Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

SEPTEMBER 2016

ULKUS KORNEA

OLEH :
Muhammad Ramdani
G1A214021

Pembimbing:

dr. Puji Lestari, Sp.M

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


SMF/BAGIAN MATA RSUD RADEN MATTAHER/ FKIK UNJA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Ulkus
Kornea. Penulisan laporan ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menjalani
kepanitraan klinik senior di bagian mata di RSUD Raden Mattaher Jambi. Saya
mengucapkan terima kasih kepada dr. Puji Lestari, Sp.M yang telah membantu dan
membimbing dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Sepenuhnya saya menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan laporan kasus
ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, September 2016

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya sebagai media refraksi menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme
dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma
kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. (1)
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada kornea oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam
kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka
terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan
(2)
dan kemungkinan erosi kornea. Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang
ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas
jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas
memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan
timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab
kebutaan nomor dua di Indonesia. (2)

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab


kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea
ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan
bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
(2)
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Insiden ulkus kornea tahun 1993
adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus

3
kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
(3)
diketahui penyebabnya. Penelitian yang dilakukan di RSCM Terdapat 216 pasien (220
mata) yang terdaftar selama periode November 2012 sampai Januari 2013 di RSCM yang
dianalisis. Faktor risiko ulkus yang paling sering ditemukan adalah trauma okuler (45,8%).
Kokus gram-positive ditemukan pada 65,7% kasus. Pseudomonas sp. (25,0%) dan
Staphylococcus epidermidis (18,4%) merupakan spesies yang paling banyak ditemukan,
dan sensitif terhadap hampir semua jenis antibiotik. Sekitar 83,0% (106 kasus) membaik
dengan pemberian antibiotik saja, sisanya tidak membaik dan memburuk. Rerata masa
penyembuhan ulkus yang sempurna adalah 17,5 8,9 hari dan ulkus ringan mengalami
masa penyembuhan tercepat. Ulkus yang diterapi dengan tetes mata fluorokuinolon
menyembuh lebih cepat dari regimen lain yaitu dalam waktu 14 hari.

LAPORAN KASUS

4
IDENTITAS

Nama : Tn.B
Umur : 43 tahun
Alamat : Simp.5 Talang Burung
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Operator Sensor Balok Kayu
Status : Menikah
ANAMNESA (Autoanamnesa)

Keluhan Utama : Pasien mengeluh mata kanan nyeri 2 Minggu


SMRS.

Anamnesa Khusus 3 bulan yang lalu pasien hanya mengeluh gatal


pada mata kanan nya, gatal hilang timbul, terasa
sangat gatal jika pada saat bekerja dan berkurang
jika tidak lagi bekerja, gatal tidak disertai mata
merah dan berair, kemudian pasien pergi berobat
ke puskesmas dan diberi tetes mata.
1 bulan yang lalu mulai timbul nyeri pada mata
kanan, nyeri terasa terus menurus dan makin hari
nyeri bertambah berat, pasien biasanya jika nyeri
mengompres mata nya dengan air hangat, nyeri
mata ini disertai pandangan yang makin lama
makin kabur.
2 minggu ini pasien mengaku keluhan nyeri
bertambah parah dan semakin hebat, nyeri terus
menerus, nyeri bertambah jika terkena cahaya dan
ketika membuka mata dan menggerakan bola
mata, pasien mengaku mengompres
menggunakan lidah buaya pada bagian di

5
sekeliling matanya untuk mengurangi rasa nyeri,
nyeri disertai penglihatan yang kabur, pasien
mengaku sukar untuk membuka kelopak matanya,
mata sering keluar air, merah (+), sering silau jika
melihat cahaya, kemudian pasien ke RS Arrafah
untuk berobat, namun RS Arrafah pasien
langsung di rujuk ke RS Rd. Mattaher

Riwayat Penyakit Yang Lalu : Riwayat mengalami keluhan


serupa atau menderita penyakit
mata sebelumnya disangkal.
Riwayat menggunakan lensa
kontak di sangkal
Riwayat alergi, trauma, menderita
diabetes melitus, asma, sakit sendi,
disangkal

Anamnesa Keluarga : Keluarga os tidak ada yang mengalami keluhan


yang sama dg os.

Penyakit Sistemik : Hipertensi : Di sangkal


DM : Disangkal
Alergi : Disangkal
Radang Sendi : Disangkal
Keadaan Sosial Ekonomi : Os menggunakan fasilitas layanan kesehatan
BPJS Kelas III dan Bekerja sebagai Operator
Sensor Balok 20 tahun dan jika bekerja tidak
menggunakan APD.
Riwayat Gizi : Baik

6
I. Pemeriksaan Visus dan
Refraksi
OD OS
Visus : Visus : 6/6
1/300
Os hanya bisa melihat lambaian
tangan.

II. Muscle Balance


- Pergerakan Bola Mata Baik
Baik

III. Pemeriksaan Eksternal


a: ulkus
b: hipopion

a b mata tampak normal

- Palpebra Superior : Hiperemis Hiperemis (-), edema (-)


(+), edema (+), sekret
Mukopurulen
- Palpebra Inferior : Hiperemis Hiperemis (-), edema (-)
(+), edema (+),sekret
Mukopurulen
- Cilia : Trikiasis (-) Trikiasis (-)

7
- Ap. Lacrimalis : Sumbatan (-) Sumbatan (-)
- Conj. Tars Sup : papil (-), Papil (-), folikel (-)
folikel (-),hiperemis (+), edem
(+)
- Conj. Tars Inf : papil (-), Papil (-), folikel (-)
folikel (-), hiperemis (+), edem
(+)
- Conj. Bulbi : Injeksi injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-)
konjungtiva (+), injeksi siliar
(+), hiperemis (+), edem (+),
sekret (+).
- Kornea : Jernih, ulkus (-), infiltrat (-)
Keruh, ulkus (+) diameter 3 mm,
bentuk tidak beraturan, infiltrat
warna abu (+), lesi satelit (-)
- Coa : Kedalaman sulit dinilai, Kedalaman sulit dinilai, hipopion (-), hifema (-)
hipopion (+) 3 mm , hifema (-)
- Pupil : sulit dinilai Refleks pupil direct dan indirect (+), isokor, diameter
3 mm

- Refleks cahaya (+)


Sulit dinilai
- Iris : Tidak dapat dinilai Kripta iris jelas, warna coklat
- Lensa : Sulit dinilai Jernih
IV. Pemeriksaan Slit Lamp
dan Biomicroscopy
- Cilia : Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Conjungtiva : Hiperemis (+), hiperemis (-), injeksi siliar (-), injeksi palpebra (-)
injeksi siliar (+), injeksi
palpebra (+).
- Cornea : Keruh, ulkus (+) Jernih
diameter 3 mm, bentuk tidak
beraturan, infiltrat warna abu (+),

8
lesi satelit (-)
- COA : Hipopion (+) Sedang
- Iris : Sulit dinilai Kripta iris jelas dan berwarna coklat
- Lensa : Sulit dinilai Jernih

V. Pemeriksaan Umum
- Berat badan 65 Kg
- Tekanan darah 130/90 mmHg
- Nadi 90x/menit
- Suhu Afebris
- Pernapasan 22x/menit
VI. Diagnosa Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum
hipopion OD

VII. Diagnosa Banding Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri


+ cum hipopion OD
Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Virus +
cum hipopion OD
Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Fungi +
cum hipopion OD

VIII. Anjuran pemeriksaan - Tes Fluoresen


- Pewarnaan giemsa dan KOH
- Kultur sekret
IX. Pengobatan IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V
Vigamox 4x1 tts OD
Humatro 2x1 tts OD
Metitprednison tab 4x8mg
X. Prognosa Dubia ad bonam

9
Lembar Follow UP
14 september 2016
S: Nyeri (+), Fotopobia (+), Sukar membuka kelopak mata, pandangan kabur
O: Visus 1/300
Kornea : Diskontuinitas (+), Infiltrat (+)
COA : Hipopion (+)
A: Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum hipopion OD
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V

Vigamox 4x1 tts OD

Humatro 2x1 tts OD

Metitprednison tab 4x8mg


15 september 2016
S: Nyeri Berkurang, Fotopobia (+), Sukar membuka kelopak mata, pandangan kabur

10
O: Visus 1/300
Kornea : Diskontuinitas (+), Infiltrat (+)
COA : Hipopion (+)
A: Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum hipopion OD
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V

Vigamox 4x1 tts OD

Humatro 2x1 tts OD

Metitprednison tab 4x8mg


16 september 2016
S: Nyeri sangat berkurang, Fotopobia (+), Sukar membuka kelopak mata, pandangan gelap
O: Visus 1/~
Dapat mengidentifikasi arah datang nya cahaya.
Kornea : Diskontuinitas (+), Infiltrat (+)
COA : Hipopion (+)
A: Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum hipopion OD
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V

Vigamox 4x1 tts OD

Humatro 2x1 tts OD

Metitprednison tab 4x8mg

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo. (1)

Gambar 1. Anatomi Kornea

12
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel

Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 m.

13
5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden. (4)

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. (4)
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya. (1)

14
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
(2), (4)

2.3 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut
kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin
disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan
resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea. (3)
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu : (2)
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenik trauma
ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.

15
b. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye. Dacryocystitis.
c. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
d. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
e. Compromised cornea
Viral keratitis, bullous keratoplasty, recurrent erosion syndrome, Neurotrophic
keratitis.
2. Faktor Sistemik
Diabetes mellitus, Stevens Johnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis, Infeksi
Gonococcal dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.

2.5 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan
anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil. (5)
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas
tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
(6)
ulkus kornea. Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang

16
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
(1)
pembuluh iris. Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar
kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru
yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik. (5)

2.6 Etiologi (1), (4), (5), (6)


a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen
yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.

17
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka
tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja.
Trauma kimia asam adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan
karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan
kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup
parah serta kerusakan visus permanen baik unilateral maupun bilateral. Sebagian
besar bahan asam hanya akan mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan
mata, namun bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat
merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi
dengan air mata yang melapisi kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat
(panas) dan terbakarnya epitel kornea. Semua asam cenderung untuk
mengkoagulasi dan mengendapkan protein. Sel-sel terkoagulasi pada permukaan
berfungsi sebagai penghalang relatif pada penetrasi asam yang lebih parah. Protein
jaringan juga memiliki efek buffer pada asam, yang berkontribusi pada sifat
terlokalisir luka bakar asam.1,2

Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran
kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik
mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan
koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar
asam tidak penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda
dapat menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi secara
cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik

18
mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema
kornea karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan
endotel, sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk kedalam
kornea. Selain itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga
menyebabkan tidak terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul
sikatrik pada kornea. 3,4

Radiasi atau suhu


Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.

Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan
lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas
dengan flurosein.

Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.

Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

19
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindung oleh palpebra.
Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada keadaan
ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang. Benda asing
pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu kuman dapat
berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan
stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)


SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi okular di segmen
anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca, episkleritis, ulkus kornea, uveitis,
dan vasculitis retina.
Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan permukaan
okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi progresif indolen dari
kornea perifer atau pericentral dengan peradangan minimal yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan perforasi kornea.

2.7 Klasifikasi Ulkus Kornea1,2,3,4


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

20
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
2.7.1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus :
Ulkus kornea sentral yang disebabkan Streptococcus Beta-Hemolyticus tidak
memiliki ciri khas.Stroma kornea di sekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab ,
dan biasanya terdapat hipopion berukuran sedang.Kerokan menampakkan kokus gram-
positif dalam bentuk rantai.Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan
tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi
kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.1,2
Ulkus Stafilokokus :
Banyak di antaranya pada kornea yang telah biasa terkena kortikosteroid
topikal.Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit infiltrat pada
kornea sekitar.Ulkus ini sering superficial , dan dasar ulkus teraba pada saat dilakukan
kerokan.Kerokan mengandung kokus gram positif satu-satu , berpasangan atau dalam
bentuk rantai. Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat
berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi
abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.1

Gambar 2.4 Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Pseudomonas :

Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat
epitel kornea yang retak.Nyeri yang sangat biasanya menyertainya.Lesi ini cenderung cepat
menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organism ini.
Meskipun pada awalnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya
terdapat hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat

21
dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan organism
dan patognomonik untuk infeksi P aeruginosa.Dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau
penggunaan lensa kontak lunak terutama yang dipakai agak lama.Kerokan dari ulkus
mengandung batang gram negative halus panjang yang sering tidak banyak.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus :
S pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia.Ulkus
ini sering terdapat pada pasien dengan sumbatan duktus nasolakrimalis. Biasanya muncul
24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang lecet.Infeksi ini secara khas menimbulkan
sebuah ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari
tempat infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi
sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh.( Efek merambat ini menimbulkan istilah
ulkus serpiginosa akut).Lapis superficial kornea adalah yang pertama terlibat , kemudian
parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus biasanya ada hipopion.Kerokan dari tepian
depan ulkus kornea pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk lancet gram
positif.Dakriosistitis yang timbul bersamaan harus diobati pula.1

22
Gambar 2.6 Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion

b.. Ulkus Kornea Fungi


Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan
nyata pada bola mata, ulserasi superficial , dan lesi-lesi satelit umumnya infiltrat di tempat-
tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi ). Lesi utama dan lesi satelit merupakan plak
endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera
anterior yang hebat dan abses kornea.Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organism
oportunis seperti Candida, Aspergillus, dan lain-lain.Kerokan dari ulkus kornea fungi
kecuali yang disebabkan Candida mengandung unsur-unsur hypha. Kerokan dari ulkus
Candida umumnya mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi yang menampakkan
kuncup-kuncup khas.1

Gambar 2.7 Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster :


Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu
1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit

23
herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang
lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.1

Ulkus Kornea Herpes simplex :


Ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens.Perjalanan klinik dapat berlangsung
lama karena stroma kornea kurang vaskuler , sehingga menghambat migrasi limfosit
dan makrofag ke tempat lesi.Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya
sembuh sendiri namun pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten , termasuk
pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal , perjalanan penyakitnya mungkin
menahun dan dapat merusak.Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah
respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus namun
sekarang bukti menunjukkan infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma dan juga
sel-sel endotel , selain di jaringan lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel
trabekel.Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons peradangan yang
merusak namun memberi peluang terjadinya replikasi virus.Jadi setiap kali
menggunakan kortikosteroid topikal , harus ditambahkan obat anti-viral.Kebanyakan
infeksi HSV pada kornea disebabkan HSV tipe 1 ( penyebab herpes labialis ) namun
beberapa kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan HSV tipe 2 ( penyebab
herpes genitalis ).Lesi kornea kedua jenis ini tidak dapat dibedakan.1
Ulkus dendritik terjadi pada epitel kornea memiliki percabangan linear khas
dengan tepian kabur , memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.Pemulasan
floresein memudahkan melihat dendrit.Ulserasi geografik sebentuk penyakit menahun
yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar.Tepian ulkus tidak kabur.Sensasi kornea
menurun.1

24
Gambar 2.8 Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 2.9 Ulkus Kornea Herpetik

d.Ulkus Kornea Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang
mengandung bakteri.Komplikasi pada pengguna lensa kontak lunak khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri.Infeksi ini juga pada yang terpapar pada air yang
tercemar.Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kilniknya yaitu
kemerahan dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen , cincin stroma dan
infiltrate perineural.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan.Biopsi
kornea mungkin diperlukan.Sediaan histopatologik menampakkan adanya kista atau
trofozoit.1,2

Gambar 2.10 Ulkus Kornea Acanthamoeba

2.5.2. Ulkus Kornea Perifer

25
a. Ulkus Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit.Ulkus ini timbul
akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokok.Namun ulkus ini bukan proses infeksi dan kerokan tidak mengandung bakteri
penyebab.Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri di mana antibody dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel
kornea.Infiltrat mulai berupa infiltrat linear atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval
bening dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.Proses ini
sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari namun yang menyertai
blefarokonjungtivitis stafilokok umumnya kambuh.1,2

Gambar 2.11 Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Penyebab ulkus Mooren belum diketahui namun diduga autoimun.Paling sering


terdapat pada usia tua namun tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering
diderita orang tua.Ulkus ini tidak responsive terhadap antibiotic atau kortikosteroid.1,2

26
Gambar 2.12 Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran
lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.1,3

Gambar 2.13 Ulcer Ring

2.8 Manifestasi Klinis


Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah penurunan
ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada mata, rasa sakit, mata
(7)
merah, mata bengkak, dan discharge. Penurunan tajam penglihatan disebabkan
terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea terutama jika lesi terletak ditengah.

27
Fotofobia terjadi akibat kontraksi iris yang meradang. Pada sebagian besar penyakit kornea
terdapat fotofobia yang berat, fotofobia ringan hanya terdapat pada keratitis herpes karena
hipestesi yang terjadi. Fotofobia merupakan salah satu tanda diagnostic penyakit kornea.
Rasa sakit dikarenakan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Rasa sakit ini diperhebat
oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Discharge biasanya tidak disertai kotoran mata, kecuali pada ulkus bakteri
purulen. (5) Perlu juga ditanyakan adanya riwayat penggunaan lensa kontak, trauma, operasi
atau luka pada mata dan adanya penyakit sistemik atau penyakit mata serta penggunaan
obat-obat topikal pada mata seperti kortikosteroid. Tingkat keparahan gejala tergantung
pada jenis organism penyebab, kondisi pasien, dan durasi gejala. (7)
Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada lokasi ulkus
kornea. Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva. Reaksi konjungtiva biasanya
tidak spesifik. Discharge purulen tampak pada sakus konjungtiva dan diatas permukaan
ulkus. Secara khas terdapat pericorneal vascular injection. Infiltrasi stroma menghasilkan
kekeruhan berwarna putih pada kornea. Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris
menyebabkan miosis pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang
jelas, dasar ulkus kasar, dan berwarna kelabu. (8), (7)
Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan Slitlamp akan tampak sejumlah sel atau flare
dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di daerah ulkus, edema
stoma, lipatan descement, descemetokel dan perforasi. Juga ditemukan dilatasi pembuluh
iris yang merupakan fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea.
Gangguan vaskularisasi iris menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema,
(3), (4)
dan sinekia posterior. Dengan pemeriksaan Slitlamp dapat ditentukan derajat
keparahan ulkus kornea seperti tampak pada table. Pembagian derajat ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan terapi. (7)

Tabel 2.1 Derajat Ulkus Kornea (7)


Karakteristik Ringan Sedang Berat
Ukuran Ulkus (mm) <2 2-5 >5
Kedalaman Ulkus (%) < 20 20-50 > 50

28
Infiltrat Dense, Dense, meluas ke Dense, meluas lebih
superfisial, mid stroma dalam dari mid
terbatas pada stroma hingga
dasar ulkus mencapai sclera
Sklera Tidak terlibat Tidak terlibat Mungkin terlibat

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :


Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion

2.9 Diagnosis (1), (3), (5)


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat
trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula

29
ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi
iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi


Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan

30
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.

Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea


herpes simplex herpes zoster

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea


bakteri akantamoeba

2.10 Diagnosis Banding (9)


Konjungtivitis Keratitis/Ulkus Iritis Akut Glaukoma
Kornea Akut
Sakit Kesat Sedang Sedang sampai Hebat dan
hebat menyebar
Kotoran Sering Purulen Hanya reflek Ringan -
epiforia
Fotofobia Ringan - Hebat Sedang
Kornea Jernih Fluoresein (++ Presipitat Edema
+)
Iris Normal Muddy Abu-abu

31
kehijauan
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N <N < N +++
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri

2.11 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan
kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. (3)
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi,
endoftalmitis bahkan kebutaan. Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi
mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan jaringan
parut dan mengganggu fungsi penglihatan. Komplikasi lainnya adalah infeksi dibagian
kornea yang lebih dalam, perforasi kornea (pembentukan lubang), kelainan letak iris dan
kerusakan mata. (2), (3)
Tergantung kepada penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotic, anti-virus, atau anti-jamur. Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes
mata kortikosteroid. Ulkus yang berat mungkin perlu diatasi dengan pembedahan
(pencangkokan kornea). (2), (3)
Pemberian antibiotic seawal mungkin sangat membantu, karena bakteri merupakan
penyebab yang paling sering. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, pengobatan
dilanjutkan dengan obat yang sesuai. Mengetahui faktor predisposisi, etiologi, dan terapi
yang tepat akan membantu dalam diagnosis serta penatalaksanaan ulkus kornea. (3)
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,
anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat

32
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi
obat dan perlunya obat sistemik.
Penatalaksanaan Ulkus Kornea yang dianjurkan : (10)
Ukuran Ulkus Lokasi pada Kornea Penatalaksanaan
< 3 mm Tidak Pada Sumbu - Rawat Jalan
- Antibiotika topical tiap jam
Mata
> 3 mm ataupun 3 Pada Sumbu Mata - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap jam
mm (Berapapun
- Antibiotika subkonjungtiva
ukurannya)
> 3 mm + hipopion Di segala Tempat - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap jam
- Antibiotika subkonjungtiva
- Antibiotika parenteral

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


1.
Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2.
Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3.
Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4.
Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan
yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang
disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa,
dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan
intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik,
tetapi jangan sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal

33
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtivitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga,
tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan
ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :

34
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10
mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan
pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore.
Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan
pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk

35
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atropin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi
perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan
kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa
kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

36
Keratoplasti

2.12 Pencegahan (8)


Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.
2.13
Komplikasi (8)
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder

2.14
Prognosis (3), (8)

37
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat.
Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan
antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah
dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode
yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

BAB IV
PEMBAHASAN

3 bulan yang lalu hanya mengeluh gatal pada mata kanan nya, gatal hilang timbul,
terasa sangat gatal jika pada saat bekerja dan berkurang jika tidak lagi bekerja, gatal tidak
disertai mata merah dan berair, kemudian pasien pergi berobat ke puskesmas dan diberi
tetes mata. 1 bulan yang lalu mulai timbul nyeri pada mata kanan, nyeri terasa terus
menurus dan makin hari nyeri bertambah berat, pasien biasanya jika nyeri mengompres
mata nya dengan air hangat, nyeri mata ini disertai pandangan yang makin lama makin
kabur. 2 minggu ini pasien mengaku keluhan nyeri bertambah parah dan semakin hebat,
nyeri terus menerus, nyeri bertambah jika melihat cahaya, pasien mengaku mengompres
menggunakan lidah buaya pada bagian di sekeliling matanya untuk mengurangi rasa nyeri,
nyeri disertai penglihatan yang kabur, pasien mengaku sukar untuk membuka kelopak

38
matanya, mata sering keluar air, merah (+), kemudian pasien ke RS Arrafah untuk berobat,
namun RS Arrafah pasien langsung di rujuk ke RS Rd. Mattaher
Data riwayat penyakit sekarang tersebut menggambarkan perjalanan penyakit yang
saat ini dialami oleh pasien. Gejala yang dialami dapat mengarahkan kita pada diagnosis
ulkus kornea karena adanya trias ulkus kornea yaitu air mata berlebihan (epifora), kelopak
mata atas yang tidak bisa terbuka (blefarospasme), dan nyeri bertambah jika melihat cahaya
(fotofobia).

Keluhan utama penderita yaitu mata kanan nyeri sehingga pasien kesulitan
membuka matanya, dimana rasa nyeri akan bertambah saat pasien berusaha membuka mata
dan berkedip. Selain itu mata kanan juga dikeluhkan berair, silau, merah, penglihatan kabur,
dan kadang terdapat kotoran mata berwarna kekuningan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang mengatakan bahwa ulkus kornea menyebabkan nyeri karena kornea memiliki banyak
serabut nyeri dimana kebanyakan lesi kornea akibat benda asing kornea, keratitis serta
ulkus kornea akan menimbulkan rasa sakit, rasa sakit ini diperhebat dengan adanya gesekan
palpebfa terutama palpebra superior pada kornea dan menetap sampai sembuh. Peka
terhadap cahaya (fotofobia) dikarenakan kontraksi iris karena peradangan dimana terjadi
dilatasi pembuluh iris yang merupakan refleks akibat dari iritasi ujung saraf kornea. Dan
peningkatan pembentukan air mata. Gejala lainnya adalah gangguan penglihatan, pada
pasien ini gangguan penglihatan dikarenakan letak dari ulkus itu sendiri yaitu di sentral
yang mana mengganggu pembiasan sinar yang masuk ke mata sehingga sinar tidak dapat
difokuskan tepat pada makula lutea. Selain itu adanya mata merah dan berair dikarenakan
proses inflamasi yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah.

Pada pemeriksaan lokalis mata kanan didapatkan blepharospasme karena pasien


merasa silau. Edema pada kelopak disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Pelebaran pembuluh darah berupa PCVI dan CVI dikarenakan adanya reaksi
peradangan yang meluas sampai ke arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior.
Kekeruhan kornea diakibatkan oleh adanya edema pada kornea. Kekeruhan tersebut
berbentuk bulat berbatas tegas terletak di sentral. Edema ini disebabkan adanya peradangan
kornea yang menyebabkan gangguan pompa Na-K sehingga terjadi retensi air yang dapat

39
menyebabkan edema. Selain itu juga disebabkan oleh adanya infiltrasi sel-sel radang pada
kornea.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita ini memenuhi kriteria diagnosis
ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri. Pada penderita ini dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik perlu dibedakan dengan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur dan
virus. Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur dan virus keluhan yang didapatkan
oleh pasien hampir sama dengan ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri. Pada ulkus
kornea yang disebabkan oleh jamur, edema pada kelopak mata dan kemerahannya lebih
minimal dan juga sering dijumpai pada pemakai kortikosteroid jangka panjang. Pada ulkus
kornea yang disebabkan oleh virus nyeri yang ditimbulkan minimal karena terjadi anestesi
pada kornea Ulkus kornea juga sering berulang terutama yang diakibatkan oleh virus herpes
simplek. Pada pemeriksaan fisik penderita ini juga mengarah ke ulkus kornea susp
bakterial. Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur bentuk ulkus mirip dengan ulkus
dendritik pada herpes simplek, adanya lesi satelit (umumnya infiltrat) di tempat-tempat
yang jauh dari ulserasi. Pada ulkus kornea yang disebabkan virus lesi biasanya berbentuk
ulkus dendritik yang memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur memiliki
bulbus bulbus terminalis pada ujungnya. Dapat juga berupa ulkus geografik dimana
biasanya lesi dendritik berbentuk lebih lebar dan tepian ulkus tidak kabur dan terjadi
penurunan sensibilitas dari kornea.

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang merusak
epitel kornea. Pada kasus ini, riwayat pekerjaan sebagai Operator sensor balok yang sering
berhubungan dengan serbuk kayu, dalam bekerja pasien tidak menggunakan alat pelindung
diri hal ini merupakan faktor resiko menjadi trauma. Epitel kornea merupakan sawar yang
efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini
cedera, stroma yang avaskuler dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai
macam organisme seperti bakteri, amoeba, jamur dan virus.

Riwayat penyakit keluarga tidak didapatkan anggota keluarga yang menggunakan


kacamata, menderita diabetes melitus, penyakit mata dan alergi. Ini berarti kita dapat

40
menyingkirkan kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien adalah diturunkan oleh
keluarganya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan. Pemeriksaan


visus mata kanan 1/300, artinya pasien hanya dapat melihat gerakan lambaian tangan pada
jarak 1 meter sedangkan pada orang dengan visus normal dapat melihat dari jarak 300
meter yang sulit dikoreksi. Selain itu ditemukan, palpebra edema, konjungtiva tarsalis
hiperemis. Konjungtiva bulbi tampak sekret, injeksi konjungtiva, injeksi siliar. Pada kornea
tampak keruh dibagian tengah, permukaan tidak licin, infiltrat, edema, terdapat ulkus
berbentuk bulat, letak di tengah, tepi berbatas tegas, berwarna putih, diameter 3 mm.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas
tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.
Pada pemeriksaan fisik ulkus kornea, penurunan tajam penglihatan bergantung pada
lokasi ulkus kornea yaitu disentral atau di daerah pupil.Terdapat inflamasi pada palpebra
dan konjungtiva. Discharge purulen tampak pada sakus konjungtiva dan diatas permukaan
ulkus. Secara khas terdapat injeksi perikornea. Infiltrasi stroma menghasilkan kekeruhan
berwarna putih pada kornea.Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris menyebabkan
miosis pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang jelas, dasar
ulkus kasar, dan berwarna kelabu.

Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan slitlamp akan tampak sejumlah sel atau flare
dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di daerah ulkus, edema
stoma, lipatan descement, descemetokel dan perforasi. Juga ditemukan dilatasi pembuluh
iris yang merupakan fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea.

41
Gangguan vaskularisasi iris menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema,
dan sinekia posterior. Dengan pemeriksaan slitlamp dapat ditentukan derajat keparahan
ulkus kornea.
Diagnosis ulkuk kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan juga pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pada pasien ini yaitu ditemukan adanya keluhan fotobia, penglihatan yang
menurun, mata kiri tampak bengkak, berair dan mengeluarkan kotoran yang berlebihan.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh visus pada mata kiri 1/300, yang menandakan pada jarak
1 meter pasien masih melihat gerakan pemeriksa. Selain itu, pada kornea ditemukan adanya
ulkus yang berbentuk bulat, letaknya ditengah dengan tepi berbatas tegas, berwarna putih
dengan diameter kurang lebih 3 mm. Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan, dapat mengarah ke ulkus kornea.
Usulan pemeriksaan yang dilakukan adalah pengecatan gram, giemsa, KOH, kultur
dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan untuk membedakan penyebab dari ulkus kornea
tersebut sehingga dapat membantu pemilihan terapi yang adekuat.

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan
kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. Prinsip penatalaksanaan ulkus
berdasarkan luasnya ukuran ulkus.

Ukuran Ulkus Lokasi pada Kornea Penatalaksanaan


< 3 mm Tidak Pada Sumbu - Rawat Jalan
- Antibiotika topical tiap jam
Mata
> 3 mm ataupun 3 Pada Sumbu Mata - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap jam
mm (Berapapun
- Antibiotika subkonjungtiva
ukurannya)
> 3 mm + hipopion Di segala Tempat - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap jam
- Antibiotika subkonjungtiva
- Antibiotika parenteral

42
Pada penatalaksanaan selanjutnya untuk ulkus kornea yaitu : Pengobatan konstitusi,
pengobatan lokal sesuai dengan penyebab ulkus dan pengobatan konstitusi.

Edukasi yang diberikan pada pasien adalah menjaga higiene dan menghindari
tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat memperberat
lesi. Diberitahukan kepada pasien tentang cara pemberian terapi, tujuan terapi dan efek
samping terapi. Pada pasien penting dilakukan monitoring visus untuk mengetahui apakah
ada perbaikan tajam penglihatan atau tidak.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi kataatan penggunaan obat.
Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan
antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap
harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat
sembuh dengan dua metode yaitu migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan
mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisialis yang
kecil dapat sembuh dengan cepat malalui metode yang pertama, tetapi ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi
dan kemudian sikatrik. Dengan pengobatan ulkus kornea dapat sembuh tetapi mungkin
akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan jaringan parut dan
mengganggu fungsi penglihatan. Pada pasien ini kemungkinan prognosisnya baik setelah
diberikan perawatan walaupun defek kornea > 3 mm dan pada pemeriksaan visus mata
kanan didapatkan 1/300, namun kedepannya dapat meninggalkan parut/scar pada kornea
mata dan fungsinya akan berkurang.

43
Lembar Follow UP
14 september 2016
S: Nyeri (+), Fotopobia (+), Sukar membuka kelopak mata, pandangan kabur
O: Visus 1/300
Kornea : Diskontuinitas (+), Infiltrat (+)
COA : Hipopion (+)
A: Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum hipopion OD
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V

Vigamox 4x1 tts OD

Humatro 2x1 tts OD

Metitprednison tab 4x8mg


15 september 2016
S: Nyeri Berkurang, Fotopobia (+), Sukar membuka kelopak mata, pandangan kabur
O: Visus 1/300
Kornea : Diskontuinitas (+), Infiltrat (+)
COA : Hipopion (+)
A: Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum hipopion OD

44
P : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V

Vigamox 4x1 tts OD

Humatro 2x1 tts OD

Metitprednison tab 4x8mg


16 september 2016
S: Nyeri sangat berkurang, Fotopobia (+), Sukar membuka kelopak mata, pandangan gelap
O: Visus 1/~
Dapat mengidentifikasi arah datang nya cahaya.
Kornea : Diskontuinitas (+), Infiltrat (+)
COA : Hipopion (+)
A: Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri + cum hipopion OD
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr I.V

Vigamox 4x1 tts OD

Humatro 2x1 tts OD

Metitprednison tab 4x8mg

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D. Opthalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika, 2010.


2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari web site:
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845-gangguan-penglihatan-masih-
menjadi-masalah-kesehatan.html. pada tanggal 14 September 2016
3. Nana, W. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke Enam. Jakarta : 1993.
4. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat
Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta : FKUI, 2009.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata, Indonesia. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit
Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta : Sagung
Seto, 2010.
7. Wijaya, N. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-4. 1989.

45
8. Smolin, Gilbert and Richard. The cornea: Scientific Foundation and Clinical Practice
Secon Edition. United States : Little,Brown and Company Boston, 1987.
9. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011. Available
from: www.emedicine.com
10. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam : Riordan-Eva P, whitcher JP, editors. Vaughan &
Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta : ECG, 2007 ; 126-138.
11. Mansjoer, Arif,dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.
Jakarta : FKUI, 2000. Hal 56-57.
12. Dahl, Andrew A. 2007. Corneal Ulcer. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/corneal_ulcer/article_em.htm
13. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th
ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49

46

Anda mungkin juga menyukai