Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM Refarat

FAKULTAS KEDOKTERAN Desember


2016
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


INFEKSI SALURAN KEMIH

Disusun Oleh:

Anne Listiane, S.Ked


10 16 777 14 063

PEMBIMBING KLINIK
dr. Ahmad B.Makalama, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2016

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Anne Listiane, S.Ked


NIM : 10 16 777 14 063
Judul Refarat : Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Al-Khairaat Palu

Palu, Desember
2016
Pembimbing Dokter Muda

dr. Ahmad B.Makalama, Sp.PD Anne Listiane, S.Ked

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i

iii
HALAMAN PENGAJUAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. PATHOGENESIS 2
BAB III. DIAGNOSIS 7
BAB IV. GAMBARAN KLNIS 15
BAB V. PENATAKSANAAN 16
BAB VI. RINGKASAN 20
DAFTAR PUSTAKA 22

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi ini dapat
mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur pada anak, remaja,
dewasa ataupun umur lanjut. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata
perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki dengan angka populasi umum 5-
15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri di dalam urin.1
Penyakit infeksi ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika yang sudah

iii
tersedia luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir
25-35% dari semua pria dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya.2
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi urutan kedua paling sering
setelah infeksi saluran nafas. Mikroorganisme paling sering menyebabkan ISK
adalah jenis bakteri aerob. Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau
mikroba lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril.
Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni oleh
bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang mendekati kandung
kemih.1,3
Biasanya dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis
atau abses ginjal), dan infeksi saluran kemih bawah (seperti sistitis atau
uretritis). Komplikasi infeksi saluran kemih terdiri atas septisemia dan
urolitiasis. Saluran kemih sering merupakan sumber bakteriemia yang
disebabkan oleh penutupan mendadak oleh batu atau instrumentasi pada infeksi
saluran kemih, seperti pada hipertrofi prostat dengan prostatitis.3
Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin
melalui biakan atau kultur dengan jumlah yang signifikan. Tingkat signifikansi
jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100.000/ml urin. Pada pasien dengan
simptom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100/ml
urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp.,
Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp.

iii
BAB II
PATHOGENESIS

Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam
media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu :1,7
1. Ascending
2. Hematogen
3. Limfogen
4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau
eksogen sebagai akibat dari pemakaian intrumen.
Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemis melalui cara
ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis,
kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih
melalui uretra prostat vas deferens testis (p ada pria) buli-buli ureter dan
sampai ke ginjal.
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari
kedua cari ini ascending-lah yang paling sering terjadi :1,11
1. Hematogen
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada pasien yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul
akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal
bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit,
endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida,
dan Proteussp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara
hematogen.3,7

iii
Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan
infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses
pada ginjal.
2. Infeksi Ascending
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :
- Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
- Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
- Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
- Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih.


(1)kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2)masuknya kumen melaui
uretra ke buli-buli, (3)penempelan kuman pada dinding buli-buli,
(4)masuknya kumen melaui ureter ke ginjal.7

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara


mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran
kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena
pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang
meningkat.7
A. Faktor host
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran
kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

iii
- Pertahanan lokal dari host
- Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan
humoral.

No Pertahanan lokal tubuh terhadap infeks


1
Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan
peristaltik ureter (wash out mechanism)
2
Derajat keasaman (pH) urin
3
Osmolaritas urin yang cukup tinggi
4
Estrogen pada wanita usia produktif
5
Panjang uretra pada pria
6
Adanya zat anti bakterial pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic
antibacterial factor) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid (protein
tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan bakteri pada urotelium
Tabel 2. Pertahanan lokal terhadap infeksi.
Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme
wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang
ada di dalam urin. Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan kuman mudah
sekali untuk bereplikasi dan menempel pada urotelium. Agar aliran urin adekuat
dan mampu menjamin mekanisme wash out adalah jika :7
- Jumlah urin cukup
- Tidak ada hambatan didalam saluran kemih
Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan
urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme
wash out adalah adanya :
-
Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan
kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran
kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula,
dan adanya dilatasi atau refluk sistem urinaria.
-
Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai
tempat persembunyian kuman.7
B. Faktor agent (mikroorganisme)
Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di
permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor

iii
yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis
bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu :
-
Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.
-
Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut. Selain
itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan
toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah
suasana urin menjadi basa.7
Etiologi
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram
negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian
diikuti oleh :1
- Proteus sp
- Klebsiella
- Enterobacter
- Pseudomonas
Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain
dapat dilihat pada tabel berikut :9
Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK
No Mikroorganisme Persentase biakan (%)
1. Escherichia coli 50-90
2. Klebsiela atau enterobacter 10-40
3. Proteus sp 5-10
4. Pseudomonas aeroginosa 2-10
5. Staphylococcus epidermidis 2-10
6. Enterococci 2-10
7. Candida albican 1-2
8. Staphylococcus aureus 1-2

Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan
Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan
batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien
yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa

iii
dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25%
pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang
dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia,
actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.1,3
Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK
terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau
pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida
yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis.
Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.1
Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :2,5,10
1. Bendungan aliran urin
- Anomali kongenital
- Batu saluran kemih
- Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa dalam buli-buli karena :
- Neurogenic bladder
- Striktura uretra
- Hipertrofi prostat
4. Diabetes Melitus
5. Instrumentasi
- Kateter
- Dilatasi uretra
- Sitoskopi
6. Kehamilan dan peserta KB
- Faktor statis dan bendungan
- PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
7. Senggama

iii
BAB III
DIAGNOSIS

Untuk pemeriksaan infeksi saluran kemih, digunakan urin segar (urin


pagi). Urin pagi adalah urin yang pertama tama diambil pada pagi hari setelah
bangun tidur. Digunakan urin pagi karena yang diperlukan adalah pemeriksaan
pada sedimen dan protein dalam urin. Sampel urin yang sudah diambil, harus
segera diperiksa dalam waktu maksimal 2 jam. Apabila tidak segera diperiksa,
maka sampel harus disimpan dalam lemari es atau diberi pengawet seperti asam
format.
Bahan untuk sampel urin dapat diambil dari:
- Urin porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dulu dengan air
sabun dan NaCl 0,9%.
- Urin yang diambil dengan kateterisasi 1 kali.
- Urin hasil aspirasi supra pubik.
Bahan yang dianjurkan adalah dari urin porsi tengah dan aspirasi supra pubik.
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai
berikut:
- Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Urin (urinalisis)
Pemeriksaan urinalisis meliputi:
- Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin).
Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per
lapangan pandang dalam sedimen urin.
- Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin).
Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit
(sel darah merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria
bisa juga karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal
dan penyakit ginjal lainnya.

iii
2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)
Pemeriksaan bakteriologis meliputi:
Mikroskopis.
Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan).
Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
Biakan bakteri.
Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin.
Contoh, tes reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif.
Batasan: ditemukan lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90
% dengan spesifisitas 99%.
4. Tes Dip slide (tes plat-celup)
Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara ini tidak
mampu mengetahui jenis bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena), USG dan
Scanning. Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada
tidaknya batu atau kelainan lainnya.
Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi:
1. Bakteriologi / biakan urin
Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi:
- Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik).
- Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
- Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca
keteterisasi urin.
- Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan.
- Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum
dilakukan

iii
Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar
konvensional, proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan
rapid methods relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar
104 sampai 105 CFU (colony forming unit) kuman.
2. Interpretasi hasil biakan urin
Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin
dinilai jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes
sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan).
Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina
adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus
epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan
mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah
jumlah CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang
murni tanpa kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa
gejala, yang menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih.
Berdasarkan jumlah CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai
berikut:
a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi.
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria
bermakna
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut
bakteriuria asimtomatik
- Bila terdapat mikroba 102 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda
asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih.
b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik.
Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik
adalah infeksi saluran kemih.

iii
Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut:
Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan:
> 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan
seara berturut turut.
> 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit
> 10/ml urin segar.
> 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala
klinis infeksi saluran kemih.
> 10.000 CFU/ml urin kateter.
Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik.
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin
pada infeksi saluran kemih:
Faktor fisiologis
Diuresis yang berlebihan
Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat
Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state)
Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat
Terdapat bakteriofag dalam urin
Faktor iatrogenic
Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia
Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya
Cara biakan yang tidak tepat:
Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi
Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil
tahan asam
Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.

iii
3. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari piuria
a. Urin tidak disentrifus (urin segar)
Piuria apabila terdapat 10 leukosit/mm3 urin dengan menggunakan kamar
hitung.
b. Urin sentrifus
Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB) disebut sebagai
piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan
mikroskop fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit
>8000/ml, dan casts leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai infeksi
saluran kemih.
c. Urin hasil aspirasi suprapubik
Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin aspirasi supra pubik.
Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya
infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya inflamasi saluran
kemih.
4. Tes Biokimia
Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi
nitrit (Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif
tes ini hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih
rekurens yang simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat
proteinuria yang biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi
saluran kemih yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya
terdapat bakteriuria berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria
disertai tes nitrit yang positif adalah infeksi saluran kemih.
5. Lokalisasi infeksi
Tes ini dilakukan dengan indikasi:
a. Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda tanda
sepsis.
b. Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria.

iii
c. Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan
faal ginjal.
d. Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.
Penentuan lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk
mengetahui etiologi infeksi saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria,
sekaligus memperkirakan prognosis, dan untuk panduan terapi. Secara umum
dapat dikatakan bahwa infeksi saluran kemih atas lebih mudah menjadi infeksi
saluran kemih terkomplikasi. Suatu tes noninvasif pembeda infeksi saluran
kemih atas dan bawah adalah dengan ACB (Antibody-Coated Bacteria).
Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang berasal dari saluran
kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri dari infeksi
saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi
epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif.
Identifikasi / lokalisasi sumber infeksi:
a. Non invasif
Imunologik
ACB (Antibody-Coated Bacteria)
Autoantibodi terhadap protein saluran Tam-Horsfall
Serum antibodi terhadap antigen polisakarida
Komplemen C
Nonimunologik
Kemampuan maksimal konsentrasi urin
Enzim urin
Protein Creaktif
Foto polos abdomen
Ultrasonografi
CT Scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

iii
Bakteriuria polimikrobial / relaps setelah terapi (termasuk pada
terapi tunggal)
b. Invasif
Pielografi IV / Retrograde / MCU
Kultur dari bahan urin kateterisasi ureteroan bilasan kandung kemih
Biopsi ginjal (kultur pemeriksaan imunofluoresens)
6. Pemeriksaan radiologis dan penunjang lainnya
Prinsipnya adalah untuk mendeteksi adanya faktor predisposisi infeksi
saluran kemih, yaitu hal hal yang mengubah aliran urin dan stasis urin, atau
hal hal yang menyebabkan gangguan fungsional saluran kemih. Pemeriksaan
tersebut antara lain berupa:
a. Foto polos abdomen
Dapat mendeteksi sampai 90% batu radio opak
b. Pielografi intravena (PIV)
Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi
system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode
infeksi saluran kemih yang pertama dialami, wanita (bila terdapat
hipertensi, pielonefritis akut, riwayat infeksi saluran kemih, peningkatan
kreatinin plasma sampai < 2 mg/dl, bakteriuria asimtomatik pada
kehamilan, lebih dari 3 episode infeksi saluran kemih dalam setahun. PIV
dapat mengkonfirmasi adanya batu serta lokasinya. Pemeriksaan ini juga
dapat mendeteksi batu radiolusen dan memperlihatkan derajat obstruksi
serta dilatasi saluran kemih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah
> 6 minggu infeksi akut sembuh, dan tidak dilakukan pada penderita yang
berusia lanjut, penderita DM, penderita dengan kreatinin plasma > 1,5
mg/dl, dan pada keadaan dehidrasi.
c. Sistouretrografi saat berkemih
Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat refluks vesikoureteral,
terutama pada anak anak.
d. Ultrasonografi ginjal

iii
Untuk melihat adanya tanda obstruksi/hidronefrosis, scarring process,
ukuran dan bentuk ginjal, permukaan ginjal, masa, batu, dan kista pada
ginjal.
e. Pielografi antegrad dan retrograde
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive
dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu
dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih
berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih.
f. CT-scan
Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada
parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal dan abses perinefrik.
Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya kista
terinfeksi pada penyakit ginjal polikistik. Perlu diperhatikan bahwa
pemeriksaan in lebih baik hasilnya jika memakai media kontras, yang
meningkatkan potensi nefrotoksisitas.
g. DMSA scanning
Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat
dilakukan dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc)
dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan
untuk anak anak dengan infeksi saluran kemih akut dan biasanya
ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali
lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.

iii
BAB IV
GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. 5 Gejala yang sering timbul
ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan,
disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK sesuai dengan
bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu :2,5
1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik,
disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria
2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung,
muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.

Gambar 2. Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis.2

BAB V
PENATALAKSANAAN

Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :1

iii
- Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
- Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,
mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi
risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang
sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karenan itu pola
pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih,
serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan
untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain :
-
Pengobatan dosis tunggal
-
Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
-
Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
-
Pengobatan profilaksis dosis rendah
-
Pengobatan supresif.1
a. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin :2

- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan


antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg.
- Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari.
- Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa leukosuria.
Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) :2
- Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti dengan
koreksi faktor resiko.
- Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan adalah asupan cairan
yang banyak, cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba
dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan

iii
Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang
baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan mikroorganisme anaerobik
diperlukan antimikroba yang serasi (misal golongan kuinolon).2
Tabel 4. Antimikroba pada ISK bawah takberkomplikasi.6
Antimikroba Dosis Lama terapi
Trimetoprim-Sulfametoksazol 2 x 160/ 800 mg 3 hari
Trimetroprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100 250 mg 3 hari
Levoflpksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 2 x 250 mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 1 x 400 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 2 x 100 mg 3 hari
Nitrofurantoin monohidrat 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat makrokristal 2 x 100 mg 7 hari
Amoksisilin/ klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

b. Infeksi saluran kemih (ISK) atas


Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit
48 jam.2

Tabel 5. Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut.2


Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap
antimikroba oral.
Pasien sakit berat atau debilitasi
Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami
kegagalan Diperlukan investigasi lanjutan
Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi
Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, dan usia lanjut
The Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam
sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya :2
- Flurokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida

iii
Tabel 6. Obat parental pada ISK atas akut berkomplikasi.6
Antimikroba Dosis Interval
Sefepim 1 gram 12 jam
Siprofloksasin 400 mg 12 jam
Levoflpksasin 500 mg 24 jam
Ofloksasin 400 mg 12 jam
Gentamisin (+ ampisilin) 3-5 mg/ kgBB 24 jam
1 mg/ kgBB 8 jam
Ampisilin (+ gentamisin) 1-2 gram 6 jam
Tikarsilin-klavulanat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin-tazobaktam 3,375 gram 2-8 jam
Imipenem-silastatin 250-500 mg 6-8 jam

c. Infeksi saluran kemih berulang


Untuk penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar berikut :6
Riwayat ISK berulang

Gejala ISK baru

Pengobatan 3 hari

Follow up selama 4-7 hari

Pengobatan Berhasil Pengobatan gagal

Pasien dengan Infeksi Kuman Infeksi Kuman


reinfeksi berulang Resistensi antimikroba

Terapi jangka panjang yang dapat


Terapi diberikan
3 hari untuk antara laindosis
Terapi trimetroprim-
tinggi
Calon untuk terapi kuman yang peka selama setiap
6 minggu
sulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu malam,
jangka panjang dosis
Flurokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam.
rendah
Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi.6

iii
BAB VI
RINGKASAN

Infeksi saluran kemih secara umum dapat disebabkan oleh E.coli atau
penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab
infeksi saluran kemih pertama pada sekitar 90% wanita muda. Gejala dan tanda-
tandanya antara lain : sering kencing, disuria, hematuria dan piuria. Adanya
keluhan nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih selain E.coli
melalui infeksi nosokomial Klebsiella, Proteus, Providencia, Citrobacter, P.
aeruginosa, Acinetobacter, Enterococcus faecalis dan Stafilokokus saprophyticus.

iii
Gambaran klinis dari penyakit infeksi saluran kemih umumnya adalah sebagai
berikut:
rasa sakit pada punggung
adanya darah pada urin (hematuria)
adanya protein pada urin (proteinuria)
urin yang keruh
ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar
demam
dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia)
tidak nafsu makan
lemah dan lesu (malaise)
rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)
rasa sakit di atas bagian daerah pubis (pada wanita)
rasa tidak nyaman pada daerah rectum (pada pria)
Media pembiakan yang sesuai untuk berbagai mikroorganisme penyebab
meningitis adalah media agar darah dan agar mac conkey.
Diagnosa yang dilakukan untuk pendeteksian penyakit infeksi saluran
kemih adalah dengan tujuan untuk mengidentifikasikan adanya infeksi bakteri
yang menyebabkan penyakit tersebut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
yang ada, namun gejala- gejala dari infeksi saluran kemih, baik akut maupun
kronik sangat sukar dibedakan dengan infeksi saluran kemih yang biasa. Hal ini
dikarenakan gambaran klinik dari infeksi saluran kemih berat mirip dengan
infeksi bakteri biasa.

iii
DAFTAR PUSTAKA

1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2001
2. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2006.
3. Gardjito W, Puruhito, Iwan A et all. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC;2005.

iii
4. Widayati A, Wirawan IPE, Kurharwanti AMW. Kesesuaian Pemilihan
Antibiotika Dengan Hasil Kultur Dan Uji Sensitivitas Serta Efektivitasnya
Berdasarkan Parameter Angka Lekosit Urin Pada Pasien Infeksi Saluran
Kemih Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Juli Desember
2004). Yokyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma;2005.
5. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Standar Pelayanan Medik Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 2004. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI;2004.
6. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Panduan Pelayanan Medik -
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi 2004. Jakarta :
Pusat Penerbitan IPD FKUI;2006.
7. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto;2003.
8. Liza. Buku Saku Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta : FKUI;2006.
9. Pattman R, Snow M, Handy P et al. Oxford Handbook of Genitourinary
Medicine, HIV, and AIDS. 1st Edition. Newcastle : Oxford University
Press;2005.
10. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL et al. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 17th edition. USA : The McGraw-Hill Companies;2008.
11. Hecht F, Shiel WC. Urinary Tract Infection. Disitasi dari :
http://www.emedicinehealth.com/urinary_tract_infections/article_em.htm%23
Urinary%2520Tract%2520Infections%2520Overview.htm. Pada tanggal 24
Agustus 2008. Perbaharuan terakhir [Januari 2009]
12. Siregar P. Manfaat Klinis Urinalisis dalam Nefrologi. Disampaikan pada :
Pertemuan Ilmiah Nasional VII PB. PABDI. Medan;2009.
13. Jawetz E et al (eds) : Medical MIcrobiology, 19 th ed , Appleton and Lange,
Norwalk, Connecticut/San Mateo Californiam 1991.
14. Jawetz. E , Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC
Jakarta 1996
15. Joklik W.K et.al (eds) : Zinserr Microbiology, 19th ed, Appleton Century-
Crofts, New York, 1988
16. Gupte S : Mikrobiologi dasar. Edisi ketiga, Binarupa aksara Jakarta, 1990.

iii
17. Morse SA: Chancroid and Haemophylus ducreyi, Clin Micribiol Rev 1989; 2;
137.

iii

Anda mungkin juga menyukai