Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem kardiovaskuler memiliki fungsi yang penting untuk sirkulasi

darah, jika terjadi gangguan mekanisme kompensansi kardiovaskuler yang

mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal, maka akan terjadi

peningkatan tekanan darah diatas normal yang disebut hipertensi. Mekanisme

tersebut terjadi melalui sistem neurohormonal dan kardiovaskuler.

Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada

organ - organ lain yang berhubungan dengan sistem - sistem tersebut. Misalnya

otak, jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi

tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit

kardiovaskuler secara premature.

Penyakit pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan

penyakit jantung hipertensi. Penyakit pada jantung ini bisa terjadi pada otot

jantung karena mengalami penebalan ( hipertropi ) dan juga dapat terjadi pada

pembuluh darah koroner yang mengalami proses arteroklerosis yang dipercepat.

Dalam kenyataannya, antara kedua mekanisme penyakit jantung tersebut

terdapat kaitan erat dan sering terjadi secara bersama. HHD juga merupakan

penyakit kardiovaskuler yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan Survei

Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) tahun 2001, kematian akibat penyakit

1
jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data

kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7%. Faktor resiko utama penyakit

jantung dan pembuluh darah adalah hipetensi, di samping hiperkolesterollemia

dan diabetes melitus.

Dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) menyatakan, prevalensi hipertensi di

Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara 17 - 21%. Data secara

nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di

Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak

menyadari kondisi penyakitnya, ujarnya pada Peringatan Hari Hipertensi 2007 di

RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui

hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan

baik ( adequately treated cases ). Padahal hipertensi merupakan penyebab utama

penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan hati dan ginjal sehingga membutuhkan

biaya yang tidak sedikit. Hal ini merupakan beban yang besar baik untuk

keluarga, masyarakat maupun negara, kata Dr. Siti Fadilah.

Dengan adanya permasalahan diatas, perawat dituntut untuk dapat

memberikan perawatan yang intensif bagi pasien kardiovaskuler. Oleh karena itu,

kelompok tertarik untuk mengangkat tema Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Hipertensi Heart Disease ( Penyakit Jantung Hipertensi ) sebagai

judul makalah kelompok.

2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan

gambaran dan pengalaman yang nyata dalam memberikan Asuhan

Keperawatan pada Klien dengan Hipertensi Heart Disease.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah diharapkan

mahasiswa mampu :
a. Memahami anatomi dan fisiologi jantung.
b. Memahami definisi HHD.
c. Memahami etiologi dari HHD.
d. Memahami patofisiologi dari penyakit HHD.
e. Memahami penatalaksanaan medis pada pasien HHD.
f. Melakukan pengkajian pada pasien dengan HHD.
g. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan HHD.
h. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan HHD.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode studi kepustakaan.

Dalam metode studi kepustakaan yang digunakan adalah berbagai sumber

literatur yang berkaitan dengan keperawatan medikal bedah HHD ( Hipertensi

Heart Disease ), anatomi dan fisiologi jantung, asuhan keperawatan pada pasien

dengan HHD dan dari internet.

D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Terdiri dari anatomi dan fisiologi jantung, definisi jantung hipertensi,

etiologi, patofisiologi, yang terdiri dari proses perjalanan penyakit,

manifestasi klinis dan komplikasi, penatalaksanaan medis, pengkajian

keperawatan, diagnosa dan perencanaan keperawatan.

BAB III PENUTUP


3
Terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung

1. Anatomi Jantung

Jantung merupakan pompa dari otot yang dibagi pada setiap sisi

dalam dua ruang yaitu atrium dan ventrikel. Masing masing dipisahkan oleh

katup, trikuspidalis di sebelah kanan, mitral di sebelah kiri (Syaifuddin.1997).

4
a. Letak Jantung

Jantung berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di

dalam dada, batas kanannya tepat pada sternum kanan dan apeksnya pada

ruang interkostalis kelima kiri pada linea midclavicular.

Hubungan jantung adalah pada bagian atas terdapat pembuluh

darah besar ( aorta, truncus pulmonalis, dll. ), pada bagian bawah

berhubungan dengan diafragma, pada setiap sisi ada paru, sedangkan

bagian belakang aorta decendens, oesophagus, dan columna vertebralis.

b. Ruang Jantung

1) Atrium Kanan

Atrium kanan berada pada bagian kanan jantung dan terletak

sebagian besar di belakang sternum. Darah memasuki atrium kanan

melalui : vena cava superior pada ujung atasnya, vena cava inferior

pada ujung bawahnya dan sinus coronaries ( vena kecil yang

5
mengalirkan darah dari jantung sendiri ). Auricula dextra adalah

penonjolan runcing kecil dari atrium, terletak pada bagian depan

pangkal aorta dan arteri pulmonalis. Pada sisi atrium lubang

atrioventrikular kanan membuka ke dalam ventrikel kanan.

2) Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan adalah ruang berdinding tebal yang

membentuk sebagian besar sisi depan jantung. Valva atrioventricular

dextra ( tricuspidalis ). Katup ini terbentuk dari selapis tipis jaringan

fibrosa yang ditutupi pada setiap sisinya oleh endocardium. Katup

trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup. Tepi bebas setiap daun katup

melekat pada chordae tendinae ( tali jaringan ikat tipis ) pada

penonjolan kecil jaringan otot yang keluar dari myocardium dan

menonjol ke dalam ventrikel. Lubang pulmonalis ke dalam arteria

pulmonalis berada pada ujung atas ventrikel dan dikelilingi oleh valva

pulmonalis, terdiri dari tiga daun katup semilunaris.

3) Atrium Kiri

Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada

bagian belakang jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri

pada tiap sisi, membawa darah dari paru. Atrium membuka ke bawah

ke dalam ventrikel kiri melalui lubang arterioventrikular. Aurikula

sinistra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium, terletak pada sisi

kiri pangkal aorta.

4) Ventrikel Kiri

6
Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri

dan belakang jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal

daripada ventrikel kanan.

c. Jaringan atau Lapisan Jantung

1) Myocardium

Membentuk bagian terbesar dinding jantung. Myocardium tersusun dari

serat serat otot jantung yang bersifat lurik dan saling berhubungan

satu sama lainnya oleh cabang cabang muscular.

2) Endocardium

Merupakan lapisan dalam jantung yang melapisi bagian dalam rongga

jantung dan menutupi katup pada kedua sisinya. Terdiri dari selapis sel

endotel, di bawahnya terdapat lapisan jaringan ikat yang licin dan

mengkilat.

3) Pericardium

Adalah kantong fibrosa yang menutupi seluruh jantung. Pericardium

merupakan kantong berlapis dua yaitu pada kedua lapisan saling

bersentuhan dan saling meluncur satu sama lain dengan bantuan cairan

yang disekresikan dan melembabkan permukaannya. Jumlah cairan

yang ada normal sekitar 20 ml.

d. Siklus Jantung

Siklus jantung adalah urutan kejadian dalam satu denyut jantung.

Siklus ini terjadi dalam dua fase yaitu diastole dan sistole.

1) Diastole

Adalah periode istirahat yang mengikuti periode kontraksi.

Darah vena memasuki atrium kanan melalui vena cava superior dan
7
inferior. Darah yang teroksigenasi melewati atrium kiri melalui vena

pulmonalis. Katup tricuspidalis dan katup mitralis tertutup dan

mencegah darah masuk atrium dan ke dalam ventrikel sedangkan pada

saat yang bersamaan katup pulmonalis dan aorta tertutup, mencegah

kembalinya darah dari arteri pulmonalis ke dalam ventrikel kanan dan

dari aorta ke dalam ventrikel kiri.

Kemudian dengan bertambah banyaknya darah yang

memasuki kedua atrium, tekanan di dalamnya meningkat dan ketika

tekanan di dalamnya lebih besar dari ventrikel, katup

arterioventrikular terbuka dan darah mulai mengalir dari atrium ke

dalam ventrikel.

2) Sistole

Sistole adalah periode kontraksi otot. Berlangsung selama 0,3

detik. Suatu keadaan yang dirangsang oleh nodus sino atrial,

dinding atrium berkontraksi, memeras sisa darah dari atrium ke dalam

ventrikel. Ventrikel melebar untuk menerima darah dari atrium dan

kemudian mulai berkontraksi.

Ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam

atrium, katup atrioventrikular menutup. Chordae tendinea mencegah

katup terdorong ke dalam atrium. Ventrikel terus berkontraksi, katup

pulmonalis dan aorta membuka akibat peningkatan tekanan ini. Darah

menyembur keluar dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonalis

dan darah dari ventrikel kiri menyembur ke dalam aorta. Kontraksi

otot kemudian berhenti dan dengan dimulainya relaksasi otot, siklus

baru dimulai.

8
e. Denyut Jantung

Nodus sino atrial ( nodus SA atau pacemaker jantung ) adalah

daerah kecil serat otot dan sel saraf yang terletak pada dinding jantung di

dekat tempat masuk vena cava superior. Pada awal sistole gelombang

kontraksi mulai pada nodus ini dan menyebar melalui dinding kedua

atrium, merangsang atrium untuk berkontraksi. Kontraksi atrium ini tidak

menyebar ke ventrikel karena tidak dapat melalui cincin jaringan ikat

yang memisahkan atrium dari ventrikel, kemudian mencapai dan

merangsang nodus atrioventrikularis.

f. Kontrol Saraf Pada Jantung

Jantung mempunyai inervasi ganda yang mengontrol fungsi nodus

SA dan mempersiapkan jantung untuk perubahan kondisi. Serat simpatis

melewati ganglion pars cervikalis truncus symphaticus dan mentransmisi

impuls dan meningkatkan kekuatan kontraksi. Serat parasimpatis

mencapai jantung melalui cabang cabang nervus ( cranialis X ) dan

mentransmisikan impuls yang memperlambat kontraksi. Saraf pusat lebih

tinggi yang terlibat adalah cortex cerebri, hypothalamus, dan pusat

jantung pada medulla oblongata yang terdiri dari pusat

kardio akselerator dan pusat kardio inhibitor.

g. Curah Jantung

Curah jantung bergantung pada frekuensi denyut jantung, pada saat

istirahat biasanya sekitar 70 kali per menit. Isi sekuncup yaitu jumlah

darah yang keluar dari ventrikel pada setiap denyut. Saat istirahat

biasanya sekitar 70 ml, sedangkan pada latihan ringan meningkat sampai

125 ml.
9
Curah sekuncup dikontrol oleh perubahan panjang serat otot

jantung. Makin panjang ( pada otot yang sehat ) makin besar

kontraksinya. Curah jantung diukur dengan mengukur jumlah oksigen

yang diambil oleh paru per menit dan berbagai teknik dilusi dengan zat

pewarna, isotop radioaktif, dll.

h. Bunyi Jantung

Jantung menghasilkan bunyi selama denyutnya, suara dapat

terdengar bila telinga diletakkan pada dinding dada atau dengan bantuan

stetoskop.

1) Bunyi jantung I

Suara lembut seperti lub . Bunyi ini dihasilkan oleh tegangan

mendadak katup mitralis dan trikuspidalis pada permulaan sistol

ventrikel. Spliting bunyi jantung I menjadi dua diakibatkan oleh

penutupan kedua katup yang tidak bersamaan akibat salah satu

ventrikel berkontraksi sesaat setelah ventrikel lain.

2) Bunyi jantung II

Suara seperti dub . Bunyi ini dihasilkan oleh getaran yang

disebabkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonalis. Spliting bunyi

jantung II menjadi dua terjadi selama inspirasi adalah normal dan

paling baik terdengar pada orang usia muda. Hal ini diakibatkan oleh

sedikit keterlambatan penutupan katup pulmonalis karena aliran darah

ke dalam ventrikel kiri.

Selain itu suara lain yang terdengar adalah :


10
1) Bunyi jantung III

Adalah suara rendah yang lembut dan terdengar setelah bunyi jantung

II pada sebagian besar anak anak dan beberapa dewasa muda.

Akibat pengencangan mendadak daun katup mitralis.

2) Bunyi jantung IV

Bunyi ini adalah suara yang rendah dan lembut yang mendahului

bunyi jantung I dan terdengar ketika salah satu atrium berkontraksi

lebih kuat dibandingkan dengan yang lain. Diafragma stetoskop

digunakan untuk mendengarkan suara berfrekuensi tinggi. Genta

digunakan untuk mendengarkan suara berfrekuensi rendah.

Fonokardiografi adalah metode untuk mendengarkan bunyi jantung

dan murmur oleh mikrofon yang ditempelkan pada dada dan

dihubungkan dengan alat perekam.

3. Fisiologi Jantung

Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di

pusat dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing - masing memiliki

ruang sebelah atas ( atrium ) yang mengumpulkan darah dan ruang

sebelah bawah ( ventrikel ) yang mengeluarkan darah

( http://www.sidenreng.com )

Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel

memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar.

Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan

11
membersihkan tubuh dari hasil metabolisme ( karbondioksida ). Jantung

melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang

kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam

paru - paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang

karbondioksida, jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya

oksigen dari paru - paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.

Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi

darah ( disebut diastole ), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa

darah keluar dari ruang jantung ( disebut sistole ). Kedua atrium

mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga

mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.

Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak

karbondioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena besar ( vena

kava ) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah,

dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan. Darah dari ventrikel

kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis,

menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat

kecil ( kapiler ) yang mengelilingi kantong udara di paru - paru, menyerap

oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan.

Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis

menuju ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung,

paru - paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam

atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan

memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk

12
ke dalam aorta ( arteri terbesar dalam tubuh ). Darah kaya oksigen ini

disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.

B. Definisi Jantung Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan dari tekanan sistolik di atas standar

dihubungkan dengan usia. Tekanan darah normal adalah refleksi dari cardiac

output ( denyut jantung dan volume strock ) dan resensi peripheral ( Yasmin, Ni

luh Gede A. 1993 ).

Hipertensi adalah peninggian tekanan darah di atas normal. Ini termasuk

golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi

kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal

( Basha, Adnil ).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah

gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi,

yang dibawa darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

Tubuh akan bereaksi yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras

untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan

menetap, timbulah gejala yang disebut penyakit tekanan darah

tinggi ( http://ratnarespati.com ).

Hipertensi Heart Disease ( HHD ) adalah istilah yang diterapkan untuk

menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle

hyperthrophy ( LVH ), aritmia jantung, penyakit jantung koroner dan penyakit

jantung kronis yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara

langsung maupun tidak langsung ( by Mohd Syis Bin Zulkipli ).

C. Etiologi

13
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan retina, seperti

perdarahan, eksudat ( kumpulan cairan ), penyempitan pembuluh darah dan pada

kasus berat, edema pupil ( edema pada diskus optikus ).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala

sampai bertahun tahun. Gejala menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan

manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh

darah bersangkutan. Perubahan pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

yaitu peningkatan urinasi pada malam hari dan azetoma yaitu peningkatan

nitrogen urea darah dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

paralisis sementara pada satu sisi ( hemiplegia ) atau gangguan tajam penglihatan

( Smeltzer, Bare. 2001 ).

Crowin ( 2002 : 359 ) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

timbul setelah mengalami hipertensi bertahun tahun berupa :

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakaranial.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,

muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba tiba, tengkuk

terasa pegal dan lain lain ( Novianti. 2006 ).

D. Patofisiologi

1. Proses Perjalanan Penyakit

14
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis ke

ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf

simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi

sangat sensitif terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal

mengsekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon

vasokontriktor pembuluh darah.

Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor yang kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

15
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut

cenderung mencetus faktor hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada

usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume

sekuncup ), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan

tahanan perifer ( Smeltzer, Bare. 2001 ).

Patoflow Hipertensi Heart Disease


Rangsangan pusat vasomotor Kelenjar adrenal terangsang
(impuls)

Epinefrin
Ganglia simpatis
(saraf simpatis) Aktivitas vasokontriksi

Neuron Preganglion Penurunan aliran darah ke


ginjal

16 Pelepasan renin

Merangsang sekresi
Volume intravaskuler
Na danIIIair
Angiotensin
Angiotensin
Retensi
aldosteron
Asetilkolin

Merangsang serabut saraf


pasca ganglion

Norepineprin

Kontriksi
pembuluh darah

HIPERTENS
HIPERTENS
II
curah Perubahan
jantung pemenuha
n nutrisi

Rasa nyaman : Perubahan Intoleran Koping


Koping individu
individu Kurang
nyeri perfusi jaringan si tidak
tidak efektif
efektif
pengetahuan
aktivitas

Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.

2. Manifestasi Klinis

Dekompensasi kordis dengan edema paru yang ditandai dengan

edema, dispneu, sianosis, takikardi, ronki, kardiomegali suara bising jantung

dan hepatomegali.

3. Komplikasi

a. Hipertensi enchepalopati

17
b. Gagal jantung kiri, ditandai dengan : dispnea, ortopnea, sesak malam hari,

mudah lelah edema pulmonal dengan tanda nadi lemah dan cepat.

Pernafasan tersengal, peningkatan tekanan vena, penurunan haluaran urine,

sianosis, batuk dahak.

c. Gagal jantung akan ditandai dengan : edema pitting, pembuluh limpe dan

hati, ikterik, masalah kogulasi, asites, efusi pleura, distensi vena jugularis,

peningkatan BB, anorexia, lemah fisik, S3.

d. Penyakit serebrovaskuler

e. Gagal ginjal

E. Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan ditujukan untuk :

a. Menurunkan tekanan darah menjadi normal.

b. Mengobati payah jantung karena hipertensi.

c. Mengurangi morbilitas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular.

d. Mengurangi faktor resiko terhadap penyakit kardovaskuler semaksimal

mungkin.

2. Untuk mengurangi tekanan darah, dapat ditinjau tiga faktor fisiologis yaitu :

a. Mengurangi isi cairan intravaskuler dan Na darah.

b. Mengurangi aktivitas dan susunan saraf simpatis dan respon

kardiovaskuler terhadap rangsangan adrenergic dengan obat dari golongan

antisimpatis.

c. Mengurangi tahanan perifer dengan obat vasodilator.

18
3. Golongan obat obat Anti Hipertensi

a. Diuretik

Cara kerja diuretik adalah :

1) Membantu ginjal membuang garam dan air

2) Menyebabkan pelebaran pembuluih darah

3) Meningkatkan aktivitas susunan saraf simpatis

4) Meningkatkan aktivitas renal presor ( rennin angiotensin aldosteron )

5) Meningkatkan tahanan perifer ( afterload ) dan rangsangan otot jantung.

b. Golongan Anti Simpatis

Obat golongan anti simpatis bekerja mempengaruhi susunan saraf simpatis

atau respon jantung terhadap rangsangan simpatis.

1) Golongan yang bekerja sentral : Reserpin, Alfa Metoldopa, Klonidin dan

Guanabenz.

2) Golongan yang bekerja perifer : Penghambat ganglion ( guanetidin,

gunadril ) penghambat alfa ( prazosin ) dan penghambat andrenergik.

c. Vasodilator

1) Yang bekerja langsung : Hidralazin dan Minoksidil

2) Yang bekerja tidak langsung : penghambat ACE ( kaptopril, enalapril ),

prazosin, antagonis kalsium.

F. Pengkajian Keperawatan

Menurut Aziz Alimul H yang dikutip dari buku Kebutuhan Dasar

Manusia tahun 2006, pengkajian merupakan langkah pertama dari proses

keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data atau perolehan data yang akurat

dari pesies guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada.

19
Perawat juga harus memiliki berbagai pengetahuan, diantaranya

pengetahuan tentang biopsikososial dan spiritual bagi manusia, pengetahuan

tentang tumbuh kembang manusia pengetahuan tentang konsep sehat sakit,

pengetahuan tentang patofisiologi tentang penyakit yang dialami. Selain itu,

perawat juga harus memiliki kemampuan melakukan observasi secara sistematis

kepada pasien, kemampuan berkomunikasi secara verbal maupun non verbal,

menciptakan hubungan yang saling membantu, membangun kepercayaan dan

kemampuan melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik keperawatan.

Pengkajian pada pasien HHD meliputi :

1. Data Biografi ( Usia, Jenis kelamin )

2. Keluhan Utama

a. Sakit kepala

b. Pucat

c. Mual, muntah

d. Vertigo

e.Takikardi

f. Denyut jantung cepat dan kuat

g. Sesak nafas

h. Nyeri dada

i. Batuk berdahak

j. Mudah lelah

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Dahulu

1) Riwayat hipertensi diakui oleh pasien kurang lebih 2 tahun

20
2) Riwayat reumatik diakui oleh pasien

3) Riwayat penyakit asma disangkal oleh pasien

4) Riwayat penyakit gula disangkal

5) Pasien merokok

b. Riwayat Penyakit Keluarga :

1) Istri pasien mempunyai penyakit yang sama dengan pasien

2) Riwayat penyakit hipertensi

4. Pengkajian Data Dasar

a. Aktivitas dan istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafs pendek, gaya hidup monoton

Tanda : Frekuensi jantung meningkat dan takipneu

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner

atau katup dan penyakit serebro vaskuler

Tanda : Kenaikan tekanan darah, denyut nadi jelas dari karotis,

jugularis, radialais, denyut apikal, takikardi, disritmia,

desiran vaskuler, bunyi jantung terdengar S1 pada dasar S3

( CHF dini ), S4 ( pergeseran ventrikel atau hipertrofi

ventrikel kiri ), mur mur stenosis vaskuler, perubahan

warna kulit, suhu dingin, kulit pecah, sianosis, diaphoresis

kongesti hipoksemia, kemerahan ( feokromositoma ).

c. Integritas ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria

atau marah kronik ( dapat mengindikasikan kerusakan

21
serebral ), sters multiple ( hubungan, keuangan, yang

berkaitan dengan keuangan ).

Tanda : Pengekspresian suasana hati, gelisah, penyempitan kontinyu

perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, otot

muka tegang ( khususnya sekitar mata ), gerakan fisik cepat,

pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( seperti infeksi atau

obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu ).

e.Makanan atau cairan

Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, ( seperti makanan

yang digoreng, keju, telur ), gula gula yang berwarna

hitam, kandungan tinggi kalori, mual, muntah, perubahan

berat badan ( meningkat dan menurun ) dan penggunaan

diuretik.

Tanda : Berat badan normal atau obesutas, adanya edema, glukosuria

( hampir 10 % pasien hipertensi adalah diabetik ).

f. Neurosensori

Gejala : keluhan pening atau pusing, berdebyut, sakit kepala

suboksipital ( terjadi saat bangun dan spontan menghilang

setelah beberapa jam), gangguan penglihatan ( diplopia,

penglihatan kabur ).

22
Tanda : Perubahan keterjagaan, orientasi, pola atau isi bicara, efek,

proses pikir, atau memori ( ingatan ).

g. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala : Sakit kepala oksipital berat yang pernah terjadi sebelumnya.

h. Pernafasan

Gejala : Dipsneu, takipneu, ortpneu, dipsneu noctural paroxysmal,

batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum dan riwayat

merokok.

Tanda : Disters respirasi atau penggunaan otot aksesoro pernafasan,

bunyi nafas tambahan ( krakles atau mengi ), dan sianosis.

i. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi atau cara berjalan

j. Pembelajaran dan penyuluhan

Gejala : Faktor faktor resiko keluarga seperti hipertensi,

aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit

serebrovaskuler atau ginjal.

G. Diagnosa Keperawatan

Merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat

sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau

potensial ( Carpenito, 1995 ). Diagnosa keperawatan memberikan dasar

pamilihan intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawat.

23
Untuk menyusun diagnosa keperawatan yang tepat dibutuhkan berbagai

pengetahuan dan keterampilan, diantaranya kemampuan dalam memahami

beberapa masalah keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan

karakterisktiknya, beberapa ukuran normal dari masalah tersebut, kemampuan

dalam memahami beberapa mekanisme penanganan masalah, berpikir kritis, serta

mengambil kesimpulan dari masalah.

Diagnosa keperawatan pada pasien HHD adalah :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertrofi ventrikuler,

vasokontriksi, iskemia miokard, peningkatan afterload.

2. Perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan

metabolic, pola hidup monoton.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler cerebral.

4. Perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan

dengan gangguan sirkulasi.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional,

relaksasi tida adekuat, system pendukung tidak adekuat, persepsi tidak

realistic, metode koping tidak efektif.

7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan

berhubungan dengan kurang pengetahuan, keterbatasan kognitif.

H. Rencana Keperawatan

24
Tahap ini merupakan proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan, atau mengurangi

masalah masalah pasien ( Alimul H, Aziz. 2006 ).

Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan

yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, diantaranya

pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan

pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya,

kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan,

serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi

tujuan, menulis intruksi keperawatan dan bekerjasama dengan tenaga kesehatan

lainnya.

Adapun intervensi keperawatan yang dapat disusun pada pasien HHD yaitu :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertrofi ventrikuler,

vasokontriksi, iskemia miokard, peningkatan afterload.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan curah jantung

yang kembali efektif.

Kriteria Hasil :

TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60 - 100 x/menit,

S : 36,1 - 37,5 C, RR : 16 - 20 x/menit ), irama dan bunyi jantung stabil,

klien rileks, sianosis tidak ada, akral hangat, nyeri dada berkurang atau

hilang, denyut nadi teratur, kuat, nadi perifer teraba, krakles atau mengi

tidak ada.

25
Intervensi

a. Pantau tekanan darah, ukur pada kedua tangan untuk evaluasi awal.

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran tentang

masalah vaskuler. Hipertensi berat diklasifikasikan tekanan diastolic

sampai 130 mmHg. Hipertensi sistolik juga merupakan factor resiko untuk

penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90 - 115 mmHg.

b. Catat dan observasi keberadaan, kualitas, denyutan sentral dan perifer.

Rasional : Efek dari vasokontriksi dan kongesti vena adalah denyutan

karotis, jugularis, radialis dan femoralis teraba, sedangkan denyut pada

tungkai mungkin menurun.

c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.

Rasional : S4 umumnya terdengar pada pasien hipertensi berat karena

adanya hipertrofi atrium. Perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi

ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles dan mengi dapat

mengindikasikan kongesti paru sekunder akibat terjadinya gagal jantung

kronik.

d. Amati dan observasi warna kulit, kelembapan, suhu dan masa pengisian

kapiler.

Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian

kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau

mencerminkan penurunan curah jantung.

e. Catat dan observasi edema umum atau tertentu.

Rasional : Mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau

vaskular.

26
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktifitas atau keributan

lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.

Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis dan

meningkatkan relaksasi.

g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur, bantu

pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kebutuhan.

Rasional : Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi

tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.

h. Lakukan tindakan - tindakan yang nyaman seperti pijat punggung dan

leher dan meninggikan kepala tempat tidur.

Rasional : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan

rangsangan simpatis.

i. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas penglihatan.

Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,

membuat efek tenang sehingga akan menurunkan tekanan darah.

j. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.

Rasional : Respon terhadap terapi obat diuretic, inhibitor simpatis dan

vasodilator.

k. Kolaborasi :

1) Berikan diuretic sesuai indikasi misalnya tiazid atau klorotiazid.

Rasional : Tiazid mungkin digunakan untuk menurunkan

tekanan darah pada pasien dengan fungsi ginjal yang relative normal.

Diuretik ini memperkuat agen - agen antihipertensif lain dan membatasi

retensi cairan.

27
2) Berikan inhibitor simpatis sesuai indikasi misalnya propanolol.

Rasional : Secara umum menurunkan tekanan darah melalui

efek kombinasi penurunan tahanan total perifer, menurunkan curah

jantung, menghambat aktivitas simpatis dan menekan pelepasan renin.

3) Berikan vasodilator sesuai indikasi misalnya minoksidil.

Rasional : Mengobati hipertensi berat, vasodilatasi vaskuler

jantung sehat dan meningkatkan aliran darah.

4) Berikan agen - agen anti adrenergik sesuai indikasi misalnya blocker

prazosin.

Rasional : Bekerja pada pembuluh darah untuk mempertahankan

agar tidak kontriksi.

5) Berikan blocker neuron adrenergic sesuai indikasi misalnya quanetidin.

Rasional : Menurunkan aktivitas kontriksi arteri dan vena pada

ujung saraf simpatis.

6) Berikan inhibitor adrenergik sesuai indikasi misalnya konidin.

Rasional : Meningkatkan rangsang simpatis pusat vasomotor

untuk menurunkan tahanan arteri perifer.

7) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.

Rasional : Menangani retensi cairan dengan respons hipertensif

dengan demikian menurunkan beban kerja jantung.

2. Perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan

kebutuhan metabolic, pola hidup monoton.

28
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

dalam batas seimbang ( sesuai dengan kebutuhan klien ).

Kriteria Hasil :

BB klien ideal {( TB - 100 ) 10% ( TB - 100 )}, pola makan klien berubah,

LILA normal ( pria : 22 cm, wanita : 23 cm ), klien dapat melakukan olahraga

yang tepat secara mandiri, membran mukosa lembab, konjungtiva ananemis,

klien makan habis 1 porsi,

Intervensi

a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan

kegemukan.

Rasional : Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah

tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah

jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.

b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan

lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.

Rasional : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya

aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk

hipertensi dan komplikasinya.

c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.

Rasional : Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal,

individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan. Bila tidak

maka program sama sekali tidak efektif.

d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diit.

29
Rasional : Mengidentifikasikan kekuatan atau kelemahan dalam

program diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu

untuk penyesuaian.

e. Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistic dengan klien.

Rasional : Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500

kalori/hari secara teori dapat menurunkan BB 0,5 kg/ minggu. Penurunan

BB yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot

dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.

f. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk

kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar

saat makanan dimakan.

Rasional : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang

dimakan, dan kondisi emosi saat makan. Membantu untuk memfokuskan

perhatian klien telah atau dapat mengontrol perubahan.

g. Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan

dengan kejenuhan lemak tinggi ( mentega, keju, telur, es krim, daging )

dan kolesterol ( daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan ).

Rasional : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol

penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.

h. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan lanjut ( misalnya

jalan ) sesuai dengan tujuan dan pilihan individu.

Rasional : Latihan menurunkan berat badan dengan menurunkan nafsu

makan, meningkatkan energi, meningkatkan tonus otot dan pencapaian

tergantung komitmen klien untuk menyusun tujuan lebih nyata dan sesuai

dengan rencana.

30
i. Timbang berat badan secara periodik dan lakukan pengukuran tubuh

dengan tepat.

Rasional : Memberikan informasi tentang kefektifan program terapi dan

menunjukkan bukti keberhasilan upaya klien.

j. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

Rasional : Memberikan konseling dan bantu dengan memenuhi

kebutuhan diit individual.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler cerebral.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan rasa nyeri dan

sakit kepala berkurang.

Kriteria Hasil :

Skala nyeri 0 - 3, klien tampak rileks, TTV dalam batas normal ( TD : 120/80

mmHg, N : 60 - 80 x/menit, S : 36,1 - 37,5 C, RR : 16 - 20 x/menit ), nyeri

hilang atau terkontrol, pusing tidak ada, penglihatan tidak kabur.

Intervensi

a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional : Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.

b. Kaji skala, kualitas, karakteristik, lokasi, dan factor yang mempengaruhi

serta memperberat nyeri.

Rasional : Nyeri sebagai pengalaman subyektif yang harus digambarkan

klien.

31
c. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala

misalkan kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,

redupkan lampu kamar, teknik relaksasi dan aktifitas waktu senggang.

Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskulator serebral dan

yang memperlambat respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit

kepala.

d. Bantu ambulasi klien sesuai dengan kebutuhan.

Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan

sakit kepala dan pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.

e. Hilangkan atau minimalkan aktifitas vasokontriksi yang dapat

meningkatkan sakit kepala misalkan mengejan pada saat BAB, batuk

panjang, membungkuk.

Rasional : Aktifitas yang meningkat vasokonriksi menyebabkan sakit

kepala dengan adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.

f. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi

perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan untuk

menghentikan perdarahan.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat

mengganggu menelan.

g. Observasi adanya mual dan muntah.

Rasional : Mual dan muntah seringkali menyertai atau menunjukkan

bahwa pasien mengalami nyeri.

h. Kolaborasi dalam pemberian analgesic.

Rasional : Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan

rangsang sistem saraf simpatis.

32
4. Perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan

dengan gangguan sirkulasi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan kembali efektif.

Kriteria Hasil:

TTV dalam batasan normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60 - 100 x/menit, S :

36,1 - 37,5 C, RR : 16 - 20 x/menit ), klien tidak mengeluh sakit kepala atau

pusing, input atau output urine seimbang.

Intevensi

a. Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan tanda - tanda neurologis setiap

5 - 10 menit.

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran tentang

masalah vaskuler.

b. Pertahankan cairan parenteral dengan obat-obatan sesuai indikasi.

Rasional : Membantu peningkatan perfusi ginjal, jantung dan

perpindahan cairan.

c. Ukur masukan dan pengeluaran urin.

Rasional : Mengetahui keseimbangan pemasukan dan pengeluaran yang

dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan saluran urin dan

pembentukan edema.

d. Pertahankan puasa jika mual dan muntah terjadi.

Rasional : Mencegah pemasukan nutrisi yang tidak adekuat atau dengan

memasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

e. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi.

33
Rasional : Membantu menurunkan tekanan darah meningkat.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan peningkatan

toleransi terhadap aktivitas.

Kriteria Hasil :

Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan, menunjukkan

penurunan tanda - tanda toleransi seperti klien terlihat lemah, dapat

melakukan aktivitas ringan, tidak ada sesak, frekuensi jantung normal, TTV

dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60 - 100 x/menit,

S : 36,1 - 37,5 C, RR : 16 - 20 x/menit ), dipsneu ( - ).

Intervensi :

a. Kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari

20 kali/menit di atas frekuensi istirahat. Tekanan darah meningkat selama

atau sesudah aktivitas, dipsneu atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan

yang berlebihan, diaforesis, pusing, atau pingsan.

Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon

fisiologi terhadap sters aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari

kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

b. Anjurkan klien melaksanakan teknik penghematan energi, misalnya

menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut, melakukan

aktivitas dengan perlahan.

34
Rasional : Dapat mengurangi penggunaan energi, juga membantu

keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap

jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : Kemajuan aktivitas mencegah peningkatan kerja jantung

tiba - tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong

kemandirian dalam melakukan aktivitas.

d. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.

Rasional : Meningkatkan toleran terhadap kemajuan aktivitas dan

mencegah kelemahan.

e. Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan,

pantau dan batasi pengunjung dan gangguan tindakan yang tidak

direncanakan.

Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan

oksigen tubuh.

f. Prioritaskan jadwal untuk meningkatkan aktivitas, pilih periode istirahat

dengan periode aktivitas.

Rasional : Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan

pada system jantung dan pernafasan.

g. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada,

nafas pendek, kelemahan dan pusing terjadi.

Rasional : Stres kardiopulmonal berlebihan atau stress dapat

menimbulkan dekompensasi atau kegagalan.

h. Ubah posisi dengan sering tinggikan kaki bila duduk, lihat permukaan

kulit, pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.

35
Rasional : Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan

pemasukan nutrisi dan mobilisasi atau tirah baring lama merupakan

kumpulan stresor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan

intervensi pengawasan pencegahan.

i. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti krakles, mengi. Catat adanya

peningkatan dipsneu, ortopneu dan persisten.

Rasional : Kelebihan volume cairan yang menimbulkan kongesti paru,

gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri, gagal pernafasan

pada jantung kanan ( dipsneu, ortopneu, batuk ) dapat timbul lambat tetapi

lebih sulit membaik.

6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional,

relaksasi tidak adekuat, system pendukung tidak adekuat, persepsi tidak

realistik, metode koping tidak efektif.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, koping individu klien kembali

efektif.

Kriteria Hasil :

Mekanisme koping klien kembali efektif, klien mampu mengidentifikasi

perilaku koping yang efektif dan konsekuensinya, klien mengungkapkan

kesadaran tentang kemampuan koping yang dimiliki, klien mampu

mengidentifikasi situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari.

Intervensi

36
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya

kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi

dalam rencana pengobatan.

Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup

seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang

diharuskan ke dalam kehidupan sehari - hari.

b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan

konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,

ketidakmampuan untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah.

Rasional : Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin

merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi

penentu utama TD diastolic.

c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan

strategi untuk mengatasinya.

Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam

mengubah respons seseorang terhadap stressor.

d. Libatkan pasien dalam perencanaan parawatan dan beri dorongan

partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.

Rasional : Keterlibatkan memberikan klien perasaan kontrol diri yang

berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan

kerjasama dalam regimen terapeutik.

e. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan

hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan, ketimbang membatalkan

tujuan diri atau keluarga.

37
Rasional : Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik

untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.

f. Kolaborasi untuk melakukan konseling atau terapi keluarga dan tempat

pelatihan asertif sesuai dengan indikasi.

Rasional : Mungkin membutuhkan bantuan tambahan pada

penyelesaian masalah yang berhubungan dan mempengaruhi kemajuan

kearah kesejahteraan.

7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi dan keterbatasan kognitif.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien mengenai kondisi

dan rencana pengobatan bertambah.

Kriteria Hasil :

Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, klien dapat

mengidentifikasi tanda dan gejala dan penyakit, klien dapat menyebutkan

kembali efek samping dan penggunaan obat hipertensi, klien dapat

mengaplikasikan apa yang sudah dijelaskan perawat, klien melakukan

perubahan pola hidup.

Intervensi

a. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat.

Rasional : Bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan

pengobatan kontinyu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.

38
b. Jelaskan batasan tekanan darah normal, jelaskan tentang hipertensi dan

efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.

Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan

tekanan darah dan mengklarifikasikan istilah medis yang sering digunakan.

Pemahaman bahwa tekanan darah tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah

untuk memungkinkan klien melanjutkan pengobatan meskipun ketika

merasa sehat.

c. Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol

dengan baik saat menggambarkan tekanan darah pasien dalam batas yang

diinginkan.

Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang

kehidupan, maka dengan penyampaian terkontrol akan membantu pasien

untuk memahami, kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan.

d. Anjurkan klien untuk menghentikan merokok dan bantu klien dalam

membuat rencana untuk berhenti merokok.

Rasional : Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin,

mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, tekanan darah, vasokontriksi

mengurangi oksigenasi jaringan dan meningkatkan beban kerja

miokardium.

e. Anjurkan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring.

Rasional : Menurunkan bendungan vena perifer yang dapat ditimbulkan

oleh vasodilator dan duduk atau berdiri terlalu lama.

39
f. Sarankan untuk menghindari mandi air panas, ruang penguapan dan

penggunaan alkohol berlebihan.

Rasional : Mencegah vasodilatasi yang tidak perlu dengan bahaya efek

samping seperti pingsan dan hipotensi.

g. Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber masukan natrium

Rasional : Diit rendah garam untuk mengontrol hipertensi sedang atau

mengurangi jumlah obat yang dibutuhkan.

h. Dorong klien untuk mengurangi atau menghilangkan kafein.

Rasional : Kafein adalah stimulant jantung dan dapat memberikan efek

merugikan pada fungsi jantung.

BAB III

40
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipertensi Heart Disease ( HHD ) adalah istilah yang diterapkan untuk

menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle

hyperthrophy ( LVH ), aritmia jantung, penyakit jantung koroner dan penyakit

jantung kronis yang disebabkan tekana darah, baik secara langsung maupun tidak

langsung ( by Mohd Syis Bin Zulkipli ) .

Orang yang beresiko terkena hipertensi adalah pria berusia diatas 45 tahun

atau wanita diatas usia 55 tahun serta ada riwayat keturunan. Hal ini disebabkan

karena pria lebih suka merokok dan mengkonsumsi minuman alcohol. Faktor lain

yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu menkonsumsi garam berlebih, kurang

berolah raga, menderita diabetes mellitus, stress dan lain-lain.

Pengkajian pada pasien HHD meliputi : data biografi ( usia, jenis kelamin ),

keluhan utama ( sakit kepala, pucat, takikardi, denyut jantung cepat dan kuat,

mudah lelah ), riwayat kesehatan ( riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit

keluarga ) dan pengkajian data dasar ( aktivitas dan istirahat, sirkulasi, integritas

ego, eliminasi, makanan dan cairan, neurosensori, nyeri atau ketidaknyamanan,

pernafasan, keamanan dan pembelajaran serta penyuluhan ).

Diagnosa keperawatan yang timbul yaitu pertama, penurunan curah jantung

berhubungan dengan hipertrofi ventrikuler, vasokontriksi, iskemia miokard,

peningkatan afterload. Intervensi yang kelompok angkat yaitu : Pantau tekanan

darah, catat dan observasi keberadaan, kualitas, denyutan sentral dan perifer,

auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas, anjurkan teknik relaksasi. Kolaborasi :

41
berikan diuretic sesuai indikasi ( tiazid atau klorotiazid ) dan berikan vasodilator

sesuai indikasi ( minoksidil ).

Diagnosa kedua yaitu, perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi lebih dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan

kebutuhan metabolic, pola hidup monoton. Intervensi yang kelompok angkat

yaitu : kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan

kegemukan, instruksikan klien untuk menghindari makanan dengan kejenuhan

lemak tinggi ( mentega, keju, telur, es krim, daging ) dan kolesterol

( daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan ), timbang berat badan

secara periodik dan lakukan pengukuran tubuh dengan tepat, dan kolaborasi

dengan ahli gizi sesuai indikasi.

Diagnosa ketiga yaitu, gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala

berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral. Intervensi yang

kelompok angkat yaitu : kaji skala, kualitas, karakteristik, lokasi, dan factor yang

mempengaruhi serta memperberat nyeri, berikan tindakan nonfarmakologi

misalkan kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, teknik relaksasi,

kolaborasi dalam pemberian analgesic.

Diagnosa keempat yaitu, perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal,

jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi. Intrvensi yang kelompok

angkat yaitu : kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan tanda - tanda neurologis

setiap 5 - 10 menit, pertahankan cairan parenteral dengan obat-obatan sesuai

indikasi, ukur masukan dan pengeluaran urin, dan kolaborasi pemberian obat

antihipertensi.

42
Diagnosa kelima yaitu, intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Intervensi yang kelompok angkat yaitu : kaji respon klien terhadap aktivitas,

berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika

dapat ditoleransi, berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila

diindikasikan, ubah posisi dengan sering tinggikan kaki bila duduk.

Diagnosa keenam yaitu, koping individu tidak efektif berhubungan dengan

krisis situasional, relaksasi tidak adekuat, system pendukung tidak adekuat,

persepsi tidak realistic, metode koping tidak efektif. Intervensi yang kelompok

angkat yaitu : kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku

misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan kolaborasi untuk melakukan

konseling atau terapi keluarga sesuai indikasi.

Diagnosa ketujuh yaitu, kurang pengetahuan mengenai kondisi dan

rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan keterbatasan

kognitif. Intervensi yang kelompok angkat yaitu : kaji kesiapan dan hambatan

dalam belajar, termasuk orang terdekat, jelaskan batasan tekanan darah normal,

tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak,

anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan anjurkan untuk sering

mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring.

Evaluasi masalah keperawatan pada klien dengan HHD adalah : curah

jantung kembali efektif, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam batas normal

( sesuai dengan kebutuhan klien ), rasa nyeri dan sakit kepala klien berkurang,

perfusi jaringan kembali efektif, klien menunjukan peningkatan toleransi

43
terhadap aktivitas, koping individu klien kembali efektif dan pengetahuan klien

mengenai kondisi dan rencana pengobatan bertambah.

B. Saran

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan agar :

1. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi pada system

kardiovaskuler.
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar tentang hipertensi heart

disease.
3. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa dan perencanaan tindakan keperawatan yang

diberikan pada pasien dengan hipertensi heart disease.

44

Anda mungkin juga menyukai