Anda di halaman 1dari 16

ETIKA DAN HUKUM DI BIDANG KESEHATAN

UU NO. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Oleh
Kelompok 5
Asrianti (1606953700)
Irasdinar Y.I (1606954022)
Meilania Regina (1606954110)
Qanita Fauzia (1606954275)
Rahmi Fajri (1606954306)
Rinna Wahyuningrum (1606954395)

S1 EKSTENSI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
1. Jelaskan tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia!
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Terdapat 2 poin utama dari tujuan pembangunan kesehatan yaitu:
a. Meningkatnya status kesehatan masyarakat, dengan target:
Menurunnya angka kematian ibu per 100.000 kelahiran.
Menurunnya angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup.
Menurunnya presentase BBLR.
b. Meningkatnya daya tanggap (responsiveness), perlindungan masyarakat terhadap
risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, dengan target:
Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah
memiliki jaminan kesehatan.
Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan.

2. Apa saja hak dan kewajiban sebagai warga negara yang diatur oleh UU No.
36/2009?
Hak Warga Negara Kewajiban warga negara
Pasal 4 Pasal 9
Setiap orang berhak atas kesehatan. (1) Setiap orang berkewajiban ikut
mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya
kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat,
dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Pasal 5 Pasal 10
(1) Setiap orang mempunyai hak yang Setiap orang berkewajiban menghormati hak
sama dalam memperoleh akses atas orang lain dalam upaya memperoleh
sumber daya di bidang kesehatan. lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi,
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam maupun sosial.
memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri
dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6 Pasal 11
Setiap orang berhak mendapatkan Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup
lingkungan yang sehat bagi pencapaian sehat untuk mewujudkan, mempertahankan,
derajat kesehatan. dan memajukan kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Setiap orang berkewajiban menjaga dan
meningkatkan derajat kesehatan bagi orang
lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 7 Pasal 13
Setiap orang berhak untuk (1) Setiap orang berkewajiban turut serta
mendapatkan informasi dan edukasi dalam program jaminan kesehatan sosial.
tentang kesehatan yang seimbang dan (2) Program jaminan kesehatan sosial
bertanggung jawab. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh
informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang
akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.

3. Jelaskan perbedaan pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan


masyarakat! Berikan contohnya.
Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service) banyak diselenggarakan oleh
perorangan secara mandiri (self-care), dan keluarga (family care) atau kelompok anggota
masyarakat yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan dan keluarga. Fasilitas layanan kesehatan perseorangan terdiri dari tingkat
primer, sekunder, dan tersier.
a. Tingkat primer: Puskesmas dan jejaringnya, pos kesehatan desa (poskesdes), fasyankes
lain seperti klinik (pemerintah/swasta/masyarakat), dokter/bidan praktek swasta, dll
b. Tingkat sekunder: RS setara kelas C, fasyankes lainnya baik dari pemerintah, swasta,
atau masyarakat.
c. Tingkat tersier: RS setara kelas A dan B, klinik khusus (seperti pusat radioterapi)
Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) diselenggarakan oleh kelompok
dan masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
mengacu pada tindakan promotif dan preventif. Fasilitas layanan kesehatan masyarakat pun
terdiri dari tingkat primer, sekunder, dan tersier. Berikut contoh pada setiap tingkatan.
a. Tingkat primer: puskesmas dan jejaringnya, fasyankes lain
(pemerintah/swasta/masyarakat).
b. Tingkat sekunder: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Laboratorium kesehatan, Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan
(BPFK), dll.
c. Tingkat tersier: Dinas Kesehatan Propinsi, Kemkes, dan unit kerja terkait di tinkkat
nasional.

4a. Sebagai tindak lanjut UU No. 36/2009 ini, pasal tentang apa saja yang akan diatur
oleh Undang-undang, oleh Peraturan Pemerintah, oleh Peraturan Presiden, dan oleh
Peraturan Menteri?
Undang undang
Terdapat sekitar 38 pasal yang akan diatur dalam perundang undangan yang
dicantumkan dalam UU. No 36/2009. Kelompok kami hanya menyebutkan 9 pasal
tersebut diantaranya:
Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 40
(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi
kepentingan masyarakat.
(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan
disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan
dan teknologi.
(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
(4) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk
pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan.
(5) Ketentuan mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan paten sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur paten.

Pasal 78
(1) Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan
kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan
cerdas.
(2) Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan,
alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 102
(1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat
dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan.
(2) Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada
standar dan/atau persyaratan kesehatan.
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman
kedalam wilayah Indonesia; dan
e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara benar dan akurat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 141
(1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan
dan masyarakat.
(2) Peningkatan mutu gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang;
b. perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;
c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi; dan
d. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bersama-sama menjamin
tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan
terjangkau.
(4) Pemerintah berkewajiban menjaga agar bahan makanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) memenuhi standar mutu gizi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 148
(1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap
aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain.

Pasal 164
(1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
(2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor
formal dan informal.
(3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang
selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
(4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga
bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara
serta kepolisian Republik Indonesia.
(5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
(6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja.
(7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di
lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah
Terdapat 30 pasal yang akan diatur dalam peraturan pemerintah yang dicantumkan
dalam UU. No 36/2009. Kelompok kami hanya menyebutkan 10 pasal tersebut
diantaranya:
Pasal 59
(1) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi:
a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan
b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
(2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan
diawasi oleh Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya
serta tidak bertentangan dengan norma agama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 74
(1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif,
dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan
sehat dengan memperhatikan aspek aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.
(2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 116
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak
bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan
yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan
permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur yang
menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain limbah cair; limbah padat; limbah gas;
sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah;
binatang pembawa penyakit; zat kimia yang berbahaya; kebisingan yang melebihi
ambang batas; radiasi sinar pengion dan non pengion; air yang tercemar; udara yang
tercemar; dan
makanan yang terkontaminasi.
(4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan
limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 168
(1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan
informasi kesehatan.
(2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem
informasi dan melalui lintas sektor.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Presiden
Terdapat 2 pasal yang akan diatur dalam peraturan presiden yang dicantumkan dalam
UU. No 36/2009. Dua pasal tersebut diantaranya:
Pasal 167
(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan,
sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta
pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
(2) Pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah.
(3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam suatu
sistem kesehatan nasional.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Presiden.

Pasal 177
(1) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang
kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.
(2) BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan
wewenang antara lain:
a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data
yang relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan;
b. memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan
selama kurun waktu 5 (lima) tahun;
c. menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan;
d. memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan
sumber daya untuk pembangunan kesehatan;
e. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar
pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan;
f. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan
g. merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan yang menyimpang.
(3) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang
kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan
BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Peraturan Menteri
Terdapat 18 pasal yang akan diatur dalam peraturan presiden yang dicantumkan dalam
UU. No 36/2009. Kelompok kami hanya menyebutkan 8 pasal tersebut diantaranya:
Pasal 22
(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki
izin dari pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 33
(1) Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus
memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.
(2) Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 39
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 40
(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi
kepentingan masyarakat.
(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan
disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan
dan teknologi.
(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
(4) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk
pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan.
(5) Ketentuan mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan paten sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang mengatur paten.
(6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat esensial
nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan
harganya dikendalikan oleh Pemerintah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 62
(1) Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan
melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk
menunjang tercapainya hidup sehat.
(2) Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk menghindari atau
mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk
kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 70
(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca
embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

4b. Apa pendapat kelompok atas kesesuaian antara cakupan materi yang diatur dengan
tingkatan peraturan yang akan dibuat?
Kelompok kami membahas mengenai Peraturan Tentang Pelayanan Kesehatan Masa
Sebelum Hamil yang diatur dalam Undang undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Menteri Kesehatan dan materi yang dibuat sudah sesuai dengan tingkatan peraturan masing
masing.
I. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 71 Ayat 2
2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan
b. Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi dan kesehatan seksual
c. Kesehatan sistem reproduksi

II. PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi


Pasal 8 Ayat 3
3) Pelayanan kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan
melalui :
a. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja
b. Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, hamil, persalinan dan sesudah
melahirkan
c. Pengaturan kehamilan, pelayanan kontrasepsi dan kesehatan seksual
d. Pelayanan kesehatan sistem reproduksi
Pasal 13 Ayat 1-4
1) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bertujuan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat,
serta memperoleh bayi yang sehat.
2) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil sebagaimana dimaksudkan pada ayat
(1) paling sedikit :
a. Pemeriksaan fisik
b. Imunisasi dan
c. Konsultasi kesehatan
3) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil berupa pemeriksaan fisik dan imunisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan.
4) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil berupa konsultasi kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan sesuai kompetensi dan kewenangannya dan/atau tenaga nonkesehatan
terlatih.

III. PMK No. 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
Pasal 5
1) Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil dilakukan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat
serta memperoleh bayi yang sehat.
2) Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada :
a. Remaja
b. calon pengantin dan/atau
c. pasangan usia subur
3) Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
a. pemeriksaan fisik
b. pemeriksaan penunjang
c. pemberian imunisasi
d. suplementasi gizi
e. konsultasi kesehatan dan
f. pelayanan kesehatan lainnya.
Pasal 6
1) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a paling
sedikit meliputi :
a. pemeriksaan tanda vital; dan
b. pemeriksaan status gizi.
2) Pemeriksaan status gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
dilakukan terutama untuk :
a. menanggulangi masalah Kurang Energi Kronis (KEK); dan
b. pemeriksaan status anemia.
Pasal 7
Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b
merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, terdiri
atas:
a. pemeriksaan darah rutin;
b. pemeriksaan darah yang dianjurkan;
c. pemeriksaan penyakit menular seksual;
d. pemeriksaan urin rutin; dan
e. pemeriksaan penunjang lainnya.
Pasal 8
1) Pemberian imunisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c
dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit Tetanus.
2) Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan lanjutan.
3) Status T5 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan agar wanita usia subur
memiliki kekebalan penuh.
4) Dalam hal status imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi
dasar dan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberian imunisasi
tetanus toxoid dapat dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin.
5) Ketentuan mengenai Pemberian imunisasi tetanus toxoid sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
1) Pemberian suplementasi gizi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf d
bertujuan untuk pencegahan anemia gizi.
2) Pemberian suplementasi gizi untuk pencegahan anemia gizi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pemberian edukasi gizi seimbang dan
tablet tambah darah.

Pasal 10
1) Konsultasi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf e berupa
pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi.
2) Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan oleh tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan.
3) Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi guru usaha
kesehatan sekolah, guru bimbingan dan konseling, kader terlatih, konselor sebaya,
dan petugas lain yang terlatih.
4) Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain diberikan melalui ceramah tanya jawab, kelompok diskusi terarah, dan diskusi
interaktif dengan menggunakan sarana dan media komunikasi, informasi, dan
edukasi.
Pasal 11
1) Materi pemberian komunikasi informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) dilakukan sesuai tahap perkembangan mental dan kebutuhan.
2) Materi pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi untuk remaja meliputi:
a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
b. tumbuh kembang Anak Usia Sekolah dan Remaja;
c. kesehatan reproduksi;
d. imunisasi;
e. kesehatan jiwa dan NAPZA;
f. gizi;
g. penyakit menular termasuk HIV dan AIDS;
h. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS); dan
i. kesehatan intelegensia.
3) Materi pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi untuk calon pengantin dan
pasangan usia subur (prakonsepsi) meliputi:
a. informasi pranikah meliputi:
1. kesehatan reproduksi dan pendekatan siklus hidup;
2. hak reproduksi;
3. persiapan yang perlu dilakukan dalam persiapan pranikah; dan
4. informasi lain yang diperlukan;
b. informasi tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam pernikahan termasuk
peran laki-laki dalam kesehatan.
4) Persiapan pranikah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 3 antara
lain persiapan fisik, persiapan gizi, status imunisasi Tetanus Toxoid, dan menjaga
kesehatan organ reproduksi.

4c. Peraturan perundangan apa saja yang sudah dibuat untuk butir 4a.
Undang undang
1. Pasal 13 = UU No 40 Tahun 2004 Tentang SJSN
2. Pasal 21 = UU No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
3. Pasal 40 = UU No 13 Tahun 2016 Tentang Paten
4. Pasal 78 = UU No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga
5. Pasal 102 = UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
6. Pasal 111 = UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
7. Pasal 141 = UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
8. Pasal 148 = UU No 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
9. Pasal 164 = UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

Peraturan Pemerintah
1. Pasal 59 = PP No 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
2. Pasal 74 = PP No 61 Tahun2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
3. Pasal 75 = PP No 61 Tahun2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
4. Pasal 92 = PP No. 7 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah
5. Pasal 108 = PP No. 51 Tahun 2009 Tentang Tenaga Kefarmasian
6. Pasal 116 = PP Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
7. Pasal 127 = PP No 61 Tahun2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
8. Pasal 129 = PP No 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
9. Pasal 163 = PP No 66 Tahun2014 Tentang Kesehatan Lingkungan
10. Pasal 168 = PP No 46 Tahun 2014 Tentang Sistem Informasi Kesehatan

Peraturan Presiden
1. Pasal 167 = Perpres No 72 Tahun2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional
2. Perpres No 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah Daerah
3. Perpres Nomor 105 Tahun 2013 Tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan


1. Permenkes No 69 Tahun2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban
Pasien
2. Permenkes No 26 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik
Tenaga Gizi
3. Permenkes No 78 Tahun2013 Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
4. Permenkes Nomor161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
5. Permenkes No 11 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Rawat Jalan
Eksekutif Di Rumah Sakit
6. Permenkes No 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak
7. Permenkes No 13 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Lingkungan Di Puskesmas
8. Permenkes No 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
9. Permenkes No 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Jemaah Haji
10. Permenkes No 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga
11. Permenkes No 54 Tahun 2015 Tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan
12. Permenkes No 92 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam
Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi
13. Permenkes No 99 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional
14. Permenkes No 26 Tahun 2015 Tentang Tarif Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga
Kerja Indonesia
15. Permenkes No 889 Tahun 2011 Tentang Registrasi, Ijin Praktek Dan Ijin Kerja
Tenaga Kefarmasian
16. Permenkes No 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional
17. Permenkes No 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
18. Permenkes No 1190 Tahun 2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan Dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga

Anda mungkin juga menyukai