SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
iii
RINGKASAN
SUMMARY
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
viii
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga tesis dengan judul Potensi Trichoderma harzianum dan
Gliocladium sp. untuk Pengendalian Botryodiplodia sp. pada Jabon
(Anthocephalus cadamba) dapat diselesaikan.
Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Achmad,
MS dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku komisi pembimbing atas
bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat selama proses penelitian sampai
penulisan tesis. Selain itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Bonny
Poernomo Wahyu Soekarno, MS selaku penguji luar komisi atas masukan dan
saran dalam penulisan hasil penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada seluruh staf dan rekan-rekan di Laboratorium Patologi Hutan,
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB terutama Ai Rosah Aisah SHut,
MSi atas segala bantuan, masukan, dan dukungan selama penyelesaian penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini.
Rasa hormat dan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta atas segala dorongan, doa dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman
Silvikultur 46, Silvikultur Tropika, tim Hamas II, tim Hamasah, dan rekan-rekan
PPM Al-Iffah yang senantiasa memberi semangat dari awal hingga akhir
penelitian.
Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan yang
memerlukan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1 Beberapa jenis Botryodiplodia dan Lasiodiplodia penyebab mati 6
pucuk pada tanaman kayu
2 Penghambatan pertumbuhan in vitro Botryodiplodia sp. Pada 15
hari ke-5 oleh T. harzianum dan Gliocladium sp. pada media
PDA dan Czapex Agar
3 Penghambatan filtrat biakan cendawan agens hayati terhadap 17
pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp.
4 Hasil Py-GC-MS filtrat T. harzianum 18
5 Hasil Py-GC-MS filtrat Gliocladium sp. 19
6 Evaluasi pengendalian hayati secara in vivo 19
DAFTAR GAMBAR
1 Profil jabon (sumber: Soerianegara & Lemmens 1993) 3
2 Profil Botryodiplodia sp. (sumber: Barnet & Hunter 1999) 5
3 SEM untuk mikoparasit B. theobromae oleh T. harzianum (Th) 7
dan G. viride. (1) struktur clamp yang dibentuk isolat Th1 (A)
menekan hifa B. theobromae (B). (2) struktur kait (hook) Th2 (A)
melakukan penetrasi pada hifa B. theobromae (B). (3)
berkurangnya turgor dalam hifa B. theobromae (B) akibat
serangan G. virens Gv1 dan Gv2 (A). (sumber: Gupta et al. 1999)
4 Fialid dan konidia T. harzianum (sumber: Ellis et al. 2007) 8
5 Konidiospor dan konidia Gliocladium sp. (sumber: Ellis et al. 9
2007)
6 Diagram alir penelitian 10
7 Denah metode uji ganda 11
8 Penghambatan pertumbuhan miselium Botryodiplodia sp. (B) oleh 16
T. harzianum (T) dan Gliocladium sp. (G) pada media PDA (1)
dan Czapex Agar (2)
9 Mekanisme mikoparasit secara mikroskopik antara T. harzianum 17
(T) dan Gliocladium sp. (G) terhadap Botryodiplodia sp. (B) di
mana pada 1 dan 2 terjadi penetrasi hifa patogen oleh agens hayati
10 Miselia Botryodiplodia sp. (B) setelah 7 hari inkubasi pada 17
kontrol (K), penambahan filtrat Gliocladium sp. (G) dan
penambahan filtrat T. harzianum (T)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Aplikasi in vivo pada bibit jabon dengan pemberian suspensi miselium 33
Botryodiplodia sp.(B), T. harzianum (T), dan Gliocladium sp.(G).
(K) Kontrol (BG) Pemberian Gliocladium sp. setelah Botryodiplodia sp.
(GB) Pemberian Gliocladium sp.sebelum Botryodiplodia sp.
(BT) Pemberian T. harzianum setelah Botryodiplodia sp., (TB) Pemberian
T. harzianum sebelum Botryodiplodia sp.
2 Hasil kromatografi filtrat Gliocladium sp. yang ditumbuhkan selama 33
7 hari pada media PDB
3 Hasil kromatografi filtrat T. harzianum yang ditumbuhkan selama 34
7 hari pada media PDB
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. telah dikenal sebagai agens hayati
yang potensial (Abadi 1987; Achmad 1997; Gupta et al. 1999; Sinaga et al. 2001;
Ellis et al. 2007; Amalia et al. 2008; Retnosari 2011).
Studi tentang identifikasi agen penyebab penyakit dan pengujian
patogenisitas serta virulensinya telah dilakukan oleh Aisah (2014) sehingga
diperlukan studi lanjut tentang pengendalian penyakit mati pucuk khususnya
secara hayati. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan kegiatan uji
antagonis secara in vitro dan aplikasi secara in vivo sebagai salah satu acuan
dalam penentuan langkah pengendalian penyakit mati pucuk tersebut secara
biologis.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan agens hayati yang paling efektif
di antara Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. dalam menghambat
pertumbuhan patogen secara in vitro dan menguji keefektifan kedua agens hayati
dalam menghambat pertumbuhan patogen dalam skala in vivo serta menduga
mekanisme penghambatan yang dilakukan T. harzianum dan Gliocladium sp.
terhadap Botryodiplodia sp..
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Jabon
Jabon termasuk jenis tanaman pionir yang dapat membentuk kelompok hutan
alam murni pada tempat yang bebas persaingan cahaya. Perbanyakan jabon dapat
dilakukan melalui biji atau stek. Biji yang digunakan sebagai benih, perlu disemaikan
terlebih dahulu dalam bak kecambah. Semai yang telah mencapai ukuran tinggi 3 cm
dapat dipindah ke bedeng penyapihan. Setelah mencapai tinggi 20 sampai 30 cm,
semai dapat ditanam di lapangan pada awal musim hujan (Martawijaya et al. 1981).
Tanaman jabon memiliki banyak nama lokal di beberapa negara,
diantaranya yaitu common bur-flower (Inggris), kaatoan bangkal (Filipina),
kadam (Prancis), kalempayan (Malaysia), jabon (Indonesia), dan takoo
(Thailand). Di Indonesia sendiri, jabon memiliki beberapa nama lokal, antara lain
3
Keterangan gambar :
1. Pohon
2. Daun dan buah
3. Bunga
4. Infructescense
Jabon di Indonesia saat ini memiliki prospek tinggi sebagai komoditi hutan
tanaman industri dan tanaman penghijauan karena pertumbuhannya yang cepat,
mampu beradaptasi pada beberapa kondisi tempat tumbuh yang marjinal dan
perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah (Krisnawati et al. 2011). Jabon
memiliki beberapa manfaat antara lain kayu digunakan sebagai bahan baku kayu
lapis, konstruksi ringan, pulp dan kertas, langit-langit, kotak, peti, mainan, ukiran,
korek api, sumpit, dan pensil (Soerianegara & Lemmens 1993). Jabon bermanfaat
pula sebagai obat dan hasil uji farmakologi bersifat sebagai antioksidan dan
antimikroba (Umachigi et al. 2007).
lemah, maka tanaman tidak hanya mengalami kerontokan daun tetapi mengalami
mati pucuk atau bahkan mati total. Adapun kerugian yang ditimbulkan oleh
penyakit mati pucuk pada tanaman jabon belum banyak dilaporkan. Akan tetapi,
penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada bibit jabon dengan persentase
kematian antara 5-15% (Cahyadi E 27 Maret 2013, komunikasi pribadi dalam
Aisah 2014). Penyakit mati pucuk pada bibit jabon yang disebabkan oleh
Botryodiplodia sp. dapat menyebabkan kematian bibit hingga 15% khususnya
ditemukan pada persemaian di daerah Bogor. Gejala mati pucuk pada bibit jabon
diawali dengan nekrosis pada batang hingga pucuk dan batang mengering hingga
tidak mampu menopang daun. Gejala mati pucuk pada bibit jabon ditemukan pada
bibit jabon dengan rentang umur 2 sampai 6 bulan (Aisah 2014).
(Khanzada et al. 2004), shisham (Muehlbach et al. 2010), pir (Pyrus sp.) (Shah et
al. 2010), karet (Rahman et al. 1997), dan kakao (Mbenoun et al. 2008).
Cendawan Botryodiplodia
2 3
3
Keterangan gambar :
1 1 1. Piknidia
2. Konidiofor
4
3. Konidia muda
4. Konidia matang.
Selain menjadi patogen mati pucuk pada bibit jabon, B. theobromae menjadi
patogen mati pucuk pada beberapa tanaman lainnya antara lain sengon (Sharma &
Shankaran 1988), mangga (Khanzada et al. 2004; Ismail et al. 2012), Pinus spp.
(Cillier et al. 1993), G. robusta (Njugana 2011), S. cordatum (Pavlic et al. 2007),
P. sapota (Pedraza et al. 2013), aprikot dan persik (Li et al. 1995), kakao
7
(Semangun 2000; Mbenon et al. 2008; Kannan et al. 2010), jeruk (Alam et al.
2001; Salamiah et al. 2008), srikaya (Haggag & Nofal 2006), pir (Shah et al.
2010) dan V. vinifera (Torres et al. 2008; Al-Saadon et al. 2012).
Penelitian tentang pengendalian B. theobromae telah dilakukan oleh Gupta
et al. (1999) dengan menggunakan beberapa jenis agens hayati.
Gambar 3 SEM untuk mikoparasit B. theobromae (B) oleh T. harzianum (Th) dan
G. viride. (1) struktur clamp yang dibentuk isolat Th1 (A) menekan hifa
B. theobromae (B). (2) struktur kait (hook) Th2 (A) melakukan
penetrasi pada hifa B. theobromae (B). (3) berkurangnya turgor dalam
hifa B. theobromae (B) akibat serangan G. virens Gv1 dan Gv2 (A).
(sumber: Gupta et al. 1999)
Kedua isolat T. harzianum yaitu Th1 dan Th2 didapatkan hasil bahwa
interaksi yang teramati adalah penetrasi terhadap hifa patogen. Isolat Th1
membentuk struktur seperti appresorium pada ujung hifanya yang mencapai hifa
patogen dan membantu proses penetrasi sehingga dapat mendegradasi dinding sel
patogen. Th1 terkadang membagi ujung hifanya menjadi dua cabang untuk
menekan hifa patogen. Hifa utama dari isolat Th1 menghasilkan bentukan kait
seperti cabang yang melakukan penetrasi sehingga terbentuk belitan dan
mengakibatkan kerusakan pada miselia patogen (Gupta et al. 1999).
Agens Hayati
Gambar 5 Konidiospor dan konidia Gliocladium sp. (sumber: Ellis et al. 2007)
studi penelitian telah menunjukkan bahwa pengendalian hayati yang efektif harus
mampu melakukan lebih dari satu mekanisme biokontrol (Xu et al. 2011).
Menurut Lewis dan Papavizas (1984), Trichoderma sp. menghasilkan
sejumlah besar enzim ekstraseluler -1.3-glukonase dan kitinase selama tumbuh
aktif yang dapat melarutkan dinding sel patogen. Gliocladium sp. merupakan
cendawan saprofitik yang dapat berperan sebagai antagonis efektif untuk
mengendalikan patogen tanaman, terutama patogen tanah. Beberapa metabolit
sekunder yang dihasilkan Gliocladium sp. antara lain gliotoksin, viridian, dan
paraquinon yang bersifat fungitoksik terhadap patogen (Roseline 2000). Beberapa
laporan menyebutkan bahwa Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. mampu
menghambat pertumbuhan patogen antara lain Cylindrocladium sp. (Amalia et al.
2008) dan Phytium sp. (Octriana 2011). Beberapa spesies Gliocladium juga
memproduksi siklik peptida dengan sifat antibakteri, seperti diketopiperazine
(Koolen et al. 2011). Senyawa lain yang memiliki kemampuan menghasilkan
antibiotik dari beberapa spesies Gliocladium lainnya termasuk p-terphenyl (Guo
et al. 2007) dan poliketida (Kohno et al. 2000). Antibiotik menghambat E.
carotovora diproduksi oleh Gliocladium sp. TNC73 lebih cenderung menjadi
bentuk diketopiperazine atau bentuk peptida siklik lainnya, terphenyl atau
poliketida daripada peptaibol linier.
METODOLOGI
Percobaan dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai dengan Mei 2014.
Tahap penelitian secara in vitro dilakukan di Laboratorium Patologi Hutan dan
tahapan in vivo dilakukan di rumah kaca Bagian Perlindungan Hutan, Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Analisis komponen
kimia melalui Pyrolisis Gas Chromatography Mass Spectrometry (Py-GC-MS)
dilakukan di Litbang Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Gunung Batu, Bogor.
Metode Penelitian
Keterangan :
R1 P R2 A P :Koloni cendawan patogen
A :Koloni cendawan agens hayati
R1 :Jari-jari koloni patogen menjauhi koloni agens hayati
3cm 3cm
(mm)
R2 :Jari-jari koloni patogen mendekati koloni agens hayati
(mm)
Gambar 7 Denah metode uji ganda
Interaksi agens hayati dengan patogen dalam pengendalian hayati terjadi
dalam bentuk antibiosis, kompetisi, dan mikoparasitisme (Baker & Cook 1974).
Zona penghambatan yang terbentuk antara koloni patogen dan koloni agens hayati
pada pengujian antagonisme in vitro merupakan indikasi bekerjanya mekanisme
antibiosis (Fravel 1988). Zona penghambatan tersebut secara visual berupa zona
bening. Besarnya pengaruh penghambatan agens hayati terhadap patogen dihitung
dengan menggunakan rumus persentase.
H = (R1-R2) x 100%
R1
Keterangan :
H : Persentase penghambatan agens antagonis (%)
R1 : Jari-jari koloni patogen yang menjauhi koloni agens antagonis (mm)
R2 : Jari-jari koloni patogen yang mendekati koloni agens antagonis (mm)
Catatan : bila koloni pertumbuhan patogen sudah tertutup oleh koloni agens
hayati, maka dianggap persentase penghambatan agens hayati (H) = 100%
yang telah dilukai dan diberi perlakuan ditutup dengan menggunakan alumunium
foil dan diinkubasi selama 3 hari. Waktu inkubasi ditentukan berdasarkan waktu
yang diperlukan cendawan untuk mencapai penuh cawan dan hasil penelitian
pendahuluan yang telah dilakukan. Botryodiplodia sp. dapat menyebabkan gejala
awal 3 hari setelah diinokulasi (Aisah 2014; Winara 2014). Evaluasi gejala
penyakit dilakukan setiap hari selama 7 hari. Gejala penyakit yang muncul pada
bagian yang diinokulasi selanjutnya akan direisolasi, kemudian diidentifikasi dan
dibandingkan dengan isolat sebelumnya. Apabila isolat cendawan yang
diinokulasikan menghasilkan gejala yang identik dengan gejala mati pucuk dan
teridentifikasi sebagai cendawan yang sama dengan isolat sebelumnya.
KjP = n 100%
N
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap uji antagonis secara in
vitro metode langsung adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) in time sedangkan
metode tak langsung menggunakan RAL. Rancangan Lingkungan yang digunakan
pada tahap aplikasi secara in vivo adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial
(RAL Faktorial). Analisis yang dilakukan menggunakan Uji F (ANOVA), apabila
hasil menunjukkan perlakuan berbeda nyata maka dilakukan Uji Perbandingan
Berganda Duncan (Duncan's Multiple Range Test). Analisis dilakuakn pada
selang kepercayaan 95% ( = 0.05) menggunakan Microsoft Excel dan software
SAS versi 9.1.3.
Rumus umum RAL in time yang digunakan sebagai berikut:
Yij = + i + j + ()ij + ij
Keterangan:
Yij = Pengamatan pada perlakuan pemberian agens hayati
= Rataan Umum
j = Pengaruh waktu penyemprotan
i = Pengaruh perlakuan pemberian agens hayati
()ij = Interaksi antara faktor waktu dan pemberian agens hayati
ij = Pengaruh acak pada perlakuan pemberian agens hayati dan
waktu
Hasil
5m
KK G K T
G K T
B B B b
B
Gambar 9 Miselia Botryodiplodia sp. (B) setelah 7 hari inkubasi : Kontrol (K),
penambahan filtrat Gliocladium sp. (G), penambahan filtrat T.
harzianum (T).
Botryodiplodia sp. yaitu 16 % pada media PDB dan 12 % pada media PFB. Dengan
demikian, dapat diduga bahwa nilai penghambatan oleh T. harzianum akan lebih
tinggi bila dilakukan di dalam media cair ME dibandingkan PDB maupun PFB.
Kemungkinan lain yang terjadi yaitu masa inkubasi mempengaruhi besarnya
metabolit yang dikeluarkan. Aktifitas -1,3-glukanase yang bersifat antipatogen,
dipengaruhi oleh waktu tetapi tidak berhubungan dengan pertumbuhan Cendawan
itu sendiri (Widyastuti dan Budiarti 2005 dalam Widyastuti 2007). Pengaruh
metabolit penghambat pertumbuhan patogen akan ternetralisir bila ditumbuhkan
pada media PDA (Achmad 1997). Proses netralisir juga dimungkinkan terjadi
pada media PDB, yang memiliki bahan dasar yang sama yaitu Potato Dextrose.
Kontrol 1 dan Kontrol 2, memiliki tingkat kejadian yang sama yaitu 100%.
Hal ini menginisiasikan bahwa Botryodiplodia sp. dapat menyerang bibit jabon
melalui pelukaan maupun penetrasi langsung senada dengan yang dinyatakan oleh
Aisah (2014). Sebelumnya, Botryodiplodia sp. dianggap sebagai patogen lemah
(Semangun 2007). Perbedaan ini dimungkinkan akibat perbedaan isolat
Botryodiplodia sp. yang digunakan baik dari segi jenis maupun strain cendawan
tersebut.
Gejala penyakit pada tanaman merupakan bentuk penyimpangan baik
morfologi atau fisiologi sebagai respon dari adanya gangguan patogen
(Widyastuti et al. 2005). Respon tanaman terhadap suatu penyakit bergantung
pada jenis tanaman inang dan patogennya. Penyakit mati pucuk memiliki gejala
yang relatif sama pada beberapa jenis tanaman inang, yaitu berupa matinya bagian
ujung tanaman. Sebagai contoh, gejala penyakit mati pucuk pada tanaman mangga
yaitu berupa matinya bagian ranting, daun menggulung dan mengering yang
diikuti gugur daun (Khanzada et al. 2004), kemudian pada tanaman ash (Fraxinus
spp.) berupa nekrosis pada daun yang diikuti layu (Krutler & Kirisits 2012).
Gejala mati pucuk pada bibit jabon juga dapat diawali dengan adanya kerutan
pada bagian batang. Menurut Aisah (2014), gejala yang muncul setelah tanaman
jabon diinokulasi adalah berupa nekrosis pada titik inokulasi. Nekrosis
selanjutnya menyebar ke bagian lain sehingga bagian yang terinfeksi akan terlihat
berwarna kecoklatan. Penyakit yang terus berkembang akan menyebabkan bagian
atas tanaman terkulai dan kering. Inokulasi isolat Botryodiplodia sp. pada bagian
batang menimbulkan gejala nekrosis setelah masa inkubasi 2 sampai 3 hari.
Nekrosis yang cepat berkembang ke bagian atas tanaman, menyebabkan batang
bagian atas dan daun menjadi berwarna kecoklatan dan selanjutnya mati. Nekrosis
yang tidak berkembang umumnya hanya mengalami perubahan warna dari coklat
menjadi coklat kehitaman dengan arah penyebaran melintang.
Pembahasan
(Nugroho 2006). Interaksi lain yang terjadi pada mekanisme mikoparasit oleh
T. harzianum (Elad et al. 1983) dan T. reeseei (Widyastuti et al. 1998) yaitu
kemampuan hifanya untuk membelit dan melubangi hifa cendawan inangnya.
Selain itu, pada kontak pertama dengan antagonis mampu menginduksi enzim
endokitinase yang dihasilkan Trichoderma spp. (Carsolio 1994).
mengekstrak etil asetat dari media fermentasi Gliocladium sp. TNC73. Ekstrak
tersebut dianalisis kemampuannya untuk menghambat bakteri gram negatif
E. carotovora. Patogen E. carotovora merupakan bakteri yang menyebabkan
penyakit busuk lunak pada tanaman pangan (Saputra et al. 2013).
Simpulan
Saran
Aplikasi agens hayati T. harzianum dan Gliocladium sp. secara in vivo dapat
dilakukan dengan berbagai metode aplikasi sehingga didapatkan hasil yang utuh.
Hal ini divariasikan dengan cara menambah jenis bibit jabon yang digunakan dan
teknik aplikasi in vivo selain menggunakan suspensi cendawan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abadi AL. 1987. Biologi Ganoderma boninense PAT. pada kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) dan pengaruh beberapa mikroba tanah antagonistik
terhadap pertumbuhannya [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Abdollahzadeh J, Javadi A, Goltapeh EM, Zare R, Phillips AJL. 2010. Phylogeny
and morphology of four new spesies of Lasiodiplodia from Iran. Persoonia
[internet]. 25: 1-10. Tersedia pada: http://scolaris.beta.
semantico.com/media//data/0a/37/_extracted/Persoonia_2010_Dec_27_25_
1-10/per-25-1.pdf. DOI: 10.3767/003158510X524150.
Achmad. 1997. Mekanisme serangan patogen dan ketahanan inang serta
pengendalian hayati penyakit lodoh pada Pinus merkusii [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Achmad, Hadi, S Harran, E Gumbira Said, B Satiawiharja, MK Kardin. 2010.
Aktivitas antagonisme in vitro Trichoderma harzianum dan Trichoderma
pseudokoningii terhadap patogen lodoh Pinus merkusii. J Penelitian Hut
Tan. 7(5):233-240.
Adiningsih SH. 2014. Uji antagonis Trichoderma harzianum terhadap
Botryodiplodia sp. penyebab penyakit mati pucuk pada abon (Anthocephalus
cadamba) secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th Ed. New York (US): Elsevier Academic
Pr.
Ahmad I, Khan RA, Siddiqui MT. 2012. Incidence of dieback disease following
fungal inoculations of sexually and asexually propagated shisham
(Dalbergia sissoo). For Path [internet]. Tersedia pada:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/efp.12001/pdf. DOI: 10.1111/
efp.12001.
Aisah AI. 2014. Identifikasi dan patogenisitas cendawan penyebab primer
penyakit mati pucuk pada bibit jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.)
Miq) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Alam MS, Begum MF, Sarkar MA, Islam MR. 2001. Effect of temperature, light
and media on growth, sporulation, formation of pigments and pycnidia of
Botryodiplodia theobromae Pat. Pakistan Journal of Biological Sciences.
4(10):1224-1227.
Alexopoulus CJ. 1960. Introductory Mycology. 5th Ed. New York (US): J Willey
& Sons Inc.
Alexopoulus CJ, Mims CW. 1979. Introductory Mycology. 3rd Ed. New York
(US): J Wiley & Sons Inc.
Al-Saadon AH, Ameen MKM, Al-Rubaie EMA. 2012. Histopathology of
grapevine inoculated with Lasiodiplodia theobromae. Basrah J Agric Sci.
25(1): 1-12.
Amalia R, Herliyana EN, Anggraeni I. 2008. Potensi Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. sebagai jamur antagonis terhadap Cylindrocladium sp.
penyebab penyakit lodoh pada persemaian secara in-vitro. J Penelitian Hut
Tan. 5(1):63-74.
27
LAMPIRAN
Lampiran 1 Aplikasi in vivo pada bibit jabon dengan pemberian suspensi miselium
Botryodiplodia sp.(B), T. harzianum (T), dan Gliocladium sp.(G).
(K) Kontrol (BG) Pemberian Gliocladium sp. setelah Botryodiplodia sp.
(GB) Pemberian Gliocladium sp.sebelum Botryodiplodia sp. (BT)
Pemberian T. harzianum setelah Botryodiplodia sp. (TB) Pemberian T.
harzianum sebelum Botryodiplodia sp.
K BG GB BT TB
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 22 Oktober 1991 di Tegal, Jawa Tengah. Penulis
merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Toto Gangsar Pamuji dan Ibu
Casmilah. Penulis memiliki 2 orang adik yaitu Widodo Bachtiar Pamuji (19
tahun) dan Putri Agustianingsih (11 tahun).
Penulis menyelesaikan sekolah tingkat menengah di SMAN 3 Tegal pada
tahun 2009 dan melanjutkan pada jenjang perguruan tinggi melalui program
PMDK di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis lulus S1 pada tahun 2013 dan melanjutkan studi pascasarjana di
Silvikultur Tropika Fakultas Kehutanan melalui program fastrack pada tahun
2012.