Anda di halaman 1dari 11

HAKIKAT & TEORI TEORI KEBENARAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Filsafat Pendidikan

OLEH :

KELOMPOK 3:

1. ATIKAH 15076023
2. NUSULUL HUDA 15067033
3. THESA FEBRIANI 15075062
4. THOMAS 14065012

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2016
BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama
untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua
orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran
adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi
rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu
berusaha memeluk suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan
manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah
hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa
melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut
bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada
kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran
illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebenaran
Secara bahasa kata kebenaran itu bisa dikategorikan sebagai suatu kata benda yang konkret
maupun abstrak (abbas hamami, 1983). Secara bahasa arti dari kata kebenaran adalah proposisi
yang benar . Proposisi sendiri berarti makna yang dikandung dalam suatu pernyataan (statement).
Apabila subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas
sifat atau karakteristik hubungan dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat
begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan dan nila itu sendiri.
Menurut Purwadarminta kebenaran mengandung beberapa arti, yakni
1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang
sesungguhnya); misal, kebenaran ini masih saya sangsikan; kita harus berani membela
kebenaran dan keadilan.
2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungghu ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya);
misal kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama.
3. Kejujuran; kelurusan hati; misal tidak ada seorangpun sangsi akan kebaikan dan
kebenaran hatimu.
4. Selalu izin; perkenanan; misal, dengan kebenaran yang dipertuan.
5. Jalan kebetulan; misal, penjahat itu dapat dibekuk dengan secara kebenaran saja.
Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh melalui pengetahuan indrawi, pengetahuan akal budi,
pengetahuan intuitif, dan pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoritatif. Apa yang disebut benar
oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria
kebenaran.
Kriteria kebenaran tersebut dapat diperoleh dengan cara melalui berpikir. Karena berpikirlah yang
dapat dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan.
1. Tingkatan kebanaran
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam
kepribadian dan kesadarannya tidak mungkin hidup tanpa kebenaran. Berdasarkan potensi
subjek, maka macam-macam tingkatan kebenaran sebagai berikut :
a. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang
dialami manusia.
b. Tingkatan ilmiah merupakan pengalaman-pengalaman yang didasarkan melalui indera,
diolah dengan rasio.
c. Tingkatan filosofi, rasio dan pikiran murni, serta renungan yang mendalam untuk
mengolah suatu kebenaran agar semakin tinggi nilainya.
d. Tingkatan religius merupakan kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas iman dan kepercayaan masing-masing.
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses
dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang
dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat
kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu,
membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
a. Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
b. Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
c. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran

2. Jenis-jenis kebenaran:
a. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
b. Kebenaran Ontologiis (berkaitan dengan sesuatu yang ada / diadakan)
c. Kebenaran Semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)

3. Sifat kebenaran
Kebenaran mempunyai sifat-sifat tertentu apabila dilihat dari segi kualitas
pengetahuannya. Secara kualitas ada empat macam pengetahuan yaitu:
a. Pengetahuan biasa, pengetahuan ini mempunyai sifat subjektif. Artinya amat terikat pada
subjek yang mengenal.
b. Pengetahuan ilmiah, pengetahuan ini bersifat relatif. Artinya kandungan kebenaran dari
jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh hasil
penemuan yang paling mutakhir.
c. Pengetahan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi
pemikiran filsafat, yang sifatnya mendasa dan menyekuruh dengan model pemikiran yang
analitis, kritis, dan spekulatif. Kebenaran ini bersifat absolut-intersubjektif.
d. Pengetahuan agama. Pengetahuan agama mempunyai sifat dogmatis, artinya pernyataan
dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan.

4. Cara penemuan kebenaran


Cara untuk menemukan kebenaran berbeda-beda. Dari berbagai cara untuk menemukan
kebenaran dapat dilihat cara yang ilmiah dan yang nonilmiah. Cara untuk menemukan
kebenaran sebagaimana diuraikan oleh Hartono Kasmadi, dkk., sebagai berikut:
a. Penemuan secara kebetulan
Adalah penemuan berlangsung tanpa disengaja. Cara ini tidak dapat diterima dalam
metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
b. Penemuan Coba dan Ralat (Trial and Error)
Penemuan ini terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil
kebenaran yang dicari. Penemuan ini mengandung unsur spekulatif atau untung-
untungan. Cara coba dan ralat ini pun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam
usaha untuk mengungkapkan kebenaran.
c. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan
Pendapat orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang yang
mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun
pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
d. Penemuan kebenaran lewat cara berpikir kritis dan rasional
Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.
e. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf
keilmuan.

B. Teori Teori Kebenaran


Sebagaimana dikemukakan seorang filosof abad XX jusfers yang dikutip oleh haneisme
1985 mengemukakan bahwa sebenarnya para pemikir sekarang ini hanya melengkapi dan
menyempurnaan teori sebelum-sebelumnya karena teori kebenaran itu selalu parallel dengan
teori pengetahuan yang dibangun sebelum-sebelumnya. Teori kebenaran selalu pararel dengan
teori pengetahuan yang dibangunnya. Berikut ini adalah teori-teori kebenaran yang telah
terlembaga itu antara lain :
1. Teori Kebenaran Korespondensi
Teori ini dikenal dengan teori kebenaran tradisional (white, 1978) atau teori yang paling
tua yang berangkat dari pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa segala sesuatu
yang kita ketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh
subjek (Ackerman, 1965). Dengan kata lain teori ini adalah suatu pengetahuan mempunyai
nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan yang
diketahuinya atau sebagaimana dikemukakan oleh Randal dan Buchler dalam bukunya
philosophy an Introdaction yang menyatakan bahwa A belief is called true if it agrees
with a fact. Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan
realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah
perbandingan antara realita obyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang
ditangkap oleh subjek (ide, kesan).
Teori korespondensi menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir
ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya.
Contohnya, Jurusan tarbiyah, jurusan syariah, dan jurusan ushuludin STAIN Pekalongan
ada di Jl. Kusuma Bangsa. Jadi kampus STAIN Pekakongan ada di Jl. Kusuma Bangsa.
Contoh lain dari kebenaran ini adalah air akan menguap jika dipanasi sampai 100 derajat.
Pengetahuan ini akan dinyatakan benar apabila dilakukan uji coba memanaskan air dengan
suhu 100 derajat. Jika air tersebut tidak menguap maka pengetahuan tersebut dinyatakan
salah. Jika menguap berarti pengetahuan tersebut dinyatakan benar.
Contoh lagi, Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Ini adalah benar, karena jika didapati
bahwa Al-Quran tertua berbahasa Yunani, maka konteks kebenaran Islam menurut Teori Kesesuaian
ini adalah gagal. Apakah pernyataan dalam Al-Quran sesuai dengan kenyataan atau realitas?
Banyak fenomena-fenomena alam yang sudah menjadi bukti tentang hal ini. Faktanya seluruh alam
semesta berasal dari satu buah atom kecil yang meledak (Big Bang) menjadi banyak planet dan
sebagainya. Teori Big Bang ini ditemukan oleh Hobble pada abad ke 20 yaitu tahun 1929. Teori ini
sesuai dengan al-Quran yang berbunyi :
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Q.S. Al-
Anbiya : 30) 2[11]
Dengan demikian, Al-Quran yang ada sejak abad ke-7 ini sesuai dengan perkembangan sains
pada abad ke-20. Maka islam adalah benar menurut Teori Korespondensi.

2. Teori Kebenaran Koherensi


Teori kebenaran koherensi ini biasa disebut juga dengan teori konsitensi. Pengertian dari
teori kebenaran koherensi ini adalah teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran
pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah
lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya. Sederhanya dari teori ini adalah
pernyataan dianggap benar apabila bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
Menurut teori ini putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling berhubungan dan
saling menerangkan satu sama lain. Karenanya lahirlah rumusan: Truth is a systematic
coherence kebenaran adalah saling hubungan yang sistematis; Truth is consistency
kebenaran adalah konsistensi dan kecocokan. Adapun pencetus teori ini adalah Plato dan
Aristoteles.
Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Teori ini digunakan oleh aliran
metafisikus rasional dan idealis. Contohnya, seluruh mahasiswa STAIN Pekalongan harus
mengikuti kegiatan TASKA. Mudzakir adalah mahasiswa STAIN, jadi harus mengikuti
kegiatan TASKA.
Contoh lain dari kebenaran ini adalah (1) semua manusia pasti mati, (2) socrates adalah manusia,
(3) sokrates pasti mati. Kebenaran (3) hanya merupakan implikasi dari sistem pemikiran yang ada,
yaitu bahwa (1) semua manusia pasti mati, dan (2) socrates adalah manusia. Dalam arti ini,
kebenaran (3) tidak ditentukan oleh apakah dalam kenyataannya sokrates matiatau tidak.
Contoh lagi, Ali bin Abu Thalib adalah menantu dari Rasulullah
shallallahualaihiwasallam. Pernyataan ini kita ketahui dari Sirah Nabawiyyah. Maka
yang disebut koheren (sesuai) dengan pernyataan sebelumnya adalah: Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam telah menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai menantu beliau, Ali
bin Abi Thalib menikahi Fatimah, Fatimah adalah putri dari Rasulullah, dan Ali bin Abi
Thalib menikahi putri Rasulullah. Dari pernyataan ini, maka dinilai koheren (sesuai) adanya,
karena tidak terdapat pertentangan alias Kontradiksi. Karena apapun yang kontradiksi
tidaklah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

3. Teori Kebenaran Pragmatis


Teori ini juga tergolong sebagai teori kebenaran tradisional, sebab teori ini bersumber pada
paham pragmatic yang merupakan pandangan filsafat kontemporer karena paham ini baru
berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Perintis teori ini adalah Charles S.
Pierce (1914-1939) yang dikembangkan lebih lanjut oleh William James dan John
Dewey(1852-1859). Menurut James yang benar adalah yang konkrit, yang individual, dan
yang spesifik. Sementara menurut Dewey kebenaran pragmatis itu kebenaran yang
mempunyai kegunaan praktis.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
a. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
b. Sesuai dengan suatu eksperimen
c. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).
Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi.
Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya
bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
Contoh lain, Budi ingin kuliah di STAIN Pekalongan tapi dengan niat ingin mendapatkan
jodoh, tanpa ada niatan untuk mencari ilmu. Budi bersi fat pragmatis. artinya mau kuli ah tapi
karena menginginkan manfaat untuk dirinya, yaitu mendapatkan jodoh.

4. Teori Kebenaran Performatif


Menurut teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas atau sifat sesuatu, tetapi sebuah
tindakan (performatif). Untuk menyatakan sesuatu itu benar, maka cukup melakukan tindakan
konsesi (setuju/menerima/membenarkan) terhadap gagasan yang telah dinyatakan. Teori ini dianut
oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin dan Peter Strawson. Para filsuf ini hendak menentang teori
klasik bahwa benar dan salah adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu. Proposisi yang
benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Menurut teori ini,
suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar
bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan pernyataan itu
tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang
otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di
Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang
lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa
rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika
rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki
atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia

5. Kebenaran Proporsi
Menurut Aristoteles, proposisi (pernyataan) dikatakan benar apabila sesuai dengan
persyaratan formal suatu proposisi. Menurut teori ini, suatu pernyataan disebut benar apabila
sesuai dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada syarat formal proposisi.
Kebenaran ini akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang melatarinya,
pengalaman, kemampuan, dan usia mempengarauhi kepemilikan epistimo tentang
kebenaran.
Proposisi adalah kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false), tetapi
tidak dapat sekaligus keduanya. Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat disebut nilai
kebenarannya (truth value). Contoh berikut ini dapat mengilustrasikan kalimat yang
merupakan kebenaran proposisi: 6 adalah bilangan genap, Soekarno adalah Presiden
Indonesia yang pertama, 2 + 2 = 4. Sementara contoh berikut adalah contah yang salah: ibu
kota Jawa Tengah adalah Pekalongan, seharusnya ibu kota Jawa Tengah adalah Semarang.

6. Kebenaran Religius
Menurut teori ini Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan
antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu
benar. Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran
bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara
antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan setelah melakukan
penyelidikan, pengalaman, dan percobaan sebagi trial and error. Sedangkan manusia
mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan
atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat
superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah
kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah,
kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai
makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama.
Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau
wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat
memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

7. Teori kebenaran sintaksis


Para penganut teori ini berpegang kepada gramatika yang melekat atau dipakai oleh suatu
pernyataan. Dengan demikian suatu pernyataan yang memiliki nilai benar bila pernyataan itu
mengikutu sintaksis yang baku dengan kata lain apabila proposisi tidak mengikuti syarat
atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti.

8. Teori kebenaran semantis


Menurut teori ini suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna.
Di dalam teori kebanaran semantik ada beberapa sikap yang dapat mengakibatkan pakah
proposisi itu mempunyai arti osetrik, arbitrer, atau hanya mempunyai arti sejauh
dihubungkan dengan niali praktis dari sunjek uang menggunakannya. Sikap-sikap yang
terdapat dalan teori ini antara lain adalah pertama, siakp epistemologis skeptik, maksudnya
adalah suatu sikap kebimbangan taktis atau sikap keragu-raguan untuk menghilangkan ragu-
rahu dalam memperoleh pengetahuan. Kedua, sikap epistemologik yakin dan ideologik,
yakni sebuh proposisi itu memiliki arti, namun artinya itu bersifat arbiter dan tidak memiliki
sipat pasti. Ketiga, sikap epistemilogik pragmatik, yakni makna dari proposisi tergantung
pada nilai guna dan nilai prktis dari pemakaian proposisi.

9. Teori kebenaran Non-Deskripsi


Teori ini mendasarkan pada penganut filsafat pungionalisme sebab pada dasarnya suatu
pernyataan dikatakan benar tergantung dari peran dan fungsi pernyataan itu. Pernyataan itu
juga merupakan kesepakatan bersama untuk menggunakan secara praktis dalam kehidupan
sehari-hari.

10. Teori kebenaran logik yang berlebihan


Pada dasarnya menurut teori kebanaran ini adalah bahwa problema kebenaran hanya
merupakan kekacauan bahasa saja, karena pada dasarnya sebuah pernyataan yang akan
dibuktikan kebenaranya memiliki derajat logika yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya. Sesungguhnya hal yang demikian terjadi karena suatu pernyataan yang
hendak dibuktikan nilai kebenarannya, sebenarnya telah merupakan suatu objek pengetahun
itu sendiri artinya pernyataan itu telah menunjukan kejelasan dalam dirinya sendiri
(Gallagher, 1984).
11. Teori Esensialisme
Esensialime adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang ada
sejak awal peradaban manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memikili kejelasan dan tahan lama yang memberikan kesetabilan dan
niali-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

12. Teori kontruksifisme


Teori ini didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori ini dianggap berusaha
menghilangkan aspek power dalam memaam nilai. Kontruktivisme kehilangan tujuan utama
pemikiran kritis yakni emansipasi. Jadi, sekalipun memahami realitas bukan sebagai sesuatu
yang beku, alaamiah dan abadi melainkan sebagai produk dari interaksi, kontruktvisme tidak
memaknai interaksi antar nilai sebagai sebuah proses politik yang sangat berpengaruh pada
aspek keadilan, kesederajatan dan kebebasan.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses pencarian kebenaran adalah suatu kegiatan yang sangat mulia. Melalui sifat kebenaran yang
fleksibilitas, menjadikan seseorang akan terus haus ilmu pengetahuan sehingga paradigma keilmuan akan
semakin berkembang.
Kebenaran dapat dikatakan benar jika terbukti dan dipercayai bahwa sesuatu itu benar. Akan tetapi,
kebenaran yang kita sebut ilmu pengetahuan bukanlah kebenaran yang hakiki. Kebenaran tersebut suatu
saat akan berganti dengan kebenaran lain yang lebih benar. Tapi, jika kita menggali sesuatu sedalam-
dalamnya, kita akan mengetahui bahwa ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang relatif. Dan akhirnya
kita akan menemukan kebenaran yang mutlak yang berada di luar jangkauan kita. yakni kebenaran yang
bersumber dari wahyu.
DAFTAR PUSTAKA

Ulum, Miftakhul. 2015. Hakikat dan Teori Kebenaran dalam Filsafat Pendidikan Islam. (Online)
http://chantryintelex.blogspot.co.id/2015/01/hakikat-dan-teori-kebenaran-dalam.html
https://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/
https://spi2010b.wordpress.com/2012/11/11/konsep-kebenaran-dalam-filsafat/
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai