Disusun oleh:
Selama beberapa dekade terakhir dimana semakin meningkatnya permintaan oleh para
politisi dan masyarakat dalam ranah akuntansi pemerintah, dimana sektor pemerintah
seharusnya tidak hanya berfokus dan mencatat mengenai arus kas dan kas itu sendiri. Tuntutan
ini lebih menekan pemerintah untuk bagaimana pemerintah bertanggung jawab juga pada
bagaimana pemerintah menggunakan uang rakyat dalam pengelolaan pemerintahannya. Pada
akhirnya tuntutan dan permintaan dari masyarakat ini mengarah pada reformasi manajemen
publik, yang dikenal sebagai New Public Management di banyak negara. Menurut
Jones&Pendlebury,1996 dan OECD,1993 mengatakan bahwa basis akrual dalam akuntansi
dapat memenuhi hal-hal yang terkait dengan bagaimana sistem akuntansi yang lebih baik,
mendukung dalam pembuatan keputusan, dan konsekuensi jangka panjang dari suatu
kebijakan pemerintah. Basis akrual ini dianggap lebih mampu menyediakan hal tersebut
dibandingkan dengan basis kas yang dipakai selama ini oleh negara kita. Reformasi sektor
publik yang membuat pemerintah perlu untuk tidak hanya menggunakan laporan keuangan
dalam konteks kas saja tapi juga pada penggunaan informasi-informasi yang disediakan oleh
laporan keuangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Reformasi yang terjadi di negara ini juga berdampak pada tuntutan masyarakat untuk
mereformasi juga masalah keuangan negara kita, sehingga Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan reformasi di bidang keuangan negara. Hal ini tertuang dalam pasal 3 ayat (1)
Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengharuskan
Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan, dapat semakin diwujudkan. Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan
penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1)
yang berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang
ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
Secara konseptual akuntansi berbasis akrual dipercaya dapat menghasilkan informasi yang
lebih akuntabel dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi
berbasis akrual dianggap mampu mendukung terlaksanakannya perhitungan berbagai macam
biaya pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah dengan wajar. Pencatatan dan
perhitungan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun yang belum dibayar dalam basis
akrual membuat akuntansi berbasis akrual secara konseptual dapat menyediakan pengukuran
yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di masa
mendatang. Sedangakan apabila dilihat dalam rangka pengukuran kinerja, informasi berbasis
Tantangan baru yang muncul dari penetapan basis akrual ini membutuhkan suatu pedoman
yang dapat menjelaskan proses pembangunan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual
ini secara lebih detil agar dapat berjalan dengan baik. Pasal 6 PP No. 71 Tahun 2010, dimana
ayat (2) menyebutkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintahan Pada Pemerintah Pusat diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
Pemerintahan, dan pada ayat (3) menyebutkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintahan Pada
Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengacu pada
pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sementara itu dalam pedoman umum Sistem
Akuntansi Pemerintahan tersebut ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan dan
khusus untuk Pemerintah Daerah Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan setelah
Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, hal ini sesuai dengan amanat
yang tertuang dalam pasal 6 ayat (4) PP No. 71 Tahun 2010.
Terdapat perubahan yang cukup signifikan dalam unsur laporan keuangan yang harus
disajikan oleh setiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan di pemerintahan, jika dibandingkan
antara PP 71 tahun 2010 dengan PP No. 24 tahun 2005, yaitu sebagai berikut :
Laporan operasi (LO) pada dasarnya adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang
disusun dengan basis akrual, sementara LRA merupakan bagian dari Laporan Pelaksanaan
Anggaran (LPA) disusun dengan menggunakan basis kas. LO ini jika merujuk pada PP No. 24
tahun 2005 dapat dipersamakan dengan Laporan Kinerja Keuangan (LKK) yang pada Ppno 24
tahun 2005 bersifat optional. Bila LO ini jika disandingkan dengan Laporan Keuangan di sektor
swasta/ bisnis dapat dipersamakan dengan Laporan Laba (Rugi) (income statement).
B. Basis Akuntansi
Basis akuntansi merupakan salah satu prinsip akuntansi untuk menentukan periode
pengakuan dan pelaporan suatu transaksi ekonomi dalam laporan keuangan. Basis akuntansi
yang umum dikenal ada lima, yaitu basis akrual (accrual basis), basis akrual yang dimodifikasi
(modified accrual), basis kas (cash basis), basis kas yang dimodifikasi (modified cash), dan
basis kas menuju akrual (cash toward accrual).
1. Basis Akrual (accrual basis)
Permasalahan yang mungkin timbul dari penerapan basis akuntansi pada akuntansi pemerintah
Indonesia menurut Bambang Wijajarso mencakup antara lain sebagai berikut:
Jenis laporan keuangan
Permasalahan lain adalah jenis-jenis laporan keuangan yang harus disusun oleh sebuah
entitas akuntansi dan entitas laporan. Secara peraturan perundangan Undang Undang
Keuangan Negara dan Undang Undang Perbendaharaan, memang hanya mensyaratkan
adanya empat laporan keuangan yakni Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas
dan Catatan atas Laporan Keuangan. Cukupkah? Itulah yang harus dijawab oleh penyusun
standar akuntansi pemerintah Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan pihak yang
mengimplementasikan standar Departemen Keuangan untuk pemerintah pusat dan Pengelola
Keuangan Daerah untuk pemerintah daerah.
Di satu pihak, KSAP saat ini telah mengantisipasi jenis laporan tambahan selain yang
dipersyaratkan oleh peraturan perundangan dengan menambahkan tiga jenis laporan baru
yakni Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional dan Laporan Perubahan
Ekuitas, seperti tercantum dalam Konsep Publikasi Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis
Akrual. Di lain pihak, penyusun laporan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
sepertinya masih menunggu hasil KSAP, meskipun sudah terlihat aktif dalam berbagai forum
seperti limited hearing dan diskusi-diskusi basis akrual. Secara nyata, pihak inilah yang
nantinya akan mengalami kerepotan luar biasa, mengingat kondisi sekarang saja, mereka
Christiaens dan Rommel (2008) berpendapat bahwa basis akrual hanya tepat digunakan
dalam instansi pemerintahan yang memiliki sifat usaha komersil. Menurut mereka basis akrual
tidak akan sukses diterapkan pada instansi pemerintahan yang murni menjalankan fungsi
pelayanan publik. Penerapan kerangka akuntansi berbasis akrual yang berlaku di entitas
komersil kepada entitas pemerintahan. Penyusunan anggaran berbasis akrual juga merupakan
masalah tersendiri, selain dimensi politik yang kental dalam aktifitas instansi pemerintahan.
Studi sebelumnya oleh Plummer, Hutchison, dan Patton (2007), dengan menggunakan sampel
sebanayak 530 distrik sekolah di Texas, menemukan bukti bahwa informasi berbasis akrual
tidak lebih informatif dibandingkan informasi yang disajikan dengan menggunakan basis akrual-
modifikasian. Studi lain oleh Vinnari dan Nas (2008) menunjukan adanya potensi manajemen
laba pada instansi pemerintahan ketika pelaporannya menggunakan basis akrual.
Perbandingan komponen laporan keuangan antara basis kas menuju akrual dan
basis akrual dapat dilihat dalam tabel berikut:
2. Unsur-unsur LRA
Unsur-unsur LRA dalam basis akrual:
1. Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang
menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali
oleh pemerintah.
2. Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara
Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
3. Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan
dana bagi hasil.
4. Surplus/defisit-LRA
5. Pembiayaan adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak berpengaruh
pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama
dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil
divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran
kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan
penyertaan modal oleh pemerintah.
6. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)
LRA disusun menggunakan basis kas, baik dalam basis kas menuju akrual maupun
dalam basis akrual, karena kita masih menganut sistem anggaran berbasis kas.
Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, maka LRA
disusun berdasarkan basis kas. Bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan
berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual. (Par 44)
3. Perbedaan antara LRA akrual dan CTA
NERACA NERACA
Ekuitas Dana terbagi; Hanya Ekuitas, yaitu kekayaan bersih
Ekuitas Dana Lancar: selisih antara pemerintah yang merupakan selisih
aset lancar dan kewajiban jangka antara aset dan kewajiban pemerintah
pendek, termasuk sisa lebih pada tanggal laporan.
pembiayaan anggaran/saldo Saldo ekuitas di Neraca berasal dari
anggaran lebih saldo akhir ekuitas pada Laporan
Perubahan Ekuitas
(Par 84-85)
Ekuitas Dana Investasi:
mencerminkan kekayaan
pemerintah yang tertanam dalam
investasi jangka panjang, aset
tetap, dan aset lainnya, dikurangi
dengan kewajiban jangka panjang
Ekuitas Dana Cadangan:
mencerminkan kekayaan
pemerintah yang dicadangkan
untuk tujuan tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan.
(Par 78-81)
Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang sifatnya sama dengan
persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan dan penjualan surat berharga
tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi.
Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan suatu entitas lain,
yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal kerja, penyertaan modal,
atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, maka pemberian dana tersebut
harus diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam
catatan atas laporan keuangan.
AKTIVITAS INVESTASI
Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan
untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak
termasuk dalam setara kas.
Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas
bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan
untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat di
masa yang akan datang.
Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari:
(a) Penjualan Aset Tetap;
(b) Penjualan Aset Lainnya;
AKTIVITAS PENDANAAN
Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang yang
berhubungan dengan pemberian piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang
jangka panjang yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi
piutang jangka panjang dan utang jangka panjang.
Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas
yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman jangka panjang.
Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain:
(a) Penerimaan utang luar negeri;
(b) Penerimaan dari utang obligasi;
(c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah;
(d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara.
Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain:
(a) Pembayaran pokok utang luar negeri;
(b) Pembayaran pokok utang obligasi;
(c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah;
(d) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara.
AKTIVITAS TRANSITORIS
Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak
termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas
bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan pendanaan pemerintah.
Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi Perhitungan Fihak Ketiga
(PFK), pemberian/penerimaan kembali uang persediaan kepada/dari bendahara
pengeluaran, serta kiriman uang. PFK menggambarkan kas yang berasal dari
jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara
tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang
menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum negara/daerah.
Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK dan penerimaan
transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali uang persediaan
dari bendahara pengeluaran.
Entitas
Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas
akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari:
(a) Pemerintah pusat;
(b) Pemerintah daerah;
(c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah
pusat; dan (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau
organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah
unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Unit organisasi
yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit yang ditetapkan
sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan
umum negara/daerah
Berikut adalah contoh format Laporan Arus Kas pada Pemerintah Pusat
f. Laporan Operasional
1. Informasi yang disajikan
Laporan Operasional merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya
ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam
satu periode pelaporan. Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai
seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan
dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas
pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang kegiatan
operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan. Pengguna laporan
membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan
beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan, sehingga
Laporan Operasional menyediakan informasi:
1) mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk
menjalankan pelayanan;
2) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan
kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
3) yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk
mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang
dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
4) mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas
(bila surplus operasional).
Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai
referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau
analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan
Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh
Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya
yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti
kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Tabel I
Status Akuntansi dan Penganggaran Akrual di Negara-Negara Anggota OECD
Akuntansi Akrual untuk Laporan
Nama
No. Individual Konsolidasian Penganggaran Akrual
Negara
Departemen/Lbg Akrual
New
1. sejak T.A. 1992 sejak T.A. 1992 Sejak T.A. 1995
Zealand
ESA 95 sedang
2. Swedia sejak T.A. 1994 sejak T.A. 1994 dikenalkan akrual
penuh
3. Kanada Sejak, T.A. 2002 Sejak, T.A. 2002 Ya
4. Finlandia Sejak, T.A. 1998 Sejak, T.A. 1998 ESA 95. Ya
Sedang dikenalkan
8. Swiss Ya Tidak
akrual penuh
Keterangan:
1. ESA 95 (European System of Accounts 1995) mengamanatkan penggunaan akrual basis
untuk penyusunan laporan keuangan. Negara-negara anggota EU diharuskan menyusun
laporan dan prediksi keuangan pemerintah sesuai dengan ESA 95.
2. Negara-negara anggota yang masih menggunakan akuntansi basis kas, sebagian besar
menggunakan basis akuntansi kas modifikasian.
Isu-isu terkait penerapan akuntansi berbasis akrual telah memicu perdebatan dari para praktisi
dan akademisi sehingga terdapat kubu yang mendukung dan tidak mendukung penerapan
sistem akuntansi tersebut yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Argumen yang mendukung akuntansi akrual di sektor publik
Literatur dari para praktisi pada umumnya mendukung penerapan akuntansi akrual sektor
publik. Akuntansi akrual dianggap sebagai metode yang diinginkan dalam manajemen publik
(Carlin, 2004a). Literarur yang mendukung akuntansi akrual sektor publik sebagai berikut:
1. Akuntansi akrual diterapkan secara sukses pda sektor swasta, karena itu penerapan
pada sektor publik juga diharapkan demikian (Egol, 1987; Regan, 1987). Terlebih lagi
dengan menggunakan basis akrual yang sama, diharapkan entitas sektor publik dapat
diperbandingkan dengan sektor swasta.
2. Akuntansi akrual menyediakan informasi finansial yang lebih baik untuk akuntabilitas
pemerintah (Ball et al., 1999). Laporan keuangan dari akuntansi akrual dipercaya lebih
3. Tidak seperti akuntansi berbasis kas, implementasi akuntansi akrual dinilai cenderung
sulit dimanipulasi (Dioguardi, 1992).
5. Adopsi pelaporan akrual akan meningkatkan transparansi secara internal dan eksternal
(Micallef, 1994; OECD, 1993). Dengan mengadopsi akuntansi akrual maka akan
meningkatkan transparansi, khususnya transparansi internal, yang akhirnya akan akan
meningkatkan kinerja organisasi, terutama melalui alokasi sumber daya (Churchill, 1992a;
OECD, 1993; Likierman, 2000).
6. Akuntansi akrual membuat organisasi dapat mengidentifikasi full cost dari aktivitasnya
yang bervariasi, yang akhirnya akan meningkatkan efisiensi, alokasi sumber daya yang
lebih baik dan meningkatkan kinerja (Rowles, 2002)
7. Akuntansi akrual memberikan manajemen likuiditas yang lebih baik, menyediakan basis
untuk pricing produk dan jasa, dan menyediakan informasi untuk mengelola sumber
daya (Athukorala & Reid, 2003).
Argumen ini bisa dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu teoritikal dan implementasi. Untuk
teoritikal, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Karakteristik sektor publik berbeda dengan sektor swasta. Transaksi yang terjadi di
sektor publik tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, sehingga sistem akuntansi
yang dimaksudkan untuk mengukur keuntungan tidak sesuai jika diterapkan di sektor
publik.
2. Prinsip untuk mencocokkan revenue dengan cost tidak dapat diterapkan di sektor publik
(Barton, 1999; Monsen & Nasi, 2001). Hal ini disebabkan karena kebanyakan transaksi
di sektor publik adalah transaksi yang non-exchange yang berarti revenue yang diterima
(contoh, dari pajak) dan fasilitas atau pelayanan yang diberikan (misal, infrastruktur)
nilainya tidak setara.
3. Jenis-jenis aset di pemerintah sangat luas, berbeda dengan swasta. Aset-aset ini,
termasuk infrastruktur, militer dan benda bersejarah, tidak dimanfaatkan untuk
menghasilkan revenue. Terlebih lagi, karena sifat aset-aset ini berbeda dengan aset-aset
swasta, penilaian, pengambilan keputusan dan metode yang digunakan untuk
menyusutkan aset ini masih diperdebatkan ( Pallot, 1992; Carnegie & West, 1997;
Carnegie & Wolnizer, 1995; Barton, 2000)
4. Akuntansi akrual dalam sektor publik walau dikabarkan memiliki keunggulan dalam
mengurangi manipulasi, namun sebenarnya sama saja dengan sistem akuntansi
lainnya, tetap ada kecenderungan terjadi manipulasi (Newberry, 2002). Argumen ini
berlawanan dengan pernyatan bahwa beberapa model akuntansi menawarkan
transaparansi. Terlebih lagi, dalam konteks sektor swasta terdapat literatur dalam
akuntansi akrual dan pelaporan keuangan yang membuat suatu hal lebih sulit dipahami
dan mengurangi transparansi (Carlin, 2004)
1. Nepal
Proses penerapan akuntansi berbasis akrual di Nepal mulai diberlakukan di tahun 1989 pada
proyek-proyek pembangunan yang mendapatkan dana dari bantuan dan pinjaman
internasional. Berdasar dari catatan pemerintah yang ada, tak ada bukti yang mendukung
proyek-proyek yang dijalankan tersebut telah selesai dan memberikan hasil, tetapi fakta yang
ditemukan menyatakan bahwa uji coba sistem akuntansi akrual tersebut dihentikan beberapa
bulan kemudian, yang menandakan ketidakberhasilan upaya akrualisasi sistem akuntansi.
Sarana dan prasarana yang tidak memadai di seluruh instansi pemerintah saat itu.
Kebanyakan akuntan pemerintah tidak dilibatkan dalam upaya yang dilakukan karena
sebagian besar tugas dan pekerjaan mereka dikerjaan oleh konsultan dan staf dari
organisasi internasional yang membawa proyek akrualisasi akuntansi ke pemerintah
Nepal.
Di awal tahun 1990, pemerintah lalu mencanangkan upaya perbaikan terhadap sistem
akuntansi di negara tersebut. Dengan bantuan dari Bank Dunia dan Asian Development
Bank (ADB), pemerintah mengeluarkan tiga rekomendasi perbaikan:
Tekanan besar yang diterima pemerintah, tidak hanya dari lembaga-lembaga donor
internasional tetapi juga dari khalayak publik di dalam negeri akibat kegagalan dalam
penerapan akuntansi berbasis akrual di tahun-tahun sebelumnya, yang kemudian
mendorong pemerintah untuk segara melakukan perubahan sistem akuntansi di tahun-tahun
mendatang. Melalui kerja sama dengan para akuntan publik di negara tersebut, pemerintah
berharap bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual dapat segera terlaksana dengan baik.
Kebanyakan akuntan publik (yang bekerja untuk perusahaan bisnis) berpendapat bahwa
akuntansi berbasis akrual akan menjadi alat yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
informasi akuntansi pemerintah. Selain itu, adopsi terhadap sistem akuntansi berbasis akrual
telah menjadi tren global di banyak negara saat itu.
Pemerintah lalu mulai memasuki masa transisi selama lima tahun dalam proses
implementasi akuntansi berbasis akrual di institusi pemerintah di seluruh negeri. Namun
upaya tersebut kemudian lebih banyak menuai kritik dari sebagian besar pejabat dan
akuntan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa upaya yang dilakukan terlalu tergesa-gesa
tanpa mempertimbangkan kesiapan seluruh aspek penunjang yang ada di negara tersebut.
Kelemahan utama yang ditemukan adalah kurangnya kapasitas akuntan pemerintah untuk
dapat mengerti dan mengimplementasikan sistem tersebut dalam waktu yang singkat.
Banyak akuntan pemerintah berargumen bahwa perlu waktu lebih dari 20 tahun untuk dapat
mengimplementasikan sistem tersebut dengan sukses. Selain itu, tidaklah mudah untuk
memberikan pengetahuan mengenai sistem akuntansi berbasis akrual kepada para akuntan
junior yang tersebar di sangat banyak instansi pemerintah di negara tersebut dan sebagian
besar berada di lokasi yang terpencil yang bahkan, dari awal, telah sulit mengaplikasikan
akuntansi berbasis kas dan kemudian diharuskan untuk beralih ke sistem baru yang lebih
rumit dari sebelumnya.
Semakin banyaknya bukti yang ditemukan terhadap sulitnya penerapan akuntansi berbasis
akrual di sektor pemerintah menimbulkan skeptisme dari lembaga-lembaga donor
internasional untuk terus mendorong pemerintah menerapkan sistem tersebut. Itu menjadi
kali pertama dimana pemerintah Nepal menyaksikan sikap dari lembaga-lembaga donor
tersebut dimana sebelumnya merekalah yang sangat gigih menyuarakan kepada pemerintah
terkait penerapan akuntansi berbasis akrual. Pemerintah juga mulai menyadari kesalahan
terhadap ketergantungan yang sangat besar pada kemampuan konsultan dan staf dari
organisasi internasional dalam penerapan sistem tersebut, dan mengucilkan peran akuntan
pemerintah selama proses perubahan dari akuntansi berbasis kas ke akrual.
Di akhir tahun 2007, pemerintah dengan bekerja sama dengan Bank Dunia dan para akuntan
pemerintah mulai manjalankan misi untuk mereformasi tata kelola keuangan negara tersebut
kembali ke basis kas yang dulu digunakan sebelum tahun 1960. Pemerintah mulai mengisi
beberapa kelemahan yang ditemukan di masa lalu dengan terus diiringi dengan perbaikan
aturan terhadap sistem akuntansi yang akan diimplementasikan di seluruh instansi. Sistem
akuntansi kas yang digunakan mengacu kepada basis kas dari IPSAS karena ini dianggap
2. New Zealand
Saat ini, Selandia Baru merupakan salah satu negara yang paling sukses dalam
menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual di sektor publiknya. Tingkat perubahan (the
degree of change) dalam manajemen sektor publik di Selandia Baru dilalui dengan cepat dan
sangat inovatif. Pemerintah mereformasi hampir di semua lini pemerintahan, mulai dari
pelaksana (para pejabat pengelola keuangan dan akuntan negara), sistem yang digunakan,
hingga ke budaya yang dianut di setiap lembaga negara, yang dituangkan dalam Public
Finance Act 1989. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam mendukung reformasi yang
dijalankan di Selandia Baru antara lain:
1. Key people, adalah orang-orang yang berperan penting dalam proses reformasi
keuangan yang dilakukan. Orang-orang tersebut terdiri dari politisi di dewan, bendahara
negara di kementerian (treasury), dan pejabat penyusun laporan keuangan (financial
management support service).
2. Axial principles, mencakup pemikiran konseptual dan penerapan ide-ide dan pengetahuan
teoritis ke dalam prinsip yang disepakati dan digunakan dalam praktik. Komitmen dalam
menjalankan panduan yang telah disepakati membuat proses yang dijalankan menjadi
lebih komprehensif dibandingkan di negara-negara lainnya. Komitmen tersebut berupa
peniadaan intervensi politis selama adopsi sistem akuntansi akrual dilakukan serta
pemberian insentif yang tepat dan sesuai bagi pelaksana keuangan negara untuk
memacu kinerja dan tercapainya efektifitas di sektor publik.
4. Contextual determinants, adalah kondisi atau peristiwa yang relevan dan berpengaruh
dalam proses reformasi yang dilakukan di Selandia Baru. Peristiwa-peristiwa tersebut
antara lain:
b. Pemilihan umum 1984 yang mengangkat David Lange sebagai Perdana Menteri
dengan membawa gagasan ekonomi baru di tengah krisis keuangan yang menerpa
Selandia Baru.
d. Sistem politik di Selandia Baru yang dijalankan dengan sistem satu kamar (one
legislative chamber) sehingga segala rencana yang disusun pemerintah dan
dimasukkan ke dewan untuk disetujui tidak memerlukan waktu yang relatif lama,
sehingga sering diartikan bahwa proses yang dijalankan antara legislatif dan
pemerintah essentially non-negotiable.
7. Innovation, merupakan ukuran terhadap metode atau pendekatan baru yang digunakan.
Dalam konteks Selandia Baru, tekanan yang diperoleh pemerintah akibat krisis keuangan
di tahun 1970an mengharuskan adanya inovasi yang belum pernah dilakukan guna
mengatasi krisis tersebut dalam waktu singkat, dan berhasil dilakukan dalam
kepemimpinan perdana menteri David Lange.
8. Information, diperoleh dari data hasil penelitian dan pengalaman yang relevan. Contohnya
adalah dalam laporan keuangan yang baru dengan menggunakan basis akrual
9. Concequences, merupakan respon yang diterima akibat perubahan tata kelola sektor
publik yang diperoleh melalui akumulasi pengetahuan dan pengalaman serta keinginan
untuk menyediakan informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan pemerintah.
Konsekuensi yang diterima pemerintah Selandia Baru adalah akuntansi berbasis akrual
yang dijalankan pemerintah secara penuh, serta dengan dukungan dari berbagai faktor di
atas, telah berhasil meningkatkan kinerja pemerintah. Reformasi sektor publik di Selandia
Baru merupakan hasil dari beragam keputusan kompleks yang dibuat terhadap aspek
manajerial, ekonomi dan perspektif sosial di negara tersebut. Reformasi tersbut
mencakup penyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan, desentralisasi tugas dan
wewenang, reformasi terhadap budaya organisasi pemerintah, serta breaktrough yang
dilakukan oleh para key people selama proses reformasi dijalankan. Sistem akuntansi
akrual menjadi pilihan demi tercapainya sistem manajemen yang didasarkan pada tujuan
organisasi yang jelas, informasi kinerja yang lebih baik, serta pemberian insentif yang
sesuai dan kebebasan dalam memberikan feedback atas sistem yang sedang berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
5. Rhumi Ghulam Libre, Studi atas Penerapan Akuntansi Akrual di Nepal, Hong Kong,
Selandia Baru