Anestesi THT
Anestesi THT
Erwin Kresnoadi
Bagian / SMF Anestesi FK UNRAM / RSU Prov NTB
=================================================================================
PENDAHULUAN
Prosedur telinga-hidung-tenggorokan (THT) merupakan prosedur yang unik dikarenakan
antara anestesiologis dan operator berbagi jalan nafas. Pengelolaan anestesi pada pasien berpusat pada
pengaturan jalan nafas. Membuat, memelihara dan menjaga jalan nafas pada kondisi anatomi yang
abnormal dan intervensi pembedahan yang simultan dapat menguji ketrampilan dan kesabaran ahli
anestesi. Tepatnya pengetahuan mendalam tentang anatomi jalan nafas dan apresiasi umum prosedur
THT akan membuktikan betapa bernilainya hal tersebut dalam menangani tantangan para ahli anestesi
ini.
Penelitian terbaru tentang pertanggungjawaban medis mengklaim melalui American Society of
Anesthesilogist, bahwa faktor kesalahan manusia masih menjadi penyebab terbanyak kematian dalam
anestesi; masalah jalan nafas menyumbang lebih dari 30% kasus pada orang dewasa dan 43% kasus
pada anak.
Pertimbangan Preoperatif
Pasien yang akan dilakukan bedah nasal atau sinus mungkin mempunyai pertimbangan tingkat
obstruksi nasal preoperatif yang disebabkan poplyp, deviasi septum atau kongesti mukosal karena
infeksi. Hal tersebut mungkin membuat sulit ventilasi sungkup muka, apalagi jika bersamaan dengan
penyebab lain sulitnya ventilasi (obesitas, deformitas craniofacial).
Polip nasal sering dihubungkan kelainan alergi seperti asma. Pasien yang juga mempunyai
riwayat reaksi alergi terhadap aspirin sebaiknya tidak diberikan NSAID (ketorolak). Polip nasal
mempinyai gambaran umum berupa cystic fibrosis.
Karena mukosa nasal kaya suplai vaskular, interview preoperatif sebaiknya dikonsentrasikan
pada pertanyaan yang mengarah terhadap penggunaan obat (aspirin) dan riwayat masalah perdarahan.
Pertimbangan Intraoperatif
Tehnik meminimalisasi perdarahan intraoperatif termasuk pemberian cocain atau efinefrin
yang terkandung dalam lokal anestesi, maintenan dengan posisi sedikit head up dan membuat sedikit
hipotensi terkontrol. Penempatan pack pada faring posterior untuk mengurangi aspirasi darah.
Anesthesiolog juga harus mempersiapkan adanya kehilangan darah yang signifikan, terutama selama
reseksi tumor vaskuler (juvenile nasopharingeal angiofibroma).
Idealnya, ekstubasi sebaiknya smooth, dengan batuk atau ketegangan yang minimal, karena
hal tersebut dapat akan meningkatkan perdarahan postoperatif. Sayangnya, strategi yang mendukung
tujuan ini cenderung meningkatkan resiko aspirasi (ekstubasi dalam).
Tujuan utama anestesi pada tonsilektomi elektif adalah menghasilkan anestesi umum yang dalam
yang melindungi terjadinya reflek yang menginduksi hipertensi, takikardi, atau aritmia. Pelumpih otot
diberikan untuk memudahkan penempatan mouth gage dan menghindari perlawanan, batuk atau
ketegangan.
Suasana psikologis mempunyai arti penting untuk anestesi yang lembut, terutama pada anak.
Dapat disertakan orang tua atau mainan anak. Menangis dan takikardi dapat meningkatkan perdarahan.
Premedikasi untuk anak cengeng berupa sirup temazepam (0,5 mg/kg) atau midazolam (0,1 mg/kg).
Kurangi nyeri pada penusukan vena dengan amethocaine gel atau EMLA cream. Intermitten positive-
presure ventilation (IPPV) atau spontan respirasi.
Paling aman mungkin melakukan ekstubasi trakea ketika pasien telah sadar. Recovery dengan
posisi tonsil (semi-prone, dilindungi terguling wajahnya dengan bantal di dada, serta fleksikan lutut
dan panggul), pertahankan posisi ini sampai pasien sadar penuh. Pemberian topical spray lignocain
10% pada fossae tonsiler, mengurangi nyeri pasca operasi tanpa mempengaruhi reflek protektif.
ENDOSCOPY
Termasuk: laryngoscopy (diagnostik dan operatif), microlaryngoscopy (laringoscopy dibantu dengan
mikroskop operasi), esophagoscopy dan bronchoscopy. Prosedur endoskopik dapat beserta penggunaan
bedah laser.
Masalah secara umum berupa:
1. Diperlukan relaksasi pada rahang dan pita suara
2. Observasi untuk melihat pergerakan pita suara pada beberapa kasus
3. Refleks vascular berupa hipertensi dan takikardi
4. Kemungkinan timbulnya luka yang menyebabkan obstruksi jalan nafas
5. Tuntutan untuk menjaga oksigenasi dan ventilasi
6. Recovery pasca operasi yang cepat terhadap kontrol jalan nafas tanpa spasme.
Preoperatif
Sedatif merupakan kontraindikasi pada pasien dengan derajat obstruksi saluran nafas atas yang
signifikan. Pemberian glyccopirulat (0,2-0,3 mg im) satu jam sebelum pembedahan terbukti membantu
mengurangi sekresi, memudahkan visualisasi jalan nafas.
Intraoperatif
1. Pelumpuh Otot. Dapat diberikan infus kontinyu suksinilkolin, atau intermiten bolus pelumpuh
otot non-depolarisasi dengan durasi intermediate (ct: rocuronium, vecuronium, atracurium).
2. Oksigenasi dan Ventilasi. Terdapat beberapa metode yang berhasil. Paling umum adalah
intubasi dengan ET berdiameter kecil (4,0-6,0 mm) tekanan positif konvensional. Standar ET
pada ukuran ini didisain untuk pasien anak. Terlalu pendek untuk panjang trakea dewasa,
dengan cuff bervolume rendah yang memerlukan tekanan tinggi untuk melawannya.
Mycrolaryngeal tracheal tube {MLT tube) no. 4,0-, 5,0- atau 6,0-mm dengan panjang yang
sama pada dewasa, lebih sesuai dengan cuff yang high-volume low-pressure, dan lebih kaku
dan tidak mudah mengkompresi dibanding ET biasa. Keuntungan intubasi termasuk
didalamnya adalah menghindari aspirasi dan kemudahan menggunakan anestesi inhalasi dan
monitor kontinyu end tidal CO2. Pada kasus dimana operator membutuhkan visualisasi yang
jelas, dapat dipakai insuflasi dengan aliran tinggi oksigen melalui cateter kecil pada trakea.
Kemungkinan lain tehnik intermitten apnea, biasanya selama 2-3 menit. Pada tehnik ini
terdapat bahaya hipoventilasi dan aspirasi. Tehnik yang canggih memakai manual jet
ventilator, pada bagian pangkal laryngoscope. Variasi dari tehnik ini adalah high-frequency jet
ventilation yang menggunakan kanul atau pipa dalam trakea.
3. Stabilitas kardiovaskuler. Tekanan darah dan laju jantung sering berfluktuasi disebabkan dua
hal. Pertama banyak pasien mempunyai riwayat perokok atau peminum alkohol berat yang
merupakan predisposisi penyakit kardiovaskuler. Sebagai tambahan, prosedur ini serupa
dengan stres serial pada laringoskopi dan intubasi, dipisahkan dengan periode yang bervariasi
oleh stimulasi bedah yang minimal. Suplementasi dengan anestesi short acting (propofol) atau
simpatetik antagonis (esmolol) dibutuhkan selama periode peningkatan stimulasi. Alternatif
lain berupa blok saraf regional pada N. Glossopharyngeus dan n. laryngeus superior yang
akan meminimalisasi naik-turunnya tekanan darah selama operasi.
LARYNGECTOMY
Trakeostomi mungkin diperlukan sebagai permulaan. Pada obstruksi respirasi yang signifikan, intubasi
fibreoptic atau persiapan trakeostomi dengan lokal analgesi diperlukan. Penting premedikasi dengan
atropine. Walaupun obstruksi tidak berat, setelah induksi yang hati-hati, relaksan tidak diberikan
sampai dapat dilakukan ventilasi manual. Pada kondisi emergensi, pelobangan krikotiroid dan kanulasi
mungkin diperlukan.
Menjaga N. Facialis
Identifikasi pembedahan dan penjagaan terhadap n. facialis merupakan hal yang esensial
dalam banyak pembedahan pada telinga. Hal tersebut menjadi lebih mudah diketahui dan
dikonfirmasikan jika pasien tidak lumpuh total. Jika tehnik pelumpuh otot narkotik harus dipakai, efek
dari pelumpuh otot harus dimonitor untuk memastikan masih tersisanya 10-20% respon otot. Prosedur
pembedahan telinga dihubungkan dengan 0,6-3,0% insiden paralisis n. facialis. Monitoring
intraoperatif berupa bangkitan aktivitas electromyographic wajah dapat menjaga fungsi n. facial
selama pembedahan pada mastoid/area tulang temporal.
Miringotomy
Anestesi umum, contoh dengan LMA, cukup memuaskan. Vagal henti jantung dapat terjadi
bila area vagal pada membran tympani (disuplai oleh serabut auricular) di incisi (dapat dihindari
dengan pemberian atropin).
Beberapa jenis analgesi diperlukan pada seluruh anak yang diobati tanpa rawat inap. Derkay dkk
menemukan bahwa dapat digunakan tetes telinga saat operasi yang telah dicampur dengan 4% lidokain,
penggunaan analgesik oral preoperasi dapat memberikan sedikit manfaat. Pemberian oral preoperasi
berupa acetaminofen, atau acetaminofen dengan codein, dan bahkan buthorphanol intranasal
direkomendasikan sama efektifnya.
Operasi mastoid
Operasi dengan obstruksi telinga tengah, N2O dapat mengakibatkan peningkatan tekanan telinga
tengah terjadi bulging pada intact drum. Terjadi peningkatan tekanan dengan respirasi spontan (39
mmH2O/menit), IPPV (63mmH2O/menit) dapat terjadi terus selama 5 menit. Penting bagi operasi
seperti miringoplasti. Dapat dihindari dengan menghentikan N2O, 30 menit sebelum graft. Anertesi
bisa dengan obat iv dan udara atau oksigen, volatile agent, sedative dan opioid sampai pembedahan
selesai. Withdrawal N2O dapat mengakibatkan tekanan subatmospheric dan retraksi tympani.
RINGKASAN
Secara umum pembedahan pada telinga-hidung-tenggorok terbagi dua, yaitu pembedahan
pada hidung dan tenggorokan serta pembedahan pada telinga. Pengetahuan mendalam tentang anatomi
jalan nafas dan apresiasi umum prosedur THT terbukti sangat bernilai dalam membantu masalah yang
timbul dalam penanganan anestesi untuk THT.
Pada pembedahan tenggorokan dan hidung, anestesiolog dan operator harus berbagi jalan
nafas. Masalah anestesi berhubungan dengan tersedianya jalan nafas yang bersih, penggunaan sirkuit
yang menjamin akses bedah yang optimal, penggunaan monitor yang sesuai dan terus menerus, dan
penggunaan alat yang melindungi trakea dan cabang bronchial terhadap darah dan debris.
Pada bedah telinga membutuhkan perhatian untuk menjaga n. facialis, efek N2O pda telinga
tengah, posisi kepala yang ekstrim, kemungkinan emboli udara, kehilangan darah, kontrol perdarahan,
dan pencegahan mual-muntah.