Anda di halaman 1dari 45

BAHAN AJAR Kurikulu

PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

BAB III

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN


SUNGAI TERPADU

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -1
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

BAB. III
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
TERPADU

A. PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang sasaran wilayah pengelolaan DAS

dari suatu wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuanekosistem yang

membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS

secara utuhini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam

dapat dilakukan secara menyeluruhdan terpadu berdasarkan satu

kesatuan perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitanantar

komponen-komponen penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan

sosekbud) termasukpengaturan kelembagaan dan kegiatan monitoring

dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkanterakhir berfungsi sebagai

instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan

yangdilakukan telah/tidak mencapai sasaran.

Manfaat Mata Kuliah

1. Mahasiswa mampu menyelenggarakan pengelolaan DAS dan

disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseranparadigma dalam

melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

2. Mahasiswa mengetahui pedoman untuk pengelolaan DAS lintas

Propinsi, lintas Kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu

Kabupaten/Kota.
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -2
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

3. Mahasiswa mampu di dalam pengelolaan DAS dengan menyesuaikan

kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan

disesuaikan dengan kewenangan.

Tujuan Intruksional Umum

Membantu mahasiswa dalam melaksanakan pengelolaan DAS

sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga

pemanfaatansumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan

secara optimal, berkeadilan, danberkelanjutan.Muara dari keseluruhan

upaya pengelolaan DAS yang optimal ini adalahterjaganya integritas

fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal

didalamnya.

B. PENYAJIAN MATERI
3.1. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS

Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi

perencanaan, pengorganisasian,implementasi/pelaksanaan, pemantauan

dan evaluasi terhadap upaya - upaya pokok berikut:

a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan

(landuse) dan konservasitanah dalam arti yang luas.

b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan,

penggunaan danpengendalian daya rusak air.

c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis

vegetasi terestria l lainnyayang memiliki fungsi produksi dan

perlindungan terhadap tanah dan air.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -3
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk

pengembangan kapasitaskelembagaan dalam pemanfaatan

sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperandalam

upaya pengelolaan DAS.

3.2. Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS

Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama

dalam pengelolaan DAS adalahsebagai berikut:

a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan kesatuan dengansungai dan anak-anak sungainya yang

dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsimenampung air yang

berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui

kedanau atau ke laut secara alami.

b) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan

mengalirkannya melalui anaksungai ke sungai utama. Setiap DAS

terbagi habis ke dalam Sub DAS Sub DAS.

c) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan

sumberdaya air dalamsatu atau lebih DAS dan atau satu atau lebih

pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawahtanah yang berada

dibawahnya.

d) Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh

batas-batas hidrogeologis,temapat sema kejadian hidrologis seperti

proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawahtanah

berlangsung.

e) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -4
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

hubungan timbal balikantara sumberdaya alam dengan manusia di

dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuanmembina

kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat

sumberdaya alambagi manusia secara berkelanjutan.

f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses formulasi dan

implementasi kebijakandan kegiatan yang menyangkut pengelolaan

sumberdaya alam, sumberdaya buatan danmanusia dalam suatu DAS

secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik,

sosial,ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan konsep pembangunan yang

mengakomodasikanberbagai peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh danterpadu dalam suatu

rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang

memuatperumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan

tujuan pengelolaan, arahan kegiatandalam pemanfaatan, peningkatan

dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan

vegetasi,pengembangan sumberdaya manusia, arahan model

pengelolaan DAS, serta system monitoring dan evaluasi kegiatan

pengelolaan DAS.

h) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur- unsur

hidrologis yang meliputihujan, aliran permukaan dan aliran sungai,

peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi danunsur lainnya yang

mempengaruhi neraca air suatu DAS.


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -5
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

i) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa

sehingga lahan tersebuttidak dapat berfungsi secara baik sesuai

dengan peruntukannya sebagai media produksimaupun sebagai media

tata air.

j) Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan

meningkatkan dayaguna lahan sesuai dengan peruntukannya.

k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya

manusia untuk memulihkan,mempertahankan, dan meningkatkan daya

dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai denganperuntukannya.

3.3. Azas Pengelolaan DAS Terpadu

Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat

kaitannya dengan pendekatan yangdigunakan dalam pengelolaan DAS,

yaitu pendekatan ekosistem.Ekosistem DAS merupakansistem yang

kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial

ekonomi danbudaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.

Kompleksitas ekosistem DASmempersyaratkan suatu pendekatan

pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah,termasuk

kelembagaan dengan kepentingan masing- masing serta mempertim-

bangkan prinsip-prinsip saling ketergantunga n. Hal- hal yang penting

untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS

a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan

sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam

pemanfaatan sumberdaya alam.


b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -6
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

yang tidak selalu saling mendukung.


c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan

biofisik dalam bentuk daur hidrologi.

3.4. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS

Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk

pengelolaan yang bersifatpartisipatif dari berbagai pihak - pihak yang

berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasisumberdaya alam

pada tingkat DAS.Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya

rasasaling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan

mempunyai rasa ketergantungan(interdependency) di antara sesama

stakeholder.Demikian pula masing- masing stakeholder harusjelas

kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang

cukup penting dalampengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi

pembiayaan dan keuntungan yangproporsional di antara pihak - pihak

yang berkepentingan.

Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang

diinginkan harus dinyatakandengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS

terpadu adalah :

a) Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi

DAS.
b) Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan

DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan

kesejahteraan masyarakat

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -7
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah:

a) Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.


b) Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan

kesejahteraan masyarakat.
c) Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal

masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi

tanah.
d) Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam

penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan.


e) Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan

lingkungan dan berkeadilan

Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan

DAS selain harus mengarah padapencapaian tujuan dan sasaran perlu

pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi

denganmempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam

pengelolaan DAS, karakteristikbiogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan

dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsipdasar pengelolaan

DAS. Uraian kerangka pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan

secaradiagramatis sebagaimana tertera pada Gambar 3.1.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -8
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Gambar 3.1Kerangka pikir pengelolaan terpadu DAS

3.5. Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah

Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan

penataan ruang (wilayah) danpenatagunaan tanah dalam rangka otonomi

daerah haruslah disesuaikan dengan Undang-undangNo.22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:

a) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat pusat masih diperlukan jika

terdapat kewenangan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan

yang meliputi perencanaan nasional pengendalian pembangunan

secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi

negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya

alam, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, kebijakan

teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan standarisasi

nasional.
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -9
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

b) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi sebagai daerah

otonom masih diperlukan jika ada kewenangan yang berkaitan dengan

:
(i ) Kebijakan di bidang pemerintahan yangbersifat lintas kabupaten

dan kota, serta


(ii) Kewenangan bidang-bidang tertentu lainnya,yaitu: perencanaan

dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan

bidangtertentu, alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang

mencakup wilayah propinsi;pengendalian lingkungan hidup;

promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaantata

ruang propinsi. Di samping itu juga diperlukan keberadaan

kebijakan penatagunaantanah di tingkat propinsi dalam rangka

pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenanganpemerintah pusat

dilimpahkan kepada Gubernur.


c) Kebijakan penatagunaan tanah pada tingkat kabupaten dan kota yang

mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang

dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.

Dengan kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang

pengaturan, pengarahan melaluipenerbitan berbagai pedoman, serta

pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintahpropinsi

mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan

tertentu,penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan

pengendalian berskala meso. Pemerintahkabupaten mempunyai

wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu,

perencanaan,pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -10
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

mikro

Batas DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided)

dengan batas-batas wilayahadministrasi. Oleh karena itu, perlu adanya

klasifikasi DAS menurut hamparan wilayahnya danfungsi strategisnya

sebagai berikut:

a) DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu

DaerahKabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial

hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.


b) DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati

lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara

potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah

Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan

untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah

Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis

bagi pembangunan regional.


c) DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari

satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial

dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau; DAS

Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang

bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan

(dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS

yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan

nasional.
d) DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -11
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan

oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial

bersifat startegis bagi pembangunan lintas Negara

3.6. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS

Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana

pengelolaan DAS adalah bahwaperencanaan adalah suatu proses

berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengaturlangkah-

langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang harus dilaksanakan

termasukrencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan

sasaran yang ditetapkan. Dengandemikian, dapat tercipta suatu

mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan

rencanapengelolaan DAS sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap

rencana yang telah disusun(Gambar 3.1)

Perencanaan pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya

beberapa langkah- langkahpenting sebagai berikut:

Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan

data yang terpadu,perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS

dirumuskan. Pengumpulan data initerutama identifikasi karakteristik DAS

yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayahDAS, topografi,

geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya

air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.

Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n,

tingkat kekritisan lahan,aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan

seperti terlihat pada Gambar 3.2.Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -12
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragampemanfaatan perlu

dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak pihakyang

berkepentingan.

Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur

dengan memperhatikanpermintaan masyarakat terhadap barang dan jasa

dari ekosistem DAS, peraturan dankebijakan pemerintah, adat istiadat

masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalampelaksanaan

pengelolaan DAS.

Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan

sebagai alternatif.Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan

diimplementasikan sehingga dapatdihasilkan bentuk kegiatan yang paling

tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secarasosial/politik dapat

diterima, dan secara ekonomi terjangkau).

Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa

usulan rencana yangdianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya

pembangunan yang berkelanjutan.Legitimasi dan sosiallisasi rencana

yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait

Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS

mempersyaratkan bahwa tahapperencanaan dan implementasi tidak

boleh dipisahkan karena informasi yang diperoleh dariimplementasi

kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik (feedback)

untukpenyempurnaan rencana yang telah dibuat.

Demikian pula, untuk setiap langkah pengelolaan darimulai

alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu dilakukan


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -13
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

monitoring dan evaluasi(review).Hal ini diperlukan sebagai umpan balik

bertahap.Kegiatan yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung

pencapaian tujuan kegiatanpengelolaan DAS, juga harus memberikan

gambaran yang jelas tentang:

a) Fungsi dan kedudukan kegiatan dalam konteks pengelolaan DAS.


b) Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya kegiatan.
c) Kurun waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan.
d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan kegiatan.
e) Pelaksana kegiatan dan kelembagaan yang diperlukan.
f) Pembiayaan termasuk sarana dan prasara yang diperlukan.
g) Ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan

Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing- masing program dengan

skala prioritas yang jelas,dipilih sesuai dengan permasalahan yang

menonjol pada DAS yang bersangkutan.Misalnyakegiatan untuk

pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi, kegiatan untuk menunjang

pengelolaansumberdaya air (water resources management), dan kegiatan

untuk pemberdayaan dan partisipasimasyarakat (empowering and public

participation).

Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu

mengintegrasikan dengan rencanatata ruang dan penatagunaan tanah,

mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir,serta aspek

penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan

di mukabahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided)

dengan batas administratif. Satuwilayah administratif secara geografis

dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.

Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah

administratif yang termasuk/tidaktermasuk dalam DAS yang menjadi


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -14
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

kajian.Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara huludan hilir DAS

perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk

aktifitaspihak - pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS.

Selanjutnya, dirumuskan kebijakanpengelolaan DAS yang telah

mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturankelembagaan

yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap

pihak -pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan

kedudukannya dalam perspektif prinsippembiayaan bersama (cost sharing

principle).

Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasitanah dan air di

bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan

adanya biayadari pihak - pihak yang berkepentingan yang mendapat

manfaat sebagai akibat adanya kegiatantersebut.Dengan mekanisme ini

terjadi interaksi di antara pihak - pihak yang berkepentingan didaerah

hulu, tengah dan hilir DAS.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -15
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Gambar 3.2ProsesBerulang (Iterative Process)Perencanaan Pengelolaan


DAS

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -16
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Gambar 3.3Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -17
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Gambar 3.4ProsesPerencanaan Pengelolaan DAS

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -18
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

3.7. DayaDukung Lingkungan ( DDL)

Daya dukung berasal dari kata daya dan dukung.Pengertian daya

adalahkemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak,

sedangkan dukung diartikan menyokong, membantu atau menunjang.

Dalam konsep Carrying Capacity (William. E. Rees, 1993: 1)

KehidupanManusia tergantung pada ekosistem yang sehat yang

menyediakan sumber dayapenopang kehidupan dan menyerap barang

sisa. Bagaimanapun arus pertumbuhandan pola konsumsi mendatangkan

peningkatan tekanan dalam ekosistem.Penurunan lingkungan, kerugian

biodiversitas, penebangan hutan dan gangguansistem sosial dan ekonomi

adalah tanda bahwa ekosistem tertekanTerancamnya ekosistem oleh

penggunaan sumber daya berlebih danbarang sisa yang berlebih

dibandingkan daya serap, secara tiba-tiba akanmengganggu sistem dari

ekosistem baik secara besar atau kecil.

Ini menyiratkanterdapat tingkatan ambang batas dari tekanan

wilayah yang menunjukkangangguan pada sistem ekosistem.Konsep yang

digunakan untuk memahami bataskritis dan ambang batas (daya dukung)

diasumsikan bahwa terdapat jumlah batasdari manusia yang dapat

didukung tanpa penurunan lingkungan alam dan sosial,system ekonomi

dan budaya. Gangguan faktor ekologis, ekonomi, dan sosial dariekosistem

akan menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial.

Begitu jugadengan perubahan pokok dalam ekonomi dan kondisi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -19
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

sosial akan menunjukkanperubahan dalam ekosistem. Secara umum

terdapat kekurangan dari pengetahuanmengenai fungsi ekosistem dan

batas ekologi serta aktivitas sosial (daya dukung)dan menunjukkan pada

besarnya penerimaan dan prinsip pencegahan dandigunakan untuk

membimbing kebijakan dan aksi.

3.8. Erosi

Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau

bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik

disebabkan oleh pergerakan air atau angin (Arsyad, 1983). Proses

hidrologi secara langsung dan tidak langsung akan berhubungan dengan

terjadinya erosi, transpor sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, serta

mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia. Terjadinya erosi

ditentukan oleh faktor-faktor iklim (intensitas hujan), topografi, karakteristik

tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan.

3.8.1. Proses Erosi

Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat

tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih

besar daripada daya tahan tanah. Pada saat hujan mengenai kulit bumi,

maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya agregat tanah.

Penghancuran dari agregat tanah dipercepat dengan adanya daya

penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Hancuran agregat tanah

ini akan menyumbat pori-pori tanah, kemudian kapasitas infiltrasi tanah

akan menurun dan mengakibatkan air mengalir dipermukaan dan disebut

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -20
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

sebagai limpasan permukaan.Limpasan permukaan mempunyai energi

untuk mengikis dan mengangkut partikel tanah yang telah hancur.

Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi

mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan

diendapkan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu :

1. Pengelupasan (detachment);

2. Pengangkutan (transportation);

3. Pengendapan (sedimentation)

3.8.2. Klasifikasi Erosi

Para pakar konservasi tanah pada mulanya mengklasifikasikan

erosi berdasarkan bentuknya, yaitu :

a) Erosi Lembar (sheet erosion);

b) Erosi Alur (riil erosion);

c) Erosi Selokan (gully erosion).

Erosi lembar ditandai dengan pengikisan permukaan kulit bumi

secara merata, dan gejala ini sulit dikenal sehingga baru diketahui dalam

waktu yang lama. Jika air yang mengalir pada permukaan terkumpul

dalam jumlah yang cukup banyak pada suatu tempat akan menyebabkan

tanah yang tererosi dari tempat terkumpulnya air tersebut lebih besar

daripada erosi tempat lain. Sehingga akhirnya membentuk selokan-

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -21
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

selokan kecil (alur), dan gejala ini disebut Erosi Alur. Jika alur yang yang

terbentuk semakin besar menjadi selokan, maka gejala erosinya disebut

Erosi Selokan. Perbedaan antara erosi alur dan erosi selokan terletak

pada ukuran dan keterlanjutannya. Erosi alur masih bisa diperbaiki

dengan pengolahan tanah, sedangkan erosi selokan tidak mungkin lagi.

Klasifikasi tersebut diatas saat sekarang dirasa kurang sesuai,

karena dalam klasifikasi tersebut tidak memperhitungkan kekurangan

agregat yang terjadi karena pukulan air hujan. Pukulan air hujan

merupakan fase pertama dan terpenting dari erosi (Hudson,1976). Lebih

lanjut sebenarnya hampir tidak ada kenyataan yang menunjukkan bahwa

limpasan permukaan mempunyai kedalaman dan kekuatan yang sama

pada semua tempat sehingga mengikis permukaan bumi secara merata

(sheet). Oleh karena itu Morgan (1979) membedakan bentuk erosi

menjadi :

a) Erosi Percikan (splash erosion);

b) Erosi Limpasan Permukaan (overland flow / surface run off


erosion);

c) Erosi Alur (riil erosion);

d) Erosi Selokan (gully erosion).

Pengamatan di Indonesia, disamping keempat bentuk tersebut

ternyata sering kali juga terjadi perpindahan massa tanah secara

bersama-sama. Kejadian ini terutama terjadi pada tanah dengan lapisan

atas yang sangat dangkal, atau terletak diatas lapisan tanah yang tidak
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -22
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

tembus air, dan juga pada teras yang baru dibangun. Proses ini oleh

Carson dan Utomo (1986) disebut erosi massa (mass wasting) untuk

membedakan dengan tanah longsor. Disamping kelima bentuk tersebut,

ada bentuk khusus erosi yaitu tanah longsor (land slide) dan erosi yang

terjadi pada tebing sungai, danau atau laut (stream bank erosion)

(Utomo,1994 : 19-20).

3.8.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Erosi terjadi melalui proses penghancuran/pengikisan,

pengangkutan dan pengendapan. Dengan demikian intensitas erosi

ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga proses tersebut.

Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi yaitu faktor penyebab, yang

dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor tanah yang dinyatakan dalam

erodibilitas. Jadi kalau dinyatakan dalam fungsi maka :

E = f { Erosivitas , Erodibilitas}

Di alam, proses erosi tidak sederhana hasil kali erosivitas dan

erodibilitas saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut. Erosivitas dalam erosi air

merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan

kemiringan, dan erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi. Dan

akhirnya aktivitas manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktor-

faktor tersebut. Oleh karena itu dapat dikemukakan pula bahwa erosi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -23
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

adalah fungsi dari hujan (H), Tanah (T), Kemiringan (K), Vegetasi (V), dan

Manusia (M). Jadi apabila dinyatakan dalam fungsi, maka :

E = f {H,T,K,V,M}

Artinya erosi akan dipengaruhi oleh sifat hujan, tanah, derajat dan

panjang lereng, adanya penutup tanah yang berupa vegetasi dan aktivitas

manusia dalam hubungannya dengan pemakaian tanah.

3.8.4. Dampak Umum Terjadinya Erosi

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan

baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah

untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan

diendapkan di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah

pertanian, dan sebagainya. Secara rinci dampak erosi disajikan pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Dampak Erosi Tanah


Bentuk Dampak di Tempat Dampak di Luar
Dampak Kejadian Erosi Tempat Kejadian

Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang - Pelumpuran dan pen dang


baik bagi berjang karnya akar kalan waduk, sungai,
tanaman. saluran dan badan air
- Kehilangan unsur hara dan ke- lainnya
rusakan struktur tanah. - Timbulnya lahan pertanian,
- Peningkatan penggunaan ener jalan dan bangunan
gi untuk produksi. lainnya.
- Kemerosotan produktivitas ta - Menghilangnya mata air
nah atau bahkan menjadi dan memburuknya kualitas
tidak dapat dipergunakan air.
untuk berproduksi. - Kerusakan ekosistem perair
- Kerusakan bengunan konserva an(tempat bertelur ikan,
si dan bangunan lainnya. terumbu karang, dsb)
- Pemiskinan petanai pengga - Meningkatnya frekuensi dan
rap/pemilik tanah. masa kekeringan.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -24
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Tidak - Timbulnya dorongan / tekanan - Kerugian oleh pendeknya


Langsung untuk membuka lahan baru. umur waduk

- Timbulnya keperluan akan per - Meningkatnya frekuensi dan


baikan lahan dan bangun an besarnya banjir
yang rusak

Sumber : Arsyad, 2000

3.8.5. Pendugaan Laju Erosi

Pengukuran dan pendugaan erosi sulit untuk dilakukan dengan

tepat karena proses kejadian dan faktor yang mempengaruhinya sangat

kompleks. Tetapi dengan beberapa asumsi dan penyederhanaan,

pengukuran dan pendugaan erosi dapat dilakukan dengan tingkat

pendekatan yang bisa diterima. Ada berbagai macam cara pengamatan

atau pengukuran erosi yang terjadi, antara lain dengan pengamatan

langsung di lapangan, interpretasi peta topografi dan foto udara serta

pengukuran langsung dengan percobaan. Dalam studi ini, dalam

menentukan besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE (Modified

Universal Soil Loss Equation).

3.8.5.1. Pendugaan Laju Erosi Berdasarkan Metode MUSLE/ PUKT

Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi ini menggunakan

metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) atau MPUKT

(Modifikasi Persamaan Umum Kehilangan Tanah).Metode ini merupakan

modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT

(Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh Williams

(1995).

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -25
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Metode USLE dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1965,

1978) dimana USLE memperkirakan besarnya erosi rata-rata tahunan

secara kasar dengan menggunakan pendekatan dari fungsi energi hujan,

sedangkan pada metode MUSLE faktor energi curah hujan ini digantikan

dengan faktor limpasan permukaan, sehingga besarnya perkiraan hasil

sedimen menjadi lebih besar dan tidak memerlukan perhitungan nisbah

pelepasan sedimen (SDR). Perhitungan SDR ini tidak diperlukan dalam

perhitungan perkiraan hasil sedimen dengan MUSLE, karena faktor

limpasan permukaan menghasilkan energi yang digunakan dalam proses

pelepasan dan pengangkutan sedimen.

Adapun persamaan MUSLE (William, 1975) adalah sebagai

berikut : A = Rw x K x L x S x C x P

Dimana :

A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha)

Rw = Indeks erosivitas limpasan permukaan (mm).

K = Indeks erodibilitas tanah.

L = Faktor panjang lereng.

S = Faktor kemiringan lereng.

C = Faktor tanaman/ faktor vegetasi penutup tanah.

P = Faktor tindakan pengelolaan tanaman.

3.8.5.2. Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan (Rw)

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan

terjadinya erosi.Untuk menghitung indeks erosivitas membutuhkan data


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -26
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatatan hujan.Ada 2 macam

alat pencatat hujan yaitu alat pencatatan hujan otomatis dan alat

pencatatan hujan manual/sederhana.Pada alat pencatatan hujan otomatis,

kenaikan curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu pada kertas grafik yang

diganti tiap hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari tingkat perubahan

jumlah hujan yang tercatat.Pada alat pencatatan manual, data intensitas

curah hujan didapat dari membagi jumlah hujan dengan lamanya kejadian

hujan.

Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi dapat dihitung

dengan analisa Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan pada daerah

aliran yang cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam

proses pengangkutan. Hasil endapan dipengaruhi oleh limpasan

permukaan. Dalam rumus ini, William mengadakan Modifikasi PUKT untuk

menduga hasil endapan dari setiap kejadian limpasan permukaan dengan

cara mengganti indeks erosivitas (R) dengan erosivitas limpasan

permukaan (Rw).

Rw = 9,05 . (Vo. Qp)0,56

Dimana:

Vo = R . exp (-Rc / Ro)

Rc = 1000 . Ms .BD .RD . (Et / Eo)0,50

Ro = R / Rn

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -27
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Dengan :

Rw = Indeks erosivitas limpasan permukaan (m2/jam)

Vo = Volume limpasan permukaan (m3/ha)

Qp = Laju maksimum aliran air permukaan (m3/det/ha)

R = Jumlah curah hujan bulanan

Ro = Hujan satuan (mm)

Ms = Kandungan lengas pada kapasitas lapang (%)

BD = Berat jenis volume lapisan tanah atas (mg3/m)

RD = Kedalaman perakaran efektif (m), didefinisikan sebagai lapisan


Impermeable. Besarnya ditentukan sebagai berikut :

- Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10


- Untuk tanaman semusim dan rumput = 0.05
Et/Eto = Perbandingan evapotranspirasi actual (Et) dengan
Evapotraspirasi potensial

Rn = Jumlah hari hujan bulanan

3.8.5.3. Indeks Erodibilitas (K)

Erodibilitas tanah adalah kemudahan/kepekaan tanah untuk

tererosi.Dimana masing-masing tanah mempunyai ketahanan yang

berbeda terhadap erosi. Jadi tanah yang memiliki nilai erodibilitas (K) yang

tinggi dengan curah hujan yang sama, akan lebih mudah tererosi daripada

tanah dengan tingkat erodibilitas (K) rendah.

Nilai erodibilitas suatu tanah ditentukan oleh :

1. Ketahanan tanah terhadap gaya rusak dari luar.

2. Kemampuan tanah untuk menyerap air.


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -28
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Tanah dengan partikel tanah yang berukuran besar akan tahan

terhadap erosi karena sukar diangkut, demikian juga tanah yang

didominasi oleh partikel yang berukuran halus, sebab adanya pengikatan

oleh bahan semen. Sedangkan tanah yang mudah tererosi adalah tanah

berdebu dan pasir halus.

Kemampuan tanah untuk menyerap air dipengaruhi oleh kapasitas

infiltrasi, permeabilitas tanah dan ruang pori tanah besar, maka tanah

mampu menyerap air dalam jumlah besar.

Pendugaan besarnya indeks erodibilitas berdasarkan jenis tanah.

Nilai erodibilitas yang diperoleh pada tabel berdasarkan penelitian

terhadap berbagai jenis tanah ke tekstur tanah tertera pada tabel dibawah

ini :

Tabel 3.2. Tabel Konversi Jenis Tanah Ke Tekstur Tanah


No Jenis Tanah Tekstur Tanah
1 Latosol Halus (kandungan liat > 60%)
2 Andosol Sedang
3 Regosol (Grumusol) Halus (kandungan liat > 30%)
4 Aluvial Halus kasar
5 Glei Humus Halus
Sumber : Hardjowigeno, 1995

Tabel 3.3. Tabel Nilai MS, b dan K pada berbagai macam tekstur
tanah
MS b K RD
Tekstur Tanah
% w/w Mg m-3 g j-1 m
Liat (clay) 45 1.1 0.02 *)
Lempung berliat 40 1.3 0.4
Liat berdebu 30 - -
Lempung berpasir 28 1.2 0.3
Lempung berdebu 25 1.3 -
Lempung 20 1.3 -

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -29
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Pasir halus 15 1.4 0.2


Pasir halus 8 1.5 0.7
Sumber : Utomo, 1994

Pembagian kelas tanah berdasarkan kriteria ukuran partikel

tanahnya dapat berbeda-beda sesuai dengan kelas tekstur seri tanahnya,

ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Klas Tekstur Untuk rupa dan Seri Tanah

No Kelas Tekstur Kelas Tekstur Seri


Rupa
1 Kasar Pasir, pasir berlempung
2 Agak Kasar Lempung berpasir
3 Sedang Lempung, lempung berdebu, debu
4 Agak Halus Lempung liat berpasir, lempung liat, lempung liat berdebu
5 Halus Liat berpasir, liat berdebu, liat
Sumber : Hardjowigeno, 1995

Tabel 3. 5. Nilai C dan Et/Eo beberapa macam tanaman untuk model


MMF
Tanaman A (%) C Et/Eo
Padi Sawah - 0.1 - 0.2 1.35
Wheat 43 0.1 - 0.2 0.6
Jagung 25 0.2 0.67 - 0.70
Cassava - 0.4 - 0.9 0.62
Kentang 12 0.2 - 0.3 0.70 - 0.80
Beans 20 - 25 0.2 - 0.4 0.62 - 0.69
Kacang Tanah 25 0.2 - 0.8 0.50 - 0.87
The - 0.1 - 0.3 0.85 - 1.00
Karet 20 30 0.2 0.9
Kelapa sawit 30 0.1 - 0.30 1.2
Rumput prairie 25 40 0.01 - 0.10 0.80 - 0.95
Hutan 25 30 0.011 - 0.002 0.90 - 1.00
Tanah bero 0 1 0.05
Sumber : Hardjowigeno, 1995

3.8.6. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -30
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio

tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang

lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada

tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengelolaan tanaman tergantung dari

jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi tanaman. Vegetasi yang

tumbuh pada suatu lahan dapat bervariasi sesuai dengan pola tata tanam

dan masa pertumbuhan tanaman, sehingga SWAT merubah CUSLE dengan

persamaan sebagai berikut :


C MUSLE exp ln( 0.8) ln C MUSLE,mn exp 0.00115 rsd surf ln C MUSLE,mn

dengan :
C MUSLE, mn
= nilai minimum faktor pengelolaan tanaman
rsd surf
= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah
(kg/ha)
Nilai minimum faktor pengelolaan tanaman dapat dihitung dari nilai

rata-rata tahunan faktor C dengan menggunakan persamaan (Arnold and

Williams, 1995) :

C MUSLE,mn 1.463 ln CUSLE ,aa 0.1034

dengan :

C MUSLE ,aa
= nilai rata-rata tahunan faktor C

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -31
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Pada Tabel 3.6. ditunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari

hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Pada penelitian tersebut,

pengelolaan tanaman, pemilihan bibit, pengolahan tanah, waktu tanam,

dan pemeliharaan semuanya sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian.

Tabel 3.6. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan


tanaman
Jenis tanaman/tataguna lahan Nilai C
Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290
Tanaman kacang jogo 0,161
Tanaman Gandum 0,242
Tanaman ubi kayu 0,363
Tanaman kedelai 0,399
Tanaman serai wangi 0,434
Tanaman padi lahan kering 0,560
Tanaman padi lahan basah 0,010
Tanaman jagung 0,637
Tanaman jahe, cabe 0,900
Pola tanam berurutan 0,398
Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357
Kebun campuran 0,200
Ladang berpindah 0,400
Tanah kosong diolah 1,000
Tanah kosong tidak diolah 0,950
Hutan tidak terganggu 0,001
Semak tidak terganggu 0,010
Alang-alang permanen 0,020
Sengon disertai semak 0,012
Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000
Pohon tanpa semak 0,320
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -32
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Tabel 3.7. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di


Jawa
Teknik Konservasi Tanah Nilai P
Teras bangku :
a. baik 0,20
b. jelek 0,35
Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06
Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02
Teras tradisional 0,40
Teras gulud : padi-jagung 0,01
Teras gulud : ketela pohon 0,06
Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01
Teras gulud : kacang kedelai 0,11
Tanaman dalam kontur :
a. kemiringan 0-8 % 0,50
b. kemiringan 9-20 % 0,75
c. kemiringan >20 % 0,90
Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + 0,05
mulsa
Mulsa limbah jerami : 0,30
a. 6 ton/ha/tahun 0,50
b. 3 ton/ha/tahun 0,80
c. 1 ton/ha/tahun
Tanaman perkebunan : 0,10
a. disertai penutup tanah rapat 0,50
b. disertai penutup tanah sedang
Padang rumput : 0,04
a. baik 0,40
b. jelek
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -33
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

3.8.7 Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (P)

Faktor tindakan konservasi adalah nisbah antara besarnya erosi

dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya

erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi (Suripin, 2002 : 80). Efektifitas

tindakan konservasi dalam mengendalikan erosi tergantung pada panjang

dan kemiringan lereng. Morgan (1988) dalam Suripin (2002) menyatakan

bahwa pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi

erosi tanah pada lahan yang miring, sampai 50% dibandingkan dengan

penanaman ke arah atas-bawah. Nilai faktor P, dapat dilihat pada Tabel

3.8. berikut :

Tabel 3.8. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan


tanaman
Jenis tanaman/tataguna lahan Nilai C
Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290
Tanaman kacang jogo 0,161
Tanaman Gandum 0,242
Tanaman ubi kayu 0,363
Tanaman kedelai 0,399
Tanaman serai wangi 0,434
Tanaman padi lahan kering 0,560
Tanaman padi lahan basah 0,010
Tanaman jagung 0,637
Tanaman jahe, cabe 0,900
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -34
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Pola tanam berurutan 0,398


Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357
Kebun campuran 0,200
Ladang berpindah 0,400
Tanah kosong diolah 1,000
Tanah kosong tidak diolah 0,950
Hutan tidak terganggu 0,001
Semak tidak terganggu 0,010
Alang-alang permanen 0,020
Sengon disertai semak 0,012
Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000
Pohon tanpa semak 0,320
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

Tabel 3.9. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di


Jawa
Teknik Konservasi Tanah Nilai P
Teras bangku :
a. baik 0,20
b. jelek 0,35
Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06
Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02
Teras tradisional 0,40
Teras gulud : padi-jagung 0,01
Teras gulud : ketela pohon 0,06
Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01
Teras gulud : kacang kedelai 0,11
Tanaman dalam kontur :
a. kemiringan 0-8 % 0,50
b. kemiringan 9-20 % 0,75
c. kemiringan >20 % 0,90
Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + 0,05
mulsa
Mulsa limbah jerami : 0,30
a. 6 ton/ha/tahun 0,50
b. 3 ton/ha/tahun 0,80
c. 1 ton/ha/tahun
Tanaman perkebunan : 0,10
a. disertai penutup tanah rapat 0,50
b. disertai penutup tanah sedang
Padang rumput : 0,04
a. baik 0,40
b. jelek
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

3.8.8 Faktor Topografi Panjang lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -35
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh

panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi.Panjang lereng

mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi

dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen.Pada umumnya,

kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Besarnya

nilai LS (faktor topografi) dihitung dengan menggunakan rumus (Anonim,

2002 : 222)

65.41 sin 2 hill 4.56 sin hill 0.065


L
LS MUSLE hill
22.1

dengan :

Lhill
= panjang lereng (m)

m = syarat eksponensial

hill
= sudut lereng

Syarat eksponensial m dihitung dengan :

m 0.6 1 exp 35.835 slp

dengan :

slp = kemiringan lereng HRU (Hydrologic Response Unit)

tan hill
=

3.9. Batas Laju Erosi Yang Diperbolehkan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -36
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat

diperbolehkan atau ditoleransikan adalah perlu, karena tidaklah mungkin

menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk

pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Erosi yang

diperbolehkan adalah kecepatan erosi yang masih berada dibawah laju

pembentukan tanah. Terjadinya erosi pada suatu lahan tidak dapat

dihentikan sehingga tidak terjadi erosi sama sekali. Pengendalian erosi

yang dilakukan dimaksudkan agar erosi yang terjadi tidak mengganggu

keseimbangan alam.

Menurut Arsyad, dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai

sifat dan stratum tanah, maka untuk tanah di Indonesia disarankan nilai

erosi yang diperbolehkan (T), disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.10 Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-Tanah di Indonesia

Nilai T
No
Sifat Tanah dan SubStratum (mm/th
.
)

1 Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0

Tanah sangat dangkal di atas batuan telah melapuk


2 0,4
(tidak terkonsolidasi)

3 Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8

Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah


4 1,2
melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap


5 1,4
air di atas substrata yang telah melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah


6 berpermeabilitas lambat, di atas substrata yang telah 1,6
melapuk

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -37
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah


7 berpermeabilitas sedang, di atas substrata yang telah 2,0
melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang


8 2,5
permeabel, di atas substrata yang telah melapuk

Sumber : Arsyad, 2000 : 244

Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnya T

maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu

untuk tanah dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang permeabel

dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami

pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat

lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang

belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad

2000 : 239).

3.9.1. Indeks Bahaya Erosi

Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya

Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad

2000 : 274) :

ErosiPotensial (ton / ha / tahun)


T (ton / ha / tahun)
Indeks Bahaya Erosi =

Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan.

Indeks bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana tertera pada Tabel

3.11.

Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981)


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -38
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat


< 1,0 Rendah
1,01 4,0 Sedang
4,01 10,0 Tinggi
> 10,01 Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad, 2000 : 275

3. 10. Bangunan Pengendali Erosi

Usaha untuk memperlambat proses sedimentasi antara lain dengan

mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan gerakannya

menuju bagian sungai dibagian hilirnya. Adapun pekerjaannya adalah

berupa pembangunan bendungan penahan ( check dam, kantong lahar,

bendung pengatur, bending konsolidasi serta pekerjaa normalisasi alur

sungai ( chennel work) dan pekerjaan pengendalian erosi di lereng-lereng

pegunungan ( hill side work).

Kegiatan yang biasa dilakukan dalam rangka konservasi lahan

antara lain dengan cara membangun sederet bending-bendung pengatur

yang biasanya dengan konstruksi dari beton, pasangan batu atau

bronjong kawat. Selanjutnya disebelah hulu bendung tersebut akan terisi

bahan sedimen yang terangkut oleh air dari hulunya, sehingga

terbentuklah terap-terap dan proses penurunan dasar alur dapat dicegah.

Secara umum check dam memiliki beberapa fungsi, antara lain :

o Meembentuk kemiringan dasar sungai kecil sehingga mencegah

erosi vertical dari dasar sungai.

o Mengatur aliran sungai sedemikian rupa sehingga mencegah

erosi dari dasar sungai.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -39
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

o Menampung pasir dan kerikil untuk mengendalikan dan

mengatur jumlah pasir dan kerikil (sedimen) yang dibawa oleh

aliran air.

Penentuan letak / lokasi kedudukan check dam berdasarkan pada

tujuan pembangunannya adalah sebagai berikut :

Untuk tujuan pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak

dengan jumlah sangat besar yang timbul akibat terjadinya tanah

longsor, sedimen luruh, banjir lahar dan lain-lain, maka letak/lokasi

check dam direncanakan pada lokasi sebelah hilir dan daerah sumber

sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur sungai yang dalam, agar

dasar sungai naik dengan adanya check dam tersebut.

Untuk tujuan pencegahan terjadinya penurunan dasar sungai,

lokasi/letak dam direncanakan penempatannya di sebelah hilir dan ruas

sungai tersebut.

Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka diperlukan beberapa

buah check dam yang dibangun secara berurutan membentuk turap-

turap sedemikian, sehingga pondasi dam yang lebih dulu dapat

tertimbun oleh tumpukan sedimen yang tertahan oleh check dam di

hilirnya.

Untuk tujuan memperoleh kapasitas tamping yang besar, maka tempat

kedudukan dam supaya disuhakan pada lokasi di sebelah hilir ruas

sungai yang lebar, sehingga dapat terbentuk semacam kantong.

Kadang-kadang dam ditempatkan pada sungai utama di sebelah hilir

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -40
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

muara anak-anak sungai yang biasanya berupa sungai arus deras

dapat berfungsi sebagai dam untuk penahan sedimen baik pada

seungai utama maupun pada anak sungainya.

Selain bebrapa hal tersebut diatas, dasar perencanaan untuk

penetuan titik dasar (basic point )check dam adalah sebagai berikut :

o Prinsip Bangunan Check Dam

Bangunan ini direncanakan pada daerah erosi vertical dari alur

sungai. Fungsi check dam adalah untuk menahan material dan

mencegah erosi. Dalam kasus erosi vertical sepanjang alur sungai,

bangunan check dam digunakan untuk membuang sedimen yang

merusak daerah sasaran.

o Titik Dasar ( Basic Point ) Perencanaan Check Dam

Titik dasar untuk perencanaan check dam adalah suatu titik batas

untuk menentukan jumlah sedimen yang dibicarakan dan yang

diijinkan. Titik dasar harus diletakkan sedemikian agar dapat mudah

untuk merumuskan perencanaan.Misalnya titik paling akhir pada suatu

alur sungai, titik pertemuan sungai sampai sector perbaikan sungai.

Dalam pemilihan lokasi disebelah hilir pertemuan dua sungai akan

lebih efektif untuk kedua sungai tersebut dalam waktu bersamaan.

Dalam hal tertentu, jika salah satu dari keduanya lebih rusak maka

pembangunan dilakukan pada bagian yang parah.Maka

pembangunan harus disebleah hulu titik pertemua.

o Estimasi Sedimen untuk Perencanaan Check Dam.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -41
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Jumlah sedimen yang dihasilkan di daerah sasaran harus diestimasi

sebagai jumlah material / sedimentasi. Jumlah estimasi tersebut akan

menjadi patokan mendasar dari perencanaan check dam.

o Jumlah Aliran Sedimen yang Diijinkan

Jumlah material sedimen yang diijinkan didefinisikan sebagai

sejumlah materal yang mengalir menuju hilir sengai tanpa membuat

kerusakan dan alur sungai tertap terjaga dalam kondisi yang aman

dan stabil.

o Jumlah Kelebihan Aliran Sedimen.

Jumlah kelebihan aliran sedimen pada suatu titik tertentu pada

perencanaan check dam ditentukan sebagai jumlah yang harus

dikendalikan di sebelah hulu titik tersebut. Hal ini dimaksudkan agar

sedimen yang melewati suatu titik dasar adalah jumlah material yang

diijinkan.

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Wilayah pengelolaan DAS dari suatu wilayah DAS yang utuh

sebagai satu kesatuanekosistem yang membentang dari hulu hingga

hilir.Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuhini dimaksudkan agar

upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara

menyeluruhdan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang

telah mempertimbangkan keterkaitanantar komponen-komponen

penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -42
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

termasukpengaturan kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi.

Kegiatan yang disebutkanterakhir berfungsi sebagai instrumen

pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yangdilakukan

telah/tidak mencapai sasaran.

2. Tugas dan Latihan

1. Mahasiswa menghitung debit limpasan yang terjadi dalam suatu DAS

dengan mengetahui penggunaan tata guna lahan dalam DAS tersebut.

2. Mengkaji apa yang menjadi penyebab terjadinya banjir pada bagian hilir

dalam suatu wilayah yang sering terjadi pada akhir-akhir ini.

3. Bagaimana tindakan yang harus di buat perlakuan pada daerah bagian

hulu dengan adanya penyebab sering terjadinya banjir pada bagian hilir.

3. Indikator Pencapaian

a. Mahasiswa mampu menyelenggarakan pengelolaan DAS dan

disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseranparadigma dalam

melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

b. Mahasiswa mengetahui pedoman untuk pengelolaan DAS lintas

Propinsi, lintas Kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu

Kabupaten/Kota.

c. Mahasiswa mampu di dalam pengelolaan DAS dengan menyesuaikan

kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan

disesuaikan dengan kewenangan1. Mahasiswa dapat mendesain

suatu sistem

2. Mahasiswa dapat merumuskan suatu formulasi penyelesaian


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,
2016 III -43
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

masalah dalam sumberdaya air.

D. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1987 Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah sebagai


Rencana Jangka Panjang, Kupang: Departemen Kehutanan
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

Anonim, 1998.Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan


Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS, Jakarta :
Departemen Kehutanan (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan).

Bisri, Mohammad, 2009Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Malang :


Penerbit Percetakan CV. Asrori

Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah Dan Air. Yogyakarta : ANDI

Sudjarwadi, 1987/1988 Sumber Daya Air, Jogyakarta : Proyek


Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama antar Universitas (Bank
Dunia XVII ) Universitas Gajah Mada.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -44
BAHAN AJAR Kurikulu
PN MANAJEMEN PRASARANA m
K SUMBER DAYA AIR 2010

Trie M. Sunaryo, Tjoek Waluyo, Aris Harnanto, 2004 Pengelolaan Sumber


Daya Air, Konsep & Penerapannya, Malang, Penerbit Bayu Media
Publising

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK,


2016 III -45

Anda mungkin juga menyukai