Noam comsky pernah mengatakan dalam bukunya bahwa media adalah
salah satu tools yang digunakan dalam menguasai sebuah negara. Disaat para pemegang modal dan sekaligus pemilik media, maka suatu negara akan bisa dikuasi meskipun tidak terlihat begitu dalam kenyataannya. Media memang bisa membuat persepsi publik, terkadang bisa mendoktrin masyrakat untuk menyetujui pendapat sang pemilik media tersebut. Suatu hal benar bisa menjadi salah dan begitupun hal yang sebenarnya salah bisa dibuat benar dengan berbagai pemberitaan yang dimuat baik dalam media cetak maupun elektronik. Contoh kasus yang mungkin masih hangat dalam ingatan kita yaitu disaat masa-masa kritisnya pemilihan presiden 2014. Sangat jelas tendensi dari media terhadap kedua pasang calon karena memang suatu atau beberapa media berpihak pada salah satu calon dan sudah tentu akan memberitakan berbagai kebaikan dari calon yang diusung tersebut. Ketidak objektivan tersebut berlanjut hingga suurvey dan quick qount penentuan hasil pemenang pemilu. Jika dilihat secara mendalam lagi, tujuan ada media tersebut apa? Bukannya sudah ada standarisasi dalam pemberitaan oleh Persatuan Wartawan atau institusi terkait dalam rangka menjaga objektivitas dari pemberitaan tersebut. Dengan demikian kesimpulan pertama yang dapat diambil yaitu media adalah sarana penyampaian berita publik yang benar didukung data fakta yang ada karena akan membentuk persepsi publik terhadap sebuah permasalahan. Belakangan permasalah media bertambah ribet karena adanya berita-berita yang bersifat provokatif dan mebahayakan keadaan negara kesatuan Repulik Indonesia ini. Istilah yang kita kenal dengan Hoax, secara harfiah artinya pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu dan mengakali pembaca untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini tentu saja sudah tidak asing lagi bagi para pembaca dan penilik media sosial. Merebaknya berita hoax atau berita palsu kini menjadi wabah jahat di Indonesia dan dampak yang ditimbulkannya tidak main-main. Penghasutan, fitnah, berita bohong, ujaran kebencian yang membuat pemecah belah bangsa kini telah nampak jelas didepan mata. Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU. No 11 tahun 2008 tentang ITE menyatakan (http:hukumonline.com), Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Pidana ini akan diancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan/atau denda satu miliar rupiah. Mengambil kata menyebarkan berita bohong yang berarti perbuatannya dan menyesatkan yang berarti dampak dari perbuatan tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin lama semakin canggih, membuat dunia mudah dalam satu genggaman dan satu sentuhan. Berbagai media sosial yang merebak menyediakan platform yang membuat penggunanya dapat melakukan apapun yang diinginkannya. Semakin luas pula kesempatan para penggunanya untuk menggunakan haknya dalam berpendapat. Sebagai negara yang menganut prinsip Hak Asasi Manusia, Indonesia memberikan kebebasan berpendapat kepada setiap warga negaranya. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 yang merupakan landasan kebebasan bertanggung jawab dan bertindak dalam menyampaikan pendapat di muka umum yang berdasarkan 5 asas, yaitu : asas keseimbangan antara hak dan kewajiban asas musyawarah dan mufakat asas kepastian hukum dan keadilan asas proporsionalitas asas mufakat. ari asas-asas tersebut yang menjadi penekanan pada artikel ini adalah warga negara perlu memahami hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara yang baik dalam mengemukakan pendapatnya. Memang warga negara memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas, bebas berarti boleh dilakukan dimana pun dan melalui media apa pun, termasuk berkaitan dengan pemanfaatan teknologi yang terdapat pada sebagian besar media sosial saat ini. Namun seiring waktu, kebebasan tersebut justru diselewengkan dengan adanya warga negara yang menyampaikan pendapatnya tanpa mempertimbangkan tanggung jawabnya dalam menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum serta dalam rangka menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.