Anda di halaman 1dari 4

Pemanfaatan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) Bagi Penguatan Ekonomi

Lokal: Solusi Dalam Menghadapi ACFTA

Oleh : Tri Cahyono, Arif Dwi Hartanto dan Ainur Rafiq


Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. 2010

Kondisi perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu selalu mengalami godaan.


Mungkin salah satu penggoda yang paling nakal adalah menyeruaknya Asean-China
Trade Agreement (ACFTA). Jika ini dibiarkan tanpa adanya kebijakan yang tepat
khususnya menyangkut usaha kecil menengah (UMKM), maka dapat diprediksi kondisi
masa depan perekonomian akan semakin mengalami patogen lemah syahwat.
Sebagai pembanding, data BPS tahun 2006 menyebutkan bahwasannya UMKM
di Indonesia menghegemoni unit-unit usaha yang beredar dengan rincian sebesar
99,75% dan hanya 0,19% merupakan usaha skala besar. Selang dua tahun kemudian,
yaitu 2008 meningkat menjadi 99,99% dari total unit usaha, dengan sumbangan 3 sektor
terbesar mencapai 85%. Tiga sektor terbesar tersebut adalah pertanian, perdagangan,
dan jasa dimana masing-masing menyumbang sebesar 26,40 juta, 14,79 juta, dan 2,18
juta unit usaha. Ini jelas memberi gambaran bahwa UMKM di Indonesia sangat krusial,
dan kebijakan yang meraba kepadanya haruslah sistematis dan jelas.
Pasca diberlakukannya ACFTA pada bulan januari 2010, tak sedikit para
ekonom yang menyampaikan pendapat yang pro dan kontra. Toh begitu, apa boleh
dikata, ibarat keadaan hujan kita sudah kehujanan, maka strategi pengembangan unit-
unit usaha adalah ramuan untuk mementaskan keunggulan komparatif (comparative
advantege) di daerah, yaitu melalui UMKM yang dilahirkan dalam sebuah lembaga
bernama BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Bukan sekedar BUMDes biasa, namun
BUMDes luar biasa yang berorientasi internasional, utamanya dalam panggung drama
ACFTA. Maka, seperti apakah kekuatan dari badan usaha yang berbentuk BUMDes
dalam menghadapi ACFTA adalah pertanyaan urgen agar bangsa ini tidak melulu
dipecundangi oleh para aktor komedian kapitalis.

BUMDes dan Penguatan Ekonomi Lokal

1
Secara umum, sebuah badan usaha yang mampu menggerakkan roda
perekonomian di tiap-tiap daerah sangatlah mutlak diperlukan. Isu lain yang juga urgen
adalah revitalisasi kelembagaan yang mampu memberdayakan masyarakat dari objek
menjadi subjek, serta menginternalkan nilai-nilai kelokalan dengan tujuan
mempermudah implementasi kebijakan dan mewujudkan adanya spesialisasi produk
yang menjadi keunggulan daerah (comparative advantage).
BUMDes sebagaimana amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dimaksudkan
sebagai usaha desa untuk mendorong dan menampung seluruh kegiatan peningkatan
pendapatan masyarakat, baik yang berkembang menurut adat istiadat dan budaya
setempat, maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan untuk dikelola oleh
masyarakat melalui program dan proyek pemerintah serta pemerintah daerah..
Badan usaha yang berbentuk BUMDes agar lebih baik haruslah memberdayakan
sistem-sistem yang lebih inovatif. Inovatif disini bukan hanya menekankan pada
modernisasi semata tetapi harus ditunjang dengan penginternalan nilai-nilai kelokalan.
Diharapkan, ada pembentukan usaha ekonomi baru yang berakar dari sumberdaya lokal
melalui optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah ada. Hal ini
sekaligus merupakan upaya akselerasi pencapaian pertumbuhan ekonomi perdesaan
yang mendasarkan pada peningkatan kesempatan berusaha bersama dalam rangka
mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Penekanan badan usaha berbentuk
BUMDes yang berbasis pada kearifan lokal merupakan sebuah strategi yang sangat
tepat. Hal ini dikarenakan dengan berfokus pada potensi lokal dapat menggerakkan
sektor riil yang ada di daerah.

Kekuatan BUMDes dalam Menghadapi ACFTA


Globalisasi bila tidak disikapi dengan kematangan hanya akan menjadi
goblogisasi ataupun gombalisasi. Retorika kata ini ditandai dengan adanya perdagangan
bebas yang telah menuntut negara di seluruh dunia untuk lebih kreatif dan inovatif.
Terutama bagi Indonesia, dimana pertumbuhan UMKM Indonesia masih rendah.
Padahal potensi yang berbasis kearifan lokal yang dimiliki sangat besar. Dari perspektif
dunia, sudah diakui bahwa UMKM menjadi aktor utama dalam pembangunan dan

2
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di
negara-negara maju.
Pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap PDB (atas harga berlaku)
menyumbang sekitar 55,56% dari total PDB. Dan secara sektoral, pada tahun 2008
peran UMKM di sektor pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa cukup besar yaitu masing
masing sebesar 95,26%, 96,34%, dan 95,66%. Selain itu, UMKM turut berperan besar
dalam penyerapan tenaga kerja secara nasional. Jumlah tenaga kerja yang diserap
UMKM mencapai 90,9 juta orang atau 97,10% dari total jumlah tenaga kerja nasional.
Sebagian besar tenaga kerja tersebut terkonsentrasi pada UMKM kategori mikro yaitu
sebesar 81,74% dari total tenaga kerja UMKM.
Untaian data diatas cukup gamblang menjelaskan betapa dahsyatnya kekuatan
UMKM bila totalitas dalam penggarapannya pada level pemangku kebijakan (police
maker) dijalankan dengan sepenuh hati. Dengan demikian dalam menghadapi ACFTA,
badan usaha yang berbentuk BUMDes merupakan solusi tepat untuk pembangunan
perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan ada beberapa potensi unggulan yang
dimiliki oleh BUMDes antara lain:
a. BUMDes menggunakan bahan baku lokal dan bersifat padat karya (walaupun
dalam perkembangannya akan menuju pada teknologi pengolahan).
b. Modal kecil dengan rentang waktu produksi yang cepat
c. Mampu memaksimalkan sumberdaya lokal karena dapat dilaksanakan
diberbagai tempat sesuai dengan potensi daerah.
d. Banyak memanfaatkan sumberdaya lokal sehingga tidak banyak terpengaruh
oleh gejolak perekonomian internasional, sebaliknya dapat merangsang
pertumbuhan usaha lokal yang berdampak luas pada optimalisasi pemanfaatan
seperti lahan, hasil-hasil pertanian tambang dan bahan galian, produk sampingan
hasil hutan dll, sehingga ketergantungan pada barang-barang import relative
rendah.
e. Produk barang bervariasi dari bahan mentah sampai dengan produk akhir.
Munculnya BUMDes ini selain untuk membantu proses pemasaran juga
digunakan untuk bantuan modal. Karena BUMDes milik masyarakat yang sebagian
profitnya juga untuk penyaluran modal ke masyarakat itu sendiri. Sinergitas antara

3
UMKM dalam BUMDes ini akan menjadi langkah strategis dalam menghadapi
ACFTA. Dengan adanya badan usaha yang berbentuk BUMDes juga sangat berpotensi
untuk meningkatkan ekspor. Selain itu juga sangat selaras dengan perspektif
pembangunan alternatif. Dimana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community based
development), bersifat bottom up dan lokalitas yang berprinsip pada unsur swadaya,
kolaboratif, dan partisipatoris. Pendekatan yang dilakukan adalah pembangunan tingkat
lokal, menyatu dengan budaya lokal serta sangat menyertakan partisipasi orang-orang
lokal, bukan memaksakan suatu model pembangunan dari luar yang biasanya kurang
adaptif.
Dapat dikatakan, globalisasi selama ini hanya memarginalkan (to marginalize),
membatasi (delimit), dan mengesampingkan (decentre) kerja-kerja nilai lokal yang
dianggap gurem. Sehingga pembentukan BUMDes sangat efektif untuk
memaksimalkan semua potensi lokal yang ada dalam suatu daerah/desa, terutama
pengembangan UMKM agar dapat mendongkrak pendapatan desa, lembaga, dan
perorangan serta penyerapan tenaga kerja. Pembentukan badan usaha ini agar dapat
merubah keadaan perekonomian desa hingga dapat berbicara pada level nasional dan
internasional dalam konteks perdagangan bebas ACFTA. Strategi pengembangan
BUMDes harus berorientasi pada konteks global melalui berbagai elemen penting
diantaranya kepengurusan, keuangan, pengembangan kerjasama, pengawasan,
monitoring dan evaluasi. Ini sangat penting mengingat bahwa strategi dalam
perdagangan menentukan maju atau mundurnya sebuah badan usaha.

Anda mungkin juga menyukai