Anda di halaman 1dari 4

Revolusi Mental Polri (3.

938) Kristanto Yoga Darmawan

Revolusi Mental Polri


Kristanto Yoga Darmawan ; Pascasarjana Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian UI
MEDIA INDONESIA, 23 Mei 2015

PEMERINTAHAN Jokowi-JK telah membuat visi, misi, dan slogan baru dalam
konteks sistem politik Indonesia, dengan mencetuskan visi trisaksi, yaitu misi
Nawa Cita dan slogan revolusi mental, yang harus dijabarkan oleh setiap
kementerian, lembaga, dan instansi pemerintahan, termasuk Polri. Sebagai
organisasi yang berada dalam struktur pemerintahan, Polri dituntut untuk
melakukan revolusi mental dalam setiap pelaksanaan tugas pokok Polri, baik
dalam penegakan hukum, pemeliharaan kamtibmas, perlindungan,
pengayoman, maupun pelayanan masyarakat.

Fokus revolusi mental Polri telah ditegaskan oleh Kapolri, Jenderal Badrodin
Haiti, pada karakter, jati diri, perilaku, moralitas, mentalitas, dan kepribadian
anggota Polri yang didasari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial.

Polri harus mampu mengubah mindset dan culture set organisasi secara cepat
sehingga akan mampu menggerakkan revolusi mental dalam setiap kesatuan
Polri, baik di tingkat mabes, polda, polres, polsek, maupun Babinkamtibmas.
Paradigma polisi sipil dan community policing harus mampu dijadikan modal
untuk melakukan revolusi mental Polri yang nyata, kongret, dan riil dalam tugas
pokok Polri.

Penegakan hukum
Dalam proses penegakan hukum, Polri harus mampu menjabarkan revolusi
mental dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang
terjadi di tengah masyarakat. Polri harus mampu mengubah watak dan karakter
penyidik menjadi humanis, protagonis, transparan, akuntabel, dan menghormati
HAM. Penyidik Polri harus memperlakukan tersangka, saksi, dan korban secara
manusiawi sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Proses penegakan hukum harus menghilangkan slogan tumpul ke atas dan


tajam ke bawah. Artinya, penegakan hukum yang dilakukan Polri harus mampu
menciptakan keadilan sosial, menciptakan kepastian hukum, dan keharmonisan
masyarakat. Polri harus mampu menghilangkan stigma di tengah masyarakat
bahwa penegakan hukum Polri mahal, lama, lambat, tertutup, dan penuh
rekayasa. Revolusi mental Polri harus mampu menjadi pegangan setiap
penyidik Polri dalam menangani setiap kasus hukum di tengah masyarakat.

Melalui revolusi mental, penegak hukum Polri harus mampu menyelenggarakan


penegakan hukum yang adil, jujur, dan tepercaya. Penggalian nilai-nilai kearifan
lokal, hukum adat, dan pranata sosial masyarakat perlu diberdayakan untuk
menangani berbagai tindak pidana ringan (tipiring) berdasarkan prinsip
restorative justice dan alternative dispute resolutions sehingga kejadian Nenek
Asyani dan Mbok Minah tidak akan mencuat ke permukaan dan menjadi
kontroversi publik yang merugikan Polri.

Harkamtibmas

Dalam memelihara kamtibmas, Polri harus mampu menerapkan revolusi mental


dalam setiap anggota Polri yang bertugas menjaga kamtibmas di tengah
masyarakat, khususnya Babinkamtibmas. Polri harus mampu hadir di tengah
masyarakat untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan ketenangan
dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat. Apabila masyarakat telah
merasakan kehadiran Polri di tengah masyarakat, revolusi mental Polri di bidang
kamtibmas
bisa dikatakan telah berhasil.

Revolusi mental Polri harus diarahkan pada pemberdayaan Pamswakarsa,


siskamling, ronda keliling, poskamling, polmas, dan mekanisme deteksi dini di
tengah masyarakat. Kegiatan quick wins, yaitu kecepatan mendatangi TKP
dalam waktu kurang dari 15 menit harus menjadi andalan Polri sehingga
masyarakat akan percaya terhadap kerja Polri dalam menjaga kamtibmas.

Melalui program kamtibmas, Polri harus mampu merebut hati dan pikiran
masyarakat sehingga masyarakat akan mendukung eksistensi Polri.
Karakter anggota Polri dalam menjaga kamtibmas harus ditampilkan secara
halus, sopan, santun, dan simpatik di tengah masyarakat. Upaya memelihara
kamtibmas harus sejauh mungkin meninggalkan budaya dan mentalitas arogan,
militeristis, antagonistis, brutal, dan kasar yang justru akan menimbulkan antipati
publik kepada Polri. Polri harus mampu menampilkan diri sebagai anggota yang
bermental humanis dan bermoral protagonis.

Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat

Dalam penyelenggaraan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan


masyarakat, Polri harus mampu menggerakkan revolusi mental pada aspek
sikap dan perilaku yang berbasis pada prinsip 3S (senyum, sapa, salam).
Pelayanan masyarakat yang diberikan oleh Polri harus memenuhi standar
pelayanan prima, yaitu tampilan anggota Polri yang setiap hari bersentuh an
dengan masyarakat harus memiliki mental melayani dan karakter pelayan.
Revolusi mental Polri di bidang pelayanan harus mampu menyasar proses
pelayanan Polri yang selama ini banyak dikeluhkan oleh berbagai pihak. Stigma
negatif masyarakat masih menyatakan bahwa pelayanan Polri buruk, lama,
lambat, mahal, dan berbelit-belit. Melalui revolusi mental Polri, desain pelayanan
Polri harus dirancang secara cepat, tepat, murah, dan mudah sehingga akan
dapat dirasakan masyarakat. Kuncinya ada pada karakter, moralitas, mentalitas,
dan kepribadian anggota Polri yang bertugas melayani masyarakat.

Revolusi mental merupakan resep yang sangat mujarab untuk mengubah


mentalitas Polri. Hal itu sebenarnya sejalan dengan reformasi Polri yang
digariskan melalui reformasi instrumental, struktural, dan kultural. Revolusi
mental Polri sebenarnya telah dilaksanakan Polri dengan melakukan reformasi
kultural Polri dengan sasaran perubahan pada mindset dan culture set anggota
Polri. Revolusi mental yang dicetuskan Jokowi-JK merupakan pelecut dan
pemacu agar Polri menciptakan sosok dan prol anggota Polri yang
berkompeten, profesional, bermoral, dan bermental baja.

Harapannya, revolusi mental Polri dapat tecermin dalam setiap pelaksanaan


tugas pokok Polri di tengah masyarakat yang mana terwujud kepribadian
anggota Polri yang memiliki mentalitas yang baik, benar, jujur dan adil. Sehingga
akan dipercaya masyarakat yang pada akhirnya akan melahirkan citra Polri yang
positif di mata publik. Polri harus menyadari bahwa betapa pun anggaran yang
besar, sarana prasarana yang lengkap, dan aturan sistem yang sempurna,
tanpa dilandasi mentalitas anggota yang kompeten, semua program dan
kegiatan Polri akan menjadi sia-sia belaka.

Anda mungkin juga menyukai