Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat(Renstra, 2015). Masalah gizi di Indonesia merupakan masalah yang masih belum bisa diatasi sampai saat ini. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh beberapa negara di dunia, khususnya negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Survey nasional GAKY pada tahun 2004 menunjukkan 11,1% anak usia sekolah mengalami kekurangan yodium berdasarkan nilai Total Goitre Rate (TGR). Anak usia sekolah merupakan usia yang rentan terhadap terjadinya gangguan akibat dari kekurangan yodium. Gangguan otak yang menyebabkan penurunan IQ poin merupakan akibat dari kekurangan yodium yang seringkali tidak terlihat nyata sehingga dianggap normal oleh masyarakat di daerah endemis GAKY. Padahal jika terjadi gangguan pada otak maka proses belajar akan terhambat, terutama bagi anak yang telah memasuki usia sekolah. Sehingga perlu dilakukan pencegahan untuk menanggulangi masalah GAKY. Untuk mengatasinya, penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam beryodium (DepKes, 2010). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 cakupan konsumsi garam beryodium di Indonesia secara nasional yaitu 77,1 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam dengan kandungan cukup iodium, 14,8 persen rumah tangga mengonsumsi garam dengan kandungan kurang iodium dan 8,1 persen rumah tangga mengonsumsi garam yang tidak mengandung iodium. Secara nasional angka ini masih belum mencapai target Universal Salt Iodization (USI) atau garam beriodium untuk semua, yaitu minimal 90 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam dengan kandungan cukup iodium (WHO/UNICEF ICCIDD, 2010). Sedangkan untuk cakupan konsumsi garam beryodium di Propinsi Jawa Timur masih di bawah cakupan nasional yaitu 75,4 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam dengan kandungan cukup iodium, 13,7 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam dengan kandungan kurang iodium dan 10,9 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam yang tidak mengandung iodium. Dan di Kabupaten Malang berdasarkan laporan pencapaian indikator kinerja pembinaan gizi 2015 pada bulan Februari diperoleh angka sebesar 89 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam beryodium. Angka tersebut hampir mencapai target Universal Salt Iodization (USI). Namun pada Agustus 2015 persentase konsumsi garam beryodium pada rumah tangga di Kabupaten Malang menurun menjadi 85 persen. Kebijakan pemerintah untuk menanggulangi masalah GAKY dalam Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program Penanggulangan GAKY salah satunya adalah promosi garam beryodium dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat untuk konsumsi garam beryodium. Salah satu bentuk promosi kesehatan yang dapat dilakukan adalah penyuluhan mengenai garam beryodium yang dapat disampaikan menggunakan berbagai metode dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Dari berbagai aspek terkait dalam penyuluhan yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama adalah tentang metode dan alat peraga yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan. Sasaran yang dituju dalam penyuluhan ini adalah anak usia sekolah. Dengan penggunaan metode yang benar dan penggunaan alat peraga yang tepat sasaran, maka materi yang akan disampaikan dalam penyuluhan akan mudah diterima oleh sasaran, sehingga kesadaran siswa mengenai pentingnya konsumsi garam beryodium akan lebih mudah terwujud.