Pajak Sap 9
Pajak Sap 9
telah diatur adanya hak dan kewajiban Wajib Pajak yang seimbang dengan hak dan kewajiban Fiskus
(pegawai Direktorat Jenderal Pajak), sehingga Wajib Pajak dan Fiskus dapat melaksanakan ketentuan
yang ada dengan sebaik-baiknya. Hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut adalah seperti
diuraikan di bawah ini.
Apabila pejabat tersebut membocorkan rahasia Wajib Pajak kepada pihak lain, maka
Wajib Pajak dapat mengadukan pejabat tersebut karena telah melakukan tindak pidana
perpajakan sebagaimana dimaksud Pasal 41 UU KUP
Setahun Sebulan
a. Untuk diri pegawai Rp 13.200.000 Rp 1.100.000
b. Tambahan untuk pegawai
Rp 1.100.000 Rp 100.000
yang kawin
c. Tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
dan semenda dalam garis Rp 1.200.000 Rp 100.000
keturunan lurus, serta
anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga)
orang
Sementara itu, pasal 31B menegaskan bahwa terhadap Wajib Pajak yang melakukan
restrukturisasi utang usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk pemerintah dapat
memperoleh fasilitas pajak yang bersifat terbatas baik dalam jangka waktu maupun
jenisnya berupa keringanan PPh yang terutang atas:
a. Pembebasan utang;
b. Pengalihan harta kepada kreditor untuk penyelesaian utang;
c. Perubahan utang menjadi penyertaan modal
12. Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
Dalam UU PPN ditegaskan bahwa apabila Wajib Pajak (Pengusaha Kena Pajak)
mempunyai Pajak Masukan (Pajak yang dibayar kepada pihak lain) maka atas Pajak
Masukan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluarannya (Pajak yang dipungut
dari pihak lain)
13. Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak
Pasal 25 ayat (6) UU KUP memberikan hak kepada Wajib Pajak agar Direktur Jenderal
Pajak memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Hal ini terkait dengan
proses pengajuan upaya hukum keberatan yang akan disampaikan Wajib Pajak
14. Hak memberikan alasan tambahan.
Pasal 26 ayat (2) UU KUP menegaskan bahwa sebelum surat keputusan atas keberatan
diterbitkan, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan
tertulis.
15. Hak mengajukan gugatan.
Pasal 23 ayat (2) UU KUP menegaskan adanya hak Wajib Pajak untuk mengajukan
gugatan atas:
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
pengumuman lelang;
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
c. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan
dengan Surat Tagihan Pajak;
d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat
Tagihan Pajak.
16. Hak untuk menunda penagihan pajak
Hak ini berkaitan dengan proses banding yang sedang dilakukan Wajib Pajak.
Ditegaskan oleh Pasal 43 ayat (2) UU Pengadilan Pajak bahwa penggugat dapat
mengajukan pemohonan agar tindak lanjut penagihan pajak diundur selama
pemeriksaan berjalan, sampai ada putusan pengadilan pajak.
17. Hak untuk memperoleh imbalan bunga
Hak ini didasarkan pada Pasal 27A UU KUP bahwa apabila pengajuan keberatan atau
banding diterima seluruhnya atau sebagian, sepanjang utang pajak dalam SKPKB atau
SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan
pembayaran pajak tersebut dikembalikan dengan bunga sebesar 2% sebulan untuk
paling lama 24 bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai diterbitkannya keputusan keberatan atau putusan banding.
18. Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
Hak ini timbul berdasarkan ketentuan Pasal 91 UU PP yang hanya bisa dilakukan
berdasarkan alasan-alasan tertentu yang disebutkan dalam UU. Misalnya, adanya bukti
tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahp
persidangan, akan menghasilkan putusan yang berbeda.
b. Kewajiban Fiskus
1. Kewajiban untuk membina Wajib Pajak
Suksesnya penerimaan pajak antara lain juga ditentukan melalui pembinaan yang
dilakukan oleh fiskus. Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai upaya antara lain
pemberian pemberian penyuluhan ketentuan perpajakan terbaru, pemberian
pengetahuan perpajakan, baik melalui media massa meaupun penerangan langsung
kepada masyarakat.
2. Kewajiban menerbitkan SKPLB
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak atas adanya kelebihan pembayaran pajak dan
fiskus telah melakukan pemeriksaan atas permohonan tersebut, fiskus berkewajiban
menerbitkan SKPLB paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima (Pasal 17B
UU KUP). Sedangkan untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, akan diterbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 bulan sejak
permohonan diterima untuk PPh dan paling lambat 1 bulan untuk PPN (Pasal 17C UU
KUP)
3. Kewajiban merahasiakan data Wajib Pajak
Setiap petugas pajak dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak kepada pihak
lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah perpajakan sebagaimana diatur
dalam Pasal 34 UU KUP.
4. Kewajiban melaksanakan Putusan
Sesuai Pasal 88 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan Pajak harus
dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal diterima putusan.
3. Penghindaran Pajak
Apabila Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak dengan cara melanggar ketentuan
undang-undang perpajakan yang akibatnya merugikan penerimaan Negara, maka Wajib Pajak
dikatakan telah melakukan penyelundupan atau pelanggaran pajak (tax evasion) yang tentu saja
tidak diperbolehkan. Tetapi, apabila Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak dengan menuruti
aturan yang berlaku, maka penghindaran dengan cara demikian disebut dengan pengelakan
pajak (tax avoidance) yang sifatnya legal.
Perbedaan kedua cara penghindaran pajak di atas diilustrasikan oleh Bapak Drs. Sophar
Lumbantoruan, MPA., dalam bukunya Akuntansi Pajak, dengan contoh sebagai berikut, apabila
ada seseorang yang hendak pergi ke Bogor melalui jalan tol, harus membayar uang tol. Jika ia
pergi melalui jalan tol namun tidak membayar uang tol, maka tindakannya digolongkan sebagai
pelanggaran pajak (tax evasion). Tetapi, apabila ia pergi ke Bogor melalui jalan alternative yant
tidak perlu membayar uang tol, maka tindakannya digolongkan sebagai pengelakan pajak (tax
avoidance)
4. Rahasia Jabatan
Pasal 34 UU KUP menegaskan bahwa setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada
pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Namun demikian kerahasiaan untuk tidak mengungkapkan rahasia Wajib Pajak
tersebut dikecualikan terhadap pejabat atau tenaga ahli yang akan bertindak sebagai saksi atau
saksi ahli dalam sidang pengadilan dan pejabat atau tenaga ahli yang memberikan keterangan.
Untuk kepentingan pemeriksaan dalam sidang Pengadilan baik dalam perkara pidana
maupun perdata, maka atas permintaan tertulis dari Hakim, Menteri Keuangan dapat memberi
izin tertulis meminta pejabat untuk memberikan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang
ada pada pejabat tersebut. Permintaan Hakim harus menyebutkan nama tersangka atau nama
tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata
yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta. Pembatasan ini perlu ditegaskan agar
keterangan perpajakan yang diminta adalah hanya mengenai perkara pidana atau perdata
tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada
tersangka yang bersangkutan saja.
Pengertian pengurus yang mewakili badan termasuk juga orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan kegiatan perusahaan. Penjelasan Pasal 32 ayat (4) bahkan menegaskan bahwa
pengertian pengurus ini berlaku pula bagi Komisaris dan pemegang saham mayoritas atau
pengendali.
DAFTAR PUSTAKA
B. Ilyas, Wirawan, dan Burton, Richard. 2001. Hukum Pajak. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat.
B. Ilyas, Wirawan, dan Burton, Richard. 2010. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta : Salemba Empat.