KELOMPOK : A-14
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu fisiologi adalah salah satu dari cabang-cabang biologi yang mempelajari
berlangsungnya sistem kehidupan. Fisiologi sebagai ilmu berperan menjelaskan mengapa tubuh
melakukan suatu aktivitas dan bagaimana mekanisme aktivitas tersebut.
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh semua
proses vital yang berperan dalam tingkat metabolisme basal. Pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskreasi adalah elemen-elemen homeostatis.
Termoregulasi merupakan proses hameostatis untuk menjaga agar suhu tubuh tetap dalam
keadaan stabil atau steady state, dengan mengontrol dan mengatur keseimbangan antara
banyaknya energi (panas) yag diproduksi (termogenesis) dengan energi (panas) yang dilepaskan
(termolisis).
Suhu tubuh dibedakan menjadi suhu inti (core temperature), suhu kulit (shell
temperature), dan suhu tubuh rata-rata (mean body temperature). Suhu inti menggambarkan suhu
organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37C. Suhu kulit
menggambarkan suhu kulit tubuh, jaringan subkutan, dan batang tubuh. Suhu kulit merupakan
suhu yang penting apabila kita merujuk pada kemampuan kulit untuk melepas panas ke
lingkungan. Suhu tubuh rata-rata merupakan suhu rata-rata gabungan suhu inti dan suhu kulit.
Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran. Terdapat 4 bagian
yang dapat dijadikan lokasi pengukuran, yaitu : kulit, aksila (ketiak), rektal (anus), dan oral
(mulut). Alat yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh disebut dengan thermometer.
Pusat integrasi utama dalam memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh berada di
hipotalamus. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh, dengan menerima informasi dari
berbagai bagian tubuh di kulit. Hipotalamus terus-menerus mendapat informasi mengenai suhu
kulit dan suhu inti melalui reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor
(reseptor hangat, dingin dan nyeri di perifer).
2
1. Konduksi adalah perubahan panas tubuh hewan karena kontak dengan suatu benda.
2. Konveksi adalah transfer panas akibat adanya gerakan udara atau cairan melalui
permukaan tubuh.
3. Radiasi adalah emisi dari energi elektromagnet. Radiasi dapat mentransfer panas antar
objek yang tidak kontak langsung. Sebagai contoh, radiasi sinar matahari.
Berdasarkan pengaruh suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungan, terdapat 2 jenis
hewan yaitu hewan homoioterm dan hewan poikiloterm :
Hewan homoioterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di
dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme jaringan. Suhu tubuh
hewan ini relative konstan, tidak mengikuti suhu lingkungan disekitarnya. Hal ini
disebabkan katup pada jantungnya sudah sempurna. Contohnya adalah aves ddan
mamalia.
Hewan poikiloterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu lingkungan luar
untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan
sistem metabolisme hanya sedikit. Contohnya adalah pisces, amfibi, dan reptile.
Berikut ini merupakan berbagai contoh adaptasi hewan terhadap perubahan suhu
lingkungan, yaitu : Pada suhu dingin, mamalia dan burung akan meningkatkan laju metabolisme
dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi
panas. Pada ektoterm (misal pada lebah madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan cara lebah
berkelompok dalam sarangnya. Hasil metabolisme lebah secara kelompok mampu menghasilkan
panas di dalam sarangnya. Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan panas,
misalnya adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot, dan modifikasi sistem
sirkulasi di bagian kulit. Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya dengan
termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan sembunyi ditemukan pada beberapa hewan untuk
menurunkan atau menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk menurunkan suhu tubuh
3
dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinganya ke tubuh. Sedangkan manusia
menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam termoregulasi.
Manusia merupakan makhluk homoioterm, yang berarti suhu tubuh tidak mengikuti
lingkungan luar. Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga
komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus,
dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang
konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya
Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan.
Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistim
sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat
exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Mausia
menggunakan baju merupakan salah satu perilaku unik dalam termoregulasi
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Setiap saat suhu tubuh manusia berubah secara fluktuatif.
Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu;
1. Aktivitas, semakin beratnya aktivitas maka suhunya akan meningkat dari basal
ratenya.
3. Sistem syaraf, selama exercise atau situasi penuh stress, bagian simpatis dari system
syaraf otonom terstimulasi. Neuron-neuron postganglionik melepaskan
norepinephrine (NE) dan juga merangsang pelepasan hormon epinephrine dan
4
norephinephrine (NE) oleh medulla adrenal sehingga meningkatkan metabolisme rate
dari sel tubuh.
6. Berbagai macam factor seperti: jenis kelamin, iklim dan status malnutrisi. Sesuai
dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi daripada wanita. Suhu
tubuh wanita dipengaruhi daur haid. Pada saat ovulasi, suhu tubuh wanita pada pagi
hari saat bangun meningkat 0,3-0,5C.
Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi
suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang
diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus
mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas (telah melewati batas toleransi tubuh atau set poin),
tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Set point dipertahankan agar suhu tubuh inti
konstan pada 37C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan
terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara
menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada
titik tetap.
Itu sebabnya, dimana pun manusia berada, di kutub atau di padang pasir, suhu tubuh
harus selalu diupayakan stabil, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang mampu
beradaptasi. Termostat hipotalamus bekerja berdasarkan asupan dari ujung saraf dan suhu darah
yang beredar di tubuh. Di udara dingin hipotalamus akan membuat program agar tubuh tidak
kedinginan, dengan menaikkan set point alias menaikkan suhu tubuh. Caranya dengan
mengerutkan pembuluh darah, badan menggigil dan tampak pucat. Sedangkan di udara panas,
hipotalamus tentu saja harus menurunkan suhu tubuh untuk mencegah heatstroke. Caranya
dengan mengeluarkan panas melalui penguapan. Pembuluh darah melebar, pernapasan pun
menjadi lebih cepat. Karena itu, pada saat kepanasan, selain berkeringat, kulit kita juga tampak
kemerahan (flushing).
5
BAB II
METODE PRAKTIKUM
SUHU BADAN DAN PENGATURANNYA
2.2. Tujuan
a Menjelaskan penyebab perbedaan hasil pengukuran suhu dengan lokasi yang berbeda
pada tubuh manusia
6
b Menerangkan pengaruh lingkungan terhadap suhu tubuh manusia jika bernafas melalui
mulut dan berkumur air es
c Mengukur suhu ketiak dan suhu mulut seseorang
d Menjelaskan pengaruh suhu keliling pada suhu tubuh binatang poikilothermic
dibandingkan dengan homoiothermik
e Mendemonstrasikan pelbagai factor isolasi terhadap pengeluaran panas (heat loss)
f Mengukur kelembaban udara di ruangsn dengan menggunakan psychometric chart
7
7. Suruh orang percobaan berkumur berulang-ulang dengan air es selama 1 menit.
Segera setelah tindakan ini mengulangi percobaan 1 s/d 5.
3. Pengukuran Suhu Ketiak
1. Keringkan ketiak orang percobaan.
2. Usahakan supaya meniskus air raksa termometer maksimum terletak dibawah skala
dengan mengayun-sentakan termometer tersebut beberapa kali.
3. Suruhlah orang percobaan berbaring telentang.
4. Letakkan reservoir termometer klinik di ruang ketiak dan menyuruh orang
percobaan menjepitnya dengan baik.
5. Setelah 10 menit baca dan catat suhu ketiak orang percobaan.
4. Pengaruh Suhu Keliling pada Suhu Tubuh Binatang Poikilotermik
1. Tetapkan suhu ruang dengan termometer kimia (-10oC s/d +50oC).
2. Ikatkan dengan tali seekor kodok telentang diatas papan fiksasi.
3. Masukkan termometer kimia tersebut diatas kedalam esofagusnya.
4. Baca dan catat suhu kodok setelah 5 menit.
5. Dengan termometer didalam esofagusnya benamkan kodok itu kedalam air es
setinggi lehernya (jaga jangan sampai air es masuk kedalam mulut kodok).
6. Baca dan catat suhunya setelah 5 menit.
7. Keluarkan termometer dari esofagus kodok dan tetapkan suhu air es.
8. Keluarkan kodok dari air es dan biarkan ia beberapa menit dalam suhu ruang,
sementara itu sediakan air hangat ( 40oC).
9. Masukkan kembali termometer kedalam esofagus kodok. Benamkan kodok itu
kedalam air hangat setinggi lehernya (jaga jangan sampai air hangat masuk kedalam
mulut kodok tersebut).
10. Baca dan catat suhunya setelah 5 menit.
5. Penghambatan Pengeluaran Panas (Heat Loss) Oleh Lapisan Parafin
1. Isilah 2 gelas minum A dan B dengan air 70oC sama banyak.
2. Teteskan parafin kedalam gelas B sehingga merupakan lapisan yang tipis diatas
permukaan air.
3. Tetapkan dan catat berturut-turut suhu air dalam gelas A dan B setiap 5 menit,
dengan termometer kimia ( -10oC s/d +100oC) yang sama, selama jam. Usahakan
agar reservoir termometer tidak menyentuh dinding gelas. Bersihkan dan keringkan
termometer tiap kali sebelum digunakan untuk mengukur suhu air dalam gelas A.
4. Buatlah grafik mengenai penurunan suhu air dalam kedua gelas itu dengan suhu
sebagai ordinat dan waktu sebagai absis.
6. Perbandingan Pengeluaran Panas pada Kendi Tanah yang Dipernis dan Kendi
Tanah yang tidak Dipernis
1. Kedua kendi telah diisi dengan air yang suhunya sama.
2. Baca dan catat suhu air yang terdapat dalam kedua kendi tanah itu.
7. Pengukuran Kelembaban Udara
1. Dua buah termometer yang telah disediakan.
8
2. Salah satu termometer dicelupkan kedalam kapas yang telah dibasahi dengan air
(termometer bola basah (tb= oC )).
3. Termometer yang lain dibiarkan kering (termometer bola kering (tk= oC)).
4. Ketika suhu pada tb telah konstan, catat suhu pada kedua termometer (tb dan tk).
5. Lihat table dan diagram psychrometric untuk menentukan kelembaban udara di
ruangan.
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
9
II. Pengaruh Bernafas Melalui Mulut dan Berkumur Air Es Pada Suhu Mulut
P.1.3. Mengapa ketiak harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum diukur suhunya?
Karena ketiak memiliki banyak kelenjar keringat yang mempengaruhi kelembaban
pada permukaan kulit, sehingga untuk hasil pengukuran yang lebih akurat ketiak perlu
dikeringkan terlebih dahulu.
P.1.4. Apakah ada perbedaan antara suhu ketiak dan suhu mulut? Apa sebabnya?
Ya, terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan bagian mulut tertutup sehingga
thermometer yang disipkan ke dalam mulut terisolasi lebih baik dibandingkan di
ketiak yang masih mendapat kontak dengan lingkungan luar dan dipengaruhi oleh
kelembaban pada pemukaan luar tubuh.
10
P.I.5. Mengapa air es tidak boleh masuk kedalam mulut kodok?
Karena jika air es sampai masuk ke dalam mulut kodok air es dapat mengenai
termometer dan yang terukur adalah suhu air es, bukan suhu kodok tersebut.
P.I.6. Apakah ada perbedaan suhu kodok pada waktu dibenamkan dalam air es dan
pada waktu dibenamkan dalam air hangat?
Ya, terdapat perbedaan. Saat dibenamkan dalam air es suhu tubuh kodok mengikuti
suhu air es, dan pada saat dibenamkan dalam air hangat suhu tubuh kodok naik hingga
mengikuti suhu air hangat, karena kodok merupakan makhluk poikilotermik yang
tidak dapat membuat kalor sendiri sehingga suhu badannya selalu berubah
menyesuaikan dengan suhu lingkungan sekitarnya.
V. Penghambatan Pengeluaran Panas (Heat Loss) oleh Lapisan Parafin
Suhu awal air menunjukkan 62oC
Suhu dalam oC 30
20
10
0
5 menit 10 menit15 menit20 menit25 menit30 menit
11
VI. Perbandingan Pengeluaran Panas pada Kendi Tanah yang Dipernis dan Kendi Tanah
yang Tidak Dipernis.
P.1.10. Faktor lingkungan apa saja yang berpengaruh pada perbedaan suhu antara
alat yang diisolasi dan alat yang tidak diisolasi (parafin dan dipernis) ?
Kelembaban lingkungan. Semakin rendah suhu lingkungan dan tinggi kelembaban
lingkungan, akan menurunkan suhu air pada kendi.
Besarnya pori-pori kendi. Pada kendi yang dipernis, pori-porinya tetutup, kerapatan
molekulnya lebih rapat dibanding yang tidak dipernis, sehingga pengeluaran kalor
terhambat. Pada kendi yang tidak dipernis, pengeluaran kalor berjalan normal.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan I dan III, dapat disimpulkan bahwa oral (mulut) merupakan
daerah pengukuran yang lebih akurat dibandingkan aksila (ketiak), hal ini disebabkan karena
daerah oral lebih tertutup sehingga thermometer yang disisipkan terisolasi lebih baik dan
oral tidak dipengaruhi kelembaban permukaan seperti pada aksila.
12
Berdasarkan percobaan II, dapat dilihat perbedaan yang tidak signifikan pada mulut
manusia ketika kondisi lingkungannya berubah, hal ini menunjukkan suhu tubuh manusia
stabil dan tidak dipengaruhi lingkungan, terbukti bahwa manusia termasuk makhluk
homoiotermik. Sedangkan pada percobaan IV, dapat dilihat perubahan yang signifikan pada
suhu tubuh kodok yang mengikuti perubahan suhu lingkungannya, ketika berada di
lingkungan suhu tinggi maka suhu tubuhnya naik dan sebaliknya, hal ini membuktikan
kodok termasuk makhluk poikilotermik.
Berdasarkan percobaan V dan VI, dapat diketahui faktor lingkungan yang dapat
mengisolasi panas, diantaranya adalah parafin dan pernis. Parafin dan pernis berperan
sebagai inhibitor yang menutup jalur penguapan air, sehingga penurunan suhu air
berlangsung lebih lambat.
Berdasarkan percobaan VII, dapat diketahui bahwa kelembaban yang diperoleh adalah
30%.
REFERENSI
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika.
Atkins, PW. 1990. Physical Chemistry (4th edition chapter I). Oxford University Press.
Ganong. W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Jakarta: Kanisius.
Sherwood, L. 1996. Fisiologi manusia; dari sel ke system 2nd edition. Alih bahasa : Brahm
U.Pendit. Jakarta: EGC.
13
14