INFORMAL FUNGSISIDA
Oleh:
Kelompok 4
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fungisida
Fungisida berasal dari kata fungus yang berarti jamur, dan sida yang berarti racun.
Sehingga pengertian fungisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
jamur penyebab penyakit. Fungisida dapat berbentuk tepung, cair, gas, butiran, dan
serbuk. Secara umum, kegunaan fungisida yaitu untuk mengendalikan penyakit atau
patogen pada tanaman yang disebabkan oleh jamur atau cendawan. Penggunaan fungisida
dapat diberikan melalui injeksi pada batang, semprotan cairan secara langsung, dan
dalam bentuk fumigan (fumigasi).
Fungisida ada yang terbuat dari bahan alami, dan ada yang terbuat dari bahan
sintetis. Fungisida alami atau fungisida organik terbentuk dari bahan-bahan alami seperti
kulit randu, minyak rosemary, minyak cengkeh, minyak pohon teh, dan lain-lain.
Sedangkan fungisida sintetis dibentuk dari bahan-bahan kimia tertentu. Berdasarkan
bahan pembentuknya, fungisida alami lebih aman digunakan karena menggunakan
bahan-bahan organik. Kebanyakan fungisida berbahan dasar sulfur dalam konsentrasi
yang rendah antara 0.08 sampai 0.5% (jika dalam bentuk cair) hingga 90% (dalam wujud
bubuk).
Residu fungisida telah ditemukan pada makanan manusia. Hal ini dikarenakan pemberian
fungisida pada pasca panen guna memperpanjang usia simpan hasil pertanian. Fungisida
seperti vinclozolin diketahui sangat berbahaya dan saat ini telah dilarang penggunaannya.
Sejumlah fungisida pun telah diatur penggunaannya.
Secara umum sifat fisik fungisida yaitu:Berbentuk cair, gas atau padat. Sedangkan
sifat kimia fisik secara spesifik berbeda-beda tergantung dari jenis fungisidanya. Sebagai
contoh,
Fungisida jenis Cupric sulphate-tricupric hydroxide-hemihydrate mempunyai sifat:
Rumus Empiris : Cu H O S
Berat Molekul : 461,27
Warna : Biru kehijau-hijauan
Berat Jenis : 1,27 g/cm pada suhu 20C
Kekentalan : 2500 mPas pada suhu 20C
Kandungan bahan aktif : 345 g/L copper oxy sulfate
pH : 6-8
Flammabilitas : Tidak mudah terbakar
Explosivitas : Tidak mudah terbakar
Namun, secara umum sifat-sifat fungisida yang baik yaitu:
a. meracuni patogen sasaran;
b. tidak bersifat fitotoksit;
c. efek residunya minimal, agar tidak polusi;
d. tidak mudah terbakar;
e. tidak merusak alat;
f. dapat merata dan melekat pada daun; dan
g. aktif dalam waktu yang tidak terlalu lama.
2.3 Sumber Fungisida
Sumber fungisida terdapat beberapa jenis yaitu fungisida anorganik, fungisida organik,
fungisida nabati
1. Fungisida anorganik
Dengan menggunakan logam berat seperti Tembaga (Cu) dapat menyebabkan
koagulasi protoplas pathogen dan punya daya oligodinamik yaitu proses
penghambatan ion logam terhadap pertumbuhan mikroba khususnya jamur akan
tetapi sumber fungisida dari logam berat sudah ditinggalkan karena dampak yang
besar bagi tumbuhan dan pekerja
2. Fungisida organik
Dengan menggunakan belerang dan klor. Fungsida organik lebih tidak toksik
daripada fungsisida anorganik dan lebih manjur karena aman bagi lingkungan,
sifat toksik rendah. Belerang dicampur dengan kapur akan menghasilkan bubur
kalifornia sebagai fungisida. Dalam penggunaan belerang terbanyak adalah
golongan fungisida karbamat. Mekanisme karbamat yaitu Gugus C=S
ditiokarbamat oleh jamur diubah menjadi isotiosianat ( N=C=S), dan senyawa ini
akan menginaktifasi gugus SH asam amino pada jamur. Untuk penggunaan klor
dapat menghambat -NH2 dan SH pada asam amina jamur
3. Fungsisida nabati
Dibuat dari menggunakan ekstrak dari tanaman seperti daun mindi, daun sirih,
daun cengkeh, dan batang serai. Fungisida ini sangatlah terjangkau dan dapat
diapplikasikan langsung oleh petani maupun bidang pertanian.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus
Rendahnya konsumsi buah dan sayuran diketahui disebabkan karna beberapa
faktor, salah satunya adalah rendahnya mutu buah dan sayur karena disebabkan tingginya
residu pestisida. Pestisida yang sering digunakan pada buah dan sayur adalah insektisida
dan fungisida. Fungisida pada buah-buahan seperti melon sudah mulai digunakan saat
masa pengecambahan benih dengan cara direndam dalam air selama 4-6 jam.
Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi
juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan. Dari hasil
pemeriksaan cholinesterase pada petani melon di Kecamatan Penawangan Kabupaten
Grobogan diperoleh rata-rata hasil pemeriksaan sekitar 8.288 U/L dan hasil pemeriksaan
tertinggi 11.350 U/L dengan standar normal untuk laki-laki 4.620- 11.500 U/L, hal ini
berarti kandungan pestisida dalam darah petani ada yang mendekati ambang batas
tertinggi. Tingginya kadar cholinesterase dalam darah petani dapat menimbulkan
gangguan kesehatan (Yuantari, dkk, 2012).
Penelitian ini merupakan hasil penggunan fungisida pada kelompok petani melon
di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan. Petani melon tersebut
menggunakan jenis fungisida sistemik yang cukup banyak dan penggunaannya tidak
sesuai petunjuk penggunaan karena beranggapan bahwa semakin banyak menggunakan
pestisida (fungisida) akan semakin melindungi melon dari serangan hama, jamur, dan
penyakit. Fungisida yang digunakan merupakan fungisida sistemik dimana Fungisida
sistemik ini bersifat mencegah serangan cendawan (jamur) dengan cara membuat semua
bagian tanaman menjadi beracun, sehingga menghambat atau mencegah cendawan
melakukan penetrasi ke semua bagian tanaman. Sifat fungisida ini adalah pengendalian
preventif, artinya fungisida ini akan disemprotkan sebagai langkah pencegahan supaya
jamur tidak mengganggu tanaman. Namun, banyaknya jenis fungisida yang digunakan
petani melon tersebut membuat melon menjadi sangat rentan terhadap jamur, dampaknya
petani menggunakan lebih banyak larutan fungisida dari berbagai merek untuk mengatasi
masalah tersebut.
Jenis fungisida yang digunakan antara lain Nativo, Antracol, Folirfos, Indar dan
Heksa. Petani yang terpajan fungisida melalui kulit saat menyemprotkan ke tanaman,
maka akan terjadi iritasi dan dermatitis. Kebanyakan fungisida akan menyebabkan iritasi
pada saluran pernafasan, selaput lendir, membrane mata dan hidung. Semua fungisida
bersifat sitotoksik dan karena mutagenik, maka dapat menyebabkan mutasi, kanker dan
teratogenik. Semakin lama petani penyemprot menggunakan pestisida maka diasumsikan
semakin besar kemungkinan terjadinya keracunan bahan kimia pada petani penyemprot
pestisida tersebut.
Hasil penelitian Pesticide Action Network Asia and the Pasific (PANAP) tentang
bahaya pestisida di Wonosobo, Jawa Tengah sebagai bagian pemantauannya di kawasan
Asia, pada Agustus-Oktober 2008 menunjukkan bahwa 6 orang terdiri dari 2 orang
perempuan dan 4 orang laki-laki dari 100 responden mengalami gangguan kesehatan.
Hasil yang tercantum dalam buku berjudul Communities in Peril: Asian regional report
on community monitoring of highly hazardous pesticide use 2010
(http://www.panap.net) tersebut menyebutkan, dua orang laki-laki terpapar pestisida
Matador (lambda cyhalothrin).
Satu orang petani mukanya tersembur gramoxone (paraquat) setelah dia membuka
tank penyemprot. Mukanya terbakar, memar dan mengelupas. Luka-lukanya telah
berlangsung sebulan dan dia hanya mengobatinya secara tradisional. Petani lainnya
mengalami sakit kepala, mual-mual, pandangan kabur setelah dia mencampur pestisida
Matador di rumahnya saat cuaca berawan. Dia mengobatinya dengan obat yang dibelinya
di toko biasa.
Dua laki-laki dan dua perempuan keracunan karena 1 fungisida dan 3 insektisida
dicampur bersama. Mereka merasakan dampaknya setelah menyemprotkannya dalam
waktu dua jam setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Laki-laki mengalami sakit kepala,
mual, jalan sempoyongan, dan menggigil. Dia pergi ke petugas kesehatan dan
mendapatkan suntikan serta istirahat 3 hari. Yang perempuan mengalami gangguan
menstruasi, dan gejala lainnya. Salah satunya mengalami keguguran. Wanita yang
mengalami keguguran ini tidak pergi ke dokter dan hanya minum air kelapa muda, susu
dan istirahat. Sebagian besar korban tidak mengetahui dampak kimia jangka panjang.
Dalam pemantauan ini ada 100 responden, terdiri dari 39 perempuan dan 61 laki-
laki di 4 desa. Hasil pemantauan menemukan tipe pestisida yang digunakan petani terdiri
dari lebih dari 3 bahan kimia fungisida, insektisida, pestisida dan adhesive. Label tidak
menyebutkan dosis, karena jika mereka menggunakan sesuai yang disebutkan label, hama
dan penyakit tidak akan mati. Label juga kecil dan sering tida bisa terbaca, hanya
menurut intuisi pemakai saja. Penyemprotan lebih intensif selama musim hujan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fungisida berasal dari kata fungus yang berarti jamur, dan sida yang berarti racun.
Sehingga pengertian fungisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
jamur penyebab penyakit. berdasarkan cara kerjanya fungisida dikategorikan menjadi
fungisida kontak, translaminar, dan sistemik. Fungisida kontak hanya bekerja pada bagian
yang tersemprot. Sedangkan fungisida translaminar bekerja dengan cara mengalir dari
bagian yang disemprot ke bagian yang tidak disemprot. Fungisida sistemik bekerja
dengan cara diserap oleh tumbuhan dan didistribusikan melalui sistem pembuluh
tanaman. Berdasarkan fungsi kerjanya, fungisida dibagi menjadi tiga yaitu fungisida,
fungistatik, dan genestatikfungistatik berfungsi hanya untuk menghambat pertumbuhan
jamur atau cendawanSedangkan organostatik berfungsi untuk mencegah terjadinya
sporulasi.Secara umum sifat fisik fungisida yaitu:Berbentuk cair, gas atau padat.
Sedangkan sifat kimia fisik secara spesifik berbeda-beda tergantung dari jenis
fungisidanya.Sumber fungisida terdapat beberapa jenis yaitu fungisida anorganik,
fungisida organik, fungisida nabati. fase toksikologi fungisida yaitu pekerja akan terpapar
bahan kimia fungisida ini lalu masuk melalui ingesti, inhalasi dan kontak langsung lalu
diabsopsi dan di distribusikan melalui pembuluh darah dan di ekskresikan melalui
ekshalasi, urine dan feses. Dalam studi kasus di atas banyak kejadian petani keracunan
fungisida melalui inhalasi karena penyemprotan dan melalui ingesti karena tidak mencuci
tangan sehabis mencampurkan fungisida dengan pestisida
4.2 Saran
a. Dalam memberikan fungisida sesuai dengan aturan, jika tidak maka kerugian
akan timbul. Petani merugi karena tidak ada yang membeli dan konsumen pun
juga tidak mau membeli karena terdapat banyak pestisida yang menempel di
sayuran atau buah-buahan
b. Untuk proses pengadukan antara fungisida dengan bahan lain diharapkan
menggunakan alat atau pelindung tangan (sarung tangan) agar tidak kontak
langsung dengan bahan kimia tersebut dan apabila pada waktu mengaduk
campuran pestisida setelah itu wajib cuci tangan menggunakan sabun agar tidak
keracunan apabila memegang makanan/minuman
c. Pada waktu penyemprotan juga harus melihat arah angin. Harus searah dengan
arah angin agar bahan kimia tersebut tidak terkena pekerja itu sendiri dan
menggunakan masker
d. Menggunakan pestisida yang kandungannya tidak terlalu toksik dengan
menggunakan fungisida yang organic dan yang alami
e. Pekerja khususnya para petani harus sering memeriksakan kesehatan secara
berkala ke puskesmas terdekat agar bila terjadi penyakit dapat teratasi lebih
dahulu
DAFTAR PUSTAKA