Disusun Oleh :
RIZKA NURLITASARI
20154030042
B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun, belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial. Jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensivitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan
(Smeltzer, 2008).
b. Faktor Presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a) Inhalan yang masuk melalui saluran
pernapasan.
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
b) Ingestan yang masuk melalui mulut.
Ex : makanan dan obat-obatan.
c) Kentraktan yang masuk kontak dengan kulit
Ex : perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca
Perubahan tahanan : perubahan suhu udara, angin dan kelembaban
udara dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma
(Ngastiyah, 2012).
2) Infeksi
Pilek dan infeksi virus lain, serangan seringkali dicetuskan oleh infeksi
pada sinus atau cabang bronchus (Barbara C. Long : 509).
3) Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma.
Selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya, karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Kegiatan olahraga atau jasmani yang berat
Kegiatan jasmani berat misalnya berlari atau naik sepeda dapat
memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan
dapat merupakan pencetus (Ngastiyah, 2012).
5) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik absbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
C. PATOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus riversibel obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini (1) konstraksi otot-otot
yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan nafas, (2) pembengkakan
membran yang melapisi bronik, dan (3) pengisian dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiper inflasi dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
immunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel masa dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polis dan
kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru, tonus otot bronkial diatur
oleh impuls saraf legal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor, seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang
dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respons parasimpatis.
Selain itu reseptor dan adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang, terjadi
bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosia monofosfat (c Amp).Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan (c Amp), yang mengarah pada peningkatan
mediator kimian, yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi.
Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat c Amp yang
mengambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi.
Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan adrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan
mediator kimiawi dan konstruksi otot polos ( C. Smeltzer, 2008 )
Allergen (debu,bulu,serbuk sari)
Non allergen(emosi,pollutan,merokok)
DEFISIT
GANGGUAN PERAWATAN DIRI
POLA TIDUR Sumber :
- C. Smeltzer,
2008
- C. Long, 1996
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala asma berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus.
Menurut Barbara C. Long 1996, gejala-gejala asma antara lain :
1. Serangan seering terjadi pada malam hari
2. Pasien terbangun dan merasa tercekik
3. Bronkospasme dan penyempitan jalan nafas menyebabkan wheezing saat ekshalasi
Sedangkan menurut Arif Mansjoer 2013, gejala-gejala asma antara lain :
1. Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan cara tanpa stetoskop
2. Batuk produktif sering pada malam hari
3. Nafas atau dada seperti tertekan
4. Gejala bersifat paroksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari
Dan menurut Linda & Sawden 2012, gejala asma antara lain :
1. Bukti klinis obstruksi jalan nafas. Obstruksi dapat terjadi secara bertahap atau akut
dan perkiraan keparahan eksaserbasi akut disebut ringan,sedang dan berat
2. Dispnea dengan ekspirasi memanjang
3. Mengi waktu ekspirasi
4. Pernapasan cuping hidung
5. Batuk
6. Memakai obat pernafasan tambahan
7. Ansietas, iritabilitas sampai penurunan tingkat kesadaran
8. Asianosis
9. Penurunan PCO2 pada awalnya, akibat hiperventilasi kemudian naiknya PCO 2 saat
obstruksi menghebat
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis
1. Pencegahan terhadap pemajanan allergen
2. Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi, terutama selama waktu-waktu
puncak serangan asma. Misalnya musim dingin
3. Pemakaian obat-obat anti inflamasi pada permulaan serangan atau terapi steroid
inhalasi untuk menghentikan rangkaian proses peradangan
4. Golongan metal-xantin juga menghilangkan spasme
5. Obat-obat antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi efek parasimpatis
sehingga melemaskan otot polos bronkhiolus
6. Antihistamin diberikan untuk mengurangi peradangan
7. Intervensi farmakologis selama serangan akut, mencakup inhalasi obat-obat simpatis
B2, melemaskan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi
8. Intervensi perilaku, yang ditujukan untuk menenangkan pasien agar rangsangan
parasimpatis ke jalan nafas berkurang
Penatalaksanaan keperawatan menurut C. Long 1996 antara lain :
1. Mempermudah pernafasan
a. Tempatkan pasien pada posisi high fowler
b. Bantu pasien untuk membatukkan secret
Sumbatan mucus merupakan masalah yang lazim
- Obat pengencer
- Humudifikasi
- Cairan dengan bebas
2. Membantu kenyamanan dan ADL
a. Jangan meniggalkan pasien sendirian selama serangan asma, dia mungkin ketakutan
dan perlu mendapat perhatian dan perlindungan terus-menerus
b. Pada akhir serangan
- Seka pasien dan berikan gosokan punggung
- Mengganti baju pasien dan sprei yang biasanya basah karena
diaphoresis
- Menemani pasien sampai ia tidur
3. Konseling dan pendidikan
a. Pasien dengan asma immunologic
- Ajari pasien cara mempersiapkan lingkungan tempat tidur yang
terkontrol
- Ajari pasien untuk menghindari allergen
b. Penderita asma non immunologic
- Ajari pasien cara mencegah infeksi
- Perlu segera mendapat pertolongan medis bila terdapat infeksi saluran pernafasan
atas
G. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN FOKUS
Model konseptual
Dalam pembuatannya karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan model konseptual
keperawatan menurut Virginia Henderson, yaitu :
a. Kebutuhan bernafas
Data pernafasan yang terjadi pada pasien dengan asma bronkhiale, antara lain : klien
mengeluh merasa sesak nafas, batuk dengan atau sputum purulen, RR, suara nafas
( wheezing, ronkhi )
b. Kenutuhan nutrisi
Data nutrisi muncul pada pasien dengan asma bronkhiale, antara lain : klien mengeluh
nafsu makan menurun, mual, muntah, terjadi penurunan berat badan.
c. Kebutuhan eliminasi
Data eliminasi yang dikaji pada pasien asma bronkhiale, antara lain : apakah terjadi
perubahan pola berkemih ( pellium ), nukturia, apakah terdapat rasa nyeri atau terbakar,
terjadi kesulitan saat berkemih, nyeri pada abdomen, terjadi diare.
d. Kebutuhan gerak dan keseimbangan tubuh.
Data aktivitas yang perlu di kaji pada pasien asma bronchiale, antara lain: apakah ada
kelelahan, kelemahan, kesulitan bergerak/berjalan, apakah ada gangguan tidur/tidak.
e. Kebutuhan istirahat dan tidur.
Data istirahat dan tidur yang dikaji pada pasien dengan asma bronchiale antara lain:
Apakah terjadi gangguan tidur ( insomnia/somnolen), kebiasan tidur.
f. Kebutuhan berpakaian.
Mengkaji kebiasan pasien dalam berpakaian berapa kali pasien mengganti pakaian, jenis
pakaian apakah yang dapat menyerap keringat, tebal atau tipis.
g. Mempertahankan temperature tubuh atau sirkulasi.
Data yang perlu di kaji antara lain: apakah klien mengeluh demam.
h. Kebutuhan personal hygiene.
Data kebutuhan personal hygiene yang perlu di kaji pada pasien asma bronchiale antara
lain: apakah klien dapat melakukan personal hyigiene, berapa kali mandi, gosok gigi.
i. Kebutuhan rasa Aman dan nyaman.
Pasien dengan Asma bronchiale mengalami gangguan dalam kebutuhan rasa aman dan
nyaman mengeluh sesak nafas, hidung tersumbat.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekpresikan emosi
Dengan mengkaji interaksi klien dengan orang lain, sikap klien saat ada rasa takut.
k. Kebutuhan spiritual
Pada kebutuhan spiritual pada pasien asma bronchiale, perlu di kaji kepercayaan,
keyakinan dan agama klien, apakah penyakit berpengaruh pada kegiatan spiritual klien.
l. Kebutuhan bekerja.
Pada kebutuhan bekerja pada pasien asma bronchiale perlu di kaji pola kerja klien, lama
kerja, tempat kerja klien berat atau ringan.
m. Kebutuhan bermai dan rekreasi
Pada kebutuhan bermain dan rekreasi pada klien asma bronchiale, perlu di kaji
bagaimana keinginan untuk bermain / di kaji keadaan penyakit klien apakah berpengaruh
pada keinginan untuk bermain / di kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan
rekreasianya.
n. Kebutuhan belajar
Pada kebutuhan belajar klien asma bronchiale perlu di kaji antara lain: kaji klien dalam
hal asuhan penyembuhan dan peningkatan kesehatan klien serta mengikuti rencana-
rencana yang di anjurkan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan
ditandai dengan :
a) Kesulitan bernafas tidak normal seperti mengi, ronchi,
wheezing.
b) Batuk (menetap) dengan atau tanpa produksi sputum.
Kriteria hasil :
a) Jalan nafas baik RR 24 28 x/menit
b) Bunyi nafas normal
Intervensi
a) Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat atau tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
b) Kaji frekuensi pernapasan
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres atau adanya proses infeksi akut.
c) Catat adanya dispnea
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
d) Beri posisi yang nyaman
Rasional : Untuk mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
e) Beri cairan yang sesuai toleransi jantung
Rasional : Membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
2). Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplay O2 (obstruksi jalan nafas
oleh sekresi bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
Intervensi :
a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses
penyakit.
b) Beri posisi semi fowler
Rasional : Untuk latihan nafas menurunkan kolaps jalan nafas dipsnea dan kerja
napas.
c) Beri minum air hangat
Rasional : Untuk membantu pengeluaran sputum.
d) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Meringankan sputum untuk mempermudah pengeluaran.
e) Auskultasi bunyi napas
Rasional : Terdengar suara mengi mengidentifikasikan spasme bronkus.
f)Pantau tingkat kesadaran dan awasi vital sign
Rasional : Dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
3). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya dipsnea,
kelemahan, efek samping, obat, produksi sputum, anoreksia mual atau muntah ditandai
dengan :
a) Penurunan berat badan
b) Kehilangan massa otot, tonus otot buruk.
c) Mengeluh gangguan sensasi mengecap.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Intervensi :
a) Hindari makanan yang panas atau dingin
Rasional : Untuk mencegah terjadinya batuk.
b) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Biar tidak terjadi konstipasi yang berhubungan dengan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas.
c) Menimbang BB
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori.
d) Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
4). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, kerusakan
jaringan peningkatan pemajanan pada lingkungan.
Kriteria hasil :
a) Mengatakan penyebab penyakit.
b) Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
c) Awasi vital sign
Intervensi :
a) Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
6). Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk, ketidakmampuan untuk melakukan
posisi telentang, rangsang lingkungan
kriteria evaluasi :
pasien akan melaporkan kepuasan keseimbangan istirahat dan aktivitas
intervensi :
1. Jelaskan sirkulasi tidur dan signifikasinya
a. tahap I, tidur transisional antara bangun dan tidur
b. tahap II, tidur tetapi mudah terbangun ( 50-55% dari tidur total )
c. tahap III, tidur lebih dalam, metabolisme dan otak lambat ( 10% dari tidur
total )
d. tahap IV, tidur paling lama, metabolisme dan otak lambat ( 10% dari tidur
total )
Rasional : Orang umumnya melewati lima kali siklus dalam tidur lengkap tiap
malam. Bila orang terbangun sebelum siklus tidur, ia dapat merasa tidak
segar ketika bangun pada pagi harinya
2. Rencanakan prosedur untuk membatasi gangguan tidur, biarkan pasien tidur
sedikitnya 2 jam tanpa gangguan
Rasional : Secara umum orang harus menuntaskan siklus tidur ( 70-100 menit ). 4
sampai 5 kali semalam untuk merasa segar
3. Jelaskan mengapa hipnotik atau sedative harus di hindari
Rasional : Obat ini akan kehilangan efektivitasnya setelah seminggu. Peningkatan
dosis membawa resiko ketertgantungan
4. Tinggikan kepala tempat tidur setinggi blok 25 cm atau gunakan penopang dengan
bantal di bawah lengan
Rasional : Dapat meningkatkan relaksasi dan tidur dengan memberi ruang pada
paru-paru lebih besar pengembangan melalui penurunan tekanan ke atas
organ-organ abnormal
5. Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal berikut :
usia, tingkat aktivitas, gaya hidup, tingkat stress
Rasional : Individu dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit
tidur untuk merasa segar kembali, dengan pertumbuhan usia, waktu tidur
total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap
2 meningkat
6. Tingkatkan relaksasi
a. Berikan lingkungan yang gelap dan tenang
b. Berikan kesempatan untuk memiliki penggunaan bantal, linen dan selimut
c. Berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu
d. Berikan ventilasi ruangan baik dan tutup ruangan
Rasional : Tidur akan dicapai sampai tercapai relaksasi lingkungan rumah sakit
dapat mengganggu relaksasi
7. Lakukan tindakan untuk mengontrol batuk
a. Hindari membersihkan pasien dengan cairan panas atau dingin pada waktu
tidur
b. Konsultasi dokter untuk antitusy sesuai kebutuhan
Rasional : Tindakan ini membantu mencegah rangsang batuk dan gangguan
tidur
8. Anjurkan pasien tindakan untuk meningkatkan tidur
a. Makan kudapan ( snack ) tinggi protein sebelum waktu tidur. Misalnya : keju,
susu
b. Hindari kafein
c. Upayakan untuk tidur jika merasa ngantuk
d. Bila terjadi kesulitan tidur, tinggalkan ruang tidur ddan ikuti aktivitas kecil
seperti membaca di ruang lain
e. Coba untuk mempertahankan kebiasaan tidur yang sama 7 hari seminggu
rasional :
a. pencernaan protein menghasilkan triptofan yang mempunyai efek sedative
b. kafein merangsang metabolisme dan menurunkan relaksasi
c. rasa frustasi akan meningkat bila memaksakan tidur dan tidak mengantuk atau
tidak rileks
d. tempat tidur di khususkan terutama hanya untuk tidur
e. pola berbaring dan bangun yang tak teratur dapat mengganggu jam biologis,
memperberat kesulitan tidur
7). Kurangnya perawatan diri ( mandi, hygiene, berpakaian, makan dan toileting )
kriteria evaluasi :
1. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tunggak yang konsisten
dengan kemampuan individual
2. Mendemonstrasikan perubahan tehnik atau gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri
intervensi :
1. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri sebagaimana yang
diperlukan
Rasional : Melengkapi aktivitas perawatan diri tanpa perubahan yang berarti
dalam tanda-tanda vital dasar atau yang mengancam rasa aman
2. Bantu pasien dalam mengatur posisi yang tepat, membersihkan badan atau bagian
tubuh yang lain
Rasional : Melakukan mandi dan hygiene yang tepat, membersihkan badan atau
bagian tubuh yang lain
3. Bantu untuk melakukan aktivitas yang mana pasien tidak mudah untuk
melakukan seorang diri, seperti menyikat gigi, menyisir rambut, kuku dan
membersihkan bagian belakang atau tungkai atau kaki
Rasional : Membantu hygiene yang tepat
4. Siapkan pakaian dengan ukuran yang lebih besar
Rasional : memudahkan untuk melepaskan dan mengenakan pasien
5. Berikan alat Bantu khusus, seperti kom untuk mandi
Rasional : Untuk meningkatkan bergerak atau melakukan aktivitas yang aman
6. Mulailah melakukan program latihan secara bertahap pada tingkat yang dapat di
toleransi
rasional : Melakukan latihan dapat mengurangi perasaan letih
DAFTAR PUSTAKA
C. Long, Barbara, 1996, Perawatan Medical Bedah, Edisi 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Doengoes, Marylin E, 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Alih Bahasa, EGC, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume I Edisi 6, Alih Bahasa :
Allenidekania, Betty Susanto, Yasmin EGC, Jakarta, 1997.
L. Betz, Cecily and A. Sowden, Linda, Buku Saku Keperawatan Pediatric Edisi 3, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2013.
Price, Sylvia Anderson, dkk, Patofisiologi Konsep Klinik dan Proses Penyakit, Edisi 2, Alih
Bahasa : Adjie Dharma, EGC, Jakarta, 2006.