NASAL MYIASIS
OLEH:
PEMBIMBING:
KENDARI
2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada tanggal xx Oktober
2016.
Menyetujui,
Pembimbing
2
NASAL MYIASIS
Fauzyah Novrini Kasman, Gustavita Maria Bandong, Ied Rakhma.
I. Pendahuluan
Myiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi larva lalat pada
manusia atau hewan vertebrata dan memakan jaringan mati atau hidup serta
cairan tubuh atau makanan yang ditelan oleh hospesnya. 1,2 Myiasis ini banyak
ditemukan pada negara-negara tropis dan subtropis seperti Afrika dan Amerika.
tergantung pada lokasi yang dikenai. Larva yang menyebabkan myiasis dapat
hidup sebagai parasit di kulit, jaringan subkutan, soft tissue, mulut, traktus
parasit ini.4,5
Myiasis pada hidung adalah infestasi pada rongga hidung oleh lalat yang
bertelur baik secara langsung dalam rongga hidung ataudi sekitarnya pada
II. Definisi
3
Kata Myiasis berasal dari bahasa Yunani, yaitu myia yang berarti lalat.
Arti myiasis secara luas adalah infestasi larva diptera (lalat)pada jaringan
hidup manusia atau hewan vertebrata lainnya dalam periode tertentu, dengan
panas pada daerah beriklim, sementara di daerah tropis lalat bisa hidup
tidak lazim pada ras tertentu. Tidak ada predileksi jenis kelamin untuk
myiasis, dan dapat terjadi pada semua umur. Sebagian besar pasien adalah
dari apeks disebut dorsum nasi, yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
4
menyatu dengan dahi yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks,
yaitu di posterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari
kolumela adalah nares anterior atau nostril (lubang hidung) kanan dan kiri,
sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar
hidung.10
Hidung luar berbentuk piramid dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang
rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang
tulang terdiri dari os nasal, prosesus frontalis os maksilla dan prosesus nasalis
tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago
5
nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang
disebut juga sebagai kartilago alar mayor dan tepi anterior kartilago septum.10
Rongga hidung atau kavum nasi adalah rongga yang dimulai pada
nostralis (apertura nasalis anterior = nares anterior) dan berakhir pada nares
posterior (koana). Terbagi dua oleh septum nasi yang terletak pada linea
mediana. Septum nasi merupakan dinding medial dari kavum nasi yang
bagian anteroir di antara kedua tulang yang tersebut tadi. Septum nasi dapat
6
Gambar 3. Dinding lateral kavum nasi
( dikutip dari kepustakaan 11)
Dinding lateral dari kavum nasi memiliki permukaan yang tidak rata dan
bagian sentral dari atap kavum nasi, dan dari sini melanjutkan diri ke arah
sampai pada nasofaring. Dibentuk oleh prosesus frontalis ossis maksilla dan
os nasal di bagian paling anterior, fasies medialis ossis maksilla dan lamina
dinding lateral kavum nasi berhubungan dengan dinding medial kavum orbita
7
yan dibentuk oleh labirintus etmoidalis dan sebagian dari os lakrimal. Pada
lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi.
Sinus-sinus ini membentuk di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama
dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh sel epitel saluran pernapasan yang
8
disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi
udara. 14
Vaskularisasi hidung
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari dari a.oftalmika dari
a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat suplai darah dari
a.fasialis. 12
9
Gambar 4.Suplai darah kavum nasi (dinding lateral dan septum nasi)
( dikutip dari kepustakaan 11 )
Keempat arteri tersebut di atas membentuk anastomosis (pleksus
vestibulum nasi dekat pada atrium dan di dekat meatus nasi medius. Pada
konka nasalis inferior dan konka nasalis media, yang berfungsi untuk
arterinya.12
10
Dinding lateral kavum nasi dapat terbagi dalam 4 kuadran, yaitu: 12
Aliran darah vena dari bagian anterior dibawa menuju ke vena fasialis
dan dari bagian posterior dibawa menuju ke pleksus venosus pterigoideus dan
Innervasi hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
yang berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama
11
sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konka
media.12
Fisiologi Hidung
12
a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),
V. Etiologi
Myiasis adalah infestasi larva lalat pada jaringan tubuh manusia atau
hewan yang masih hidup, disebabkan oleh larva lalat fakultatif dan atau
menjadi: 1,15
1. Obligat parasit yaitu larva yang hanya bisa berada pada jaringan
13
merupakan lalat yang paling umum bertanggung jawab menyebabkan
myiasis hidung.
2. Fakultatif parasit yaitu larva secara normal hidup bebas dan mampu
tetapi larva tersebut dapat dijumpai pada jaringan hidup jika lalat
spesies yang dilaporkan sebagai myiasis accidental. Dua spesies lalat obligat
kulit yang tercatat di Afrika, Arab, India dan Asia Tenggara adalah C.
14
Sarcophaga sp. Sulawesi, Sumba Timur, Pulau Lombok,Sumbawa, Papua dan
Lalat dewasa C. bezziana berwarna metalik hijau atau biru. Wajah lalat
ini biasanya berwarna kuning dengan lembut bulu-bulu kuning halus, Panjang
mikroskopik.6,15
dan berdiameter 0,26 mm, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua
ujungnya. Larva C. bezziana terbagi menjadi tiga instar, yaitu L1, L2, dan L3.
Larva ini mempunyai 12 segmen, yaitu satu segmen kepala, tiga segmen
torak, dan delapan segmen abdominal. Ketiga instar tersebut dapat di bedakan
15
Adapun panjang L3 mencapai 6,1-15,7 mm dengan diameter 1,1-3,6 mm. L3
muda berwarna krem namun jika telah dewasa berwarna merah muda.6
Siklus hidup C.bezziana berkisar 9-15 hari dan lalat betina bertelur 150-
200 telur sekaligus.Telur diletakkan di luka dan selaput lendir dari mamalia
hidup dan akan menetas setelah 24 jam pada suhu 30C. Setelah 12-18 jam,
larva stadium I muncul dari dalam telur dan bergerak dipermukaan luka atau
16
pada jaringan yang basah. Larva ini berubah menjadi larva stadium II setelah
30 jam dan larva stadium III setelah 4 hari. Larva stadium I berwarna putih
dan memiliki ukuran panjang 1,5 mm, larva stadium II berukuran 4-9 mm dan
larva stadium III berukuran 18 mm. Larva stadium II dan III menembus
jaringan hidup dari host dan hidup dari jaringannya. Pada saat makan hanya
makan dan berubah menjadi pupa dan kemudian lalat dewasa.Tahap pupa
betina memakan waktu sekitar 6-7 hari untuk menjadi sepenuhnya lalat
seksual dewasa. Jika cuaca tropis (29C atau 84,2F), seluruh siklus hidup
akan berlangsung sekitar 24 hari, namun, pada suhu dingin (di bawah 22C
17
Gambar 8. Siklus hidup lalat Chrysomyia bezziana
(dikutip dari kepustakaan 6 & 15)
VI. Patogenesis
Pada usia tua biasanya telah terjadi kurangnya derajat penciuman yang
adalah rhinitis atrofi dan keganasan. Myiasis pada hidung lebih sering terjadi
pada orang yang menderita rhinitis atrofi, yaitu penyakit hidung kronis
dengan etiologi tidak diketahui, ditandai dengan atrofi mukosa hidung dan
tulang yang progresif dan adanya sekret kental yang cepat mengering dan
meletakkan telurnya kurang lebih 200 butir, yang kemudian dalam waktu 24
jam menetas menjadi larva. Lalat dewasa tidak dapat bertelur dalam dua
lubang hidung, namun, migrasi larva dalam lubang hidung lain melalui koana
dapat terjadi.Telur ini dapat pula berpindah ke tempat lainnya pada tubuh
manusia dengan jari pasien sendiri terlebih lagi dengan higienitas yang buruk
ataupun hilang dengan bersin atau saat menggaruk. 16,17Setelah telur lalat
menetas, larva akan masuk lebih dalam dengan kait tajam pada mulut dan
duri halus intersegmental yang akan mengikis jaringan dan melukai pembuluh
18
memperparah kerusakan jaringan. Larva menghasilkan toksin yang dapat
amonia, dan kalsium karbonat yang kemudian akan dimakan oleh larva.
Interaksi dari enzim dan toksin bakteri-larva dapat pula menyebabkan erosi
pada tulang. Efektivitas dari aktivitas larva tampak dari hasil stimulasi
jaringan granulasi oleh aktivitas fisik larva yang selalu bergerak untuk
serosa, yang juga didorong oleh efek iritan dari aktivitas larva. Nekrosis
hingga membentuk lesi berbentuk gua yang besar. Dapat timbul tanda klinis 2
hidung dan rongga tubuh tertentu, anal dan vaginal, enteric,dan sebagainya.
lalatWarble(Hypoderma spp.).15
19
Gambar 9. A.Foto pasien, B. Tampak benda bergerak-gerak
di kavum nasi dekstra.(dikutip dari kepustakaan 8)
Pada myiasis hidung, gejalanya mirip sinusitis akut, yaitu sekret
stenosis hidung, biasanya total pada sisi yang terkena; sakit atau nyeri kepala
yang mengandung darah. Larvanya melekat erat pada jaringan. Pada kasus
dapat rusak, sehingga tulang dan kartilago menjadi terpapar. Ronggga kranial
20
dasar hidung hiperemis, dan tampak kumpulan larva. (dikutip dari
kepustakaan 8)
bercampur darah atau sekret mukopurulen dari lubang hidung, nyeri pada
hidung, obstruksi pada hidung, nyeri pada wajah, nyeri kepala dan hidung
Francesconi dkk menyebutkan bahwa pada stadium lanjut, epitaksis aktif dan
sehingga terjadi epistaksis. Selain itu, anamnesis lainnya yang perlu digali
VIII. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Tanda-tanda myiasis hidung biasanya berkaitan dengan keberadaan
dan pergerakan larva, yang meliputi sensasi adanya benda asing, dengan
atau tanpa sensasi gerakan, hidung dan wajah menjadi edema dan eritem
yang dapat meluas ke dahi dan bibir, adanya noda darah atau cairan
menjadi epistaksis dan mungkin ada ulat yang keluar dari hidung.Jika
21
Pemeriksaan rhinoskopi tampak edema, ulserasi membran mukosa
yang berisi material nekrotik dan belatung. Dapat pula tampak perforasi
Gambar 11. Larva yang menggelinding keluar dari hidung ( dikutip dari
kepustakaan 17)
C. Pemeriksaan penunjang
1. Nasoendoskopi
Dapat memperlihatkan keadaan rongga hidung lebih jelas.Tampak
22
cenderungbersembunyi di bagian terdalam dari rongga hidung
mengevaluasitingkatkerusakantulangdaninvasi jaringan.CT-Scan
23
mencapai kantus inferior, disertai destruksi dinding media
anterior maksilaris.(dikutip dari kepustakaan 8 )
IX. Penatalaksanaan
sesuai dengan hasil kultur bakteri yang berasal dari luka myiasis dan
terpentin dan parafin cair digunakan dalam semua kasus pada hari
Larva yang terletak didalam dan tidak dapat dijangkau dapat dikeluarkan
Rongga hidung diobati dengan anti ozaena nasal drop dua kali sehari
24
dari mukosa hidung yang atropi, vitamin D2 terutama aktif pada lokasi
tetap lembab.Penderita akan bersih dari larva dalam waktu dua hingga
tiga hari dan diijinkan meninggalkan rumah sakit dalam waktu lima
25
Terlepas dari zat apapun yang digunakan, hal yang lebih penting
X. Komplikasi
Apabila tidak diobati maka larva dapat bergerak ke atas dan masuk ke saluran
26
Myiasis adalah penyakit dengan morbiditas minimal dalam sebagian
populasi lalat. Menutup jendela dan pintu dengan rapat serta meningkatkan
higienitas juga akan mengurangi kontak antara lalat dengan pasien. Metode
Sterile Insect Technique (SIT) yaitu pelepasan lalat jantan yang disterilisasi
dengan teknik radiasi dan pengembangan pemikat lalat (attractan) juga masih
DAFTAR PUSTAKA
2. Wu CJ, Chang TS, Chu ST. Nasal Myiasis in a Bedridden Patient and
Literature Review. Journal Medical Science.2012; 32(1).p.39-41
27
3. Widyaningsih I, Supriyono B. Miasis. Surabaya; Universitas Wijaya
Kusuma (serial on internet). (cited on October 2016)p.1-5. Available on:
URL:https://www.google.co.id/search?q=3.+Widyaningsih+I%2C+
Supriyono+B.+Miasis.+Surabaya%3B+Universitas+Wijaya+Kusuma.p.1-
5&oq=3.+Widyaningsih+I%2C+Supriyono+B.+Miasis.+Surabaya
%3B+Universitas+Wijaya+Kusuma.p.15&aqs=chrome..69i57.2279j0j8&s
ourceid=chrome & ie=UTF-8
4. Lee YT, Chen TL, Lin YC, Fung CP, Cho WL. Nasocomial nasal myiasis
in an intubated patient. Journal of the Chinese Medical Association. A
Case Report (Serial on internet). 2011 (cited on October 2016); 74.p.369-
71. Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21872818
28
12. Buranda, Theopilus., et al. 2011. Sistem Respirasi. Dalam: Diktat Anatomi
Biomedik I. Tim Anatomi Unhas. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. p137-48.
13. Higler PA. 1997. Hidung: anatomi dan fisiologi terapan. Dalam: Adams
GL, Bioes LR, Higler PA; alih bahasa Wijaya C; editor Effendi H. Bioes,
buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC. p173-84.
15. Spradbery J C.Life cycle. In:A Manual for the Diagnosis of Srew-worm
Fly. Australia ; Commonwealth of Australia. 2002.p.4-8
18. Baptista, Marco AFB. Baden, Lindsey R., Editor. Nasal Myiasis. Image in
clinical medicine. The New England Journal of Medicine, 2015;
372:12.p17
29