MINI PROJECT
Kode Kegiatan : F7
BAB I
PENDAHULUAN
1
Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih merupakan salah
satu penyebab dari perdarahan pascapersalinan dini. Inversio uteri adalah suatu keadaan
dimana fundus uteri terputar balik keluar, baik sebagian atau seluruhnya ke dalam uterus
atau ke dalam vagina, bahkan dapat juga keluar vagina. Pada keadaan yang ekstrim, kita
dapat menjumpai endometrium yang berwarna keunguan dengan placenta yang masih
melekat.
Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam kepustakaan
Ayuverde, yaitu sistem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates adalah orang yang
pertama kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370 SM). Arvicenna (980-
1037 SM) adalah seorang dokter Arab, yaitu orang yang pertama kali mendeskripsikan
dengan jelas diagnosis banding antara inversio uteri dengan prolapses uteri.
Angka kejadian inversio, uteri yang pasti berbeda-beda dan bervariasi, antar
peneliti berkisar antara, 1:1000 sampai 1:15.000.9,10 Mc Cullagh melaporkan 1 kasus
dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Watson
juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan Hakimi mencatat 1.-5000 sampai dengan
1:10.000 kelahiran ,6 Di India kejadiannya 1 dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari
27.992 persalinan, di Amerika 1dari 23.127 persalinan, di Canada 1 dari 3737 persalinan
dan di Perancis 1 dari 20.000 persalinan.
2
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan
merupakan kasus kedaruratan obstetri, oleh karna dapat menimbulkan syok bahkan
sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi
tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang
serius dan fatal dan angka mortalitasnya masih cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah
kasus.
Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu dengan
cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta, melalui tarikan
yang ringan pada tali pusat setelah k-ontraksi uterus atau setelah ada tanda-tanda
lepasnya plasenta, serta. mengenal secara, dini dan dengan penatalaksanaan yang adekuat
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.3,14
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda serta
penanganan yang adekuat terhadap inversio uteri sehingga risiko morbiditas dan
mortalitas ibu, dapat dikurangi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya
meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan reproduksi umumnya, dimana penulis mengambil
tema Inversio Uteri sebagai materi penyuluhan
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Memberikan pengertian mengenai Inversio Uteri
2. Memberikan pengetahuan mengenai berbagai penyebab Inversio Uteri
3. Memberikan edukasi mengenai akibat yang dapat ditimbulkan oleh Inversio Uteri
4. Memberikan edukasi mengenai cara penanganan Inversio Uteri
3
1.4 Manfaat
Penulis berharap penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran bidan mengenai Inversio
Uteri dan bagaimana penanganannya.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Inversio uteri adalah terbalik dan melipatnya uterus demikian rupa sehingga
lapisan endometriumnya dapat tampak sampai di luar perineum atau dunia luar. Pada
inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah
dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-
tiba dalam kala III persalinan atau segera setelah plasenta keluar
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri terputar balik keluar
dimana sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri, vagina atau keluar dari
vulva.
2.2. KLASIFIKASI
5
1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelab kelahiran bayi atau
plasenta, sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.
2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi kontraksi cincin
serviks uteri.
3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu
ataupun sudah didapatkan gangren.
D. Berdasarkan etiologinya:
1. Inversio uteri non-obstetri
2. Inveisio uteri puerpuratis
6
2.3 Insiden
Inversio uteri adalah suatu kejadian emergency obstetrik yang sangat jarang terjadi.
Insiden dalam terjadinya inversio uteri adalah sebanyak 1 : 20.000 persalinan. Jika ianya tejadi
haruslah di tangani dengan cepat karena dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat
pendarahan yang banyak
2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketabui sepenuhnya dengan pasti dan
dianggap ads kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian dapat
terjadi spontan dan lebih sering terjadi karna prosedur tindakan persalinan dan kondisi ini tidak
selalu dapat dicegah
Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri
nonobstetri dan inversio uteri puerperalis.
Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh mioma uteri submukosa yang
terlahir, polip endometnum dan sarkoma uteri, yang akan menarik fundus uteri ke arah bawah
serta berkombinasi dengan kontraksi miometrium secara terns menerus mencoba mengeluarkan
mioma seperti benda asing.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada tumor yang berasal dan kavum
uteri antara lain. 1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding uterus yang
tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai dari tumor, dan. 6.
Lokasi tempat perlekatan tumor.
Pada inversio uteri puerpuralis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering disebabkan
oleh pertolongan persalinan yang kurang baik.
Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida terutama
yang mendapat terapi MgSO4 intravena untuk terapi PEB dan cenderung untuk berulang pada
kehamilan berikutnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan abnormalitas dan uterus atau
kelaman kongenital uterus lainnya- Keadaan lain yang dapat menyebabkan. Inversio uteri yaitu
pada grandemultipara, atau pada keadaan atonic uteri, kelemahan otot kandungan, atau karna
7
tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi
karna tali pusat yang pendek. Pada kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi
dari tarikan tali pusat yang kuat dari placenta yang berimplantasi di fundus uteri.
Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala III
sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus) Dibuktikan bahwa lebih banyak
kasus inversio uteri didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak pernah
oleh ahli kebidanan selama prakteknya. Barer dan Sparkly mendapatkan 76% kasus disebabkan
oleh teknik penanganan persalinan yang salah.
Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri
yaitu:
A. Faktor predisposisi:
Abnormalitas uterus
Plasenta adhesiva
Relaksasi miometrium
Pemberian MgSO4
Atonic uteri
8
Pengeluran plasenta secara manual
Perasat Crede
Partus presipitatus
Gemelli.
9
Gambar Inversio uteri inkomplit dan implantasi plasenta pada inversio uteri
2.5 Gejala Klinis
Inversio uteri sering kah tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga diagnosis sering
tidak dapat ditegakkan pada scat dini. Syok merupakan gejala yang sering menyertai suatu
inversio uteri. Syok atau gejala-gejala Syok yang terjadi dapat tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi setelah persalinan
tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu inversio uteri, Syok
dapat disebabkan karena nyeri hebat, akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan
rangsangan serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi perdarahan
yang hebat, menyusul inversio, uteri prolaps dimana bila plasenta belum lepas atau telah lepas
perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan tersebut dapat
memperberat keadaan syok yang telah ada. Sebelumnya bahkan dapat menimbulkann kematian-
Dilaporkan 90% kematian, terjadi dalam dua jam paska persalinan akibat perdarahan atau syok.
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang- kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai pada
pemeriksaan tersebut Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau di luar serviks
atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak tumor berwarna merah
keabuan yang kadang-kadang didapatkan plasenta masih melekat dengan ostiuxn tuba dan,
endometrium berwarna merah muda dan kasar serta berdarah.
Tetapi hal ini dapat dibedakan dengan tumor !mioma uteri submukosa yang terlahir, pada
mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya serta,
jarang sekah mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan. Pada kasus inversio uteri yang kronis akan didapadum gangren dan
strangulasi jaringan inversio oleh cincin Serviks
Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang khas maka
perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara:
10
Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi
2.6 Patofisiologi
11
dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan
keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenik.
2.7 DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda dan gejala sebagai berikut :
Pada penderita paskapersalinan ditemukan :
1. Nyeri yang hebat
2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
3. Perdarahan
4. Nekrosis / gangren / strangulasi
Pada pemeriksaan dalam didapatkan
1. Bita inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cckung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina
teraba tumor lunak
3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )
12
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam
usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding
uterus.
b. Retensio Plasenta
Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain :
Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri
Separasi / akretaPlasenta
Gejala Plasenta akreta
parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
plasenta
13
Syok Sering Jarang Jarang sekali
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus
terasa bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi
perdarahan sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
a. Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila
tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas.
b. Strassman
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika
terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.
c. Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar
bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.
Apabila plasenta belum lahir jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan
untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan
dengan manual plasenta.
14
dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber
perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi.
Robek Vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang
bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih
besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan
pembedahan vaginal.
Tingkatan robekan pada perineum:
Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan
otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding
depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan
diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.
Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.
Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina
terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka
dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak. Apabila
15
perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan pembukaan ligamentum latum.
Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika.
Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks
yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan
serviks uteri.
16
tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan.
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
2.9 PENATALAKSANAAN
Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegaban lebih diutamakan pada
persalman serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
A. Pencegahan
1. Dalam memimpin persalman hares dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri,
terutama pada wanita dengan tersebut.
2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat -dan-penckanan secara Crede sebelum ada
kontraksi.
3. Penatalaksanaan aktif kala HI dapat menurunkan insider inversio uteri.
4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.
B. Pengobatan
1. Menangani syok akibat pendarahan yang banyak
2. Mereposisi semula uterus ke tempatnya.
17
Bagan reposisi inversio uteri
18
atasi dulu dengan infue IV cairan elektrolit dan transfusi darah, segera itu barulah dapat
di lakukan reposisi secara manual , hidrostatik atau secara operasi melalui transabdominal
maupun transvaginal.
Langkah reposisi inversio uteri secara manual dengan cara:
a. Memberikan muscle relaksan padanya sehingga otot rahim menjadi lemas. Relaksan
akan membuatkan otot rahim lemas.
b. Relaksan yang di anjurkan adalah:
Anestesi umum
Pemberian tokolisis relaksan otot uterus yaitu:
Tokolisis merupakan suatu relaksasi uterus sebelum di lakukan reposisi manual atau
pun repososi hidrostatik. Antara obat yang menjadi pilihan sebagai tokolisis
adalah:
o Mg S04 4- 6 g IV selama 4 menit
o Nitrogliserin 100 mcg IV
o Terbutaline 0, 25 mg IV
Uterotonika yang dapat diberikan adalah seperti oksitosin yang mempunyai efek
kerja cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah. Ergometrin dan prostagladin
juga dapat di gunakan untuk mencegah tpedarahan.
Oksitosin merupakan homon sintetik yang di produksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini dapat menimbulkan kontraksi uterus, ianya dapat diberikan IM , IV ,
untuk pendarahan aktif dapat di berikan lewat infus dengan Ringer Laktat. Efek
sampingnya sangat sedikit seperti nausea, vomitus.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan terjadinya tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Ianya mempunyai
dosis maksimum 1, 25 mg, dan dapat di berikan langsung melalui IV bolus 0,12 mg. Obat
ini dikenali sebagai vasospasme perifer dan dapat menyebabkan hipertensi. Jadi tidak
boleh diberikan pada penderita hipertensi.
Prostagladin merupakan analog 15 metil prostagladin F2 alfa. Obat ini dapat di
berikan secara intravaginal, intravena, intramuskular, atau rectal. Pemberian IM adalah
sebanyak 0,25 mg yang dapat di pakai sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian lewat
rektal dapat mencapai 5 tablet 200 ug yaitu 1 g. Efek sampingnya adalah nausea,
vomitus, diare, sakit kepala di sebabkan kontraksi otot halus dan juga bekerja di
termoregulasi sentral sehingga menyebabkan muka kemerahan, berkeringat.
19
Teknik Johnson :
Pada, kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika plasenta belum lepas atau sudah
lepas tetapi belum dilahirkan maka plasenta, dilepaskan setelah reposisi berhasil atau
dilakukan bersama-sama. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi maker dapat terjadi
perdarahan hebat. Reposisi manual yang terfavorit adalah dengan metode Johnson.
Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan seluruh tangan ke dalam jalan lahir,
sehingga ibu jari dan jari-jari yang lain pada cervical utero junction dan fundus uteri
dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dan rongga pelvis dan dipertahankan di
dalam rongga abdomen setinggi umbihkus. Tindakan ini membuat peregangan dan
tarikan pada ligamentum rotundum yang akan memperlebar cincin servik, selanjutnya
akan menarik fundus uteri ke arah luar melewati cekungan. Bila spasme miometrium dan
kontraksi cincin mengbambat. Reposisi dapat diberikan anestesi seperti halothane atau
tokolitik MgSO4 dapat diberikan intravena, 1 gr per menit selama 4 menit. Bila, tidak
efektif dapat diberikan terbutaline 0,125-0,25 mg intravena, Ritrodrine 0,150 mg
intravena. Bahkan nitroglycerin dapat digunakan secara efektif untuk merelaksasi cincin
konstriksi menggantikan kebutuhan akan anestesia mum. Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama 3 - 5 menit hingga fundus uteri
berangsur-angsur bergeser dari telapak tangan. Setelah uterus direposisi, tangan operator
tetap didalam kavum uteri sampai timbal kontraksi uterus yang keras dan hingga
diberikan oksitosin intravena.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian oksitosin atau alkaloid ergot dan
pemasangan tampon uterovaginal ditemskan sampai 24 jam. Pada keadaan dimana
kontraksi uterus tetap lemah dapat ditambahkan dengan injeksi methyl prostaglandin
intravenous.
o Seluruh telapak tangan di masukkan ke dalam vagina untuk mendorong inversio uteri
untuk masuk kembali
o Setelah berhasil lakukan pijitan bimanual antara tangan intra uterine dan tangan
lainnya di fundus uteri yang telah di reposisi
o Masukkan bolus uterotonik ( oksitosin atau methergin) sehingga timbul kontraksi
yang dapat mempertahankan fundus uteri di tempatnya
o Jika di pandang perlu dapat di pertahankan dengan memasang tampon uterovaginal.
20
o Tampon dapat di pertahankan 24 jam atau lebih dan selanjutnya di tarik sedikit
sehingga tidak menimbulkan inversio kembali.
o Sementara menarik tampon , dapat di masukkan uterotonik secara drip.
Teknik Jones:
Biasanya teknik ini dipakai bila teknik Johnson gagal. Jari tangan yang
terbungkus handschoen ditempatkan pada bagian tengah dari fundus uteri yang terbalik
sementara itu dibenkan tekanan ke atas secara lambat. Sementara itu serviks ditarik
dengan arah yang berlawanan dengan ring forceps.
21
O'Sullivan pertama kali menggunakan tekanan hidrostatis untuk mereposisi
inversio uteri. Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada tiang infus dan
ditempatkan lebih kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua bush tube karet
ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan mengalir cepat,
dan tangan operator menutup introitus untuk mencegah keluarriya, cairan. Dinding
vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat. Setelah inversio terkoreksi,
cairan dalam vagina dikeluaikan secara perlaban. Kemudm pasien diberi 0,5 mg
crgotonic intravena. Lalu dibenkan infus dekstrose 5% sebanyak 1000 cc dengan
oksitosin 20 unit. Reposisi uterus biasanya didapatkan dalam 5-10 menit
o Pasien dalam posisi trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari
perineum.
o Siapkan sistem bilas yang sudah desinfeksi,berupa selang 2 m berujung penyemprot
berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 2-5 L( NaCl
atau RL ) dan dipasang setinggi 2 m.
o Identifikasi forniks posterior.
o Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia sekitar
ujung selang dengan tangan.
o Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.
22
A. Transabdominal:
Teknik Haultain
Pada, reposisi dengan cars Haultin, dilakukan insisi longitudinal
sepanjang dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian
dimasukkan melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan
diberilm tekanan pada fimdus atau tekanan secara simultan dan tangan asisten.
Bila reposisi telah komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan terputus, dengan
chromic
23
Teknik reposisi cara Haultin
Teknik Huntington
Pada tindakan reposisi operatif perabdominam sebailmya, dicoba dahulu
dengan cara Huntington. Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan
laparatomi dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan
bantuan forsep Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada, kedua
sisinya, kemudian ditank ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali
pada posisinya semula.
Selain tankan ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten
akan mempermudah pelaksanaan prosedur tersebut
24
Teknik operasi Huntington
B. Transvaginal
25
Gambar Reposisi operatif cara Spinelli
26
Gambar Teknik Reposisi Cara Kustner
D. Histerektomi
Tidak mungkin di lakukan reposisi
Jaringan nekrosis akibat iskemik jaringan
Terdapat infeksi yang cukup membahayakan jiwa
27
2.10 KOMPLIKASI
a. Gangguan miksi dan stress inkotenesi
Apabila seluruh uterus tertarik ke awah ini menyebabkan fascia dinding depan
vagina mengendor dan vesika urinaria akan terdorong ke belakang. Selain itu uretra
juga turut ke bawah bersama dengan penurunan cavum uteri.
b. Inkarserasi usus
Ini dapat terjadi karena ruang yang kosong antara cavum dauglasi terisi usus halus
atau sigmoid masuk ke dalam karena dinding uterus sudah menonjol keluar.
BAB III
METODE
28
Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember yang dilanjutkan dengan diskusi
sehingga efektif dalam menyampaikan maksud penulis terhadap peserta penyuluhan.
BP
AS
dengan melakukan penyuluhan
BIDAN TENTANG PENANGANAN
tentang
INVERSIONPenanganan InversioTEPAT
UTERI SECARA
Pada Ibu Hamil
Uteri
Untuk Bidan Di
DAN CEPAT
M
MASYARAKA Puskesmas
Meningkatkan Pengetahuan
Rambipuji Kecamatan
T Masyarakat Dan BidanJember
Rambipuji Kabupaten Tentang 29
Kelainan Yang Dapat Terjadi Sesaat
Setelah Persalinan
3.4 Kerangka Operasional
MASALAH YANG
IDENTIFIKASI
DITEMUKAN
MASALAH
MELALUI PENGETAHUAN
PENGENALAN MASAYRAKAT DAN BIDAN
MEDAN
Penyuluhan Penanganan Inversio Uteri YANG MASIH RENDAH
Pada Ibu Hamil Untuk Bidan Di
Puskesmas Rambipuji Kecamatan
AKAR DOKTER
Rambipuji Kabupaten Jember
MASALAH BIDAN
dilanjutkan diskusi dengan bidan
Evaluasi dengan tenaga kesehatan
mengenai masalah dan keberhasilan
sosialisasi tentang kehamilan dan
ALTERNATIF
PEMECAHAN
persalinan
Tenaga MASALAH
Kesehatan Puskesmas
meningkatkan pengetahuan tentang 30
pengenalan dan pengobatan berbagai
problem kehamilan dan persalinan.
3.5 Diagnosis komunitas
Diagnosis komunitas dari penelitian ini menggunakan teknik MINI LOKAKARYA
dimana dikumpulkan subyek-subyek yang berperan diantaranya dokter, bidan dan tenaga
kesehatan dari Puskesmas duduk bersama membicarakan masalah kesehatan yang terjadi,
menganalisa akar permasalahan, serta mencari alternatif-alternatif pemecahan masalahnya
dalam bentuk FGD Focus group discussion.
3.7 Evaluasi
Evaluasi bekerjasama dengan bidan wilayah desa setempat yang dilakukan yakni
dengan cara diskusi dengan bidan dalam setiap kegiatan mini lokakarya mengenai
keberhasilan dan kendala yang dihadapi bidan saat penanganan pasien dan sosialisasi
masalah kelainan pada saat kehamilan dan persalinan.
BAB IV
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mini Proyek ini berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan dan sasaran
penyuluhan yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana materi dapat disampaikan dan
diterima dengan baik oleh peserta. Tidak kami temukan kendala yang berarti sejak persiapan
hingga pelaksanaan penyuluhan, hal ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari pihak
tenaga kesehatan Puskesmas Rambipuji, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember.
BAB V
DISKUSI
32
Inversio uteri merupakan kasus yang jarang dijumpai, walaupun demilian kita harus
tanggap pada keadaan syok paska persalinan dengan perdarahan yang tidak sesuai. Penyebab
inversio uteri lebih sering spontan yang berkaitan dengan abnormalitas uterus. Selain itu
inversio uteri dapat jugs disebabkan oleh penanganan persalinan yang salah.
Pembagian inversio uteri adalah inversio uteri inkomplit, komplit dan inversio prolaps
dan dapat timbal akut, subakut dan kronis.
Tindakan pada kasus inversio uteri adalah meliputi perbaikan keadaan umum dan
infus, transfusi dan antibiotik, reposisi manual secara Johnson, dan bila gagal dilanjutlkan
dengan tindakan operatif.
Operasi dapat perabdominam dengan teknik Houltain dan Huntington dan dapat juga
pervagmam dengan teknik Spinelli atau Kustner, atau pada keadaan tertentu dapat dilakukan
subtotal histerektomi pervaginam. Keselamatan penderita tergantung dari kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta penanganan kasus, makin dini makin baik hasil yang di capai.
BAB VI
33
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
34
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Obstetrical Hemorrhage. Dalam:
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Williams Obstetrics. Edisi ke-23. New
York. McGraw Hill,2010; 757 801
2. KA. Rana, P.S. Patel. Complete uterine inversion. American Institute of Ultrasound in
Medicine .J Ultrasound Med 2009; 28:17191722
3. MK Karkata. Pendarahan Pasca Persalinan. Dalam: Prawihardjo S. Ilmu Kebidanan.
Edisi ke-4. Jakarta. PT Bima Pustaka,2010; 522 29
4. JP OGrady, ME Rivlin. Uterine Inversion, Malposition of the Uterus. Dalam :
Obstetric Syndromes and Conditions. New York, NY: Parthenon; 2006
5. RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Post Partum Hemorrhage. Dalam : RS Gibbi,
BY Karlan, AF Harney et all. Danforth's Obstetrics and Gynecology. Edisi ke-10.
New York. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
35