Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Apakah diagnosis kerja dan cara penegakan diagnosis pada pasien ini
sudah sesuai?
Diagnosis kerja pada pasien Ny. L adalah kista coklat dextra + infertilitas
sekunder riwayat SC 1x a/i IUFD. Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis,
didapatkan riwayat penyakit dengan nyeri perut bawah yang menjalar ke panggul,
paha dan lutut saat sebelum dan selama haid. Nyeri yang dirasakan seperti kram.
Keluhan seperti ini biasanya disebut dengan dismenorea. Dismenorea merupakan
keluhan nyeri selama menstruasi dan biasanya dirasakan sebagai nyeri yang
menekan ke bawah, pegal atau kram di daerah abdomen bawah serta panggul.
Dismenorea dibagi atas dismenorea primer yang tidak berhubungan
dengan kelainan ginekologi dan dismenorea sekunder yang berhubungan dengan
kelainan ginekologi. Pada pasien ini didapatkan keluhan dismenorea yang
semakin lama semakin hebat yang didukung oleh anamnesis bahwa pasien sampai
menungging kesakitan dan muntah-muntah saat haid datang sejak duduk dibangku
SMA (perkiraan usia 16 tahun keatas). Nyeri yang demikian tergolong ke dalam
dismenorea sekunder karena dismenorea muncul saat usia berapa pun setelah
menarhce. Gejala dismenorea meningkat saat pasien berusia 30-40 tahun atau
sejak penyakit dasar memberikan gejala. Pada dismenorea primer biasanya
muncul 6-12 bulan setelah menarche.3 Dismenorea sekunder dapat
dipertimbangkan jika dijumpai dispareunia, menoragia, intermenstrual bleeding
dan post coital bleeding.3 Pada pasien ini ditemukan gejala menoragia yang
didukung dengan anamnesis bahwa pasien mengganti pembalut yang penuh
dengan rembesan darah haid sebanyak 5 kali dalam sehari, setara dengan 100 cc.
Dismenorea sekunder saat sebelum dan selama haid yang semakin lama
semakin hebat biasanya ditemukan pada endometriosis dan adenomiosis.
Perdarahan berat saat menstruasi baik berupa peningkatan frekuensi haid maupun
bertambahnya darah haid merupakan gejala yang dapat ditemukan pada
endometriosis.3 Wanita dengan endometriosis biasanya mempunyai volum darah
haid yang lebih banyak (menoragea) dibandingkan wanita yang sehat sehingga
berisiko untuk mengalir kembali (regurgitasi) ke rongga peritoneal. 3,9 Pasien juga
mengeluhkan nyeri yang menjalar ke panggul, paha dan lutut. Nyeri yang
dirasakan di panggul (pelvic pain) hingga ke paha merupakan gejala yang sering
ditemukan pada endometriosis yang berlokasi di ovarium. 3 Nyeri tersebut muncul
karena ovarium yang tegantung di dalam cavitas pelvis meradang sehingga
menyebabkan iritasi pada ujung-ujung nervus obturatorius yang terletak di
dinding lateral pelvis.
Pasien diketahui berumur 39 tahun, belum mempunyai anak, sudah
menikah 4 tahun, senggama 4 kali dalam seminggu dan tidak pernah
menggunakan kontrasepsi. Kondisi demikian menunjukkan bahwa pasien
mengalami infertilitas. Pasien digolongkan ke dalam infertilitas sekunder karena
pernah hamil sebelumnya yaitu riwayat SC pada kehamilan pertama dan
keguguran pada kehamilan kedua, tidak terjadi kehamilan lagi walaupun sudah
bersenggama adekuat setelah sekurang-kurangnya 1 tahun tanpa kontrasepsi.
Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang lebih muda dan
umumnya infertil sedangkan adenomiosis lebih sering ditemukan pada multipara
dalam masa premenopause. Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan
infertilitas. Lebih dari 50% wanita dengan endometriosis menderita infertilitas.
Inflamasi pada endometriosis mungkin dapat merusak sperma atau telur atau
keduanya dalam perjalanan mencapai tuba fallopi dan uterus.3 Pada endometriosis
yang berat, mobilitas tuba fallopi mungkin terganggu karena adhesi yang
mengakibatkan perlengketan jaringan disekitarnya.3,6
Kesimpulan dari anamnesis didapatkan ada 4 hal penting yang ditemukan
pada pasien ini antara lain dismenorea, nyeri panggul, infertilitas dan pernah
didiagnosis menderita kista ovarium sebelumnya. Gejala demikian dapat
mendukung kecurigaan adanya endometriosis. Anamnesis yang baik dapat
membantu menegakkan diagnosis hingga 75%.
Hasil pemeriksaan fisik ginekologi seperti inspekulo dan VT bimanual
tidak tercantum dalam status pasien. Tidak adaanya keterangan hasil pemeriksaan
inspekulo dan VT bimanual bukan berarti pemeriksa tidak melakukan
pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk pasien yang
dicurigai endometriosis adalah pemeriksaan fisik abdomen dan pemeriksaan
dalam meliputi inspeksi vagina dengan spekulum, palpasi bimanual, palpasi
rektovaginal dan pemeriksaan kekuatan otot-otot pelvis. Walaupun pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang normal sedangkan gejala endometriosis
nyata ditemukan, hal tersebut perlu dicurigai sebagai endometriasis. Jika
pemerikaan dalam tidak dapat dilakukan, maka pemeriksaan penunjang seperti
laparoskopi (dengan histologi) dan transvaginal sonografi (TVS) sebaiknya
digunakan sebagai pemeriksaan pertama untuk membantu menegakkan diagnosis
endometriosis.4
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan ultrasound sonografi (USG) dan
TVS. Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan kista endometrium. Pemeriksaan
TVS didapatkan kesan kista coklat pada ovarium dextra. Sekitar 17-40% wanita
dengan endometriosis adalah endometrioma atau kista coklat. 5 Transvaginal
sonografi merupakan teknik imaging yang akurat dalam mendukung diagnosis
endometrioma (kista coklat) pada wanita dengan massa adneksa yang dicurigai
sebagai endometriosis.4 Transvaginal sonografi dapat menegakkan diagnosis
endometrioma yang berukuran diameter lebih dari 2 cm.5
Sebenarnya gold standar dalam menegakkan diagnosis endometrioma
adalah laparoskopi dengan histologi. Laparoskopi tidak hanya membantu
menegakkan diagnosis endometrioma tetapi sekaligus dapat dilakukan untuk
terapi endometrioma. Histologi berguna untuk menyingkirkan kasus keganasan
yang langka.
Diagnosis kerja pada pasien ini sudah sesuai dengan anamnesis yang
mendukung dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang yang sesuai kebutuhan
namun cara penegakan diagnosis kerja pasien ini belum sesuai karena data
pemeriksaan fisik ginekologi belum tertera jelas dan tidak menggunakan
laparoskopi (dengan histologi) dalam menegakkan diagnosis pasti endometrioma.

2. Apakah rencana tatalaksana pada pasien ini sudah sesuai?


Pasien usia 39 tahun dengan kista coklat dextra dan infertilitas sekunder
selama 2 tahun dengan riwayat SC 1x a/i IUFD dalam kasus ini direncanakan
laparotomi dan histereskopi. Kami menilai bahwa penanganan dalam kasus ini
tidak hanya ditujukan untuk kista coklat tapi sekaligus untuk infertilitasnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sangat sedikit efek yang ditimbulkan
oleh pengobatan medikamentosa terhadap endometrioma, apalagi untuk ukuran
endometrioma 3 cm. Endometrioma atau kista coklat yang ukuran diamater 3
cm harus diterapi dengan pembedahan.1 Dalam kasus ini, ukuran diamater
endometrioma 5,4 x 6,11 cm. Pengobatan yang ditujukan untuk infertilitasnya,
harus mempertimbangkan umur pasien, tahap penyakitnya, lama infertilitas dan
kehebatan keluhannya.3 Oleh karena usia pasien ini lebih dari 35 tahun dan
infertilitas lebih dari 1 tahun, sebaiknya dianjurkan untuk menempuh terapi
pembedahan. Rencana pembedahan pada pasien ini sudah sesuai dengan
mempertimbangkan kondisi pasien yaitu masalah usia, infertilitas lama dan
ukuran endometrioma. Pembedahan tidak hanya mengobati gejala untuk jangka
waktu yang panjang tetapi juga meningkatkan peluang untuk hamil.1 Histereskopi
direncanakan untuk melihat apakah ada kelainan didalam uterus yang
menyebabkan infertilitas.
Laparoskopi merupakan terapi pembedahan yang terbaik untuk
endometrioma dibandingkan dengan laparotomi karena perdarahan post operasi
minimal, lama rawatan yang singkat di RS, penggunaan analgesia minimal dan
waktu penyembuhan singkat. Namun demikian sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Jones dkk di United Kingdom tahun 2003 dilaporkan bahwa sekitar 42,3%
pembedahan endometrioma dilakukan dengan laparotomi karena keterbatasan
keterampilan dan kekurangan ahli bedah yang terampil untuk mengajar
laparoskopi. Laparotomi dapat dipertimbangkan pada kasus endometriosis berat
yang berhubungan dengan adhesi yang luas atau endometrioma yang sudah
infiltrasi terlalu dalam.1
Rencana tatalaksana pada pasien ini untuk dilakukan pembedahan sudah
sesuai dengan mempertimbangkan kondisi pasien dan tergantung dari kemampuan
ahli bedah dalam mengambil keputusan tindakan. Namun dalam kasus ini belum
tertera dengan jelas mengapa pada pasien ini direncanakan tindakan laparotomi
dibandingkan laparoskopi yang lebih banyak keuntungannya.
3. Apakah tatalaksana yang sudah dilakukan sesuai atau tidak?
Pasien dengan diagnosa kerja kista cokelat dekstra, infertilitas sekunder,
riwayat SC 1x ai IUFD telah ditatalaksana dengan adhesiolisis peritoneal berat +
kistektomi bilateral + reseksi adenomiosis sehingga muncul diagnosis post op
yaitu endometriosis gr IV + Adhesi peritoneal berat (adenomiosis + kista coklat
bilateral).
Pilihan operasi tergantung pada perlengketan di rongga pelvis. Laparotomi
dapat dipertimbangkan pada kasus endometriosis berat yang berhubungan dengan
adhesi yang luas atau endometrioma yang sudah infiltrasi terlalu dalam. 1 Dalam
kasus ini masih belum jelas diterangkan apakah adhesi yang luas dan berat sudah
diketahui atau belum sebelum mengambil keputusan untuk melakukan laparotomi.
Adhesiolisis dilakukan karena pada saat laparotomi ditemukan adanya
perlengketan omentum dengan peritoneal parietal sehingga perlengkatan tersebut
dibebaskan. Kistektomi bilateral dilakukan karena pada pasien ini ditemukan kista
coklat pada kedua ovarium. Kistektomi dilakukan dengan melakukan eksisi
terhadap seluruh dinding kista. Setelah seluruh dinding kista diangkat, ovarium
akan dijahit kembali agar bisa berfungsi seperti sedia kala. Pada pasien yang
sudah memiliki cukup anak dan usia yang sudah cukup tua untuk memiliki anak
lagi maka seluruh ovarium pun akan dibuang, tetapi pada pasien ini ovariumnya
tetap dipertahankan karena pasien belum mempunyai anak dan berkeinginan
untuk mempunyai anak. Reseksi adenomiosis dilakukan karena tampak gambaran
adenomiosis pada uterus yang sebesar telur angsa. Berdasarkan penelitian bahwa
reseksi adenomiosis merupakan terapi terbaik untuk wanita dengan adenomiosis
tetapi masih mempunyai keinginan untuk hamil dan punya anak. Pada kasus ini
pasien belum mempunyai anak dan mempunyai riwayat obstetri yang buruk, jadi
terapi terbaik untuk pasien ini adalah reseksi adenomiosis. Reseksi adenomiosis
memberikan angka kekambuhan yang rendah dan kemungkinan mempunyai anak
yang lebih besar dibandingkan dengan terapi hormonal.
Jadi tindakan laparatomi sudah sesuai dengan kasus pasien ini karena
telah terjadi endometriosis berat yang berhubungan dengan adhesi yang luas dan
berat.
4. Bagaimana pengaruh infertilitas pada pasien ini setelah dilakukan
pembedahan?
Laparotomi dan laparoskopi memiliki angka yang sama untuk resiko
kekambuhan, tingkat fertilitas setelah pembedahan, komplikasi dan gejala nyeri
pinggul. Masih belum terdapat data yang pasti mengenai pilihan pembedahan
terbaik yang dapat digunakan untuk meningkatkan fertilitas pada pada pasien
endometrioma. Hubungan antara endometrioma, adenomiosis dan infertilitas
masih belum jelas mekanisme dan masih diperdebatkan oleh sebagian ahli.1,5
Selain teknik operasi, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
fertilitas pasien, diantaranya adalah usia pasien, ukuran dari kista endometrioma,
dan jumlah dari jaringan normal yang terganggu ketika operasi. Dari penelitian
pada 64 pasien infertil dengan kista yang besar, didapatkan angka kehamilan pada
2 tahun pertama setelah laparoskopi sebesar 53%. Berretta melaporkan
penggunaan teknik laparoskopi lebih menguntungkan terhadap fertilitas daripada
penggunaan teknik aspirasi dan elektrokoagulasi. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Rajuddin et al pada 32 pasien infertil yang dilakukan reseksi adenomiosis,
didapatkan 3 orang pasien hamil setelah reseksi, 2 diantaranya melahirkan bayi
hidup sedangkan satu sisanya mengalami abortus pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu. 1,5
Jadi dapat disimpulkan bahwa pasien dengan infertilitas yang disebabkan
oleh endometrioma maupun adenomiosis kemungkinan memberikan hasil yang
baik dengan pembedahan. Walaupun tidak setiap pembedahan selalu memberikan
peluang untuk kemungkinan hamil.

Anda mungkin juga menyukai