Pengantar
Pada bagian ini, penulis akan menguraikan dinamika ruang-
ruang sosial pra konflik [hingga tahun 1998] antara dua komunitas
yang terikat dalam satu hubungan gandong di pulau Saparua; yang
berbeda hubungan gandong di pulau Ambon; dan yang tidak memiliki
hubungan gandong di kota Ambon. Uraian ini penting dilakukan
untuk kita dapat memperoleh pengetahuan secara utuh dan menyelu-
ruh tentang struktur masyarakat di wilayah riset.
1 Negeri Siri Sori [Islam-Kristen] di pulau Saparua, Negeri Hutumuri [Kristen] di pulau
Ambon, dan Negeri Tamilou [Islam] di pulau Seram merupakan negeri-negeri yang
terikat dalam satu hubungan gandong.
59
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
2 Penetapan pela antar dua desa (baca: negeri) atau lebih dilakukan dengan cara
arwah leluhur, dan tidak terpikir oleh siapapun untuk melanggar adat pela.
60
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
Tanah].
5 Istilah dati [datio] juga dipergunakan oleh J. Gerard Fried Riedel [1883] yang berarti
petak-petak tanah yang dibagi-bagikan kepada orang-orang yang kuat kerja atau
kepala-kepala rumah tangga [hoof den van huisgezinnen] dengan syarat harus ikut
hongi.
61
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
saat ini menjabat sebagai Ketua MUI Maluku] diketahui bahwa, ketika
komunitas Islam di negeri Siri Sori Salam hendak membangun mesjid,
tidak seluruh bangunan tersebut harus dikerjakan oleh warganya
sendiri, tetapi ada bagian-bagian tertentu dari bangunan itu yang
merupakan tanggung jawab dan harus dikerjakan oleh saudara pela-
nya dari negeri Haria [Kristen]. Rumah sabua yang diperuntukkan
sebagai tempat kerja, material bangunannya tidak boleh disiapkan oleh
mereka, tetapi harus didatangkan sekaligus dikerjakan oleh masyarakat
dari negeri Ulath [Kristen]. Saudara gandong dari negeri Siri Sori
Serane [Kristen] mengetahui dengan benar, apa yang menjadi tanggung
jawab mereka. Lebih lanjut dikatakan bahwa, tradisi ini sudah ber-
langsung dari dulu, diwariskan dan dipraktekkan turun-temurun
hingga kini.
6Tiga sungai tersebut adalah batang air tala, batang air sapalewa, dan batang air eti,
yang terdapat di pulau Seram Bagian Barat.
62
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
seperti raja [kepala Desa] dan kepala Soa [sekumpulan mata rumah].
Menurut Cooley [1961] kedua jabatan ini telah berusia beberapa abad
lamanya. Dalam kategori yang sama tercakup anggota-anggota saniri
yang non tradisional yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili sub-
bagian dan golongan fungsional dalam masyarakat negeri. Jenis kedua,
terdiri dari petugas-petugas tradisional yang memangku hanya
sebagian dari tugas-tugas sejenis di masa lampau seperti misalnya tuan
tanah 7. Jenis ketiga ialah petugas-petugas tradisional yang fungsi-fungsi
aslinya saat ini sudah lenyap, seperti malessi atau kapitan [penghulu
perang] dan terakhir, jabatan-jabatan tertentu seperti maweng [petugas
keagamaan] sudah tidak diisi lagi.
Pada abad empatbelas yang ditandai dengan kedatangan Bangsa
Arab ke Maluku [Ambon] melalui Cina untuk berdagang rempah-
rempah, bersamaan dengan itu mereka juga menyebar agama Islam.
Seiring dengan itu, muncul pula kekuatan baru yakni kesultanan
Ternate dan Tidore sebagai satu kesatuan politik dengan ambisi
penaklukkan dan perluasan wilayah kekuasaan yang ingin memperluas
kekuasaan dan pengaruhnya, sekaligus menyebar agama Islam. Kemu-
dian pada abad enam belas kedatangan Bangsa Portugis di Maluku
[Ambon] di samping berdagang rempah-rempah, mereka juga menye-
bar agama Kristen Katolik. Kemudian kedatangan Bangsa Belanda pada
abad tujuhbelas di samping untuk berdagang rempah-rempah, mereka
juga menyebarkan agama Kristen Protestan [Kennedy, 1955]. Pada saat
itulah, identitas berdasarkan agama Islam dan Kristen mulai dipakai
sebagai pembeda.
Implikasi dari realitas tersebut, maka pada tahun 1750 masya-
rakat Negeri Siri Sori yang telah menganut agama Islam mengajukan
permohonan kepada para penguasa Belanda [overgeid] agar mereka di-
berikan pemerintah sendiri. Pada tanggal 17 Oktober 1817, permohon-
an itu diteruskan ke Ambon, tetapi ditolak. Kemudian pada tahun
1822, permohonan untuk membuat pemerintahan sendiri kembali
diajukan, dan baru pada tahun 1825 permohonan tersebut dikabulkan.
7 Hingga saat penelitian ini dilakukan, jenis kedua ini masih ada dan berfungsi dan saat
ini jabatan tersebut dipegang oleh Bapak Hamzah Salatalohy di Negeri Siri Sori Salam.
63
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
Dan sejak saat itulah, negeri Siri Sori terbagi menjadi dua, yakni Negeri
Siri Sori Salam [amapati] dan Negeri Siri Sori Serani [amalatu].
Walaupun terpisah secara pemerintahan dan agama yang dianut,
namun kedua negeri tersebut [hingga kini] tetap memiliki dan terikat
menjadi satu secara adat, serta hanya memiliki satu petuanan
[teritorial].
Karena itu, sekalipun intervensi berbagai kebijakan publik oleh
negara [seperti misalnya, Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang
Sistem Pemerintahan Desa, Undang-undang nomor 22 tahun1992 dan
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Sitem Pemerintahan
Daerah] dan diberlakukan secara nasional, ternyata tidak berpengaruh
secara signifikan dalam masyarakat sehingga jabatan-jabatan tradisional
[seperti raja, kepala soa, tuan tanah] itu masih tetap dipraktikkan
hingga kini di kedua negeri tersebut. Pada saat pelantikan raja negeri
Siri Sori Serani atau Siri Sori Salam [bulan Maret Tahun 2011] misal-
nya, sebelum calon raja tersebut dilantik secara resmi oleh Bupatti
Maluku Tengah dalam upacara pemerintahan, mereka telah dilantik
terlebih dahulu secara adat oleh kepala adat, dalam satu upacara adat.
Walaupun berbeda dari segi agama yang dianut, namun dalam
realitas kehidupan sehari-hari warga kedua komunitas senantiasa tidak
menjadikan perbedaan tersebut sebagai hambatan sehingga menimbul-
kan jarak sosial di antara mereka. Yang terjadi justru sebaliknya,
kerukuran hidup di antara mereka senantiasa diwujudkan dalam
berbagai konteks hubungan sosial. Pada saat komunitas Kristen di
negeri Siri Sori Serani merayakan Hari Natal atau pada saat komunitas
Islam di negeri Siri Sori Salam merayakan Lebaran misalnya, aktivitas
saling mengunjungi untuk bersilaturahmi di antara mereka satu dengan
yang lain berlangsung sangat intensif. Ada kebiasaan di mana dua hari
sebelumnya, ada warga yang mengantarkan hasil kebun [berupa
pisang, dan umbi-umbian] kepada saudara gandong mereka yang akan
merayakan hari raya keagamaan. Di samping itu, ada saudara pela yang
datang untuk bersilaturahmi, satu atau dua hari sebelumnya mereka
juga mengantarkan hasil kebun kepada saudara pela yang akan meraya-
kan hari raya keagamaan. Demikian pula pada saat meninggalnya salah
64
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
8 Saat itu, Daniel Kesaulya menjadi Raja di Negeri Siri Sori Serani.
9 Saat itu, Zeke Sopaheluwakan menjadi Raja di Negeri Siri Sori Serani.
65
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
10 Dibuktikan oleh Bapak Johanis Pelupessy [75 tahun, Kristen] dari Surat Perjanjian
yang dibuatnya secara bersama dengan La Tara [salah seorang etnis Buton] yang mena-
nam Cengkih di atas tanah dati miliknya.
66
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
11 Kerja sama dalam bahasa asli disebut masohi meskipun hanya mencakup kerja sama
dalam keadaan tertentu. Cooley [1987] mengatakan bahwa dalam kenyataannya, kerja
67
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
68
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
69
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
Yang terjadi justru sebaliknya, para siswa dari negeri Waai senantiasa
mendapat perlakuan yang sama dengan siswa yang berasal dari negeri
Tulehu.
12 Cooley [1987] mengatakan bahwa, negeri lama adalah negeri pertama yang ditempati
oleh warga dan letaknya di pegunungan.
13 Cooley [1987] mengatakan bahwa, Soa adalah kelompok keturunan uni-lateral.
14 Rumah tau [atau lumatau] adalah istilah asli untuk kelompok keturunan satu garis,
yaitu mata-rumah.
70
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
menyebar agama Kristen Katolik, dan disusul pula pada abad tujuhbelas
kedatangan Bangsa Belanda dengan tujuan yang sama yakni, selain
berdagang rempah-rempah mereka juga menyebarkan agama Kristen
Protestan. Pada saat itulah, identitas berdasarkan agama Islam dan
Kristen mulai dipakai sebagai pembeda.
Ketika warga kedua komunitas diperhadapkan dengan berbagai
pengaruh yang datang dari luar tersebut, mengakibatkan sebagian besar
di antara mereka sudah mengenal agama Islam dan meninggalkan
agama Suku. Ketika Portugis dan Belanda mulai menguasai pulau
Ambon, para misionaris Katolik dan Protestan berusaha untuk meng-
kristenkan warga kedua komunitas. Sejak saat itu, warga kedua komu-
nitas terpecah menjadi dua bagian. Ada sebagian warga yang menganut
agama Islam, dan ada pula sebagian yang menganut agama Kristen.
Mereka yang menganut agama Kristen tetap tinggal di pemukiman-
nya, sedangkan yang tidak bersedia kemudian menyebar dan melarikan
diri dan menetap di beberapa tempat. Menurut Cooley [1987], tidak
dapat diragukan pula bahwa selain peperangan, masuknya agama Islam
dan agama Kristen telah menyebabkan sejumlah kelompok tertentu
berpindah dengan suka-rela seperti, misalnya, apabila perbedaan agama
menimbulkan perpecahan pada negeri menjadi dua kelompok atau
lebih.
Pada saat menetap di wilayah tersebut, kemudian mereka meng-
ganti nama marga 15 dengan marga yang lain. Warga yang melarikan
diri ke arah utara yaitu ke negeri Liang, marga Kayadoe diganti
menjadi marga Lesi, marga Talaperu menjadi marga Oper, dan marga
Matakupan menjadi marga Rehalat. Warga yang melarikan diri ke arah
barat menuju negeri Wakal, negeri Morela dan ke negeri Hative
(negeri Mamala dan negeri Morela pada saat itu masih menjadi satu
negeri). Mereka terdiri dari marga Salamoni kemudian diganti menjadi
marga Sasole, marga Renalaiselan kemudian diganti menjadi Lauselan,
marga Reawaruw kemudian diganti menjadi marga Sialara di negeri
15 Tidak diketahui secara pasti apa yang menjadi alasan sehingga keluarga-keluarga ter-
sebut mengganti nama marga mereka dengan marga yang lain, ketika mereka mening-
galkan wilayah pemukiman [Eri] pertama dan menetap di wilayah pemukiman yang
baru.
71
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
16 Cooley [1987] mengatakan bahwa Uli adalah kumpulan dari beberapa aman [negeri]
72
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
73
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
18Lihat, A. Coresao [ed], The Suma Oriental of Tome Pires, [London, 1944]. Coresao
menjelaskan bahwa pedagang-pedagang bangsa Melayu mengatakan bahwa Tuhan
menciptakan Timor untuk Kayu Cendana, Banda untuk Pala dan Maluku untuk
Cengkih, dan barang perdagangan ini tidak dikenal di lain-lain tempat di dunia kecuali
ditempat-tempat yang disebutkan sebelumnya; dan telah saya tanyakan dan selidiki
apakah barang ini terdapat ditempat lain dan semua orang katakan tidak.
74
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
19 Hasil wawancara tanggal 27 Oktober 2010 dengan DB, 47 tahun [Kristen] dan MS, 56
tahun [Islam]
75
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
76
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
selain karena lamanya hidup bersama dalam satu negeri, mereka juga
memiliki pengalaman bersama dalam berbagai konteks hubungan
sosial. Di samping itu, adanya kesamaan agama yang dianut oleh para
migran dengan penduduk setempat nampaknya ikut memberikan
sumbangan bagi terciptanya kehidupan berdampingan secara serasi.
Pada saat perayaan hari-hari besar keagamaan [Lebaran] misalnya,
aktivitas saling mengunjungi secara timbal-balik untuk bersilaturakhmi
dengan sesama senantiasa berlangsung tanpa mempertimbangkan per-
bedaan asal-usul yang ada di antara mereka. Anak-anak mereka yang
usia sekolah, selama ini memanfaatkan berbagai fasilitas pendidikan
mulai dari Sekolah Dasar sampai pada jenjang Pendidikan Tinggi yang
ada di negeri Tulehu.
Demikian pula di negeri Waai, para migran etnis Buton diijinkan
untuk membangun pemukiman di dua tempat di atas tanah dati milik
warga setempat. Satu lokasi pemukiman terletak di perbatasan antara
negeri Waai dengan negeri Liang, sedangkan lokasi yang lainnya [yang
dikenal dengan nama Wainuru] terletak dekat dengan lokasi pemu-
kiman masyarakat negeri Waai. Berdasarkan informasi dari salah
seorang informan kunci [DB, 47 tahun, Kristen] pemilik tanah dati [di
Wainuru] yang ditempati oleh para migran etnis Buton tersebut,
menyatakan bahwa para migran diijinkan tinggal dan mereka diper-
bolehkan mengolah tanah tersebut selain untuk membangun pemu-
kiman juga diusahakan/diolah untuk berkebun [usaha tani], tetapi
mereka tidak diijinkan untuk menanam berbagai jenis tanaman umur
panjang [Cengkih, misalnya]. Di samping membangun pemukiman,
mereka juga diberi kesempatan untuk mendirikan Mesjid di dalam
pemukiman mereka yang dapat dimanfaatkan untuk menunaikan
ibadah.
Sekalipun terdapat perbedaan agama antara para migran [Islam]
dengan penduduk setempat [Kristen], namun perbedaan tersebut tidak
pernah dijadikan hambatan sehingga menimbulkan jarak sosial antara
satu dengan yang lain. Yang terjadi justeru sebaliknya, terwujudnya
kehidupan berdampingan secara serasi di antara mereka. Realitas
tersebut dapat terwujud karena lamanya hidup bersama sehingga
77
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
78
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
79
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
mereka sebagai suatu tanggungjawab dan kewajiban sosial. Dan hal ini
bukan baru pernah terjadi, namun sudah merupakan tradisi diwariskan
dari generasi ke generasi hingga kin.
80
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
81
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
82
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
83
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
25Dari BPS kota Ambon, tidak ditemukan data penduduk yang dirinci menurut suku
bangsa [kelompok etnik], sehingga sulit untuk dapat membedakan berapa jumlah
penduduk asli dan berapa jumlah penduduk pendatang.
84
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
85
Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku
Kesimpulan
Dinamika kehidupan dua komunitas pra konflik yang telah
digambarkan di atas memperlihatkan bahwa kerukunan hidup beraga-
ma antar komunitas di kota Ambon sangat positif dibanding dengan
realitas yang sama terjadi di kota-kota lain di Indonesia. Karena itu,
perbedaan agama yang dianut tidak pernah dijadikan sebagai hambatan
86
Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
87