Anda di halaman 1dari 24

PENDAHULUAN

Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot involunter, yaitu


gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak
otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Sistem ekstrapiramidal meliputi : Basal ganglia
(Nucleus kaudatus, Putamen dan Globus Pallidus), Substansia nigra, dan Nukleus
rubra. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional primer
yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif. Pada ganguan dalam
fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis
sindrom yaitu1 :
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat
- Tonus otot menurun
- Gerak involunter/ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus.
2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun
- Tonus otot meningkat
- Gerak spontan/asosiatif menurun
- Gerak involunter spontan
Pada : parkinson1

Gejala negative dapat berupa :


1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali.
Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Gangguan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada
penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita
tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan
terjatuh bila berputar dan didorong.1

Gejala positif dapat berupa:


1. Gerakan involunter
a. Tremor
b. Athetosis

1
c. Chorea
d. Distonia
e. Hemiballismus

2. Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas
secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan
mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau
lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda
cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative
seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih
didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea.1

Kebanyakan gangguan gerak akibat dari penyakit yang mempengaruhi basal


ganglia. Secara klinis, gangguan gerak dapat dibagi menjadi gangguan hypokinetic
dan hyperkinetic: gangguan hypokinetic ditandai dengan lambat, gerakan sukarela
gangguan ditandai oleh parkinsonisme; Gangguan hyperkinetic ditandai dengan
gerakan tak sadar, termasuk chorea, ballismus, dystonia, tremor, tic, dan myoclonus.
Karena mekanisme pada saraf, gangguan gerak dengan etiologi yang berbeda
mungkin memiliki manifestasi motorik yang sama.2

Gangguan piramidalis Gangguan ekstrapiramidalis


Sifat hipertonus Clasy-knife (pisau-lipat) Lead-pipe dan cogwheel
fenomen
Otot yang hipertonus Flexor lengan dan ekstensor Flexor lengan dan tungkai
tungkai
Gerakan involunter Tidak ada Ada: tremor/korea
atetosis/dystonia.
Reflex tendon Meningkat Normal
Refleks babinsky Ada Tidak ada

2
Kelumpuhan Ada Tidak ada
Table 1. perbedaan gangguan pada piramidalis dan ekstrapiramidalis

Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan
abnormal merupakan kontraksi otot otot volunter yang tidak terkendali. Nilainya
secara klinis dalam menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat
besar, oleh karenanya harus diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat
mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul karena terlibatnya berbagai bagian sistem
motorik, misalnya: korteks, serabut yang turun dari korteks, ganglia basal, batang
otak dan pusat pusatnya, serebelum dan hubungan hubungannya, medulla
spinalis, serabut saraf perifer atau ototnya sendiri, sifat gerakan dipengaruhi oleh
letak lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang berlainan kadang dapat
menyebabkan gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada tempat
yang sama kadang dapat mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal.3
Gerakan abnormal yang tak terkendali :4
1. Tremor
Tremor adalah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran yang
timbul karena berkontraksinya otot otot yang berlawanan secara bergantian,
dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis jenis tremor :
a. Tremor fisiologis/tremor normal
Didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit,
atau bila kita melakukan gerakan volunter dengan sangat lambat. Tremor yang
terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan
aksentuasi dari tremor fisiologis ini.
b. Tremor halus / tremor toksik
Khas dijumpai pada hipertiroid. Tremor ini terutama terjadi pada jari
dan tangan. Kadang kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk
memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari jari dan tampaklah kertas
tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor ini didapatkan

3
pula pada keracunan nikotin, kafein, obat obatan seperti adrenalin, efedrin,
atau berbiturat.
c. Tremor kasar
Tremor yang lambat, kasar dan majemuk. Sering ditemukan pada
penderita Parkinson.
d. Tremor intense
Tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi
lebih nyata ketika gerakan hampir menuju tujuannya. Tremor ini merupakan
tremor kasar, dan dapat dijumpai pada pasien dengan gangguan serebellum.
2. Khorea
Kata khorea berasal dari Yunani yang berarti menari. Chorea adalah gerakan di
luar kesadaran pada gerak otot berlangsung cepat, pendek dan berulang-ulang,
aritmik(tidak berirama), dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh
badan atau seluruh badan. Hal ini khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan
dan tangan), terutama bagian distal. Chorea kadang-kadang berkembang pada
orang tua karena tidak nyata. Chorea disebut chorea pikun, cenderung
mempengaruhi otot-otot di sekitar mulut. Chorea juga bisa mempengaruhi wanita
selama 3 bulan pertama kehamilan (suatu kondisi yang disebut chorea
gravidarum), tetapi menghilang tanpa pengobatan segera setelah kelahiran mereka.
Chorea jarang terjadi pada wanita yang mengambil pil kontrasepsi. Chorea juga
bisa menjadi hasil dari lupus (systemic lupus erythematosus), aktivitas berlebihan
dari kelenjar tiroid (hipertiroidisme), tumor atau stroke yang mempengaruhi
sebagian basal ganglia yang disebut caudate nucleus, dan obat-obatan tertentu
seperti antipsikotik obat. Chorea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga
disebut chorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti
membantingkan diri, maka istilahnya ialah hemiballismus.
3. Atetose
Atetose berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih
lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke
proksimal. Atetose dan chorea banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan
ganglia basal bagian dari otak yang membantu memfasilitasi dan

4
mengkoordinasikan gerakan yang diprakarsai oleh impuls saraf dari otak. Dalam
kebanyakan bentuk chorea, kelebihan dopamine, neurotransmitter utama yang
digunakan dalam ganglia basal, basal ganglia dicegah berfungsi normal. Obat dan
penyakit yang meningkatkan kadar dopamine atau meningkatkan sensitivitas sel-
sel dopamin saraf cenderung memburuk chorea dan athetosis. Gangguan kinetik
ini biasanya disebabkan oleh kerusakan perinatal dan korpus striatal. Dapat juga
disebabkan oleh Kern ikterus atau hiperbilirubinemia. Gerakan involunter menjadi
lambat dengan kecenderungan untuk ekstensi berlebihan dari ekstremitas
bagian perifer. Tampak sebagai kekacauan gerakan dengan tingkat pergerakan
Chorea dan dystonia. Gejala ini melibatkan organ tangan, kaki dan sisi wajah.
Umumnya disertai otak congenital (palsi serebral).
4. Distonia
Biasanya distonia ini dimulai dengan gerakan atetose pada lengan atau anggota
gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks yang
menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.

5. Balismus/hemibalismus
Balismus/hemibalismus adalah gerakan otot yang datang sekonyong konyong,
kasar dan cepat, terutama mengenai otot otot skelet yang letaknya proksimal.
6. Spasme
Gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot otot yang biasanya disarafi
oleh satu saraf. Spasme klonik mulai sekonyong konyong, berlangsung sebentar
dan dapat berulang ulang, spasme dapat timbul karena iritasi saraf perifer atau
otot.
7. Tic
Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang terkoordinir,
berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.
8. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut, dari satu berkas (fasikulus) serabut
otot atau satu unit motorik
9. Miokloni

5
Gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong konyong,
sebentar , aritmik, asinergik dan tidak terkendali. 4,5

Neurofarmakologi
Pada penelitian telah dibuktikan bahwa obat obatan seperti reserpin dan
fenotiazin dapat menimbulkan sindrom ekstrapiramidal yang dapat dijelaskan
berdasarkan adanya neurotransmiter. 4
Neurotransmiter merupakan zat yang disintesis dan disimpan di presinaptik
dan dapat dilepaskan ke dalam sinaptik gap bila mendapatkan stimulus yang adekuat.
Pada saat dilepaskan neurotransmiter tersebut dapat bereaksi dengan reseptor
khususnya yang berada pada neuron postsinaps. Beberapa neurotransmiter tersebut
antara lain : acetylcholine, dopamine, gamma aminobutyric acid, serotonin, dan
glutamate. 4
Asetilkolin disintesis oleh small striatal cells yang mempunyai konsentrasi
tertinggi di striatum dan mempunyai efek eksitasi. Sedangkan dopamin dihasilkan di
substansia nigra pars kompakta dimana konsentrasi tertinggi terdapat di substansia
nigra dan memiliki efek inhibisi. 4
Pada keadaan normal, kedua neurotransmiter tersebut berada dalam keadaan
yang seimbang jumlahnya antara asetilkolin dan dopamin. Namun, dalam keadaan
ketidakseimbangan kedua neurotransmiter tersebut mengakibatkan berbagai kelainan.
Pada keadaan dimana dopamin berlebih akan menimbulkan gangguan gerakan yang
disebut dengan chorea. Pada keadaan dimana dopamin berkurang dapat menimbulkan
gangguan gerakan yang disebut parkinsonisme. 4
GABA disintesis di striatum dan globus palidus, memiliki efek inhibisi,
kekurangan GABA berhubungan dengan chorea huntington. Obat obatan dapat
mempengaruhi gangguan berjalan melalui berbagai cara seperti : mengurangi
pembentukan transmiter pada ujung serabut syaraf seperti : tetrabenazine, ataupun
dengan menghambat reseptor post sinaps seperti : fenotiazin. Kedua obat tersebut

6
pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya efektifitas dopamin sehingga akan
menimbulkan kelebihan asetilkolin relatif dan menimbulkan parkinsonisme. 4

A. Definisi
Hemiballismus adalah jenis gangguan gerakan dianggap lebih dari seratus kali
lebih jarang dibandingkan dengan penyakit yang lebih umum Parkinson. Orang
yang menderita Hemiballismus pada gejala gerakan terkait parah yang membuat
mereka tidak dapat pergi melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Penyakit ini
terkait dengan orang-orang yang telah menderita lesi struktural dalam otak, tetapi
kadang-kadang menyertai beberapa kelainan metabolik.6
Gerakan melemparkan sering lengan dan kaki mereka dapat mengidentifikasi
orang yang menderita Hemiballismus. Gerakan-gerakan disengaja acak kuat,
terjadi terus menerus, dan dapat mencakup segala arah. Kedua otot proksimal dan
distal tubuh berpartisipasi dalam gerakan ini terus-menerus, dan dalam
kebanyakan kasus, bahkan otot-otot wajah pasien menunjukkan berkedut otot tak
sadar.6
Hemiballismus: It is usually characterized by involuntary flinging motions of
the extremities. The movements are often violent and have wide amplitudes of
motion.6

B. Tanda dan gejala hemiballismus


Dalam bentuk ringan Hemiballismus, hanya lengan atau kaki seseorang
mungkin akan terpengaruh, rendering gerakan normal, seperti berjalan akan terasa
sulit. Bila penyakit ini lebih maju, gerakan tubuh melibatkan teratur dan kekerasan
menggeliat, serta kejang otot pada satu atau sisi lain dari tubuh. Ketika otot-otot
batang tubuh yang terkena, seluruh tubuh tunduk pada gerakan kuat dan
bersamaan yang berlangsung hingga beberapa detik pada suatu waktu.6
Seorang pasien yang terjaga dan aktif akan terwujud peningkatan jumlah
gerakan yang tak terkendali, dan seringkali lengan dan kaki bergerak bersama.
Namun, dengan relaksasi atau tidur, gerakan ini menurun jauh.6

7
Hemiballismus adalah penyakit yang dapat membuat pasien baik secara fisik
dan mental mengalami kelelahan. Karena gerakan kekerasan yang terlibat, luka
lain yang melibatkan sendi dan kulit dapat terjadi. Hemiballismus biasanya terlihat
pada orang yang berusia lebih dari 60 tahun.6
The list of signs and symptoms mentioned in various sources for
Hemiballismus includes the 4 symptoms listed below:6
Involuntary movements on one side of the body
Involuntary muscle spasms on one side of the body
Violent movements involving one side of the body
Usually arms are more affected than the legs
C. Penyebab hemiballismus
Salah satu penyebab paling umum dari Hemiballismus adalah cedera pada
ganglia basalis, daerah otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan
gerakan tubuh dan keseimbangan. Hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya abses
atau tumor di otak, serta cacat pada pembuluh darah, trauma parah pada kepala,
dan bahkan multiple sclerosis. Pada orang yang lebih muda dari 60 tahun,
gangguan ini kemungkinan disebabkan oleh peradangan otak atau infeksi. 3
Sementara Hemiballismus adalah gangguan yang sangat langka, dapat
merupakan hasil dari luka lain atau penyakit lain. Pasien yang menderita salah satu
penyakit dan cedera otomatis akan mengembangkan Hemiballismus. 3
Dalam seribu orang yang telah menderita stroke, sekitar 0,45 dari mereka
berakhir dengan Hemiballismus. Stroke adalah salah satu penyebab paling umum
dari gangguan gerakan ini. Hemiballismus terjadi ketika jaringan otak mati dari
stroke yang menyebabkan oksigen tidak cukup dan kurangnya pasokan darah ke
otak. Hal ini terutama berlaku jika jaringan di ganglia basal terlibat. Yang rusak
ganglia basal, pada gilirannya, mengirimkan impuls listrik yang rusak ke otot
rangka tubuh, dan hasilnya sesuai dengan gejala Hemiballismus. 6
Ketika seseorang mengalami cedera otak parah dan traumatis, baik melalui
kecelakaan atau tindak kekerasan, bagian otak yang dikaitkan dengan gerak dapat
terpengaruh. Hal ini juga dapat menyebabkan gerakan Hemiballismus pada pasien.
Hemiballismus juga dapat disebabkan oleh amyotrophic lateral sclerosis.

8
Gangguan ini bertanggung jawab untuk gliosis dan hilangnya neuron di ganglia
basal otak, sehingga menghasilkan Hemiballismus. 6
Pasien dengan hiperglikemia nonketotic dapat mengembangkan
hemiballismus sebagai komplikasi ke penyakit melalui pengembangan inti lesi
subthalamic. Ini adalah penyebab yang dilaporkan yang paling umum kedua
hemiballismus. Hal ini dapat ditemukan terutama pada orang tua dan banyak kasus
yang dilaporkan berasal dari asal Asia Timur, yang menunjukkan bahwa mungkin
ada beberapa disposisi genetik untuk pengembangan hemiballismus akibat
hiperglikemia. Gerakan Hemiballistic muncul saat kadar glukosa darah terlalu
tinggi dan kemudian mereda setelah kadar glukosa kembali normal. Ini skala
waktu untuk ini biasanya beberapa jam. Pada pasien dengan jenis hemiballismus,
pencitraan mengungkapkan kelainan pada putamen kontralateral terhadap
pergerakan serta globus pallidus dan berekor inti. Sementara hiperglikemia itu
sendiri bukan penyebab gerakan hemiballistic, telah menyarankan bahwa
perdarahan petekie atau penurunan produksi GABA dan asetilkolin dapat
mengakibatkan sekunder hiperglikemia. Salah satu masalah ini bisa bertanggung
jawab untuk gerakan hemiballistic.

Following is a list of common causes of Hemiballismus:


Stroke
Traumatic brain injury
Amyotrophic lateral sclerosis
Nonketotic hyperglycemia
Neoplasms
Vascular malformation
Following is a list of other causes of Hemiballismus:
Tuberculoma
Demyelinating plaques
complications from HIV infection

Patofisiologi

9
Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui
inti-inti basal(basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunter
dengan proses inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan mengatur dan
mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa dan gamma.
Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus merupakan stasiun neuroaferen
terakhir dan yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks, nucleus kaudatus,
putamen, substansia nigra dan inti subtalamik. Gerakan involunter yang timbul akibat
lesi difus pada putamen dan globus pallidus disebabkan oleh terganggunya kendali
atas reflex-refleks dan rangsangan yang masuk, yang dalam keadaan normal turut
mempengaruhi putamen dan globus pallidus. Keadaan tersebut dinamakan
Release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Adapun lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luys/korpus
subtahalamicus (hemiballismus), bagian luar dari putamen (atetosis), di nucleus
kaudatus terutama dan nucleus lentiformis sebagian kecil (chorea) dan di korteks

serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus (distonia).


Gambar 1. Subthalamic nucleus

10
Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system
neurotransmitter, meliputi :
a. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan
korpus striatum) dan pada system mesolimbik dan mesokortikal tertentu.
b. GABA(Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur / neuron-neiron
striatonigral.
c. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal.
d. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon
talamostriatal.
e. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan
striatonigral.
f. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural yang sama.

Hemiballismus terjadi gangguan gerakan biasanya melibatkan hanya satu sisi


tubuh. Hemiballismus biasanya dihubungkan dengan lesi dari inti subthalamic
kontralateral, meskipun infark dalam caudatum, striatum, lenticular nucleus, atau
thalamus juga telah dikaitkan dengan hemiballismus. 6
Lesi pada nukleus subthalamic dapat menyebabkan kontralateral hemiballism-
hemichorea dengan mengurangi dorongan rangsang normal dari nukleus subthalamic
ke segmen internal globus pallidus. Hal ini akan mengurangi output penghambatan
globus pallidus di thalamus, dan disinhibisi ini menimbulkan dorongan rangsang
berlebihan ke korteks, yang dinyatakan sebagai gerakan hyperkinetic kontralateral.
Namun, kadang gangguan ini sering muncul dengan tidak adanya lesi pada nukleus
subthalamic. 6
Peningkatan dopaminergik mungkin memainkan peran dalam patofisiologi
gangguan ini. Hipotesis ini didukung oleh pengamatan bahwa dopamin-receptor
blockers dan agen katekolamin-depleting sering meningkatkan hemiballismus.
Sementara hemiballism dan hemichorea dibedakan atas dasar jenis dan distribusi
gerakan, mereka mewakili dua gejala yang berbeda pada spektrum dari proses
penyakit yang sama. Mengapa satu pasien dengan disfungsi ganglia basal

11
mengembangkan hemiballism dan lain dengan perubahan patologis yang serupa
berkembang hemichorea belum dipahami seara pasti. Pada tingkat seluler dan
molekuler, ballism dapat disebabkan oleh beberapa patologi termasuk iskemia,
infeksi, demielinasi, dan tumor. 6

In the hyperkinetic disorder hemiballismus, a lesion in the STN knocks out


the excitatory drive from the STN to the GPi, which leads to loss of inhibition, or
stimulation of the thalamocortical neurons, rendering cortical projection areas
highly responsive to inputs involved in the initiation and execution of movement
(illustrated by the thick excitatory arrows from the thalamus to the cortex and from
the cortex to the brain stem and spinal cord). In the case of chorea, early selective
loss of striatal neurons projecting to GPe via the indirect pathway (e.g.,
Huntington disease or proposed neuroleptic-induced toxicity in tardive dyskinesia)
leads to the disinhibition of the GPe and thus excessive inhibition of striatal
outflow (GPi/SNr). The result is a loss of inhibition of the excitatory
thalamocortical pathway that consequently leads to the multiple, poorly
synchronized movements of chorea. 6

D. Hemiballismus diagnosis

12
Ketika seorang pasien menderita hiperglikemia nonketotic mengembangkan
komplikasi dari inti subthalamic lesi di otak, Hemiballismus adalah salah satu
hasil. Lesi otak seperti ini adalah penyebab kedua yang paling umum dari
gangguan gerakan, dan mereka sering dikaitkan dengan pasien tua keturunan Asia
Timur. Ini mengarah ke faktor genetik yang melibatkan perkembangan gejala
Hemiballismus pada pasien yang menderita hiperglikemia. Gejala-gejala menjadi
jelas ketika tingkat glukosa darah dari pasien melonjak, dan kondisi ini dengan
gejala Hemiballismus menyertainya dapat berlangsung sampai beberapa jam. 7
Neoplasma, yang adalah pertumbuhan sel yang tidak normal di otak, juga
dapat menyebabkan Hemiballismus, terutama jika mereka membentuk dalam
wilayah ganglia basal. Pembuluh darah cacat, yang bertindak untuk menghambat
aliran darah yang normal ke otak, juga dapat menyebabkan Hemiballismus. Hal ini
terutama berlaku jika malformasi pembuluh darah ini mengarah ke ganglia basal,
di mana ada kemungkinan kuat dari pasien mengalami stroke. 7
Pasien yang menderita infeksi meningitis TB mungkin telah merusak bagian
basal ganglia mereka, dan dapat mengembangkan Hemiballismus sebagai hasilnya.
Hemiballismus juga bisa terjadi akibat demielinasi plak yang melukai selubung
mielin ditemukan di neuron otak. Hal ini menghambat neuron konduksi, dan
garbles sinyal yang mereka kirim ke ganglia basal. Sinyal kacau mengakibatkan
gerakan tubuh tidak terkoordinasi dan tidak sukarela. 7
Sebagai bagian dari komplikasi yang timbul dari infeksi HIV, Hemiballismus
mungkin timbul pada pasien akibat hipoglikemia berasal dari penggunaan
pentamidin. Hal ini juga dapat menjadi penyebab toksoplasmosis otak, infeksi
sekunder yang dihasilkan dari sistem kekebalan yang terganggu, karakteristik
orang yang menderita HIV. Dalam kebanyakan kasus, Hemiballismus mungkin
salah satu manifestasi yang terlihat dari dokter dapat menentukan bahwa pasien
memiliki AIDS. 7

E. Pengobatan Hemiballismus
Untuk membuat diagnosis yang akurat, dokter akan mengambil riwayat medis
lengkap pasien untuk memastikan keberadaan otak masa sebelumnya atau cedera

13
sistem saraf. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh,
dengan mempertimbangkan usia pasien, riwayat obat, dan gejala untuk
mengesampingkan gangguan gerakan lain yang mungkin mirip dengan
Hemiballismus. 7
Pasien akan dimasukkan melalui serangkaian gerakan dasar, dan dokter akan
mengamati sejumlah gerakan Hemiballistic yang terjadi dalam jangka waktu
tertentu. Ini akan memungkinkan dokter untuk menilai tingkat keparahan gejala
pasien untuk meresepkan obat dan terapi yang tepat. 7
Dalam mengobati Hemiballismus, penting untuk terlebih dahulu mengobati
penyakit yang mendasari atau cedera yang telah menyebabkan atau mengikutinya,
apakah penyakitnya adalah stroke, hiperglikemia, lesi otak, atau infeksi. Dalam
beberapa kasus, gejala Hemiballismus mungkin ringan, dan pengobatan dapat
dibatasi penyebab gangguan tersebut. Ada banyak jenis obat yang digunakan untuk
mengobati Hemiballismus. Salah satunya adalah dopamin blocker seperti
haloperidol atau risperidone, yang telah ditemukan menjadi 90% efektif dalam
mengobati gejala gangguan tersebut. Antikonvulsan yang dikenal sebagai
topiramate juga telah berhasil dalam mengobati kasus Hemiballismus. 7
Gangguan gerakan biasanya disertai dengan gangguan jiwa, kognitif, dan
gangguan tidur yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk
kecacatan dan bahkan mungkin mendominasi gambaran klinis. Misalnya, depresi
dapat mengganggu respon terhadap pengobatan jika tidak memadai dari gejala
motorik. Dalam banyak kasus, pengobatan ini kondisi komorbiditas merupakan
aspek penting dari manajemen. 7
Solusi lain termasuk terapi ITB melibatkan pompa ITB ditanamkan untuk
mengurangi episode Hemiballismus, suntikan botulinum, administrasi
tetrabenazine, dan haloperidol obat antipsikotik. Obat lain yang dapat
memperbaiki ballismus termasuk benodizepines, dan reserpin. Terapi dengan asam
valproik juga telah dilaporkan efektif. Dalam kasus yang parah Hemiballismus
yang tidak menanggapi pengobatan tradisional, prosedur bedah saraf untuk

14
lesioning globus pallidus otak atau untuk melakukan stimulasi otak dalam adalah
pilihan yang layak lainnya. 7

CASE REPORT
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.G
No Rekam Medic : 146088
Tanggal Lahir/Umur : 01-01-1950 (66 Tahun)
Jenis Kelamin : Laki Laki
Alamat : Jl. Dirgantara Lr.2 No 11 E
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta

15
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 07 Oktober 2016
Dirawat Yang Ke : I (Pertama )

II. RIWAYAT PENYAKIT


Allo dan autoanamnesis
(07 Oktober 2016, pukul 17.00 WIB )
Keluhan utama : lemah separuh badan
Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 07 Oktober pasien datang dengan keluhan lemah separuh badan
yang dialami sejak 3 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit disertai cara
bicara yang cadel. riwayat nyeri kepala ada tanpa disertai mual dan muntah.
Rasa melayang dan pusing berputar tidak ada. Telinga berdengung tidak ada.
Riwayat demam tidak ada. Riwayat kejang ada 1 kali di UGD. Riwayat
kesadaran menurun 2 jam yang lalu. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat
DM disangkal, riwayat stroke sebelumnya disangkal. BAK : 2 L via kateter,
BAB biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak terkena penyakit lain sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak diketahui

Riwayat Sosial Ekonomi


Tidak diketahui

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

16
- Kesadaran : Compos mentis
- Gizi : Cukup
- GCS : E4 V5 M6= 15
- Vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit
RR : 22 x / menit

Suhu : 36,7

- Status Generalis
Kepala
Rambut : Botak
Mata : Konjungtiva ananemis (-/-), sklera (-/-)
Telinga : Liang lapang, membran timpani intak
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-)
Mulut : Bibir tidak sianosis & tidak kering, lidah tidak kotor
- Leher
Pembesaran KGB : Pembesaran KGB Submandibula (-), nyeri tekan (-)
Pembesaran tiroid : Tidak ada
JVP : Tidak meningkat
Trachea : Letak ditengah

- Thoraks
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V garis mid clavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : Sela iga IV garis parasternal kanan
Batas kiri : Sela iga V garis midclavicula kiri
Batas atas : Sela iga II garis parasternal kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I II murni, murmur (-), gallop (-)Pulmo
Inspeksi : Pergerakan nafas kanan-kiri simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler ( +/+ ), whezing ( -/- ), ronkhi (-/-)

17
Abdomen
Inspeksi : Perut rata dan simetris
Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) pada SIAS,
nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani pada keempat kwadran, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas
Superior : oedem ( -/- ), sianosis ( -/- ), turgor kulit ( +/+ )
Inferior : oedem ( -/- ), sianosis ( -/- ), turgor kulit ( +/+ )

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


Saraf cranialis Kanan / Kiri
N. olfaktorius ( N. I )
Daya penciuman hidung : ( normosmia/normosmia )
N. opticus ( N. II )
Tajam penglihatan : 4/60 / 4/60
Lapang penglihatan : sesuai dengan pemeriksa
Tes warna : benar 7
Fundus oculi : Tidak dilakukan
N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )
Kelopak mata :
Ptosis : ( - / - )
Endopthalmus : ( - / - )
Exopthalmus : ( - / - )
Pupil :
Diameter : ( 2,5 mm / 2,5 mm )
Bentuk : ( Bulat / Bulat )
Isokor / anisokor : ( Isokor / Isokor )
Posisi : ( Sentral / Sentral )

18
Reflek cahaya langsung : ( + / + )
Reflek cahaya tidak langsung : ( + / + )

Gerakan bola mata


Medial : ( + / + )
Lateral : ( + / +)
Superior : ( + / + )
Inferior : ( + / + )
Obliqus, superior : ( + / + )
Obliqus, inferior : ( + / + )
Reflek pupil akomodasi : ( + / + )
Reflek pupil konvergensi : ( + / + )

N. trigeminus ( N. V )
Sensibilitas
Ramus oftalmikus : ( + / + )
Ramus maksilaris : (+ / + )
Ramus mandibularis : (+ / +)
Motorik
M. maseter : ( + / + )
M. temporalis : ( + / +)
M. pterigoideus : (+ /+ )
Reflek
Reflek kornea ( sensoris N. V, motoris N. VII ) : ( + / + )
Reflek bersin : ( + / + )

N. fascialis ( N. VII )
Inspeksi wajah sewaktu :

19
Diam : tidak simetris
Tertawa : tidak simetris
Meringis : tidak simetris
Bersiul : tidak simetris
Menutup mata : simetris
Pasien disuruh untuk :
Mengerutkan dahi : simetris
Menutup mata kuat-kuat : simetris
Menggembungkan pipi : simetris
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : ( + / + )

N. acusticus ( N. VIII )
N. cochlearis
Ketajaman pendengaran : ( +/+ )
Tinitus : ( +/+)
N. vestibularis
Test vertigo : (+ / +)
Nistagmus : ( -/ -)

N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )


Suara bindeng / nasal : (- /- )
Posisi uvula : tidak deviasi
Palatum mole : Istirahat : simetris
Bersuara : terangkat
Arcus palatoglossus : Istirahat : simetris
Bersuara : terangkat
Arcus pharingeus : Istirahat : simetris

20
Bersuara : terangkat
Reflek batuk : ( + )
Reflek muntah : ( + )
Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
Bradikardi : (-)
Takikardi : (-)

N. accesorius ( N. XI )
M. sternocleidomastoideus : ( tahanan kuat/tahanan kuat )
M. trapezius : (tahanan kuat /tahanan kuat )
N. hipoglossus ( N. XII )
Atropi : ( - )
Fasikulasi : ( - )
Deviasi : (- )
Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Kernig test : (-)
Lasseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinky II : (-)

Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri


- Gerak aktif / aktif
aktif/ aktif
- Kekuatan otot 5 / 5
5/5
- Tonus Normotonus / Normotonus
Normotonus / Normotonus
- Klonus - / -
-/-
- Reflek fisiologis Bicep ( + / + ) Pattela ( + / + )
- Trisep ( + / + ) Achiles ( + / + )

21
- Reflek patologi Hoffman trommer ( - / - ) Babinsky ( - / - )
Chaddock ( - / - )
Oppenheim ( - / - )
Schaefer ( - / - )
Gordon ( - / - )
Gonda ( - / - )

Sensibilitas
- Eksteroseptif / rasa permukaan ( superior / Inferior )
- Rasa raba : (+ / + )
- Rasa nyeri : (+/ + )
- Rasa suhu panas : (+ / + )
- Rasa suhu dingin : (+ / +)
- Propioseptif / rasa dalam
- Rasa sikap : ( +/ + )
- Rasa getar : tidak dilakukan
- Rasa nyeri dalam : tidak dilakukan

Koordinasi
Tes tunjuk hidung : ( - )
Romberg test : tidak dilakukan

Susunan saraf otonom


Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Salivasi : Normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik

22
FOLLOW UP
Pemeriksaan tanggal 08 Oktober 2016 :
- S : Bicara masih cadel (+), nyeri ketuk (-)
- O : TD : 140/80
GCS : E4M6V5
FKL : normal
RM : kk (-) / Ks (-/-)
Nn Cranial : pupil bulat isokor d:2,5 mm
RCL (+/+) RCTL (+/+)
Nn Cranial lain : parese N.VII + XII sinistra tipe central
Motorik :
Pergerakan : aktif / aktif
aktif/ aktif
Kekuatan otot 5 / 5
5 /5
Tonus Normotonus / Normotonus
Normotonus / Normotonus
Refleks fisiologi : Normal/normal
Normal/normal
Refleks patologi : - / - / - / -
A. Disartri e. Susp NHS
Th . Citicolin 500mg/12jam/iv
Ranitidine 50mg/12jam/iv
Sohobion 1 amp/24jam/iv drips

Pemeriksaan tanggal 09 Oktober 2016:


- S : lemas (+), Bicara masih cadel (+)
- O : TD : 110/80
GCS : E4M6V5
FKL : normal
RM : kk (-) / Ks (-/-)
Nn Cranial : pupil bulat isokor d:2,5 mm
RCL (+/+) RCTL (+/+)
Nn Cranial lain : parese N.VII + XII sinistra tipe central
Motorik :
Pergerakan : aktif / aktif
aktif/ aktif
Kekuatan otot 5 / 5 / 5 /5

23
Tonus Normotonus / Normotonus
Normotonus / Normotonus
Refleks fisiologi : Normal/normal
Normal/normal
Refleks patologi : - / - / - / -
A. Disartri ec Susp NHS
Th . Citicolin 500mg/12jam/iv
Ranitidine 50mg/12jam/iv
Sohobion 1 amp/24jam/iv drips

Pemeriksaan tanggal 10 Oktober 2016 didapat :


- S : Sadar (+), Lemas (+), Bicara masih cadel/pelo (+)
- O : TD : 110/80
GCS : E4M6V5
FKL : normal
RM : kk (-) / Ks (-/-)
Nn Cranial : pupil bulat isokor d:2,5 mm
RCL (+/+) RCTL (+/+)
Nn Cranial lain : parese N.VII + XII sinistra tipe central
Motorik :
Hemiballismus (+) sinistra
Pergerakan : aktif / aktif / aktif/ aktif
Kekuatan otot 5 / 5 / 5 / 5
Tonus Normotonus / Normotonus
Normotonus / Normotonus
Refleks fisiologi : Normal/normal
Normal/normal
Refleks patologi : - / - / - / -
A. Disartri ec Susp NHS
Th . Citicolin 500mg/12jam/iv
Ranitidine 50mg/12jam/iv
Sohobion 1 amp/24jam/iv drips
Aspilet 80 mg/ 1 x 1 tab (puyer)
Clopidogrel 75mg /1 x 1 tab (puyer)

24

Anda mungkin juga menyukai