Anda di halaman 1dari 12

I.

Pendahuluan

Hubungan antara psikis (jiwa) dan soma (badan) telah menjadi perhatian para ahli dan
para peneliti sejak dahulu. Keduanya (psikis dan soma) saling terkait secara erat dan tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kedua aspek saling mempengaruhi yang selanjutnya
tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran psikosomatik. 1

Di masa prasejarah masyarakat percaya bahwa penyakit disebabkan oleh kekuatan roh
jahat/setan. Oleh karena itu pengobatannya harus dilakukan dengan mantera-mantera. Di masa
peradaban kuno kemudian dipercaya bahwa pikiran memiliki kekuatan besar untuk
mempengaruhi badan, sehingga gangguan pada badan tidak bisa disembuhkan tanpa mengobati
kepalanya (pikiran).1

Dalam perkembangannya tidak hanya aspek fisis dan psikis saja yang menjadi titik
perhatian, tetapi juga aspek spiritual (agama) dan lingkungan merupakan faktor yang harus
diperhatikan untuk mencapai keadaan kesehatan yang optimal. Hal ini sesuai dengan definisi
WHO tentang pengertian sehat yang meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Jadi mempunyai 4 dimensi yaitu bio-psiko-sosio-spiritual.1

Dalam pengertian kedokteran psikosomatik secara luas, aspek bio-psiko-sosio-spiritual


tersebut sangat perlu dipahami untuk melakukan pendekatan dan pengobatan terhadap pasien
secara holistic (menyeluruh) dan ekliktik (rinci) yaitu pendekatan psikosomatik.1

II. Pembahasan

Definisi

Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang
artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis
yang mempengaruhi kondisi medis.2,3

Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk


mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani dalam
keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan
interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat
maupun sakit.3

Etiologi

Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis :

1. Stress Umum
Stress ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana
individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard
Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale)
menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada
kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan
kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota
keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan
berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan
olewh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa
orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak
cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah
pulih dari gangguan.4
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian
spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis
yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu
yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang
memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).4
3. Variabel Fisiologis

Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya
adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stress yang didasari secara
kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans
Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi
sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai
hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana
hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar
endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem
kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai
pembawa pesan (messanger) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi
keadaan psikis dan mood.4

Patofisiologi

Patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan psikis/emosi


belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian
para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan
gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia pada
tubuh seseorang. Perubahan fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem
saraf autonom vegetatif, sistem endokrin dan sistem imun.1

Patofisiologi gangguan psikosomatik dapat diterangkan melalui beberapa teori sebagai


berikut:
a. Gangguan Keseimbangan Saraf Autonom Vegetatif
Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks serebri ke
sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf autonom
vegetatif. Gejala klinis yang timbul dapat berupa hipertoni parasimpatik, ataksi
vegetatif yaitu bila koordinasi antara simpatik dan parasimpatik sudah tidak ada
lagi dan amfotoni bila gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik terjadi silih
berganti.1
b. Gangguan Konduksi Impuls Melalui Neurotransmitter
Gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan
neurotransmitter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-
reseptor postsinaps. Beberapa neurotransmitter yang telah diketahui berupa amin
biogenik antara lain noradrenalin, dopamine, dan serotonin.1
c. Hiperalgesia Alat Viseral
Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep dasar terjadinya gangguan
fungsional pada organ visceral yaitu adanya visceral hyperalgesia. Keadaan ini
mengakibatkan respon reflex yang berlebihan pada beberapa bagian alat visceral
tadi. Konsep ini telah dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest pain, non-
ulcer dyspepsia dan irritable bowel syndrome.1
d. Gangguan Sistem Endokrin/Hormonal
Perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang disebabkan adanya stress dapat terjadi
akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan tersebut terjadi melalui
hypothalamic-pitutary-adrenal axis (jalur hipotalamus-pituitari-adrenal). Hormone
yang berperan pada jalur ini antara lain: hormon pertumbuhan (growth hormone),
prolactin, ACTH, katekolamin.1
e. Perubahan dalam Sistem Imun
Perubahan tingkah laku dan stress selain dapat mengaktifkan sistem endokrin
melalui hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat mempengaruhi imunitas
seseorang sehingga mempermudah timbulnya nfeksi dan penyakit neoplastik.
Fungsi imun menjadi terganggu karena sel-sel imunitas merupakan
immunotransmitter mengalami berbagai perubahan. 1
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi imunitas adalah sebagai berikut:
Kualitas dan kuantitas stress yang timbul
Kamampuan individu dalam mengatasi suatu stress secara efektif
Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas
Lamanya stress
Latar belakang lingkungan sosio-kultural pasien

Faktor pasien sendiri (umur, jenis kelamin, status gizi)1

Manifestasi Klinis

Proses emosi terdapat di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke
alat-alat viseral yang banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom vegetatif tersebut, seperti
kardiovascular, traktus digestifus, respiratorius, system endokrin dan traktus urogenital. Adapun
kriteria klinis penyakit psikosomatis terdiri atas kriteria yang negatif dan kriteria yang positif.3

a. Kriteria yang positif ( yang biasanya tidak ada) 5


1. Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun,
walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organic belum tentu
bukan psikosomatik, sebab :
.Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama
dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.
Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan
keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan koinsidensi.
Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya
tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain
atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya
menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.
2. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada
disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit,
masih mau aktif berobat.
b. Kriteria positif (yang biasanya ada) 3
1. Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu
2. Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang
dinamakan shifting phenomen atau alternasi.
3. Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom)
4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi
sebab konflik mentalnya.
5. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhankeluhannya.
6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhankeluhannya.
7. Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat
pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu.Faktor predisposisi dapat berupa faktor
fisik / somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural.
Kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih,
presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatis.

Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain:

1. Terdapat suatu kondisi medis umum 4


2. Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara:
Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti
yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktorpsikologis dan
perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatanpenyembuhan dari kondisi
medis umum.
Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum
Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu
Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau
mengeksasebasi gejala kondisi medis umum

Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah: 4

Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguandepresi berat


memperlambat penyembuhan infark miokard)
Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi
memperlambat pemulihan setelah pembedahan, kecemasanmengeksasebasi asma)
Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis
(misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang
pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekanberperan pada penyakit
kardiovaskuler)
Gangguan kesehatan maladatif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak
melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan)
Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis
(misalnya eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang
berhubungan dengan stres).
Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis
(misalnya faktor personal, kultural atau religius).

Gangguan Spesifik pada Psikosomatis

Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:

1. Sistem gastrointestinal
a. Gastritis
Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negative
organis dan keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:
1. gejala bersifat neurosis
2. depresi dan anxietas
3. berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang
diinginkan
b. Ulkus peptikum
Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadian ituantara
lain:2,5
1. Tingkah laku
Orang tersebut biasanya tegang, selalu was-was, sangat aktif dalam berbagai
bidang. Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal
2. Kepandaian
Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan
sekaliguspada waktu yang bersamaan
3. Pertanggungjawaban
Mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bahkan sampai memikirkan
pekerjaan orang lain 6
4. Pengenalan terhadap penyakitnya
Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat makan, merasa sakit
uluhati tapi masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter
5. Umur
Terbanyak pada usia 30-an, karena banyak faktor stress, kesulitan dalam
bidang ekonomi dan keluarga
6. Jenis kelamin/ bangsa
Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Kulit hitam lebih jarang
dibandingkan kulit putih
7. Faktor sosial
Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri. Stress dan kecemasan
yang disebabkan oleh berbagai konflik yang tidak spesifik dapat
menyebabkan hiperasiditas lambung dan hipersekresi pepsin, yang
menyebabkan suatu ulkus. Psikoterapi merupakan terapi yang dapat dipakai
untuk konflik ketergantungan pasien.Biofeedback dan terapi relaksasi
mungkin berguna.Terapi medis lain yang digunakan adalah cimetidine,
famotidine.2

c. Kolitis ulserativa
Tipe kepribadian dari pasien dengan Kolitis ulserativa menunjukkan sifat
kompulsif yang menonjol. Pasien cenderung pembersih, tertib, rapi, tepat waktu,
hiperintelektual, malu-malu, dan terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan.
Stress non spesifik dapat memperberat penyakit ini. Terapi yang dianjurkan pada
kolitis ulserativa yang akut adalah psikoterapi yang non konfrontatif dan suportif
dengan psikoterapi interpretatif selama periode tenang. Terapi medis terdiri dari
tindakan medis nonspesifik, seperti antikolinergik dan anti diare.2
d. Obesitas
Terdapat presdiposisi familial genetika pada obesitas, dan faktorperkembangan
awal ditemukan pada obesitas masa anak-anak.Faktor psikologisadalah penting
pada obesitas hipergrafik (makan berlebihan).Terapi yangdianjurkan adalah
pembatasan diet dan penurunan asupan kalori. Dukunganemosional dan
modifikasi perilaku adalah membantu untuk kecemasan dandepresi yang
berhubungan dengan makan berlebihan dan diet.2
Teknik behaviour modification bertujuan untuk mengubah kebiasaan
makan,salah satu programnya sebagai berikut.2,7
1. Dekripsi tingkah laku untuk mengidentifikasi unsur mana dalam tingkah
laku itu yang dapat diubah.
2. Pengendalian stimuli yang mendahului makan.
3. Memperlambat proses makan.
4. Menyediakan nilai untuk pengendalian yang berhasil
e. Anoreksia nervosa

Anoreksia nervosa ditandai oleh perilaku yang diarahkan untukmenghilangkan


berat badan, pola aneh dalam menangani makanan, penurunan berat badan, rasa
takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan, gangguan citra tubuh, dan pada
wanita amenore:2,8

Kriteria Diagnosis

Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:


1. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun.
2. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhan dan dampak dari perilaku9.
Kriteria diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan DSM IV :
1. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
yang terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan individu tersebut
mencari penanganan atau gangguan yang bermakna pada fungsi social, pekerjaan dan
fungsi penting lainnya.
2. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, yaitu :
a) 4 gejala nyeri : sekurangnnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya
kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi,
selama hubungan seksual, atau selama miksi)
b) 2 gejala gastrointestinal : sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual,
kembung, muntah selain dari selama masa kehamilan diare, atau intoleransi
terhadap beberapa jenis makanan)
c) 1 gejala seksual : sekurangnya satu gejala selain nyeri (misalnya indiferensi
seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan
menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
d) 1 gejala pseudoneurologis : sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan
koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi,
hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang : gejala
disosiatif seperti amnesia ; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
3. Salah satu 1) atau 2) :
a) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria, 2) tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang di kenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
b) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan social atau
pekerjaan yang ditimbulkan adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

4. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuata-buat (sepertiga gangguan buatan
atau pura-pura).10

Penatalaksanaan

Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat
ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang
rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak
teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh
sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut menjadi
bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan dan pengetahuan
penderita.11

Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu: 11

Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama-sama
berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan
tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan
dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala.
Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.11
Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi
keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain :
11

Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan


menderita
Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati
Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain
Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan
emosional
Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan
hilang atau berkurang bila diobati dengan baik
Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan
Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga
timbul gejala
Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa
Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala
merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan
Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak
bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat
pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian.
Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari
pokok pembicaraan. Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka :11

1. Obat tidur (hipnotik)


Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah
senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan
triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin
seperti tioridazin, prometazin.11
2. Obat penenang minor dan mayor
Obat penenang minor
Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada
anxietas,agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan
pada anxietas hebat maksimal 2 bulan sebelum dicoba dihentikan secara perlahan
(tapering off) untuk menghindari toleransi dan adiksi.11

Obat penenang mayor


Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti
clorpromazin, tioridazin dan haloperidol. Diberikan hanya pada kasus gejala
agitasi , kegelisahan yang berlebihan, agresi dan kegaduhan.11
3. Antidepresan
Yang biasa digunakan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin,
imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian
ditingkatkan. Saat ini, golongan trisiklik sudah jarang digunakan karena efek samping
yang banyak akibat kerja anti kolinergiknya.11
III. Kesimpulan
IV. Daftar Pustaka
1. Mudjaddid, E. Shatri, Hamzah. Gangguan Psikosomatik: Gambaran Umum dan
Patofisiologinya. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2006. p896-8.

2. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.1997: 276-303
3. Budihalim S, Sukatman D. Psikosamatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI
Jakarta 1999: 591-592

4. Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Media


Aesculapius FK UI 1999:228-231
5. Budihalim S, Sukatman D. Sindrom Fungsional pada traktus digestivus. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 623
6. Budihalim S, Aspek psikosomatis ulkus peptik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK
UI Jakarta 1999: 628-29
7. Arsyad Z, Syahbuddin S. Aspek psikosomatis obesitas. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam
jilid II, FK UI Jakarta 1999: 657-58
8. Nasution H.N. Anoreksia nervosa. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta
1999: 659-60
9.
10.
11. Mudjaddid, E. Budihalim, S. Sukatman, D. Psikofarmaka dan Psikosomatik. Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p901-2

asdfdsfdsf

sdfgsdfdsfdsafsdfdsf

Anda mungkin juga menyukai