Anda di halaman 1dari 9

1.

Karakteristik campuran kitosan dan zeolit


Pencampuran antara zeolit dan chitosan pada dasarnya adalah pencampuran
elemen solid dan gel. Pencampuran ini juga merupakan campuran antara
komponen anorganik dan organik. Yuan et al. (2007) menyatakan bahwa pada
proses pencampuran zeolit dan chitosan terjadi deformasi, yaitu pembentukan
mabiks polimer dari reaksi solid dan gel. Ikatan yang terbentuk antara komponen
organik (larutan chitosan) dan anorganik (zeolit) adalah ikatan kovalen yang te
rjadi pada permukaan zeolit.
2. Alasan memilih kitosan karena kitosan berasal dari limbah kulit udang
namun masih bisa diolah menjadi suatu membran filter dengan sifat yang
hidrofobik, permeabilitas tinggi tetapi mempunyai kelemahan strukturnya
yang rapuh dan sifat mekaniknya kurang.
Kitosan memiliki kelimpahan yang banyak, mudah mengalami degradasi
biologis, dan tidak beracun.
3. Alasan memilih zeolit menjadi pilihan utama karena mernilii diameter pori-pori
(A0) yang banyak, biaya murah dan sangat mudah Cfleksibel) untuk d i b a h
konfigurasi dan sifat molekulnya dengan beberapa aktivasi (panas, asam, basa).
Zeolit bersifat lebih aktif apabila pada permukaan dan pori-pori zeolit terdapat
suatu senyawa yang berfungsi sebagai agent.
4. Ikatan antara zeolit dan kitosan Wu et al. (2007) menyatakan bahwa pada proses
pencampuran antara molekul zeolit dan laruran chitosan terjadi ikatan silang
antara gugus-gugus fungsi yang ada pada zeolit dan chitosan. Zeolit yang sudah
memiliki gugus organosilane (Si-OH) pada permukaan zeolit membuat zeolit
lebih aktif dan mampu berikatan dengan gugus OH- dan NH-pada chitosan.
Prosesnya yaitu saat zeolit akan tercampur dengan larutan chitosan lnaka akan
terjadi ikatan hydrogen dengan polimer chitosan, atau terjadi interaksi ionik asam-
basa yang dibentuk oleh gugus OH- dan NH- pada chitosan.
5. Yuan et al. (2007) dan Wu ef al. (2008) juga menyatakan makin banyak jumlah
agent (larutan chitosan) yang diberikan pada zeolit maka proses adsorbsi dan
katalisis cenderung semakin meningkat.
6. Wu et al. (2007) menyatakan bahwa proses pencampuran antara molekul zeolit
dan laruran chitosan terjadi ikatan silang antara gugus-gugus fimgsi yang ada
pada zeolit dan chitosan. Zeolit yang sudah memiliki gugus organosilane (Si-
OH) pada permukaan zeolit membuat zeolit lebih aktif dan mampu berikatan
dengan gugus OH- dan NHY pada chitosan. Prosesnya yaitu saat zeolit akan
tercampur dengan larutan chitosan maka akan terjadi ikatan hidrogen dengan
polimer chitosan, atau terjadi interaksi ionik asam-basa yang dibentuk oleh gugus
OH' dan NHY pada chitosan.
7. Peningkatan persentase adsorbsi berbandiig lurus dengan konsentrasi chitosan
dikarenakan adsorben akan memiliki agent yang menempel pada pori-pori zeolit
yang semakin banyak, karena chitosan memiliki ukuran pori yang lebih kecil dan
banyak tetapi memiliki massa yang kecil, sehingga makin banyak chilosan maka
luas permukaan permukaan penyerapan semakin besar.
8. Pada adsorben zeolit dan chitosan terliiat bahwa makin besar chitosan yang
ditambalkan maka semakin besar pula persentase adsorbsi gas buang hidrokarbon.
Hal ini dikarenakan molekul chitosan mempakan molekul aktif yang mampu
berikatan dengan komponen gas HC, diketahui pula bahwa chitosan mampu
mengikat gas-gas organik, seperti yang disebutkan oleh (Austin 1976).
PENELITIAN TERDAHULU

N
Tentang Isi Limbah Oleh
o
mengenai alat pemurni minyak atsiri daun cengkeh yang dibuat
memakai prinsip tekanan udara. Kemudian tekanan udara masuk ke
tabung filtrasi yang berisi membran kitosan-selulosa, lalu permeat
yang berupa minyak akan keluar dari lubang keluaran permeat
Tekanan sedangkan konsentrat yang berupa kotoran akan keluar dari kran
1 minyak atsiri Dimiyadi 2014
membran pembuangan konsentrat. Nilai fluks pada tekanan 0.5 bar 0.185
L/m2.sec, tekanan 1 bar 0.213 L/m2.sec, tekanan 1.5 bar 0.239
L/m2.sec, tekanan 2 bar 0.197 L/m2.sec; tekanan 2.5 bar 0.155
L/m2.sec. Penurunan nilai fluks yang didapatkan terjadi karena
proses fouling pada saat pengujian.
Penelitian lainnya mengenai pengaruh variasi komposisi membran
kitosan-silika untuk dekolorisasi zat warna Congo Red (Prameswari,
2013) bahwa sintesis membran dilakukan dengan variasi
Perbandingan
perbandingan volume kitosan dengan larutan natrium silikat yaitu pewarnaan Prameswari,20
komposisi
1:0; 1:0,5; 1:1; 1:1,5; 1:2 dengan masing masing fluks yang congo red 14
kitosan silika
dihasilkan 29,83 L/m2.jam , 33,55 L/m2.jam, 36,91 L/m2.jam, 68,82
L/m2.jam, 77,82 L/m2.jam. Hasil rejeksinya masing masing 65,13
%, 67,05%, 68,59 %, 72,05%, 75%.
2 Zeolit (COD) Nilai Rejeksi COD 72,86%
Pramitasari,
3 Zeolit (Warna) Nilai rejeksi silika zeolit 92.68% Limbah batik
2015
4 Fluks Zeolit Nilai fluks 60.91
LIMBAH CAIR
Rejeksi optimum ditunjukkan pada waktu kontak 15 menit sebesar
5 Kitosan COD KAIN Renata, 2014
51,852 % dengan kandungan COD pada limbah 5096 mg/L,
JUMPUTAN
Sedangkan,rejeksi terbaik dihasilkan oleh membran dengan
Fajarwati,
6 Kitosan Warna komposisi kitosan dan PVA 75%:25% pada tekanan 1 kg/cm2 rhodamin b
2012
yaitu sebesar 87,029%.
7 Fluks Kitosan Pada pengukuran fluks, nilai fluks terbaik dihasilkan oleh membran rhodamin b Fajarwati 2012
dengan komposisi Kitosan : PVA 50%:50% yaitu sebesar 21,544
(l/m2.jam).
PEMBERSIHAN MEMBRAN (FOULING)
- Secara Kimia
Percobaan untuk meningkatkan fluks membran dengan cara mencelupkan membran
tersebut ke dalam larutan natrium hipokhlorit (NaOCl) telah dilakukan. Tujuan
perendaman membran dalam larutan hipoklorit adalah untuk melepaskan sisa aditif yang
terperangkap dan tertinggal dalam pori pori membran. Membran yang diamati adalah
membran datar yang dibuat dari bahan polisulfon dengan pelarut dimetil asetamida dan
aditif polivinil pirrolidon (BM 10.kDa). Membran direndam dalam larutan NaOCl pada
konsentrasi berbeda, yaitu 3000, 4000, dan 5000 ppm dengan masa perendaman selama
24 jam dan sebagai pembanding adalah membran yang direndam dalam larutan gliserin
50 %. Fluks dan rejeksi membran yang direndam dalam NaOCl dan gliserin 50%
dibandingkan. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa perendaman membran dalam
larutan NaOCl dapat meningkatkan fluks membran, tetapi menurunkan koefisien rejeksi
membran karena terjadinya pembesaran pori-pori membran. Semakin tinggi konsentrasi
NaOCl yang dipakai untuk perendaman membran, maka semakin besar fluks yang
didapat, tetapi rejeksi membran semakin turun
- Digunakan untuk proses pengulangan, terlebih dahulu membran dicuci
menggunakan akuades dan direndam menggunakan larutan NaOH 5%. Tahap ini
dilakukan untuk membersihkan membran dari pengotor serta membuka pori
membran kembali
PENGOLAHAN BATIK PRETREATMENT UNTUK BATIK
- Pengendapan
- Koagulasi
- Adsorben
REFRENSI PEMBUATAN MEMBRAN
- PVA PVA berfungsi untuk merekatkan antar kristal zeolit dan kitosan
menjadi membran yang padat.
- PEG Sedangkan PEG berfungsi sebagai porogen, penyeragam ukuran
pori
- NH4CL NH4Cl berfungsi untuk menghilangkan mikroba (Sari, 2014).
Penambahan NH4Cl juga bertujuan untuk menggantikan kation-kation
penyeimbang dalam zeolit seperti Na+, Ca2+, dan NH4+
JENIS MEMBRAN
Berdasarkan gradient tekanan sebagai gaya dorongnya dan pemeabilitasnya, membran
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu (Mulder,1996):
a. Mikrofiltrasi (MF), Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 Bar dan
2
batasan permeabilitas-nya lebih besar dari 50 L/m .jam.bar
b. Ultrafiltrasi (UF), Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5 Bar dan
2
batasan permeabilitas-nya adalah 10-50 L/m .jam.bar
c. Nanofiltrasi, Membran ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan
2
permeabilitas-nya mencapai 1,4 12 L/m .jam.bar
d. Reverse Osmosis (RO), Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 Bar
2
dan batasan permeabilitas-nya mencapai 0,05-1,4 L/m .jam.bar.
Tabel 2.1 Jenis Membran Berdasarkan Fungsi
No. Jenis Membran Ukuran Pori Tekanan Fungsi
1. Mikrofiltrasi 0.1-5m <2 bar Memisahkan suspensi dan
koloid
2. Ultrafiltrasi 1-100nm 1-10 bar Memisahkan makromolekul
3. Nanofiltrasi <2nm 5-25 bar Memisahkan komponen
terlarut yang mempunyai berat
molekul rendah
4. Reverse Osmosis <2nm Air payau : Memisahkan komponen
15 25 bar terlarut
Air Laut : 40
80 bar
Sumber : Mulder, 1996

ALASAN MEMILIH COD DAN WARNA


1. Limbah yang digunakan adalah limbah batik cair yang berasal dari proses
pewarnaan. Sehingga parameter warna dipilih sebagai salah satu yang dianalisa.
2. Limbah pewarnaan batik biasanya menggunakan pewarna sintetis seperti remazol
black, red dan golden yellow yang mengandung bahan kimia. Dalam perwarnaan,
senyawa ini hanya digunakan sekitar 5% sedangkan sisanya akan dibuang sebagai
limbah. Senyawa ini cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam
dan berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar karena
dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand)

PENGERTIAN COD
COD adalah COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini
karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator
kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd,
1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai
maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara
COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di
perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari
COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.
Chemical oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia
(KOK) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat- zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik menjadi CO2 dan H2O.
Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi
menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara
biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri. Angka
COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat- zat organik yang
secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air .
Menurut Metcalf and Eddy (1991), COD adalah banyaknya oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air,
sehingga parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa organik
yang dioksidasi secara kimia. Tes COD digunakan untuk menghitung kadar
bahan organik yang dapat dioksidasi dengan cara menggunakan bahan
kimia oksidator kuat dalam media asam.
Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal
terhadap degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun
meskipun pada konsentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat
didegradasi secara biologis tersebut akan didegradasi secara kimiawi
melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi tersebut dikenal dengan Chemical Oxygen Demand.
Kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya
konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah, konsentrasi
bahan organik yang rendah tidak selalu dapat direduksi dengan metode
pengolahan yang konvensional.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasi dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut dalam air. Maka konsentrasi COD dalam air harus
memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan agar tidak
mencemari lingkungan.
Uji COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan-bahan organik yang terdapat didalam air.
Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan hampir semua bahan
organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan
oksidator kuat yaitu kalium dikromat ( K2Cr2O7) dalam suasan asam.
Dengan menggunakan dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95
% - 100 % bahan organik dapat dioksidasi.
Air yang telah tercemar limbah organik sebelum reaksi berwarna
kuning dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi warna hijau. Jumlah
oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah organic
seimbang dengan jumlah kalium dikromat yang digunakan pada reaksi
oksidasi.
Pada analisa COD dari suatu air limbah menghasilkan nilai COD
selalu lebih tinggi dari nilai BOD . Perbedaan antara kedua nilai
disebabkan banyak faktor antara lain:
a. Bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan
terhadap oksidasi kimia seperti lignin.
b. Bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap
oksidasi biokimia tetapi tidak dalam uji BOD seperti selulosa, lemak
berantai panjang atau sel- sel mikroba. Adanya bahan toksik dalam
limbah yang akan mengganggu uji BOD tetapi tidak uji COD.
c. Angka BOD adalah jumlah komponen organik biodegradable dalam air
buangan, sedangkan tes COD menentukan total organik yang dapat
teroksidasi, tetapi tidak dapat membedakan komponen biodegradable/
nonbiodegradable.
d. Beberapa substansi anorganik seperti sulfat dan tiosulfat, nitrit dan besi
yang tidak akan terukur dalam tes BOD akan teroksidasi oleh kalium
dikromat, membuat nilai COD anorganik yang menyebabkan kesalahan
dalam penetapan komposisi organik dalam laboratorium.
e. Hasil COD tidak tergantung pada aklimasi bakteri sedangkan tes BOD
sangat dipengaruhi aklimasi seeding bakteri. Aklimasi adalah perubahan
adaptif yang terjadi pada bakteri dalam kondisi yang terkendali.

PENGERTIAN ORGANIK ANORGANIK

a. Limbah Organik

Berdasarkan secara kimiawi, segala limbah yang mengandung unsur karbon (C), sehingga
meliputi limbah dari mahluk hidup (misalnya kotoran hewan dan manusia, sisa makanan dan
sisa tumbuha mati), kertas, plastik dan karet. namun secara teknis, sebagian besar orang ,
mendefinisikan limbah organik sebagai limbah yang hanya berasal dari mahluk hidup, atau
limbah yang mudah di uraikan oleh microorganisme (bakteri dan jamur)

b. Limbah anorganik

Berdasarkan secara kimiawi, segala limbah yang tidak mengandung unsur karbon (C), seperti
logam, kaca dan pupuk anorganik, cara efektif untuk memanfaatka limbah ini adalah dengan
cara dipilah sebelum dibuang ke tempat sampah.

imbah anorganik seperti plastik, styrofoam, dll apabila dibiarkan terus-menerus akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga selain dapat mengganggu pemandangan juga dapat menjadi
polutan pada tanah. Air limbah industri juga dapat mengandung berbagai jenis bahan
anorganik, zat-zat tersebut diantaranya :
Garam anorganik seperti magnesium sulfat, magnesium klorida yang berasal dari
kegiatan pertambangan dan industri

Asam anorganik seperti asam sulfat yang berasal dari industri pengolahan biji logam
dan bahan bakar fosil

Limbah yang bersifat tidak dapat diuraikan secara biologi (non-biodegradable),


diolah dengan pengolahan tersier. Beberapa contoh limbah nonbiodegradable
adalah limbah pewarna tekstil, pestisida, herbisida, organik klor, dan sebagainya
(Tang, 2004 dalam Hudaya et al., 2011).

Zat warna sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan
mengandung dua gugus yaitu kromofor dan auksokrom. Kromofor berfungsi sebagai
penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur
kelarutan dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil
(-C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2). Sedangkan beberapa gugus
auksokrom yang penting adalah NH2, -COOH, -SO3H dan OH (Ramachandran et al.,
2009).

KELEMAHAN ZEOLIT
KELEMAHAN KITOSAN

- Mekanik kurang

Semakin tinggi tekanan yang diberikan mengakibatkan zat


yang melewati membran semakin banyak. Hal ini terjadi karena
umpan didorong melalui membran pada kecepatan tinggi
sehingga garam yang berada pada permukaan membran ikut
menembus membran bersama umpan

MANFAAT PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai