Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Palatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau
sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional
berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian
atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum
durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang
terkena menjadi: Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan
palatum durum dibelahan foramenincisivum Palatum sekunder meliputi
palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.Suatu belahan dapat
mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan
dapat unilateral atau bilateral.Kadang-kadang terlihat suatu belahan
submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh denganbelahan mengenai tulang
dan jaringan otot palatum.
Palatoskisis atau kelainan pada celah langit-langit yang juga
merupakan cacat bawaan dan masih menjadi masalah di tengah masyarakat.
Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut
labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita
ibu pada kehamilan trimester 1. Jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi
tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum
dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan
dibagian bibir yang tidak sumbing.
Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila
sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan
mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya
terdesak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami
gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan

1
akibat aspirasi.keadaan umum yang kurang baik juga akan menunda tindakan
untuk meperbaiki kelainan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi palatumskisis?
2. Apa etiologi palatumskisis?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada palatumskisis?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada palatumskisis?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan palatumskisis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami defenisi palatumskisis.
2. Mengetahui dan memahami etiologi palatumskisis.
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis pada palatumskisis.
4. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada palatumskisis.
5. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan palatumskisis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi
Palatumskisis adalah fissura palatum di garis tengah yang terjadi
karena gagalnya kedua sisi palatum untuk menyatu. Labioskizis adalah
kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti
disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis
adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis
tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi. ( Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, dan Anak Balita, 2010)
Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi
dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan
ini dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai
pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke
hidung.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi
karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana biir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu.
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada
1 dari 1000 kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat
keluarga, infeksi virus pada ibu hamil trimester pertama.

3
Labioskizis/labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian
depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan
sempurna.

2.2 Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat
bervariasi, bisa mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar
cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu
klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian
berikut :
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum
durum di belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle
posterior terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau
bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot
palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat
Celah di bibir ( labioskizis )
Celah di gusi ( gnatoskizis )
Celah di langit ( palatoskizis )
Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit langit ( labiopalatoskizis)

4
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya
disalah satu sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memnajang hingga ke hidung.

5
2.3 Etiologi
Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya
tidak diketahui dengan jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau
malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau
keduanya yang disebut kelompok syndrom clefts dan kelompok sumbing yang
berdiri sendiri non syndromik clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan
kromosom ( trysomit 13, 18, atau 21 ) mutasi genetik atau kejadian sumbing
yang berhubungan dengan akobat toksisitas selama kehamilan ( kecanduan
alkohol ), terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada
syndrom pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat
multifaktorial seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing.
faktor tersebut antara lain , yaitu :
1. Faktor Genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana
dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada
setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22
pasang kromosom non-sex (kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom
sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana
ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain
menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat
jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional
dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas
(defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)

6
3. Radiasi
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti
infeksi rubella dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,
akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi
penitonin.
7. Multifaktoral dan mutasi genetic.
8. Diplasia ektodermal
9. Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing
palatum atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok
sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
10. Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan
kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian
sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama kehamilan
(kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang
ditemukan pada syndrome peirrerobin.

2.4 Faktor Resiko


Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan
merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini
berwujud sebagai labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25%
dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya
riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan
adanya faktor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen pada periode
fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi
tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut.
Resiko Kejadian Sumbing pada Keluarga Non-syndromic Clefts
Resiko sumbing pada Resiko labioskizis Resiko palatoskizis
anak berikutnya dengan atau tanpa

7
palatokoskizis (%)
Bila ditemukan satu - -
anak menderita
sumbing
Suami istri dalam 2-3 2
keturunan tidak ada
yang sumbing
Dalam keturunan ada 4-9 3-7
yang sumbing
Bila di temukan dua 14 13
anak yang menderita
sumbing
Salah satu orang tuanya 12 13
menderita sumbing
Kedua orang tuanya 30 20
menderita sumbing

2.5 Patofisiologi
Palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan proses maksilaris dan
rekamsilaris selama awal usia embrio. Palatoskizis merupakan malformasi
yang berbeda secara embgrional dan terjadi pada waktu yang berbeda selama
proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai
dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan kedelapan. Fusi palatum
skunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses
perkembangan yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan kedua belas.
Dalam proses migrasi ke posisi horizontal, palatum tersebut dipisahkan oleh
lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau
pemindahan ini atau bila lidah tidak berhasil turun dalam waktu yang cukup
singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut namun
palatumnya tidak pernah menyatu.
2.6 Manifestasi Klinis
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

8
1. Terjadi pemisahan langit-langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu
keluarnya air susu dari hidung.
Pada labio Skisis:
1. Distorsi pada hidung tampak sebagian atau keduanya
2. Adanya celah pada bibir.
Pada palato skisis:
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau
foramen incisive
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung teraba celah atau terbukanya langit-langit saat
diperiksa dengan jari
4. Kesukaran dalam menghisap makan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik daerah


wajah. Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa derajat malforasi, mulai dari
takik ringan pada tepi bibir dikanan/kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap
menjalar sampai ke hidung. Terdapat variasi lanjutan yang melibatkan
sumbing palatum.
Labipalatoskizis merupakan deformitas yang dibedakan menjadi 4
tingkatan/ derajat yaitu derajat 1 (sumbing palatum mole) derajat 2 (sumbing
palatum durum dan mole), derajat 3 (derajat unilateral total) dan derajat 4
(sumbing bilateral total). Bayi yang mengalami labiopalatoskizis sering
mengalami gangguan makan dan bicara. Regurgitasi makanan dapat
menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru dan infeksi pernafasan kronis.
Pembedahan umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahan ulang pada
usia 15 bulan.

9
Sumbing bibir (labioskizis) tidak banyak gangguan dan bayi masih
bisa minum dengan dot. Sumbing palatum (palatoskizis) sering menumbulkan
bayi sukar minum, bahaya tersedak yang dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi, infeksi pernafasan dan gangguan pertumbuhan.

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi
ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang
meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik.
Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing
dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10
pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit
minimal 10.000/ui.
Penanganan anak yang menderita palatoskizis berupa pembedahan dan
biasanya tindakan ini tidak meliputi intervensi jangka panjang kecuali operasi
perbaikan jaringan parutnya. Penatalaksanaan Palatoskiziz meliputi upaya-
upaya prabedah dari tim pelayanan kesehatan, dokter spesialis anak, bdeah
plastic, ortodontik, THT, Patologiwicara atau Basa. Penatalaksanaan medis ini
ditujukan untuk penutupan celah,pencegahan komplikasi dan percepatan
tumbuh kembang anak yang normal. Umunya koreksi palatoskizis ditunda
sampai bayi berumur 12 hingga 18 bulan untuk mendapatkan manfaat dari
perubahan palatum yang berlangsung pada pertumbuhan normal. Kendati
sudah dilakukan penutupan anatomi yang baik, mayoritas anak yang
menderita labioskizis atau palateskizis akan memiliki gangguan bicara dalam
derajat tertentu yang memerlukan terapi bicara.
Pembedahan, bedah plastik biasanya merupakan upaya pertolongan
yang utama pada labioskisis, palatoskisis atau keduanya. Perawatan total
melibatkan banyak spesialis, termasuk spesialis anak, perawat, ortodentis,
prostodentis, spesialis THT, spesialis terapi wicara dan kadang-kadang

10
psikiater. Pada jangka panjang, secara intensif perawatan multidisipliner
dibutuhkan untuk bayi dengan kelainan yang lebih parah
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada
kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga
mencapi usia pubertas.Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai
ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat
pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing
penderita.Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit
bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga
berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian
belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring
dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk
menghasilkan penutup nasoporing.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
Diskusikan tentang pembedahan
Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang
positif terhadap bayi.
Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan
pengobatan bayi.
Tahap-tahap intervensi bedah
Teknik pemberian makan
Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau
dot yang cocok.
Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke
dinding mulut.

11
Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
Pantau status pernafasan
Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan
berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5
kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum
mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah.
Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik
susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak
terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang
khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok
secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester
khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak
terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya
gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada
prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan
menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
b. Perawatan sewaktu Operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi,

12
hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk
operasi bibir sumbing ( labioplasty ) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih
mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika
koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap
menjadi kurang sempurna.
Operasi untuk langit-langit ( palatoplasty ) optimal pada usia 18 20
bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk
sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan ) sebelum anak
mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara
bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai.
Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan
tindakan speech teraphykarena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada
saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang
salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang
salah. Bila gusi juga terbelah ( gnatoschizis ) kelainannya menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun
bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

c. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes
atau sendok.
Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
Lanjutkan dengan diet lunak
Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.

13
Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian
makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
Monitor keutuhan jaringan kulit
Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak
steril, missal alat tensi
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung
dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang
menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah
operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap
menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.
Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi
batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan
kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap
terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna,
tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.
Pengobatan dan Perawatan
1. Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak
ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari
palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas,
dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum
diperbaiki.
Perawatan Umum Pada Cleft Palatum
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam
pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:
a. Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya
mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun

14
bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan
seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan
bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada
bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot
khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat
memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu
besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga
membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang
yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan
mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan
obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau
dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati
langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun
dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah
aspirasi.

b. Pemberian ASI
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi
dengan bibir sumbing tidak menghambat pengisapan susu ibu. Ibu dapat
mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga
menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya
kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak
menyusu sampai 6 minggu.
c. Menggunakan alat khusus, seperti :
Dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu
suatu dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing udara bocor
disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, atau
hanya dot biasa dengan lubang besar.

15
Dapat juga diberikan dengan menggunakan botol peras, dengan cara
memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang
mulut hingga dapat dihisap bayi.
Ortodonsi, yakni pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup
sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan
sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan
tindakan bedah definitif.
Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian
sisi atau belakang lidah bayi, kemudian bayi ditepuk-tepuk pada
punggungnya berkali-kali secara lembut untuk mengeluarkan
udara/bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada
bibirnya cenderung untuk menelan banyak udara. Periksalah bagian
bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada
bagian pemisah lubang hidung, hal ini suatu kondisi yang sangat sakit
dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot
ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang
lembut tersebut untuk sembuh.

d. Pemeliharaan jalan nafas


Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika
dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot
jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang,
sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre
Robin Sindrom)
e. Gangguan telinga tengah
Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate
dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis
supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi
telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini
harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya

16
pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko
mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling
utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah
gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu
kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut
akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi
kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan
luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate
dapat berfungsi dengan baik.
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk
memperbaiki celah palatum, yaitu:
1. Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang
merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini.
Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum
durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap
ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah
palatum.
2. Teknik V-Y push-back
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau
dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior
dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke
belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang
diperbaiki.
3. Teknik double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum
molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.
4. Teknik Schweckendiek

17
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada
teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan
penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.
5. Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup
pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai
keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial
untuk memperbaiki kelainan yang ada.
Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada
usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara
sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau
karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila
setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka
dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape)
biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli
ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar
bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone
graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita
diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya
dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti.
Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan
dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua
pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya
dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak
boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan
menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu
bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.

18
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang
Foto Rongten
Pemeriksaan fisik
MRI untuk mengevaluasi abnormal
Pemeriksaan penunjang lainnya:
1. Cephaloroentgenographs
Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal. Digunakan
untuk mempelajari pertumbuhan fasial dan tengkorak, membantu melihat
bentuk atasdan bawah rongga mulut, termasuk tengkorak dan ukuran dan
bentuk bagian diata spalatum lunak yang mempengaruhi ruang
pernapasan dan membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan
ukuran serta panjang palate lunak (Jones, 2002).
2. Multiviewvidiofluroscopy
Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula (dari depan,
samping dan bagian bawah pada video tape) ketiga gambarnya digunakan
untuk mengevaluasi fungsi velofaringeal. Contoh : bicara dan mengunyah
(Jones, 2002).
Ultrasonografire solusi tinggi memungkinkan deteksi dan
karakterisasi berbagai jenis anomaly wajah janin. Meskipun wajah janin
masih belum menjadi bagian structural dasar sonografi survey
direkomendasikan oleh American Institute of Ultrasound dan Kedokteran,
evaluasi akurat malformasi kraniofasial biasanya mungkin. Setelah
sinologist membuat diagnosis dari fetal cleft lip/palate (dan
penyimpangan kromosom tidak termasuk), konsultasi dengan ahli bedah
yang tepat sangat penting. Orang tua perlu dididik tentang keparahan
deformitas dan hasil prediksi perbaikan. Sebuah survey baru-baru ini
pada orang tua menunjukkan bahwa hanya sepertiga dari mereka diberi
informasi yang memada itentang diagnosis antenatally bibir sumbing oleh

19
dokter yang mengawasi pemeriksaan ultrasonografi atau oleh dokter
kandungan (Matthews et al, 1998).
Ultrasonografi Prenatal memungkinkan visualisasi
struktur midfacial yang dibentuk 4 sampai 6 minggu, yaitu hidung, bibir,
alveolus, dan sulit langit-langit anterior foramen tajam. Embriolog
menyebutnya langit-langit primer (pimary palate). Langit-langit
sekunder (The Secondary palate) (didefinisikan sebagai posterior foramen
insisivus) fusi pada kehamilan antara 8 dan 12 minggu. Isolasi cleft palate
jarang diidentifikasi antenatally. Sonologis melaporkan kepada dokter
bedah yang akan member nasihat orang tua harus mencakup jenis spesifik
bibir sumbing dan rincian tentang besarnya anomaly (Mulliken et al,
2001).
Para pasien didiagnosis memiliki celah langit-langit submukus
jika setidaknya dua dari ciri-ciri anatomi beri kuttelah terdeteksi oleh
pemeriksaan dan intraoral instrumental:
1. Uvulaeter pecah dua (bifida) atau hipoplasia,
2. diastasis otot,
3. notch teraba pada langit-langit keras,
4. langit-langit yang pendek dengan masalah penutupan, dan
5. hipoplasia atau tidak adanya uvulae otot.
Muskulus uvulae dianggap hipoplasia jika tonjolan otot tidak
memiliki ukuran normal dan morfologi selama penutupan. Evaluasi
pendengaran terdiri dari pengujian pure-tone melalui udara dan konduksi
tulang, timpanometri dan pengukuran reflex akustik (Velasco et al, 1998).
Penelitian terbaru oleh Campbell et al (2003) melaporkan suatu
teknik baru yang melibatkan "wajah reverse" dilihat menggunakan
sonografi 3-dimensi (3D) untuk mendiagnosa celah bibir dan langit-langit
pada periode antenatal. Celah bibir dan langit-langit primer dapat terjadi
secara independen dari celah langit-langit sekunder dan sebaliknya.
Kedua jenis cacat hasil dari kegagalan proses palatine untuk menutup
antara hari 5 dan 8 dari embryogenesis. Sedangkan diagnosis prenatal

20
bibir sumbing ini mudah dicapai dengan menggunakan konvensional 2-
dimensi (2D) sonografi, langit-langit lebih sulit untuk diidentifikasi
,terutama jika itu adalah anomali yang terisolasi. Sebagai akibat dari
keterbatasan sonografi 2D, mayoritas celah palatine didiagnosis dalam
periode neonatal (Platt et al, 2003)

2.9 Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi, yaitu :
1. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti
dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot
khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi
makan pada bayi bibir sumbing. Merupakan masalah pertama yang
terjadi pada bayi penderita labioskizisdan labiopalatoskizis. Adanya
labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan pada bayi
untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut
pada pipi bayi dengan labioskizis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang
ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan
labioskizis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih
banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi
tegak urus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-
nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang
hanya menderita labioskizis atau dengan labiopalatoskizis biasanya
dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot
ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi
dengan labiopalatoskizis dan bayi dengan masalah pemberian makan/
atau asupan makanan tertentu.

21
2. Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak
segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran. Anak dengan
labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
3. Kesulitan berbicara misalnya suara sengau. Otot-otot untuk berbicara
mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat
mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya. Pada bayi
dengan labiopalatoskizis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatu
mmole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara,
maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi
palatum, kemampuan otototot tersebut diatas untuk menutup ruang
atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk
menproduksi suara atau kata p, b, d, t,h, k, g, s, sh, and ch, dan terapi
bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.
4. Masalah gigi, pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan
tidak tumbuh, sehingg perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak
yang lahir dengan labioskizis dan labiopalatoskizis mungkin
mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan,
malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir
yang terbentuk.

3.2 Perumusan Diagnosa (NANDA), Penentuan Kriteria Hasil (NOC),


Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC) atau Pertimbangan Keperawatan

22
No NANDA NOC NIC
1 Resiko aspirasi b.d Kontrol Aspirasi Pencegahan Aspirasi
gangguan menelan Indikator : Aktivitas :
- Menunjukkan - Gunakan dot agak
peningkatan kemampuan besar, rangsang hisap
menelan. dengan sentuhan dot
- Bertoleransi terhadap pada bibir
asupan oral dan sekresi - Beri makan secara
tanpa aspirasi. perlahan
- Bertoleransi terhadap - Lakukan penepukan
pemberian perenteral punggung setelah
tanpa aspirasi pemberian minum
- Berikan posisi tepat
setelah makan : miring
kekanan kepala agak
sedikit tinggi supaya
makanan tertelan dan
mencegah aspirasi

Kedudukan
Aktivitas :
- Perhatikan posisi bayi
saat memberi makan :
tegak atau setangah
duduk
- Kaji status pernapasan
selama pemberian
makanan
- Jelaskan pada orang tua

23
cara/ teknik menyusui
yang benar
Pengisapan Saluran Nafas
Aktivitas:
Tentukan kebutuhan untuk
mulut atau pengisapan
udara
Ausculate bunyi nafas
sebelum dan sesudah
pengisapan
Beritahukan pasien dan
keluarga tentang
pengisapan
Aspirasi nesopharing
dengan sorotan lampu dan
perlengkapan isap yang
tepat
S ediakan obat
penenang yang cocok

2. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Monitoring Nutrisi


Nutrisi kurang dari Indikator : Aktivitas :
kebutuhan tubuh - Nutrisi bayi terpenuhi - Monitor atau observasi
berhubungan dengan - Mempertahankan BB kemampuan menelan
refleks menghisap pada dalam batas normal. dan menghisap.
anak tidak adekuat - Bayi dapat tidur nyenyak - Berikan makan pada
anak sesuai jadwal dan
kebutuhan
Status Nutrisi : Intake - Berikan posisi tegak
lurus atau semi duduk

24
Nutrisi selama makan
Indikator :
- Prosedur perawatan
- Intake kalori normal
- Intake protein normal setelah operasi :
- Intake lemak normal
rangsang untuk
- Intake karbohidrat
menelan atau
normal
- Intake vitamin normal menghisap: dapat
- Intake mineral normal menggunkan jari
- Intake zat besi normal
dengan cuci tangan
- Intake kalsium normal
yang bersih atau dot
sekitar 7-10 hari, bila
sudah toleran berikan
minuman pada bayi,
dan minuman pada anak
sesuai dengan diitnya

Terapi Nutrisi
Aktivitas :
- Gunakan dot botol yang
lunak dan besar atau dot
khusus dengan lobang
yang sesuai untuk
pemberian minum
- Tempatkan dot pada
samping bibir mulut
bayi dan usahakan lidah
mendorong makan dan
minuman kedalam
- Tepuk punggung bayi
setiap 15ml sampai 30
ml minimum yang

25
diminum tetapi jangan
diangkat dot selama
bayi masih menghisap
3. Resiko infeksi b.d insisi Status Imunitas Kontrol Infeksi
pembedahan Indikator : Aktivitas :
- Terbebas dari tanda atau - Jelaskan prosedur
gejala infeksi. operasi sebelum dan
- Menunjukkan higiene sesudah operasi
pribadi yang adekuat. - Ajarkan pada orang tua
- Menggambarkan faktor perawatan anak : cara
yang menunjang pemberian makan,
penularan infeksi. mencegah infeksi,
- Luka tampak bersih, mencegah aspirasi,
kering dan tidak edema. menentukan porsi,
menepuk punggung,
bersihkan mulut setelah
makan
- Bersihkan area insisi
makan atau minum
dengan normal saline
atau air steril
- Monitor tanda-tanda
infeksi
- Antisipasi posisi yang
dapat merusak jahitan
- Hindari anak menangis,
karena dapat
meregangkan jahitan

Pengendalian Infeksi

26
Aktivitas :
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Perawatan luka dengan
teknik steril
- Perhatikan posisi
jahitan, hindari kontak
dengan benda non steril
- Monitor keutuhan
jahitan kulit
- Hindari gosok gigi pada
anak kira-kira 1-2
minggu
- Gambarkan faktor yang
menunjang penularan
infeksi
- Bersihkan garis sutura
dengan hati-hati

Manajemen
Lingkungan
Aktivitas :
- Kaji pola istirahat bayi
dan kegelisahan
- Tenangkan bayi
- Berikan aktivitas
bermain sesuai tumbuh
kembangnya
- Suport emosional anak:
belaian, sentuhan,
dengan mainan

27
B. Tahap Perkembangan Anak

Teori Perkembangan Psikososial dr Erik Erikson

Erik Erikson (1902 1994), tahap-tahap perkembangan manusia dari lahir


sampai mati dipengaruhi oleh interaksi social dan budaya antara masyarakat terhadap
perkembangan kepribadian. Perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara
proses-proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan social yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Erikson
membahas perkembangan psikologis disepanjang kehidupan manusia dan bukan antar
masa bayi dan remaja. Adapun Erikson membagi fase-fase perkembangan sebagai
berikut:

1. Fase Bayi (0 1 tahun)


Bagi Erikson kegiatan bayi tidak terikat dengan mulut semata. Pada
tahap ini bayi hanya memasukkan (incorporation), bukan hanya melalui mulut
(menelan) tetapi juga dari semua indera. Tahap sensori oral ditandai oleh dua
jenis inkorporasi: mendapat (receiving) dan menerima (accepting). Tahun
pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian besar waktunya untuk makan,
eliminasi (buang kotoran), dan tidur. Ketika ia menyadari ibu akan memberi
makan/minum secara teratur, mereka belajar dan memperoleh kualitas ego
atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic trust).
Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan ketidaknyamanan lain, dan
kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya kondisi yang tidak
menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar mengharap bahwa hal

28
yang menyakitkan ke depan bisa berubah menjadi menyenangkan. Bayi
menangkap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang keramat
(numinous).

2. Fase Anak-Anak (1 3 tahun)


Dalam teori Erikson, anak memperoleh kepuasan bukan dari
keberhasilan mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan
mengontrol fungsi tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar,
memegang, dan sebagainya. Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial
terpusat pada otot anal-uretral (Anal-Urethral Muscular); anak belajar
mengontrol tubuhnya, khususnya yang berhubungan dengan kebersihan. Pada
tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang menghambat ekspresi diri
serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk melakukan pembatasan-
pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain. Hasil
mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan.
Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan (benar-
benar hanya permulaan), yang menjadi ujud virtue kemauan di dalam egonya.
Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah
dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious).

3. Usia Bermain (3 6 tahun)


Pada tahap ini Erkson mementingkan perkembangan pada fase
bermain, yakni; identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks),
mengembangkan gerakan tubuh, ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu,
imajinasi, dan kemampuan menentukan tujuan. Erikson mengakui gejala
odipus muncul sebagai dampak dari fase psikososeksual genital-locomotor,
namun diberi makna yang berbeda. Menurutnya, situasi odipus adalah prototip
dari kekuatan yang abadi dari kehidupan manusia. Aktivitas genital pada usia
bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk bergerak. Inisiatif yang
dipakai anak untuk memilih dan mengejar berbagai tujuan, seperti kawain

29
dengan ibu/ayah, atau meninggalkan rumah, juga untuk menekan atau
menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif dengan berdosa menghasilkan
kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini dipenuhi dengan fantasi
anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk mengalahkan penjahat.

4. Usia Sekolah (6 12 tahun)


Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak
bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini
keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan
dasar menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual
sangat penting karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk
mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis
psikososial pada tahap ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior
(industry inveriority). Dari konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak
mengembangkan kekuatan dasar: kemampuan (competency). Di sekolah, anak
banyak belajar tentang sistem, aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan
dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

5. Adolesen (12 20 tahun)


Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap
perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego
yang cukup baik. Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena
kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa
pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya
pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya.
Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah
kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi
masa depan. Memilih dan memiliki ediologi akan memberi pola umum
kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan
pengaturan waktu sehari-hari.

30
6. Dewasa Awal (20 30 tahun)
Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh
dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan
(genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan
identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas
diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan
dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga
membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing partner tetap boleh
memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi,
refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan
kerja.

7. Dewasa (30 65 tahun)


Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut
bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas
sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru,
serta produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah perluasan komitmen
untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan
perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya
sebagai kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara
orang dewasa dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau
sanjungan, sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa
dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan
pribadi dalam interaksi.

8. Usia Tua (>65 tahun)


Menjadi tua sudah tidak menghasilkan keturunan, tetapi masih
produktif dan kreatif dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat

31
generasi penerus cucu dan remaja pada umumnya. Tahap terakhir daroi
psikoseksual adalah generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality):
memperoleh kenikmatan dari berbagai sensasi fisik, penglihatan,
pendengaran, kecapan, bau, pelukan, dan juga stimulasi genital. Banyak
terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita distonik putus asa yang
menang. Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan
integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Pada tahap
usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan kebijaksanaan dan
pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak mementingkan keinginan
dan kebutuhan duniawi.

Teori Perkembangan Psikoseksual dr Sigmund Freud


Freud merupakan teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya
kepada perkembangan kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa
bayi dan awal anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa
struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan
perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya
merupakan elborasi dari struktur dasar tadi.

Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi 3 tahapan yakni

1. Tahap infatil (0 5 tahun)


Tahap infatil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian,
terbagi menjadi 3 fase, yakni:

a. Fase Oral (usia 0 1 tahun)


Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas
oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi
banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang
diperoleh dari inkorporasi oral dapat dipindahkan ke bentuk-bentuk

32
inkorporasi lain, seperti kenikmatan setelah memperoleh pengetahuan dan
harta. Misalnya, orang yang senang ditipu adalah orang yang mengalami
fiksasi pada taraf kepribadian inkorporatif oral. Orang seperti itu akan mudah
menelan apa saja yang dikatakan orang lain.

b. Fase Anal (usia 1 3 tahun)


Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya
menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main
dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.

c. Fase Falis (3 5/6 tahun)


Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga
meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita
merasakan kekurangan akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga
terjadi penyimpangan jalan antara anak wanita dan laki-laki. Lebih lanjut,
pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex, yaitu keinginan yang
mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya
dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya.
Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai
keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan penis tersebut ia
juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya.

2. Tahap laten (5 12 tahun)


Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan
(masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap,
tidak lagi aktif dan menjadi laten.

3. Tahap genital (> 12 tahun)


Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan
seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi

33
sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-
kecenderungan lain akan ditekan.

Teori Perkembangan Kognitif dr Jean Piaget

Teori Piaget memberikan banyak konsep utama dalam lapangan


psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep
kecerdasan. Trori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata
skema tentang bagaimanan seseorang mempersepsi lingkungannya. Teori ini
membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui
empat periode utama yakni:

DESKRIPSI PERKEMBANGAN

1. Sensorimotor
0 2 tahun
Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik dengan orang
atau objek (benda). Skema-skemanya baru berbentuk refleks-refleks
sederhana, seperti : menggenggam atau mengisap

2. Praoperasional
2 6 tahun
Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia
(lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti : kata-kata dan
bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah
laku yang nampak)

3.Operasi Konkrit

34
6 11 tahun
Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas
pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi dan
mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah
secara logis.

4. Operasi Formal

11 tahun sampai dewasa


Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Di sini anak
(remaja) sudah dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau
abstrak, tidak hanya dengan objek-objek konkret. Remaja sudah dapat berpikir
abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternatif yang
ada.

35
BAB III
APLIKASI HOME CARE NURSING PADA ANAK DENGAN
PALATOSCHIZIS

3.1. Peran dan Fungsi Keluarga


3.2. Respon Dan Dinamika Keluarga Terhadap Penyakit Dan Stres
3.3. Melakukan Perawatan (Home Care)
3.4. Peran Dari Perawat Home Care

36
37

Anda mungkin juga menyukai