Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN DOKTER UMUM

PARTNERSHIP FOR DIABETES CONTROL IN


INDONESIA
27-29 MEI 2016
HARRIS HOTEL & CONVENTIONS BEKASI

DAY 1

MATERI 1 :PATOFISIOLOGI DIABETES Oleh dr. Agni Bonendasari,Sp.PD

1. Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM) : DM Tipe 1 (DMT1), DM Tipe 2 (DMT2), DM Tipe


lain, dan DM gestational.
2. Perbedaan DMT1 dan DMT2 dari patofisiologi DMT1 disebabkan oleh kerusakan sel
sehingga menyebabkan defisiensi insulin absolut sedangkan DMT2 disebabkan karena
resistensi insulin, dari usia DMT1 dapat terjadi kapan saja sedangkan DMT2 >30 tahun,
berat badan pada DMT1 umumnya kurus sedangkan DMT2 cenderung gemuk, onset dari
tanda gejala pada DMT1 cepat sedangkan DMT2 bertahap, gejala pada DMT1
hiperglikemia dan ketosis sedangkan DMT2 hanya memiliki sedikit gejala klasik,
pengobatan DMT1 dengan terapi insulin sedangkan DMT2 mungkin membutuhkan
insulin.
3. DMT1 dipengaruhi genetik dan bersifat immunemediated, diawali sesuatu yang tidak
diketahui. Gejala klinisnya terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, berat badan menurun
yang tidak lazim, kelemahan dan iritabilitas.
4. DMT2 sebagian besar kasus dipengaruhi lingkungan (gaya hidup, makanan) terhadap
kelompok genetik yang memiliki kecenderungan tertentu (susceptible) seperti riwayat
keluarga, indeks masa tubuh (IMT) yang besar dan lemak abdominal.
5. Skrining faktor risiko dapat membantu identifikasi dini terjadinya DM
6. DMT1 dan DMT2 memiliki dasar patofisiologi yang berbeda dan memerlukan strategi
pengobatan yang berbeda pula.

MATERI 2 :STANDAR PENGELOLAAN DIABETES (SKRINING, DIAGNOSIS DAN


TERAPI) Oleh dr. Waluyo Dwi Cahyono, Sp.PD,KEMD,FINASIM
1. Standar penatalaksanaan berdasarkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
dan American Diabetes Association (ADA).
2. Standar penatalaksanaan berdasarkan PERKENI: pengobatan Diabetes harus bersifat
berkelanjutan, proaktif, terencana, berbasis pada individual, bekerja dalam tim. Tim inti
yang ideal memiliki seorang dokter, seorang perawat, dan seorang ahli gizi. Skrining
dilakukan terhadap mereka yang memiliki risiko diabetes namun tidak bergejala
bertujuan mencari DM yang tidak terdiagnosis atau prediabetes sehingga diharapkan akan
mendapatkan pengobatan lebih dini dan lebih tepat.
3. Factor risiko tinggi DM : usia <30 tahun yeng memiliki riwayat keluarga DM, penyakit
kardiovaskular, berat badan berlebih, dan gaya hidup tidak sehat. Hipertensi, trigliserid
tinggi, HDL rendah, riwayat DM gestational, riwayat melahirkan bayi >4000gr, PCOS,
terdapat intoleransi gula darah puasa.
4. Skrining rekomendasi ADA: pertimbangkan pemeriksaan pada orang dewasa
gemuk/obesitas (IMT>23) jika tanpa faktor risiko mulai di usia 45 tahun, jika hasil
normal ulangi pemeriksaan 3 tahun sekali, gunakan A1C, GDP, atau GD2 jam pada
TTGO.
5. Pencegahan DMT2 berdasarkan PERKENI : deteksi dini populasi resiko tinggi, TTGO
merupakan metode yang paling sensitive yang di anjurkan pada skirining, perubahan
gaya hidup dengan terapi nutrisi medis, aktifitas fisik 30menit 5x seminggu, dan
menurunkan berat badan, terapi farmakologi belum dibutuhkan. Pencegahan berdasarkan
ADA: rujuk pasien dengan Glukosa Puasa Terganggu (GPT), Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau A1C 5.7-6.4% ke tempat program dukungan, lakukan konseling
follow up untuk mendukung keberhasilan program, pertimbangkan metformin untuk
pencegahan DMT2 jika TGT, GPT atau A1C 5.7-6.4% terutama individu dengan
IMT>35, usia < 60 tahun.
6. Diagnosis Diabetes menurut PERKENI: A1C lebih dari sama dengan 6.5%, GDP lebih
dari sama dengan 126mg/dL, GD2 jam post TTGO lebih dari sama dengan 200 mg/dL.
Diagnosis Diabetes menurut ADA: A1C lebih dari sama dengan 6.5% atau GDP lebih
dari sama dengan 126mg/dL atau GD2 jam post TTGO lebih dari sama dengan 200
mg/dL atau GDS lebih dari sama dengan 200mg/dL dengan gejala klasik hiperglikemi.
7. Pengobatan DMT2 menurut ADA: saat terdiagnosis mulai dengan metformin disertai
modifikasi gaya hidup, jika baru terdiagnosis disertai gejala klinis yang berat atau
GDS/A1C sangat tinggi pertimbangkan terapi insulin.
8. Skrining komplikasi DM: Nefropati, periksa albumin urin dan kreatinin serum setiap
tahun. Retinopati, periksa mata segera setelah terdiagnosis Diabetes. Neuropati, semua
pasien diperiksa adakah Distal symmetric Polyneuropathy (DPN) saat terdiagnosis.
Pemeriksaan kaki yang menyeluruh setiap tahun dapat mengidentifikasi faktor risiko
luka/ulkus dan amputasi.

MATERI 3: RISIKO KARDIOMETABOLIK DAN PENCEGAHAN DIABETES Oleh dr.


Renaldi Batubara,Sp.PD

1. Semua faktor risiko yang terkait dengan perubahan metabolic seperti resistensi insulin,
obesitas, dyslipidemia, hipertensi, dan merokok.
2. Prediabetes adalah faktor risiko penting untuk terjadi diabetes dan penyakit
kardiovaskuler (PKV) dikemudian hari. Atasi GPT dan TGT dengan modifikasi gaya
hidup yang intensif, untuk pasien tertentu yang terdapat keduanya (GPT dan TGT)
pertimbangkan pemberian metformin.
3. Pengukuran obesitas secara klinis dengan IMT dan lingkar pinggang (LP). Upaya untuk
menurunkan berat badan dengan modifikasi gaya hidup berupa mengurangi asupan 500-
1000kkal/hari dari total asupan makanan dan aktifitas fisik sedang 30-60 menit/hari, 3-
5x/minggu.
4. Target terapi dyslipidemia pada diabetes menurunkan LDL-C <70mg/dL.
5. Penting untuk melakukan assessment risiko kardiometabolik dari seorang pasien untuk
mencegah kejadian PKV dan DMT2.
6. Identifikasi faktor risiko seperti obesitas, dyslipidemia, dan hipertensi dapat menjadi
langkah awal dalam manajemen dengan modifikasi gaya hidup dan tambahan obat-obatan
jika diperlukan.

MATERI 4: EDUKASI DIABETES Oleh dr. Ida Ayu M.Khsanti, Sp.PD, KEMD

1. Prinsip pengelolaan DMT2 yaitu edukasi, aktivitas fisik, terapi nutrisi medik, terapi
farmakologik.
2. Edukasi diabetes adalah cara membantu individu dengan diabetes, keluarganya dan orang
yang merawatnya dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, motivasi dan
kepercayaan diri dalam mengelola keadaanya.
3. Diabetes self-management education (DSME) diberikan untuk membantu individu
dengan diabetes menjaga pengelolaan yang efektif sejak terdiagnosis sampai seterusnya.
4. Edukasi diabetes dapat diberikan oleh seorang dokter, perawat, ahli gizi, apoteker,
psikolog, dan educator diabetes yang sudah mendapat pelatihan.
5. Edukasi dapat diberikan saat terdiagnosis, setiap kunjungan, program edukasi diabetes
yang terprogram seperti prolanis.
6. Topik yang dapat diberikan saat edukasi terdiri dari patifisiologi, latihan fisik, terapi
nutrisi medis, terapi farmakologik, perawatan kaki, komplikasi akut dan kronik,
pemeriksaan gula darah mandiri, menghadapi kondisi khusus.
7. Teknik edukasi diabetes terdiri dari medical-centered model yang bersifat tradisional
dimana informasi yang diberikan satu arah, menempatkan pasien tidak bisa kritis dan
patient-centered model dimana pasien berpartisipasi aktif dan komunikasi dua arah.

MATERI 5: AKTIVITAS FISIK (GAYA HIDUP AKTIF & LATIHAN UNTUK DIABETES)
Oleh dr.

1. Keuntungan latihan fisik pada pasien diabetes menurunkan insulin basal dan
postprandial, memperbaiki sensitifitas insulin, dapat menurunkan A1C, memperbaiki
profil lipid, memperbaiki hipertensi.
2. Pilih jenis latihan fisik yang dapat meningkatkan motivasi dan memiliki risiko cedera
yang kecil, program harus dimulai dan ditingkatkan perlahan-lahan.
3. Aktifitas fisik aerobic dengan intensitas sedang (50-70% dari HR maksimal) setidaknya 3
hari/minggu dengan setidaknya 30 menit setiap kali latihan (150 menit/minggu).
4. Berjalan adalah yang paling aman untuk sebagian besar pasien, bersepeda atau berenang
bermanfaat untuk pasien dengan neuropati.
5. Latihan fisik pada DMT1 dapat menyebabkan ketosis, hiperglikemia atau hipoglikemia.
Sebelum memulai latihan ceklist pre-exercise dengan membuat perencanaan latihan,
insulin, dan asupan makanan, gula darah dan keton harus diperiksa.

MATERI 6: KOMPETENSI DOKTER LAYANAN PRIMER BIDANG DIABETES


MELLITUS Oleh dr. Waluyo Dwi Cahyono, Sp.PD, KEMD,FINASIM

1. Kompetensi DLP dalam DM adalah level 4A mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
2. Standar penatalaksanaan DM dengan mengendalikan glukosa darah, pemantauan
komplikasi, pengendalian tekanan darah, modifikasi gaya hidup, dan penatalaksanaan
mandiri sehingga tercapai HbA1C<7.
3. Penatalaksanaan DM: pencegahan primer pada pasien prediabetes, pencegahan sekunder
terhadap komplikasi, dan pencegahan tersier terhadap morbiditas dan mortalitas
komplikasi yang dialami.

DAY2

MATERI 1: TERAPI GIZI MEDIS PADA DIABETES Oleh

1. Terapi gizi medis dan upaya penurunan berat badan (jika diperlukan) membantu
memperbaiki resistensi insulin, profil metabolic, dan kadar glukosa darah. Perencanaan
kebutuhan gizi pasien Diabetes menggunakan berat badan (BB) idaman untuk
menghitung jumlah kalori. Kebutuhan energi basal 25-30kkal/kb BB ideal perhari. Faktor
penentu kebutuhan kalori terdiri dari jenis kelamin, umur, aktifitas, BB dan stress.
2. Karbohidrat yang dianjurkan 45-55% total asupan energy, diutamakan tinggi serat,
distribusi 3X makan/hari. Protein yang dianjurkan 10-20% total asupan energy. Lemak
yang dianjurkan 20-25% dari total asupan energy. Serat yang dianjurkan kurang lebih
25g/hari. Pembagian porsi makan terdiri dari makan pagi 25%, makan siang 30%, makan
malam 30%, makan selingan 10-15%.
3. Pedoman pemberian makanan pada pasien Diabetes dengan 3J, Jadwal (3x makan utama,
2-3x makan selingan), Jumlah (volume, bahan makanan dan kandungan zat gizi sesuai
anjuran), Jenis (bervariasi dapat menggunakan bahan makanan penukar).

MATERI 2: TERAPI ORAL INDIVIDUAL Oleh dr.IGN Adhiarti,Sp.PD,KEMD

1. Ada banyak jenis/golongan obat antihiperglikemik yang tersedia seperti biguanide,


sulfonylurea, thiazolindinedione (TZD), glucosidas inhibitors, DPP-IV inhibitors dan
GLP-1 receptor agonist. Setiap golongan memiliki target organ, farmakologi, efikasi dan
profil keamanan yang berbeda-beda.
2. Algoritme pengobatan membantu memilih pengobatan untuk setiap pasien..
MATERI 3: INISIASI INSULIN BAGI PASIEN RAWAT JALAN DMT2 Oleh dr. WaluyoDwi
Chayono, Sp.PD,KEMD,FINASIM

1. Terapi insulin diperlukan jika pada DM didapatkan penurunan berat badan secara drastis,
Hiperglikemia berat diikuti dengan ketosis, KAD, HONK, hiperglikemia diikuti dengan
laktat asidosis, kegagalan kombinasi OAD dengan dosis optimal, infeksi sistemik,
pembedahan mayor, gestational DM, kerusakan berat fungsi ginjal dan hati,
kontraindikasi terhadap OAD.
2. Pendekatan secara bertahap direkomendasikan pada pengobatan DMT2, naikan
pengobatan dari modifikasi gaya hidup ke terapi oral, ke insulin, sampai ke intensifikasi
dosis, sesuai kebutuhan.
3. Mulai dengan insulin basal (kerja panjang) suntikan tunggal malam hari/ pagi hari
dengan dosis harian 10U atau 0,2 U/kg cek GDP perhari, naikan dosis 2U per 3 hari
sampai GDP 70-30mg/ dL jika GDP >180mg/dl naikan dosis 4U/3hari, jika terjadi
hipoglikemia atau GDP <70mg/dl kurangi dosis insulin di malam hari >4U, lanjutkan
regimen dan cek A1C tiap 3 bulan.
4. Penting untuk menyesuaikan terapi yang tepat untuk pasien yang tepat, dengan
memperhatikan karakteristik pasien dan regimen insulin.
5. Follow up untuk memasatikan setiap hambatan yang terkait dengan kepatuhan terhadap
pengobatan dapat diidentifikasi.

MATERI 4: INSULIN DELIVERY: TEKNIK INJEKSI INSULIN Oleh dr. Irwin, Sp.PD

1. Insulin dapat diberikan secara sub cutaneous (SC) di abdominal 3jari dari pusat, di paha
dan lengan atas. Penyuntikan insulin harus selalu di rotasi di tempat yang berbeda. Efek
samping penyuntikan insulin adalah lypodysthropy & lypohyperthropy.
2. Pada pasien obesitas penyuntikan insulin di abdominal tidak perlu di cubit.
3. Teknik penyuntikan pen insulin pertama gulung pena insulin diantara kedua telapak
tangan sampai dengan 10x atau gerakkan pena insulin keatas dank e bawah sebanyak
10x, pasang jarum, buka penutup luar dan dalam jarum (jangan di buang), setting 2 unit,
ketuk dan tekan tombol untuk membuang gelembung udara. Gunakan jarum baru setiap
kali penyuntikan.

MATERI 5: INDIKASI RUJUKAN PASIEN DENGAN PENANGANAN YANG SULIT Oleh


dr. IGN Adhiarta,Sp.PD,KEMD
1. Sumber daya untuk penapisan/skrining dan pengelolaan diabetes dapat ditemukan dalam
kelompok POSBINDU PTM, layanan kesehatan primer, klinik swasta dan Rumah sakit.
2. Dokter dilayanan kesehatan primer berfungsi sebagai gatekeeper terhadap layanan
kesehatan lainnya. Rujukan mungkin di perlukan untuk suatu keadaan yang kompleks
atau emergency.
3. Indikasi merujuk pasien DM adalah tidak tercapainya target yang diinginkan dengan
kombinasi OAD yang maksimal, adanya komplikasi kronik yang baru, komplikasi terlalu
kompleks untuk di kelola, hipoglikemia berat, ketoasidosis dan HONK.

DAY 3

MATERI 1: RENCANA KERJA & PEMBAHASAN PROGRAM PDCI OUTCOME


ASSESSMENT TOOLS Oleh Prof. dr. Pradana Soewondo,Sp.PD,KEMD,FINASM

1. Tujuan program PDCI ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan para dokter dalam
penanganan diabetes di Indonesia secara komprehensif.
2. Tujuan PDCI outcome assessment untuk mengetahui profile pasien DMT2, melihat pola
penanganan medis pasien DMT2, membantu mengevaluasi praktek klinis terkini dengan
menagcu pada kosensus PERKENI maupun standard of medicine care ADA.

MATERI 2: DETEKSI DINI KOMPLIKASI AKUT Oleh dr. Irwin, Sp.PD

1. Komplikasi akut DM terdiri dari Hipoglikemia, krisis hyperglikemia (KAD, HHS).


2. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum (<70mg/dl) dengan atau tanpa
adanya gejala-gejala system otonom. Tanda dan gejala hipoglikemia terdiri dari
autonomic (rasa lapar, pucat, berkeringat, takikardi, gelisah) neuroglycopenic (pusing,
lemah lesu, pandangan kabur, hipotermia, kejang). Pengobatannya memerlukan konsumsi
makanan tinggi gula (karbohidrat simple), glukosa 15-20g (2-3 sendok makan) yang di
larutkan dalam air. Jika hipoglikemia diakibatkan oleh insulin turunkan dosis insulin 10-
20% pada pemberian berikutnya. Pada hipoglikemia berat yang ada gejala dan tanda
neuroglykopenia terapi parenteral diperlukan glukosa 40% 25cc diikuti dengan infus
D5% atauD10%.
3. Ketoasidosis Diabetic (KAD) memiliki 3 karakteristik yakni hiperglikemia yang tidak
terkontrol, asidosis metabolic, peningkatan badan keton, biasanya terjadi dalam waktu
singkat (<24jam). Gambaran klinisnya berupa perubahan status mental, tanda dehidrasi,
pernapasan kussmaul dan biasa di cetuskan oleh infeksi. Penanganan awal dengan
rehidrasi 3.5-5L NS selama 5 jam pertama.
4. Hyperosmolar hyperglycemic syndrome (HHS) memiliki karakteristik hiperglikemia
berat, hiperosmolaritas, dehidrasi, tidak adanya ketoasidosis. Gambaran klinisnya mirip
KAD, terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Terapi sama seperti KAD.

MATERI 3: DETEKSI DINI KOMPLIKASI KRONIK Oleh dr. Waluyo Dwi


Cahyono,Sp.PD,KEMD,FINASIM

1. Komplikasi mikrovaskular pada DM berupa retinopati, nefropati, dan neuropati.


Perubahan mikrovaskular pada pasien DM ini mulai terjadi saat pasien terdiagnosi DM.
Sangat penting untuk melakukan skrining untuk mencari komplikasi secara dini, semua
risiko komplikasi dapat dikurangi dengan mengendalikan gula darah.
2. Deteksi dini/skrining Retinopati Diabetik (RD) pada pencegahan sekunder menurunkan
angka kebutaan. Skrining yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dini RD dengan
melakukan foto retina saat terdiagnosis DM dan dilakukan edukasi, lalu di grading jika
ditemukan RD pasien harus diperiksa kembali oleh dokter spesialis mata dan diterapi,
jika tidak ditemuakan RD maka pasien di periksa kembali setelah 6 bulan/1 tahun.
3. Nefropati terjadi pada 20-40% pasien dengan diabetes dan merupakan penyebab utama
terjadinya End Stage Renal Disease (ESRD). Skrining nefropati diabetes dapat dilakukan
dengan mengukur rasio albumin : kreatinin pada urin sewaktu setidaknya setahun sekali
untuk mendeteksi adanya microalbuminuria. Standar pengobatan nefropati diabetic
dengan mengoptimalkan kendali gula darah dan kendali tekanan darah dan mengurangi
asupan kaya protein.
4. 60-70% individu dengan diabetes mengalami neuropati, jenis-jenis neuropati terdiri dari
Distal Symmetric Sensorimotor Polyneuropaty (DPN), neuropati otonom, neuropati fokal
dan multifokal. Gejala neuropati yang sering dialami yaitu baal, tebal, kesemutan, atau
nyeri di jari kaki dan tangan, gangguan pencernaan, mual dan muntah, diare, hipotensi
ortostatik, disfungsi ereksi dan kelemahan. Pasien sering mengalami progresifitas
penyakit DPN ringan-berat saat didiagnosis DM, DPN dapat menjadi komorbid terhadap
penyakit mikrovaskular lain seperti Peripheral Artery Disease (PAD). Skrining DPN
dilakukan saat diagnosis dan selanjutnya setahun sekali. PAD berhubungan dengan
penyakit infark miocard, ketidakmampuan fungsional, dan hilangnya anggota gerak
akibat diabetic foot. Skrining PAD dengan memeriksa Ankle-Bracial Index (ABI).

MATERI 4 : PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI KAKI DIABETES Oleh dr. Em Yunir,
Sp.PD,KEMD

1. Kaki diabetes adalah salah satu komplikasi kronik diabetes, patofisiologinya sangat
kompleks. Proses penyembuhan luka yang lama berisiko ulkus menjadi kronik dan
meningkatkan insiden amputasi. Kebanyakan ulkus atau luka pada diabetic foot dapat
dicegah dengan deteksi dini dan pencegahan pada yang memiliki factor risiko.
2. Factor risiko diabetic foot adalah neuropati perifer, PAD, deformitas kaki, riwayat ulkus
dan amputasi, pengguanaan alas kaki yang tidak sesuai, kurangnya perawatan kesehatan
kaki. Adanya kelainan dari neuropati autonom menurunkan produksi kelenjar keringat
sehingga kulit kaki kering mangakibatkan elastisitas kulit berkurang, tekanan yang
berulang menyebabkan terbentuk callus/fissure yang mengakibatkan ulkus. Adanya
neuropati sensori mengakibatkan kehilangan sensasi, penurunan sensasi nyeri, suhu dan
proprioseptik.
3. Pemeriksaan kaki diabetes secara menyeluruh, mendeteksi adanya deformitas pada kaki
seperti hammertoes, claw toes, dan halux valgus. Mendeteksi adanya callus, ulkus, corn.
Pemeriksaan kulit mendeteksi adanya lecet atau perlukaan di jari kaki, ulkus yang tidak
sembuh. Mendeteksi kelainan pertumbuhan dan warna kuku. Mendeteksi neuropati pada
kaki dan vaskularisasi dengan ABI dan color Doppler.
4. Program pencegahan diabetic foot dengan melakukan pengecekan kaki setiap hari,
menggunakan alas kaki yang sesuai, beli sepatu di sore hari, bersihkan kaki secara lembut
dengan sabun dan keringkan, potong kuku secara horizontal, periksakan kesehatan kaki
ke ahli yang professional secara teratur, gunakan pelembab secara rutin.

Pelaksana: 1. dr. Tri Widiastuti,


2, dr. Sinta

Anda mungkin juga menyukai