DEMAM THYPOID
DISUSUN OLEH
NIM : 15068
AKADEMI KEPERAWATAN
2017
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular
(Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhii (Elsevier, 2013.)
Jadi, demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat
menular pada orang lain melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang
terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyers patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati
dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit
mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan
limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode waktu tertentu
(periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi
kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan
tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa,
sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui
tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal
tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari
Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel
limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi
sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam,
depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu
pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar
limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga
terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan
ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan
perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-
kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
D. PATHWAY
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30
hari tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang
dapat muncul pada demam tifoid antara lain:
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari
persalinan. Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu
tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat
terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan
berat badan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan
kreatinin harus dilakukan.
c. Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk
mendeteksi adanya antibody di dalam darah terhadap antigen
kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya
aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena
antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum
pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit.
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan
vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum
diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk.
Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin
diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari
pemeriksaan untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan
DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta
kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan
dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut
sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari.
Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun,
posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-
kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak
serat.
3. Obat
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Hipertermi b/d invasi kuman ke dalam usus halus
Tujuan :
1. Badan teraba tidak panas lagi
2. Suhu tubuh normal (36-37C)
3. Ekspresi wajah ceria
Intervensi :
1. Mengobservasi TTV terutama suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : Pada pasien thypoid ,TTV dapat meningkat secara tiba-
tiba khususnya suhu tubuh
2. Kompres air hangat
Rasional : Terjadi dilatasi pembuluh darah dan pori-pori kulit
sehingga panas tubuh dapat menurun
3. Menganjurkan klien banyak minum air putih
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang tipis dan
menyerap
Rasional : Dapat mengurangi rasa gerah dan mempercepat proses
pertukaran udara disekitarnya
5. Mengatur ventilasi ruangan
Rasional : Suhu ruangan yang rendah dan suhu tubuh yang
meningkat menyebabkan terjadinya konveksi.
Diagnosa 2
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d proses infeksi pada usus
halus
Tujuan :
1. Porsi makan dihabiskan
2. Klien mengatakan nafsu makan meningkat
3. Tidak ada mual dan muntah
Intervensi :
1. Mengkaji pola makan tiap hari
Rasional : Mengetahui kebutuhan nutrisi klien
2. Memberikan makanan lunak
Rasional : Mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban
yang tinggi pada usus
3. Menganjurkan menjaga kebersihan oral/mulut
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak pada mulut/lidah,dan
dapat meningkatkan nafsu makan
4. Memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan mencegah
mual dan muntah
Diagnosa 3
Gangguan istirahat tidur b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan :
1. Konjungtiva tidak pucat
2. Klien nampak segar
3. Klien tidur 6-8 jam
4. Klien mengatakan tidurnya nyenyak/pulas
Intervensi :
1. Mengkaji pola istirahat klien
Rasional : Untuk mengetahui pola istirahat klien sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya
2. Menganjurkan tekhnik distraksi sebelum tidur seperti nonton
TV,membaca buku
Rasional : Dapat mengalihkan perhatian dari rasa
ketidaknyamanan sehingga klien dapat tidur pulas
3. Menciptakan lingkungan yang tenang/nyaman untuk istirahat
dengan membatasi pengunjung
Rasional : Menurunkan stimulasi nyeri
4. Memberikan HE pada klien dan keluarga tentang pentingnya
istirahat cukup (6-8 jam)
Rasional : Memberikan motivasi klien untuk meningkatkan
istirahat tidur
Diagnosa 4
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kerusakan mukosa usus
Tujuan :
1. Klien tidak nampak meringis
2. Ekspresi wajah ceriaIntervensi :
Intervensi :
1. Mengkaji tingkat nyeri klien
Rasional : Mengetahui karakteristik nyeri dan sebagai indikator
dalam intervensi selanjutnya
2. Mengobservasi TTV klien
Rasional : Nyeri adalah rangsangan sensori yang dapat
mempengaruhi TTV terutama nadi dan suhu tubuh
3. Menganjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
Rasional : Dapat mengurangi nyeri
4. Mengkolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Dapat menghambat rangsangan nyeri
Diagnosa 5
Diare b/d inflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan
penyempitan segemental usus ditandai dengan :
Peningkatan bunyi usus/peristaltik.
Defakasi sering dan berair (fase akut)
Perubahan warna feses.
Nyeri abdomen tiba-tiba, kram.
Tujuan :
1. Klien akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi
kembali normal.
2. Klien akan mampumengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
1. Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan
faktor pencetus.
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan
mengkaji beratnya episode.
2. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
Rasional : Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan
laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak
terkontrol, peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat
tidak dalam jangkauan tangan
3. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.
Rasional : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa
malu klien.
4. Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare.
Rasional : Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus.
5. Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni,
penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
Rasional : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis
akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
a. Antikolinergik.
Rasional : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan
menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan
diare.
b. Steroid
Rasional : Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi.
c. Antasida
Rasional : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan
menurunkan resiko infeksi pada kolitis.
d. Antibiotik
Rasional : Mengobati infeksi supuratif lokal.