
pada tahun 1901. Anestesia epidural lumbal pertama kali dijelaskan pada tahun 1921 oleh Fidel
Pages dan kemudian oleh Achille Dogliotti pada tahun 1931. Anestetik lokal tambahan secara
berturut-turut diperkenalkan secara klinis yaitu dibukain (1930), tetrakain (1932), lidokain
(1947), kloroprokain (1955), mepivakain (1957), prilokain (1960), bupivakain (1963), dan
etidokain (1972). Ropivakain dan levobupivakain, suatu isomer dari bupivakain, merupakan obat-
obat yang lebih baru dengan masa kerja yang sama dengan bupivakain namun memiliki toksisitas
jantung yang lebih rendah (lihat Bab 14).

12
ANESTESIA INTRAVENA

Obat-obat Induksi

Anestesia intravena mulai dikenal setelah ditemukannya suntikan dan jarum hipodermik oleh
Alexander Wood pada tahun 1855. Usaha-usaha paling awal dalam perkembangan anestesia
intravena termasuk penggunaan kloralhidrat (oleh Ore pada tahun 1872), kloroform dan eter
(Burkhardt pada tahun 1909), dan kombinasi morfin dan skopolamin (Bredenfeld pada tahun
1916). Barbiturat disintesis pada tahun 1903 oleh Fischer dan von Mering. Barbiturat yang
pertama kali digunakan untuk induksi anestesia adalah asam dietilbarbiturat (barbital), namun
induksi barbiturat belum menjadi teknik yang populer sampai diperkenalkannya heksobarbital
pada tahun 1927. Tiopental, yang disintesis pada tahun 1932 oleh Volwiler dan Tabern, digunakan
pertama kali dalam klinis oleh John Lundy dan Ralph Waters pada tahun 1934, dan tetap
merupakan obat induksi anestesia yang paling sering digunakan. Metoheksital pertama kali
digunakan dalam klinis pada tahun 1957 oleh V. K. Stoelting dan merupakan satu-satunya
barbiturat yang akhir-akhir ini digunakan sebagai induksi. Sejak sintesis klordiazepoksid pada
tahun 1957, benzodiazepinyaitu diazepam (1959), lorazepam (1971), dan midazolam (1976)
secara luas telah digunakan sebagai pramedikasi, induksi, tambahan anestesia, dan sedasi
intravena. Ketamin disintesis pada tahun 1962 oleh Stevens dan pertama kali digunakan dalam
klinis pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino; obat-obat tersebut diluncurkan pada tahun
1970. Ketamin merupakan obat intravena pertama yang berkaitan dengan depresi jantung dan
pernapasan yang minimal. Etomidat disintesis pada tahun 1964 dan diluncurkan pada tahun 1972;
antusiasme awal mengenai kurangnya efek sirkulasi dan pernapasan menurun akibat adanya
laporan mengenai supresi adrenal bahkan setelah pemberian dosis tunggal. Peluncuran propofol
dan diisopropilfenol pada tahun 1989 merupakan kemajuan besar dalam anestesia pasien rawat
jalan akibat masa kerjanya yang singkat (lihat Bab 8).

Obat-obat yang menyebabkan blok neuromuskular

Penggunaan kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson pada tahun 1942 merupakan suatu batu
loncatan dalam anestesia. Kurare sangat memfasilitasi intubasi trakea dan memberikan relaksasi
abdomen yang sangat baik saat pembedahan. Untuk pertama kalinya, operasi dapat dilakukan
pada pasien-pasien tanpa harus memberikan dosis anestetik yang relatif lebih besar untuk

13
menyebabkan relaksasi otot. Dosis anestetik yang besar ini seringkali menyebabkan depresi
sirkulasi dan pernapasan yang berlebihan sehingga memperlama keadaan darurat; lebih jauh lagi,
obat ini sering kali tidak dapat ditoleransi oleh pasien-pasien yang lemah.
Obat yang menyebabkan blok neuromuskular lainnya (neuromuscular blocking agents,
NMBA) (lihat Bab 9)galamin, dekametonium, metokurin, alkuronium, dan pankuronium
segera diperkenalkan secara klinis. Karena penggunaan obat-obat ini sering kali berkaitan dengan
efek samping yang bermakna (lihat Bab 9), maka pencarian terhadap NMBA yang ideal terus
dilakukan. Akhir-akhir ini obat-obat yang diperkenalkan yang sesuai dengan tujuan tersebut
antara lain vekuronium, atrakurium, pipekuronium, doxakurium, rokuronium, dan cis-atrakurium.
Suksinilkolin disintesis oleh Bovert pada tahun 1949 dan diluncurkan pada tahun 1951; obat ini
telah menjadi standar untuk memfasilitasi intubasi trakea. Hingga saat ini, suksinilkolin tetap
tidak dapat disejajarkan dalam hal kecepatan onset kerja untuk relaksasi otot, namun efek
sampingnya yang kadang terjadi mendorong dilakukannya penelitian untuk menemukan
pengganti yang sesuai. Mivakurium, suatu NMBA yang lebih baru dengan kerja pendek dan tidak
mendepolarisasi, memiliki efek samping minimal, namun tetap memiliki onset yang lebih lambat
dan masa kerja yang lebih lama dibandingkan suksinilkolin. Rokuronium merupakan relaksan
kerja menengah dengan onset cepat yang mendekati suksinilkolin. Rapakuronium, suatu NMBA
yang paling baru diluncurkan, akhirnya merupakan kombinasi dari kecepatan onset suksinilkolin
dengan masa kerja yang pendek dan profil keamanan yang lebih baik. Namun, produsen
rapakuronium secara suka rela menariknya dari pasar karena adanya beberapa laporan timbulnya
spasme bronkus yang serius.

Opioid

Morfin diisolasi dari opium pada tahun 1805 oleh Serturner dan kemudian dicoba sebagai
anestetik intravena (lihat di atas). Morbiditas dan mortalitas yang pada awalnya terkait dengan
opioid dosis tinggi pada laporan-laporan awal menyebabkan banyak ahli anestesi menghindari
opioid dan lebih menyukai anestesia inhalasi murni. Ketertarikan terhadap opioid dalam anestesia
kembali terjadi setelah sintesis meperidin pada tahun 1939. Konsep anestesia seimbang
(balanced anesthesia) diperkenalkan pada tahun 1926 oleh Lundy dan yang lainnya, dan
berkembang hingga terdiri dari tiopental untuk induksi, oksida nitrat untuk amnesia, meperidin
(atau opioid lainnya) untuk analgesia, dan kurare untuk relaksasi otot. Pada tahun 1969,
Lowenstein memiliki ketertarikan dalam anestesia opioid dengan memperkenalkan kembali
konsep opioid dosis tinggi sebagai anestetik komplet. Pada awalnya morfin digunakan, namun

14
fentanil, sulfentanil, dan alfentanil selanjutnya digunakan sebagai obat tunggal. Seiring
berkembangnya pengalaman mengenai teknik ini, keterbatasan dalam kemampuannya mencegah
sadarnya pasien dan penekanan respons otonom selama pembedahan ternyata terbukti.
Remifentanil merupakan opioid baru yang telah dimetabolisme dengan cepat dan dipecah oleh
esterase plasma dan jaringan nonspesifik.

EVOLUSI SPESIALISASI

Sejarah di Inggris

Setelah demonstrasi publik pertamanya di Amerika Serikat, penggunaan eter dengan cepat
menyebar ke Inggris. John Snow, secara umum dikenal sebagai bapak anestesia, menjadi dokter
pertama yang berminat penuh dalam bidang anestetik yang baru ini dan kemudian menemukan
suatu inhaler. Ia adalah orang pertama yang melakukan investigasi secara ilmiah untuk eter dan
fisiologi anestesia umum. (Snow juga merupakan perintis dalam bidang epidemiologi yang
membantu menghentikan epidemi kolera di London dengan membuktikan bahwa agen
penyebabnya ditularkan melalui ingesti, dan bukan inhalasi). Pada tahun 1847, Snow
mempublikasikan buku pertama mengenai anestesia umum, On the Inhalation of Ether. Ketika
sifat-sifat anestetik dari kloroform diketahui (lihat di atas), ia segera melakukan investigasi dan
mengembangkan sebuah inhaler untuk obat tersebut. Ia percaya bahwa inhaler tersebut harus
digunakan saat memberikan obat ini untuk mengontrol dosis anestetik. Buku keduanya, On
Chloroform and Other Anesthetics, dipublikasikan pada tahun 1858.
Setelah kematian Snow, Joseph T. Clover menggantikan posisinya sebagai dokter ahli
anestesi terkemuka di Inggris. Clover menegaskan mengenai pemantauan berkelanjutan pada nadi
pasien selama anestesia, suatu kegiatan yang tidak banyak diterima pada saat itu. Ia merupakan
orang pertama yang menggunakan manuver mendorong rahang (jaw thrust maneuver) untuk
membebaskan obstruksi jalan napas, yang pertama memiliki perlengkapan resusitasi yang selalu
tersedia selama anestesia, dan yang pertama menggunakan kanula krikotiroid (untuk
menyelamatkan pasien dengan tumor rongga mulut yang mengalami obstruksi jalan napas
komplet). Sir Frederick Hewitt menjadi ahli anestesiologi Inggris terkemuka saat pergantian abad.
Ia yang melakukan berbagai penemuan, termasuk jalan napas oral (oral airway). Hewitt juga
menulis mengenai apa yang diakui sebagai buku teks anestesia sebenarnya yang pertama kali,
yang telah berlanjut hingga lima edisi. Snow, Clover, dan Hewitt mengembangkan suatu tradisi
dari dokter anestesi yang tetap dipertahankan di Inggris. Pada tahun 1893, organisasi pertama

15
yang terdiri dari dokter spesialis anestesi, yaitu London Society of Anaesthetists, dibentuk di
Inggris oleh J. F. Silk.

Sejarah di Amerika

Di Amerika Serikat beberapa dokter mengambil spesialisasi di bidang anestesia pada pergantian
abad. Tugas memberikan anestesia biasanya dilimpahkan kepada petugas bedah junior atau
mahasiswa kedokteran, yang cenderung lebih tertarik dalam prosedur pembedahan dibandingkan
pemantauan pasien. Karena terbatasnya dokter yang berminat dalam spesialisasi ini di Amerika
Serikat dan keamanan yang relatif dari anestesia eter, para ahli bedah baik di Mayo Clinic
maupun Cleveland Clinic melatih dan mempekerjakan perawat sebagai ahli anestesi. Organisasi
pertama yang terdiri dari dokter ahli anestesiologi di Amerika Serikat adalah Long Island Society
of Anesthetists yang dibentuk pada tahun 1905, yang dalam perjalanannya berganti nama menjadi
New York Society of Anesthetists pada tahun 1911. Pada tahun 1936, organisasi ini menjadi
American Society of Anaesthetists, dan kemudian pada tahun 1945 menjadi American Society of
Anaesthesiologists (ASA).
Terdapat tiga orang dokter yang menonjol pada awal perkembangan anestesia di Amerika
Serikat setelah pergantian abad: Arthur E. Guedel, Ralph M. Waters, dan John S. Lundy. Guedel
adalah orang pertama yang menguraikan tanda-tanda anestesia umum setelah deskripsi awal oleh
Snow. Ia menganjurkan penggunaan selang trakea dengan balon/cuff dan memperkenalkan
ventilasi buatan selama anestesia dengan eter (yang kemudian dikenal sebagai controlled
respiration atau respirasi terkontrol oleh Waters). Ralph Waters menambah daftar panjang orang-
orang yang memberikan kontribusi terhadap spesialisasi ini di Amerika Serikat; mungkin yang
paling penting dari kontribusinya adalah desakan dalam pemberian pelatihan yang sesuai
terhadap para spesialis anestesia. Waters mengembangkan departemen anestesiologi akademik
pertama di University of Wisconsin di Madison. Lundy merupakan orang yang membantu dalam
pembentukan American Board of Anesthesiology, yang memimpin American Medical
Associations Section on Anesthesiology selama 17 tahun, dan mendapatkan gelar ahli pertama di
Amerika Serikat, yaitu Master of Science dalam bidang anestesiologi.
Intubasi trakea elektif yang pertama selama anestesia dilakukan pada akhir abad ke-19
oleh pada ahli bedah: Sir William MacEwen di Skotlandia, Joseph ODwyer di Amerika Serikat,
dan Franz Kuhn di Jerman. Intubasi trakea selama anestesia dipopulerkan di Inggris oleh Sir Ivan
Magill dan Stanley Rowbotham pada tahun 1920-an,

16
Pengakuan Resmi

Thomas D. Buchanan ditunjuk sebagai profesor anestesiologi pertama di New York Medical
College pada tahun 1904. American Board of Anesthesiology dibentuk pada tahun 1938 dengan
Buchanan sebagai kepala pertamanya. Di Inggris, ujian pertama untuk gelar Diploma dalam
bidang anestesia dilakukan pada tahun 1935, dan ketua pertama dalam bidang anestetik diberikan
kepada Sir Robert Macintosh pada tahun 1937 di Oxford University. Anestesia secara resmi
menjadi spesialisasi yang dikenal di Inggris baru pada tahun 1947 ketika Faculty of Anaesthetists
di Royal College of Surgeon pertama kali dibentuk.

CAKUPAN ANESTESIA

Praktik anestesia telah sangat berubah sejak zaman John Snow. Seorang ahli anestesiologi
modern saat ini berperan sebagai konsultan dan penyedia perawatan primer. Peran sebagai
konsultan sesuai karena tujuan utama ahli anestesiologimemastikan pasien berada dalam
keadaan aman dan nyaman selama operasiumumnya hanya berlangsung singkat (beberapa
menit sampai beberapa jam). Namun, karena ahli anestesiologi mengatur semua aspek tanpa
pisau dalam perawatan pasien pada periode perioperasi segera, maka mereka juga merupakan
penyedia perawatan primer. Doktrin kapten kapal, yang dipegang oleh ahli bedah untuk
bertanggung jawab terhadap setiap aspek perawatan perioperasi pasien (termasuk anestesia), tidak
lagi valid. Ahli bedah dan ahli anestesiologi harus bekerja sama secara efektif, namun keduanya
pada akhirnya bertanggung jawab kepada pasien dibandingkan terhadap satu sama lain. Pasien
dapat memilih sendiri ahli anestesiologi yang akan menangani, namun pilihan mereka biasanya
terbatas pada staf dokter pada rumah sakit tersebut, kecenderungan dari dokter bedah (jika ada),
atau ahli anestesiologi yang siap dihubungi pada hari tersebut.
Praktik anestesia tidak lagi terbatas dalam kamar operasi maupun hanya membuat pasien
tidak merasakan nyeri (Tabel 11). Kini ahli anestesiologi secara rutin bertugas memantau,
menyebabkan sedasi, dan memberikan anestesia umum atau regional di luar kamar operasiyaitu
untuk litotripsi, magnetic resonance imaging (MRI), computed tomography (CT), fluoroskopi,
endoskopi, terapi elektrokonvulsif, dan kateterisasi jantung. Sejak dahulu ahli anestesiologi telah
menjadi perintis dalam resusitasi jantung paru dan selalu menjadi anggota dalam tim resusitasi.
Semakin banyak dokter yang mengambil subspesialisasi anestesia jantung (lihat Bab 21),
perawatan kritis (lihat Bab 49), neuroanestesia (lihat Bab 26), anestesia obstetrik (lihat Bab 43),
anestesia pediatrik (lihat Bab 44), dan pengobatan nyeri (lihat Bab 18). Syarat sertifikasi untuk

17
kompetensi khusus di bidang perawatan kritis dan pengobatan nyeri telah dibentuk di Amerika
Serikat. Ahli anestesiologi terlibat aktif dalam bagian administrasi dan arahan medis di berbagai
ruang operasi, unit perawatan intensif, dan departemen terapi respirasi. Mereka juga menduduki
posisi administratif dan pimpinan dari staf dokter pada berbagai rumah sakit dan fasilitas rawat
jalan.

EVALUASI PRAOPERASI PASIEN

Seperti yang akan diperjelas pada bab selanjutnya, tidak ada satu pun standar anestetik yang
memenuhi kebutuhan semua pasien. Namun, perencanaan anestetik (Tabel 12) harus disusun
sedemikian rupa sehingga dapat mengakomodasi keadaan fisiologis dasar pasien dengan optimal,
termasuk kondisi medis, riwayat operasi, prosedur yang direncanakan, sensitivitas terhadap obat,
riwayat pengalaman anestetik, dan keadaan psikologis. Rencana praoperasi yang tidak adekuat
dan kesalahan dalam persiapan pasien merupakan penyebab komplikasi anestetik yang paling
sering. Untuk membantu menyusun rencana anestetik, suatu gambaran umum untuk menilai
pasien sebelum operasi merupakan titik awal yang penting (Tabel 13). Penilaian ini mencakup
riwayat penyakit yang berhubungan (termasuk tinjauan rekam medis), pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium yang diindikasikan. (Buku ini akan membahas diskusi secara detail mengenai
bagaimana mengevaluasi pasien dengan kelainan khusus dan prosedur-prosedur yang tidak biasa
dilakukan.) Dengan mengklasifikasikan status fisik pasien menurut skala ASA akan
menyempurnakan penilaian. Anestesia dan operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan sampai
pasien berada dalam kondisi medis yang optimal. Penilaian terhadap pasien dengan komplikasi
mungkin memerlukan konsultasi dengan dokter spesialis lain untuk membantu menentukan
apakah pasien berada dalam kondisi medis optimal untuk menjalani prosedur pembedahan dan,
jika diperlukan, untuk mendapatkan bantuan dokter spesialis dalam perawatan perioperasi.
Setelah dilakukan penilaian, ahli anestesiologi harus berdiskusi dengan pasien mengenai pilihan
pasien yang realistik yang tersedia dalam penatalaksanaan anestetik. Rencana anestetik akhir
dibuat berdasarkan diskusi tersebut dan keinginan pasien (digambarkan dalam persetujuan pasien
(informed consent); lihat di bawah).
Tabel 12. Rencana anestetik.

Pramedikasi
Jenis anestesia
Umum

18
Penatalaksanaan jalan napas
Induksi
Pemeliharaan
Relaksasi otot
Regional
Teknik
Obat yang digunakan
Perawatan anestesia terpantau
Oksigen tambahan
Sedasi
Penatalaksanaan intraoperasi
Pemantauan
Pengaturan posisi
Penatalaksanaan cairan
Teknik khusus
Penatalaksanaan pascaoperasi
Kontrol nyeri
Perawatan intensif
Ventilasi pascaoperasi
Pemantauan hemodinamik

PROFIL-PROFIL DALAM PRAKTIK ANESTETIK

Shauna Irgin, FRCA

Julian Bion, FRCP, FRCA, MD

PERAN AHLI ANESTESIOLOGI DALAM MELAKUKAN PENATALAKSANAAN PASIEN


RAWAT INAP DENGAN PENYAKIT AKUT

Dalam tahun-tahun terakhir rumah sakit mengalami perubahan yang sangat besar, ditandai
dengan meningkatnya jumlah pasien, berkurangnya jumlah tempat tidur untuk pasien dalam
kondisi akut, meningkatnya pasien gawat darurat termasuk pasien dalam kondisi akut, dan

19
meningkatnya proporsi pasien lansia yang melakukan prosedur intervensi yang kompleks.
Perubahan-perubahan ini terjadi pada lingkungan yang memiliki keterbatasan biaya,
ketidakleluasaan jam kerja, dan semakin sempitnya waktu latihan untuk dokter muda,
berkurangnya kekuasaan dokter dan lebih dominannya keterlibatan manajemen dalam sistem
pelayanan kesehatan, berkembangnya permintaan untuk pemantauan pelayanan kesehatan
berdasarkan hasil akhir, dan meningkatnya harapan publik. Pada waktu yang bersamaan kita
telah mempelajari bahwa pelayanan kesehatan tidak sebaik yang kita pikir: ada suatu daerah di
mana 3% sampai 16% pasien mengalami hal-hal yang merugikan akibat kesalahan sistem dalam
proses pelayanan kesehatan yang sebenarnya dapat dihindari, dengan staf pelaksana klinik lini
depan yang dipersalahkan.13.
Perawatan yang aman pada pasien rawat inap dengan penyakit akut atau memiliki risiko
tinggi menimbulkan berbagai kesulitan khusus dalam lingkungan ini 4. Di luar adanya
keterlibatan penyakit yang menyerang organ tunggal seperti infark miokard atau asma akut,
terdapat beberapa cara pelayanan dalam menangani trauma yang telah distandarisasi. Kondisi
pasien yang dapat tidak terduga dan mengalami perubahan cepat, terapi multipel, celah dan
terputusnya pelayanan klinis, serta kesulitan dalam menyediakan pelayanan berkualitas di luar
jam kerjanormal, semuanya memiliki kontribusi dalam meningkatnya risiko terjadinya hal
yang merugikan. Dengan semua hal tersebut, perubahan-perubahan ini mungkin dapat
menjelaskan beberapa dari fenomena terkini semakin membaik namun terasa memburuk 5,6.
Hal ini tentu saja merupakan tantangan yang penting bagi para dokter. Merespons tantangan ini
melalui cara yang inovatif antara lain dengan profesionalisme yang merupakan elemen yang
penting, dan perlu untuk tetap memeliharaatau menjagarasa memiliki, kewenangan, dan
penghargaan diri.
Terdapat tiga negara yang telah mengembangkan pendekatan inovatif dalam pelayanan
akut rumah sakit: Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Australia telah menciptakan konsep
tim kedokteran emergensi berdasarkan unit perawatan intensif untuk menggantikan tim henti
jantung yang tradisional7, sebagai respons terhadap panggilan untuk mendampingi staf dari
ruangan dan departemen lain dengan menggunakan kriteria pemanggilan berdasarkan tanda
vital abnormal. Inggris telah mengembangkan perawatan jarak jauh yang dipimpin oleh
perawat, di mana staf medis terlatih dalam perawatan intensif dan perawat membentuk jaringan
antara ruangan dan daerah perawatan pasien kritis, untuk membantu staf ruangan dan
memberikan suatu kesinambungan perawatan pasien-pasien dengan kondisi akut selama pasien
sakit8. Di Amerika Serikat, pendekatan dilakukan dengan mengembangkan sebuah spesialisasi
baruahli rumah sakit (hospitalis), seorang dokter umum yang ditempatkan di dalam rumah

20
sakit9,10. Keahlian yang diperlukan untuk spesialisasi ini tidak terlalu jelas, namun spesialisasi
ini memerlukan kerja berdasarkan tim transdisiplin yang membutuhkan ahli anestesiologii 11.
Ahli anestesi memiliki peran yang penting dalam membuat suatu rumah sakit menjadi
tempat yang lebih aman untuk pasien dengan penyakit akut. Mereka memiliki sekumpulan
keahlian yang unik, ditambah dengan catatan pengalaman dalam menyelamatkan pasien yang
mengagumkan. Saat pertama kali muncul, keterlibatan ahli anestesiologi meliputi pemberian
anestesia intraoperasi dan bantuan jalan napas selama pembedahan, namun kini ahli
anestesiologi dapat terlibat dalam perawatan perioperasi, kedokteran perawatan intensif,
manipulasi fisiologis, pemantauan, farmakologi, dan penatalaksanaan nyeri akut dan kronik,
juga dalam penelitian klinis dan laboratorium. Sebanding dengan peran yang semakin meluas,
ilmu ini juga memberikan kontribusi yang besar dalam menjaga keamanan pasien di ruang
operasi, pada tingkat yang telah disamakan dengan kedokteran penerbangan 12. Sebagian dari
prestasi ini juga disebabkan oleh adanya kompetensi dalam sikapsuatu pikiran yang
menyokong kerja tim dan memfasilitasi dalam meraih hasil yang baik untuk mendapatkan
kenaikan pangkat. Hal ini menempatkan ahli anestesiologi pada pusat pengembangan tata
laksana pasien dengan penyakit akutjika mereka ingin mengambil kesempatan tersebut.
Mekanisme terbaik untuk menggabungkan peran ahli anestesiologi dalam perawatan
akut adalah melalui pendidikan dan pelatihan. Pelatihan dalam anestesia menyediakan berbagai
keahlian yang diperlukan dan berharga untuk ilmu perawatan akut lainnya. Demikian juga, ahli
anestesiologi dapat meningkatkan keahlian mereka dengan mengikuti pelatihan dalam
kedokteran akut. Program-program pelatihan berdasarkan kompetensi modular merupakan kunci
dari hal ini, namun program tersebut memerlukan fleksibilitas yang lebih besar dan kolaborasi
antara ilmu-ilmu yang berbeda. Perawatan kritis multidisiplin memberikan model yang sangat
baik. Di Eropa, mayoritas program pelatihan perawatan intensif kini bersifat multidisiplin, dan
tahun ini merupakan peluncuran CoBaTrICEcompetency-based training in intensive care in
Europe. Proyek 3 tahun ini, yang dibiayai oleh Uni Eropa dan dipimpin oleh European Society of
Intensive Care Medicine, menggunakan teknik-teknik konsensus untuk mengembangkan
sekumpulan kompetensi ahli perawatan intensif yang dapat diterima secara internasional,
dengan metode penilaian dan sumber-sumber pendidikan yang tersedia lewat internet. Ahli
anestesi akan memiliki peran yang penting dalam membantu menyediakan pendidikan yang
diperlukan untuk menyokong kemahiran dari kompetensi ini. Mereka juga akan mengakses
sendiri pelatihan multidisiplin ini, bukan hanya sebagai bagian dari kontribusi berkelanjutan
terhadap perawatan intensif namun juga untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru
dalam menata laksana pasien dengan kondisi akut saat mereka bekerja dalam sistem rumah

21
sakit. Seiring dengan kesehatan yang semakin berbasis tim, ahli anestesiologi merupakan posisi
utama untuk membangun peran yang baru sebagai dokter siaga.

Riwayat Praoperasi

Pada riwayat praoperasi harus didapatkan dengan jelas mengenai masalah-masalah pasien seperti
prosedur pembedahan, terapi, dan diagnostik yang direncanakan. Adanya atau beratnya masalah
medis yang mendasari juga harus diperiksa seperti juga riwayat pengobatan dahulu atau saat ini.
Karena adanya potensi interaksi obat dengan anestesia, seluruh riwayat pemakaian obat-obatan
termasuk terapi herbal (Tabel 14) harus didapatkan dari setiap pasien. Selain itu, harus
didapatkan riwayat merokok dan konsumsi alkohol dan juga obat-obatan terlarang seperti
mariyuana, kokain, dan heroin. Usaha-usaha untuk membedakan alergi obat yang sebenarnya
(sering timbul sebagai dispnea atau ruam kulit) dengan intoleransi obat (biasanya berupa
gangguan gastrointestinal) juga harus dilakukan. Pertanyaan terperinci mengenai riwayat operasi
dan anestetik sebelumnya dapat menghindari timbulnya komplikasi anestetik. Riwayat masalah
anestetik dalam keluarga dapat mengarahkan pada masalah yang bersifat familial seperti
hipertermia maligna (lihat Diskusi Kasus pada Bab 44). Tinjauan umum mengenai sistem organ
merupakan hal yang penting dalam mengidentifikasi masalah-masalah medis yang tidak
terdiagnosis. Pertanyaan-pertanyaan harus menekankan pada fungsi kardiovaskular, paru,
endokrin, hati, ginjal, dan neurologis. Respons yang positif dari setiap pertanyaan ini harus
mendorong timbulnya pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci untuk menentukan luasnya
kerusakan setiap organ.

Pemeriksaan Fisik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik saling melengkapi satu sama lain: pemeriksaan fisik membantu
mendeteksi kelainan yang tidak didapatkan dari anamnesis, dan anamnesis akan membantu
memfokuskan pemeriksaan pada sistem organ yang harus diperiksa secara teliti. Pemeriksaan
pada pasien sehat dan asimtomatik paling tidak harus meliputi pengukuran tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu) dan pemeriksaan jalan napas, jantung,
paru, dan sistem muskuloskeletal dengan menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan
perkusi. Pemeriksaan neurologi singkat penting dilakukan jika terdapat rencana anestesia regional
dan untuk memberikan catatan mengenai defisit neurologis yang sebelumnya tidak nampak.
Harus dilakukan evaluasi khusus pada anatomi pasien jika akan dilakukan prosedur-prosedur

22
seperti blok saraf, anestesia regional, atau pemantauan invasif; adanya bukti infeksi pada lokasi
atau di dekatnya atau adanya kelainan anatomik mungkin merupakan kontraindikasi terhadap
prosedur-prosedur tersebut (lihat Bab 6, 16, dan 17).
Pemeriksaan jalan napas tidak boleh dilewatkan. Susunan gigi pasien harus diperiksa
untuk mengetahui adanya gigi yang tanggal atau patah dan adanya tambalan, kawat, atau gigi
palsu. Mungkin akan terjadi penggunaan masker anestesia yang tidak pas pada pasien dengan
masalah gigi dan kelainan wajah yang signifikan. Mikrognatia (jarak antara dagu dan tulang hioid
pendek), gigi seri atas yang lebih maju, lidah yang besar, keterbatasan gerak pada sendi
temporomandibula atau tulang belakang servikal, atau leher pendek dapat mengarah pada
kesulitan yang dapat ditemukan dalam intubasi trakea (lihat Bab 5).

Tabel 13. Evaluasi praoperasi anestetik rutin.

I. Anamnesis
1. Masalah terkini
2. Masalah lain yang diketahui
3. Riwayat obat-obatan
Alergi
Intoleransi obat
Terapi saat ini
Dengan resep
Tanpa resep
Nonterapeutik
Alkohol
Rokok
Tidak sah (obat tanpa indikasi)
4. Riwayat anestetik, operasi, dan jika dapat diaplikasikan, riwayat obstetrik dan
nyeri sebelumnya
5. Riwayat keluarga
6. Tinjauan sistem organ
Umum (termasuk tingkat aktivitas)
Pernapasan
Kardiovaskular
Ginjal

23
Gastrointestinal
Hematologi
Neurologis
Endokrin
Psikiatri
Ortopedi
Muskuloskeletal
Dermatologi
7. Masukan oral terakhir
II. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
2. Jalan napas
3. Jantung
4. Paru
5. Ekstremitas
6. Pemeriksaan neurologis
III. Evaluasi laboratorium
IV. Klasifikasi ASA1: lihat Tabel 15.
1
ASA, American Society of Anesthesiologists.

Tabel 14. Berbagai efek perioperasi dari obat-obat herbal 1.


Nama (nama lain) Dugaan manfaat Efek perioperasi Rekomendasi
Echinacea Menstimulasi sistem Reaksi alergi; Hentikan secepatnya
imun hepatotoksisitas; sebelum operasi
gangguan pada terapi
yang menekan imun
(misalnya
transplantasi organ)
Efedra (ma huang) Memacu penurunan Stimulasi simpatis Hentikan pemakaian
berat badan; menyerupai efedrin minimal 24 jam
meningkatkan energi dengan peningkatan sebelum pembedahan;
denyut jantung dan hindari pemberian
tekanan darah, inhibitor monoamin
aritmia, infark oksidase

24
miokard, stroke
Bawang putih (ajo) Menurunkan tekanan Inhibisi agregasi Hentikan pemakaian
darah dan kadar platelet (ireversibel) minimal 7 hari
kolesterol sebelum pembedahan
Ginkgo (kaki bebek, Memperbaiki kinerja Inhibisi faktor yang Hentikan pemakaian
rambut maiden, kognitif (misal mengaktivasi platelet minimal 36 jam
aprikot perak) demensia), sebelum pembedahan
meningkatkann
perfusi perifer (misal
impotensi, degenerasi
makula)
Ginseng Perlindungan Hipoglikemia; inhibisi Hentikan pemakaian
melawan stres dan agregasi platelet dan minimal 7 hari
menjaga kaskade koagulasi sebelum pembedahan
homeostasis
Kava (kawa, awa, Mengurangi Efek hipnotik yang Hentikan pemakaian
merica yang kecemasan dimediasi GABA minimal 24 jam
mengintoksikasi) dapat menurunkan sebelum operasi
MAC (lihat Bab 7);
kemungkinan risiko
putus obat akut
St. Johns wort Mengembalikan Menghambat ambilan Hentikan pemakaian
(amber, rumput depresi ringan sampai kembali serotonin, minimal 5 hari
kambing, hypericum berat norepinefrin, dan sebelum pembedahan
perforatum, rumput dopamin oleh neuron-
klamathe). neuron; meningkatkan
metabolisme obat
melalui induksi
sitokrom P-450
Valerian Mengurangi Efek hipnotik yang Turunkan dosis secara
kecemasan dimediasi GABA bertahap beberapa
dapat menurunkan minggu sebelum
MAC; sindrom putus pembedahan jika
obat menyerupai mungkin; obati
benzodiazepin sindrom putus obat
dengan

25
benzodiazepin.
1
Untuk lebih rinci, lihat Ang-Lee MK, Moss J, Yuann C: Herbal medicines and perioperative
care. JAMA 2001;286:208. GABA, -aminobutyric acid (asam -aminobutirat); MAC,
minimum alveolar concentration (konsentrasi alveolar minimal).

Tabel 15. Klasifikasi status fisik praoperasi pasien menurut American Society of
Anesthesiologists.1

Kelas Definisi
.
P1 Pasien normal dan sehat
P2 Pasien dengan penyakit sistemik ringan (tidak ada keterbatasan fungsi)
P3 Pasien dengan penyakit sistemik berat (terdapat beberapa keterbatasan fisik)
P4 Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam jiwa (tidak memiliki
fungsi sama sekali)
P5 Pasien yang hampir mati yang tidak diharapkan bertahan tanpa operasi
P6 Pasien mati-otak yang organ tubuhnya akan diangkat untuk tujuan donor
E Jika merupakan prosedur emergensi, status fisik diikuti dengan E (misal, 2E)
.........................
1
Dimodifikasi dari American Society of Anesthesiologists, terakhir diubah pada Oktober 1984.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien sehat asimtomatik tidak dianjurkan jika dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan rutin tersebut mahal dan
jarang mengubah penatalaksanaan perioperasi; lebih jauh lagi, hasil yang abnormal sering kali
diabaikanatau menyebabkan penundaan yang tidak perlu. Meskipun demikian, karena
lingkungan yang rentan di Amerika Serikat, banyak dokter tetap meminta pemeriksaan
konsentrasi hematokrit atau hemoglobin, urinalisis, pemeriksaan elektrolit serum, pemeriksaan
koagulasi, elektrokardiogram, dan rontgen dada untuk semua pasien.
Agar bermanfaat, dengan melakukan tes praoperasi didapatkan bahwa peningkatan risiko
perioperasi terjadi bila hasil abnormal saat pemeriksaan, sedangkan penurunan risiko didapatkan
jika hasil yang abnormal tersebut dikoreksi. Kegunaan tes skrining penyakit bergantung pada
sensitivitas dan spesifisitasnya sesuai prevalensi penyakit tersebut. Tes yang sensitif memberikan
hasil negatif palsu yang rendah, sementara tes yang spesifik memberikan hasil positif palsu yang

26
rendah. Prevalensi suatu penyakit bervariasi menurut populasi yang diperiksa dan sering kali
bergantung pada jenis kelamin, usia, latar belakang genetik, dan gaya hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, pemeriksaan akan sangat efektif jika tes-tes yang sensitif dan spesifik dilakukan pada
pasien yang kemungkinan memberikan hasil abnormal. Berdasarkan hal tersebut pemeriksaan
laboratorium harus berdasarkan pada adanya penyakit dan terapi obat yang mendasari sesuai
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sifat dasar dari prosedur juga harus dipertimbangkan.
Jadi, hematokrit pada garis dasar diharapkan pada pasien yang akan menjalani prosedur yang
menimbulkan kehilangan darah masif dan memerlukan transfusi.
Pemeriksaan pada wanita subur untuk mengetahui kehamilan dini yang belum terdiagnosis
dapat dibenarkan karena adanya potensi efek teratogenik dari obat-obat anestetik terhadap janin;
tes kehamilan meliputi deteksi gonadotropin korionik dalam urin atau serum. Pemeriksaan rutin
untuk AIDS (deteksi antibodi HIV) masih sangat kontroversial. Pemeriksaan koagulasi rutin dan
urinalisis tidak efektif dalam hal biaya pada pasien sehat dan asimtomatik.

Klasifikasi Status Fisik ASA

Pada tahun 1940, ASA mendirikan sebuah komite untuk mengembangkan suatu alat untuk
mengumpulkan dan melakukan tabulasi data statistik yang akan digunakan untuk memprediksi
risiko operasi. Komite tersebut tidak mampu membuat alat prediksi tersebut, namun lebih
terfokus untuk mengklasifikasi status fisik pasien, yang membuat ASA mengadopsi sistem
klasifikasi status fisik dengan lima kategori (Tabel 15) untuk digunakan dalam menilai pasien
sebelum operasi. Kategori ke enam ditambahkan kemudian untuk menunjukkan donor organ pada
pasien mati-otak. Walaupun sistem ini tidak dimaksudkan untuk digunakan sedemikian, status
fisik ASA secara umum berkaitan dengan tingkat mortalitas perioperasi (Gambar 11). Karena
penyakit yang mendasari hanya merupakan satu dari banyak faktor yang memiliki kontribusi
terhadap komplikasi perioperasi (lihat Bab 46), tidak mengejutkan bahwa hubungan ini tidak
sempurna. Meskipun demikian, klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam merencanakan
penatalaksanaan anestetik, khususnya dalam menentukan teknik-teknik pemantauan (lihat Bab 6).

Informed Consent (Informasi Persetujuan)

Puncak dalam penilaian praoperasi adalah saat menjelaskan kepada pasien mengenai pilihan yang
tersedia dalam penatalaksanaan anestetik: anestesia umum, regional, lokal, atau topikal; sedasi
intravena; atau kombinasi keduanya. Istilah perawatan anestesia terpantau (monitored

27
anesthesia care, yang dahulu disebut siaga lokal, local standby) kini sering digunakan dan
merupakan kegiatan memantau pasien selama dilakukannya prosedur dengan menggunakan
sedasi intravena atau anestesia lokal yang diberikan oleh ahli bedah. Apapun teknik yang dipilih,
persetujuan harus didapatkan saat akan dilakukan anestesia umum jika teknik lain telah terbukti
tidak adekuat.
Jika prosedur dilakukan tanpa persetujuan pasien, dokter dapat terkena tuntutan. Jika
pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan, persetujuan harus diperoleh dari seseorang
yang secara legal berwenang memberikan persetujuan tersebut, seperti orang tua, wali, atau
kerabat dekat. Walaupun persetujuan secara lisan mungkin cukup, namun persetujuan tertulis
biasanya dianjurkan untuk tujuan medikolegal. Lebih jauh lagi, persetujuan harus diinformasikan
untuk memastikan bahwa pasien (atau wali) mendapatkan informasi yang cukup mengenai
prosedur dan risiko-risikonya untuk memberikan keputusan yang beralasan dan bijaksana sebagai
persetujuan. Biasanya tidak semua risiko harus disampaikanhanya risiko-risiko yang nyata dan
telah menyebabkan komplikasi pada pasien serupa dengan masalah yang sama. Umumnya
dianjurkan untuk memberitahu pasien bahwa beberapa komplikasi dapat mengancam nyawa.
Tujuan dari kunjungan praoperasi tidak hanya untuk mendapatkan informasi yang
penting dan mendapatkan persetujuan, namun juga untuk membangun hubungan dokter-pasien
yang baik. Lebih jauh lagi, wawancara yang dilakukan dengan empati yang menjawab
pertanyaan-pertanyaan penting dan membiarkan pasien mengetahui apa yang bisa diharapkan
telah terbukti setidaknya efektif dalam meredakan kecemasan sebagaimana fungsi regimen obat
pramedikasi (lihat Diskusi Kasus pada Bab 8).

Vacanti (1970) Marx (1973)

Mortalitas pembedahan (%)

Gambar 11. Klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) dan
hubungannya dengan mortalitas. Tren pada dua penelitian retrospektif terpisah menunjukkan
bahwa tingkat mortalitas pada pembedahan berdasarkan status ASA menunjukkan kemiripan pada
kedua penelitian tersebut, walaupun berasal dari praktik yang berbeda. (Direproduksi dari ASA
Newsletter 2002;66(9) [Mark J. Lema, editor].
http://www.asahq.org/Newsletters/2002/9_02/vent_0902.htm. Dicetak ulang dengan izin dari
American Society of Anesthesiologists.)

28
DOKUMENTASI

Dokumentasi merupakan hal yang penting baik untuk jaminan kualitas maupun tujuan
medikolegal. Dokumentasi yang adekuat diperlukan untuk pembelaan dari tuntutan malpraktik
(lihat Diskusi Kasus di bawah).

Catatan Praoperasi

Catatan praoperasi harus tertulis dalam lembar status pasien dan harus menggambarkan seluruh
aspek penilaian praoperasi, termasuk riwayat medis, riwayat anestetik, riwayat pengobatan,
pemeriksaan fisik, hasil-hasil laboratorium, klasifikasi ASA, dan rekomendasi dari konsultan.
Catatan tersebut juga menggambarkan rencana anestetik dan termasuk juga persetujuan pasien.
Rencana harus sedetail mungkin dan harus mencakup penggunaan prosedur spesifik seperti
intubasi trakea, pemantauan invasif, dan teknik regional atau hipotensif. Dokumentasi dari
persetujuan (informed consent) biasanya didapatkan dalam bentuk naratif dalam lembar status
pasien yang menyatakan bahwa rencana, rencana-rencana alternatif, dan segala keuntungan serta
kerugiannya (termasuk risiko komplikasi) telah diberitahu, dimengerti, dan disetujui oleh pasien.
Sebagai alternatif, pasien menandatangani formulir persetujuan anestesia yang berisi informasi
yang sama. Sebuah contoh formulir laporan pra-anestetik diilustrasikan pada Gambar 12.
Walaupun suatu catatan tertulis yang lengkap dalam lembar status pasien dapat diterima, namun
penggunaan formulir yang telah dicetak dapat mengurangi kecenderungan terlewatnya informasi
yang penting.

Rekaman Anestesia Intraoperasi

Rekaman anestesia intraoperasi (Gambar 13) memiliki banyak tujuan. Fungsinya adalah
sebagai pemantauan intraoperasi yang bermanfaat, sebagai referensi tindakan anestetik di masa
yang akan datang untuk pasien tersebut, dan sebagai alat penjamin kualitas. Rekaman ini harus
sesuai dan seakurat mungkin. Rekaman ini juga harus mendokumentasikan semua aspek
perawatan anestetik di dalam kamar operasi, yang meliputi hal-hal berikut:
Pengecekan praoperasi terhadap mesin anestesia dan peralatan lain.
Tinjauan dan reevaluasi pasien sesaat sebelum induksi anestesia.
Tinjauan pada lembar status untuk mengetahui hasil laboratorium atau konsultasi terbaru.
Tinjauan persetujuan anestesia dan pembedahan.

29
Waktu pemberian, dosis, dan jalur pemberian obat-obat intraoperasi.
Seluruh pemantauan intraoperasi (termasuk pengukuran laboratorium, kehilangan darah,
dan produksi urin).
Pemberian cairan intravena dan transfusi produk darah.
Seluruh prosedur (seperti intubasi, pemasangan selang nasogastrik, atau pemasangan
monitor invasif).
Teknik rutin dan khusus seperti ventilasi mekanik, anestesia hipotensif, ventilasi satu-
paru, ventilasi jet frekuensi tinggi, atau pintas kardiopulmonal.
Waktu dan perjalanan peristiwa-peristiwa penting seperti induksi, penentuan posisi, insisi
pembedahan, dan ekstubasi.
Peristiwa-peristiwa yang tidak biasa atau komplikasi.
Kondisi pasien pada akhir prosedur.

Tanda-tanda vital direkam dalam bentuk grafik setidaknya setiap 5 menit. Data
pemantauan lain biasanya juga dimasukkan dalam bentuk grafik, sementara deskripsi dari teknik
maupun komplikasi dibuat dengan tulisan tangan. Sistem perekaman otomatis telah tersedia,
namun penggunaannya masih belum luas. Sayangnya rekaman anestetik intraoperasi seringkali
tidak adekuat untuk mendokumentasikan insiden-insiden kritis, seperti henti jantung. Pada kasus-
kasus demikian mungkin diperlukan catatan terpisah dalam lembar status pasien. Perekaman yang
teliti dari perjalanan peristiwa yang terjadi, pengambilan tindakan, dan waktunya diperlukan
untuk menghindari ketidaksesuaian antara banyak rekaman yang dibuat bersamaan (rekaman
anestesia, catatan perawat, rekaman resusitasi kardiopulmonal, dan catatan lain dari dokter dalam
rekam medis). Ketidaksesuaian tersebut sering kali dijadikan sebagai bukti dari inkompetensi
atau penyembunyian data oleh pengacara-pengacara malpraktik. Rekaman yang tidak lengkap,
tidak akurat, atau tidak terbaca dapat menyebabkan dokter harus membuat pertanggungjawaban
hukum yang tidak tepat.

Catatan Pascaoperasi

Tanggung jawab segera dari ahli anestesiologiologi terhadap pasien belum berakhir sampai pasien
pulih sempurna dari efek-efek anestetik. Setelah menemani pasien ke unit perawatan pasca-
anestesia (postanesthesia care unit, PACU), ahli anestesiologi harus tetap bersama pasien sampai
didapatkan tanda-tanda vital normal dan kondisi pasien dianggap stabil (lihat Bab 48). Sebelum

30
memindahkan pasien dari PACU, suatu catatan pemindahan pasien harus ditulis oleh ahli
anestesiologi untuk mendokumentasikan pemulihan pasien dari anestesia, adanya komplikasi
yang berkaitan dengan anestesia, kondisi pasien pascaoperasi, dan penempatan pasien
(dipindahkan ke unit rawat jalan, ruang rawat inap, unit perawatan intensif, atau pulang ke
rumah). Pasien-pasien yang dirawat inap harus dilihat kembali setidaknya satu kali dalam 48 jam
setelah pemindahan dari PACU. Catatan pascaoperasi harus mendokumentasikan kondisi umum
pasien, ada atau tidaknya komplikasi yang berkaitan dengan anestesia, dan setiap hasil
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengobati komplikasi tersebut (Gambar 14).

CATATAN PRAOPERASI ANESTESIOLOGI


TANGGAL WAKTU TB DIAGNOSIS PRAOP
USIA JENIS KELAMIN BB JENIS OPERASI
RIWAYAT MEDIS OBAT-OBATAN
ALERGI
INTOLERANSI
PENGGUNAAN OBAT ROKOK ALKOHOL

MASALAH SAAT INI

KARDIOVASKULAR
PERNAPASAN

DIABETES

NEUROLOGIS GINJAL

ARTRITIS/MUSKULOSKELETAL HEPAR

LAINNYA

RIWAYAT ANESTETIK SEBELUMNYA

RIWAYAT KELUARGA

31
INTAKE ORAL TERAKHIR

PEMERIKSAAN FISIK TD N P S

JANTUNG EKSTREMITAS

PARU NEUROLOGIS

JALAN NAPAS LAINNYA

GIGI

LABORATORIUM

Ht/Hb EKG RONTGEN TORAKS


URIN
ELEKTROLIT: Na Cl
K GLUKOSA
CO2 BUN: KREATININ LAINNYA

RENCANA * UMUM MONITOR INVASIF


* REGIONAL
* PERAWATAN ANESTESIA TERPANTAU TEKNIK KHUSUS

KLASIFIKASI ASA TANDA TANGAN dr


RESIDEN STAF

PERSETUJUAN PASIEN
SEGALA ALTERNATIF DAN RISIKO ANESTETIK MULAI DARI KERUSAKAN GIGI
HINGGA YANG MENGANCAM NYAWA TELAH DIJELASKAN DAN DITERIMA.

TANDA TANGAN PASIEN NAMA


PASIEN

32
Gambar 12. Catatan praoperasi.

REKAMAN ANESTESIA

USIA JENIS KELAMIN: L P PRE MED S U ASA


SUSUNAN GIGI NPO JENIS PEMBEDAHAN
IDENT PS IZIN ED TINJAUAN LEMBAR STATUS AHLI BEDAH
OPERASI YANG DILAKUKAN
PRE OP: TD N P S Hct ALERGI

WAKTU JUMLAH
OKSIGEN
OKSIDA NITRAT
HALO/ENF/ISOL/DES/SEVO

TEMP
URIN

CAIRAN/DARAH

IV EKG PERAWATAN ANESTESIA TERPANTAU


TD SIS REGIONAL
DIAS FiO2 UMUM
EtCO2 PISAU
NADI SaO2 ETT
PERN DIBANTU BBS
SPONTAN EtA MANSET cc
TERKONTROL Suhu ATRAUMATIK
MONITOR CO2
MESIN ED TRANSFER CEPAT KOMENTAR
OKSIMETER PENGHANGAT UDARA
LOKASI TD FiO2 PELINDUNG MATA

33
EKG EtCO2
PENGHANGAT CAIRAN ESOF ANEST MULAI
PREKORDIAL STIM SARAF INDUKSI ANEST
SUHU CVP OPERASI MULAI
PELEMBAP JALUR-A OPERASI SELESAI
SELIMUT HANGAT/DINGIN KATETER PA ANEST SELESAI
ANEST NET
VENT VT/RR
JALAN NAPAS P
KEHILANGAN DARAH
POSISI
CATATAN

KAMAR PEMULIHAN TD N P WAKTU SAT O2


KONDISI

TANDA TANGAN (RESIDEN) dokter

TANDA TANGAN (STAF) dokter NAMA


PASIEN
TANGGAL
HALAMAN DARI

Gambar 13. Rekaman anestesia intraoperasi.

CATATAN ANESTESIA PASCAOPERASI


CATATAN SEGERA PASCAOPERASI (SEBELUM DIPINDAHKAN DARI KAMAR
PEMULIHAN)

TIDAK TERDAPAT KOMPLIKASI ANESTESIA YANG SEGERA TAMPAK; PASIEN TELAH


PULIH DARI EFEK ANESTESIA DAN DAPAT DIPINDAHKAN KE RUANGAN ATAU UNIT
RAWAT JALAN

34
LAINNYA

Dokter
Tanda tangan TANGGAL WAKTU

CATATAN TINDAK LANJUT PASCAOPERASI (SETELAH PINDAH DARI RUANG


PEMULIHAN, SEBELUM KELUAR DARI RUMAH SAKIT):

TIDAK TAMPAK ADANYA KOMPLIKASI ANESTETIK

PASIEN DIPULANGKAN DARI RUMAH SAKIT OLEH DOKTER BEDAH


SEBELUM KUNJUNGAN PASCA-ANESTETIK

LAINNYA
Dokter
Tanda tangan TANGGAL WAKTU

NAMA
PASIEN
SALINAN LEMBAR STATUS
Gambar 1-4. Catatan pascaoperasi.

DISKUSI KASUS:
MALPRAKTIK MEDIS

Seorang pria berusia 45 tahun mengalami henti jantung selama operasi elektif
perbaikan hernia inguinalis. Walaupun resusitasi jantung paru berhasil dilakukan, pasien
mengalami perubahan permanen dalam status mental sehingga menghalanginya kembali
bekerja. Satu tahun kemudian, pasien tersebut mengajukan tuntutan terhadap ahli anestesiologi,
ahli bedah, dan rumah sakit.

Apakah keempat elemen yang harus dibuktikan oleh penuntut (pasien) untuk membuktikan
adanya kelalaian dari pihak tertuntut (dokter atau rumah sakit)?

35
1. Standar Pelayanan: Setelah dokter telah membangun suatu hubungan profesional dengan
pasien, dokter memiliki kewajiban tertentu kepada pasiennya, seperti taat terhadap
standar pelayanan.
2. Pelanggaran Tugas: Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, maka dokter telah melanggar
tugasnya.
3. Penyebab: Pihak penuntut harus mendemonstrasikan bahwa pelanggaran tugas
merupakan penyebab cedera. Perkiraan penyebab tidak harus selalu merupakan
penyebab yang paling penting atau segera dari timbulnya cedera.
4. Kerusakan: Harus terdapat cedera. Cedera dapat menyebabkan kerusakan umum
(misalnya nyeri dan penderitaan) atau kerusakan khusus (misanya kehilangan
pendapatan).

Bagaimana standar pelayanan ditentukan dan ditegakkan?

Para dokter secara individu diharapkan dapat tampil sebagai dokter yang bijaksana dan penuh
pertimbangan dalam lingkungannya. Sebagai seorang dokter spesialis, ahli anestesiologi
memiliki standar yang lebih tinggi dalam hal pengetahuan dan keterampilan dengan
penghargaan terhadap spesialisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dokter umum atau dokter
spesialis lain. Para saksi ahli biasanya menegakkan standar pelayanan. Walaupun sebagian
besar hak-hak hukum telah memperluas peraturan lokal sehingga mencakup standar
pelayanan nasional, namun keadaan tertentu yang menyinggung masing-masing kasus
dimasukkan ke dalam catatan. Hukum akan mengenali bahwa terdapat perbedaan opini dan
pemikiran-pemikiran yang bervariasi dalam profesi kedokteran.

Bagaimana menentukan penyebabnya?

Biasanya penuntut yang memikul beban untuk membuktikan bahwa cedera tidak akan
terjadi tanpa kelalaian dokter, atau bahwa tindakan dokter tersebut merupakan faktor
substansial dalam menyebabkan cedera. Pengecualian dalam hal ini adalah doktrin res ipsa
loquitur (segala sesuatu akan berbicara untuk sendirinya), yang memungkinkan ditemukannya
kelalaian yang hanya berdasarkan pada bukti sirkumstansial. Agar res ipsa dapat diterapkan
dalam kasus ini, pihak penuntut harus membuktikan bahwa henti jantung tidak biasanya terjadi
tanpa adanya kelalaian dan hal tersebut dapat disebabkan oleh sesuatu di luar kontrol ahli

36
anestesiologi. Terdapat suatu konsep yang penting yaitu bahwa penyebab pada kasus-kasus
masyarakat sipil hanya memerlukan bukti dalam jumlah yang lebih banyak (lebih mungkin
daripada tidak)yang berlawanan dengan kasus kriminal, di mana seluruh elemen serangan
tuntutan harus dibuktikan di luar batas keragu-raguan yang masuk akal.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya gugatan malpraktik?

1. Hubungan dokter-pasien: Hal ini sangat penting untuk ahli anestesiolog, yang biasanya
tidak bertemu dengan pasien sampai malam sebelum atau pagi hari saat operasi.
Masalah lainnya adalah keadaan pasien yang tidak sadar selama di bawah perawatan
ahli anestesiologi. Oleh karena itu, kunjungan pasien praoperasi dan pascaoperasi
sangat penting. Walaupun ahli anestesiologi memiliki kontak dalam waktu yang lebih
sempit dengan pasien dibandingkan dokter spesialis lainnya, namun masih
memungkinkan dan sangat diharapkan untuk membuat kontak ini bermakna. Para
anggota keluarga juga harus diikutsertakan selama pertemuan ini, terutama selama
kunjungan pascaoperasi jika terdapat komplikasi intraoperasi.
2. Kekuatan informed consent: Merawat pasien yang kompeten yang tidak memberikan
persetujuan dapat menimbulkan tuntutan. Namun demikian, persetujuan saja tidak
cukup. Pasien harus diberikan informasi mengenai prosedur yang dimaksud, termasuk
risiko-risiko yang diantisipasi, keuntungan-keuntungannya, dan alternatif terapi. Dokter
dapat saja bertanggung jawab terhadap suatu komplikasiwalaupun jika bukan
disebabkan oleh kelalaian kinerja atau prosedurjika juri dalam pengadilan dapat
diyakinkan bahwa pasien akan menolak terapi jika mendapatkan informasi yang cukup
mengenai kemungkinan terjadi komplikasi. Tentu saja, hal ini bukan berarti bahwa
dokumentasi dari persetujuan akan membebaskan dokter yang melanggar standar
pelayanan dari tanggung jawab.
3. Kualitas dokumentasi: Dokumentasi yang teliti pada kunjungan perioperasi, informed
consent, konsultasi dengan dokter spesialis, kejadian-kejadian intraoperasi, dan
perawatan pascaoperasi sangat penting. Titik pandang pada banyak pengadilan dan juri
adalah jika tidak tertulis, maka tidak dilakukan. Oleh karena itu, rekam medis tidak
boleh secara sengaja dirusak atau diubah.

37

Anda mungkin juga menyukai