Anda di halaman 1dari 8

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MASKER DENGAN TERJADINYA

BATUK PADA PEKERJA INDUSTRI MEBEL

DISUSUN OLEH :

Irfan Setiawan I1032141045


Iqbal Hambali
I1032141022

M.Reza Ramadhan I1032141012 Eni


sartika I1032141047

Rima Putri Ani I1032141043 Syarifah Arsita

Lily Seftiani I1032141021 Mat Guntur

Siska Putri Utami I1032141007 Detariani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

1.1 JURNAL
Judul: Efektifitas penggunaan masker dengan terjadinya batuk pada pekerja
industri mebel.
Nama jurnal : Hubungan antara kebiasaan menggunakan masker dengan
terjadnya batuk pada pekerja industri mebel d desa Karangsono Sukorejo
Kabupaten Pasuran.
Tahun terbit : 2010
Volume : 1 nomor 2

1.2 Deskripsi Jurnal


Tujuan utama penelitan
Tujuan penelitian ini untuk melindungi kesehatan dari debu atau partikel-
partikel yang lebih kasar yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Masker
terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu
Tujuan tambahan jurnal
- Untuk menjaga kesehatan dan keselamatan para pekerja.
- Untuk mengetahui seseorang yang dipengaruhi gangguan kronis akibat
pajanan debu yang berada di lingkungan kerja. Semakin lama seseorang
bekerja di suatu daerah berdebu maka kapasitas paru seseorang akan
semakin menurun.
Hasil utama jurnal
Penelitian yang dilakukan oleh Zilfa (2004), didapatkan 11,11%
menderita asma kerja dan 6,67% menderita asma yang diperburuk oleh debu
kayu lingkungan dari 135 pekerja mebel sektor informal yang diteliti. Dalam
debu kayu terdapat biohazard dan mikroorganisme, endotoksin dari bakteri
dan alergi dari jamur, akibatnya timbul gangguan kesehatan yang disebut
organic dust toxic syndrome (ODTS), asma,bronkitis, extrinsic allergic
alveolitis (EAA),jenis jamurnya adalah Aspergillus dan Penisillium.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa paparan kadar debu organik dan kapasitas
fungsi paru memiliki hubungan yang bermakna, semakin tinggi nilai kadar
debu semakin banyak pekerja yang memiliki kapasitas fungsi paru tidak
normal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fahmi bahwa Masa kerja dapat mempengaruhi gangguan kronis akibat
pajanan debu yang berada di lingkungan kerja. Semakin lama seseorang
bekerja di suatu daerah berdebu maka kapasitas paru seseorang akan semakin
menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Irfan (2003), tenaga kerja yang
terpapar debu kayu mempunyai peluang 6,2 kali akan mengalami keluhan
subyektif saluran pernapasan dan akan mengalami gangguan ventilasi paru
sebesar 5 kali. Tenaga kerja yang perokok mempunyai peluang 4,1 kali akan
mengalami keluhan subyektif saluran pernapasan dan 7,1 kali akan mengalami
gangguan ventilasi paru. Tenaga kerja dengan keluhan subyektif saluran
pernapasan mempunyai peluang 3,4 kali akan mengalami gangguan ventilasi
paru.

Hasil tambahan jurnal


Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan
kapasitas fungsi paru. Umur berkaitan dengan proses penuaan dimana semakin
bertambahnya umur seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadinya
penurunan kapasitas fungsi paru. Hal ini dapat ditambahkan bahwa kadar debu
dapat mempengaruhi terjadinya penurunan kapasitas fungsi paru pada pekerja.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo bahwa
debu organik dapat mempengaruhi prevalensi terjadinya gangguan fungsi
paru. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Laga yang
menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara umur dan kapasitas
fungsi paru antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna pada kedua variabel tersebut.Pada sistem
respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada sekitar usia 20-25
tahun, setelah itu sistem respirasi akan mulai menurun fungsinya mulai pada
usia 30 tahun.

Kesimpulan peneltian
Kesimpulan penelitian dapat dinyatakan bahwa ada hubungan masa
kerja dengan penurunan kapasitas fungsi paru. Masa kerja dapat
mempengaruhi gangguan kronis akibat pajanan debu yang berada di
lingkungan kerja. Semakin lama seseosrang bekerja di suatu daerah berdebu
maka kapasitas paru seseorang akan semakin menurun. Peneltian in digunakan
untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit akibat kerja khususnya
hubungan antara kebiasaan menggunakan masker dengan terjadinya batuk
pada pekerja industri.
1.3 Teori yang berkaitan dengan jurnal
Batuk adalah suatu mekanisme perlindungan berupa reflek fisiologis yang
bertujuan untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari benda
asing yang merangsang terjadinya reflek tersebut. Batuk terjadi karena rangsangan
tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung, saluran pernafasan, bahkan telinga).
Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk yang berada di otak.
Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan benda asing
tadi, hingga terjadilah batuk. Selain itu debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan
akan merangsang paru dan menimbulkan mekanisme pertahanan. Hal ini akan
nampak sebagai batuk, bersin, ataupun pengeluaran lendir (dahak). Upaya-upaya ini
dilakukan tubuh guna mengeluarkan debu dari saluran napas. Namun terkadang upaya
pertahanan tubuh ini tidak berhasil dan mengakibatkan sumbatan pada jalan napas,
otot-otot polos pada jalan napas terangsang, dan jalan napas menjadi menyempit.
Lebih lanjut lagi, dapat mengakibatkan penyakit pada paru. Hal ini dikenal sebagai
penyakit paru akibat pekerjaan
Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga
kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya
atau kecelakaan kerja (A.M. Sugeng Budiono, 2005)
APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi dapat mengurangi
tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Pengendalian ini sebaiknya tetap dipadukan
dan sebagai pelengkap pengendalian teknis atau pengendalian administratif.
Alat pelindung diri masker berfungsi untuk melindungi pernafasan dari debu/partikel
yang lebih besar yang masuk kedalam organ pernafasan. Organ pernafasan terutama
paru harus dilindungi apabila udar tercemar atau ada kemungkinan kekurangan
oksigen dalam udara. Masker dapat terbuat dari kain dengan pori -pori tertentu (A.M.
Sugeng Budiono,2003).
Menurut J.M. Harington (2003) jenis masker atau respirator adalah:
1. Respirator Sekali Pakai
Respirator ini terbuat dari bahan filter, beberapa cocok untuk paparan debu
berukuran pernapasan. Bagian muka alat tersebut bertekanan negative karena paru
menjadi daya penggeraknya. Efisiensi perlindungan pernapasannya dalam
membuang kontaminan adalah sebesar 5.
2. Respirator Separuh Muka
Respirator ini terbuat dari karet atau plastik dan dirancang untuk menutupi
mulut dan hidung. Alat ini memiliki catridge filter yang dapat diganti dengan
catridge yang sesuai. Cocok untuk paparan debu, gas dan uap. Bagian muka
bertekanan negatif karena hisapan dari paru. Efisiensi perlindungan
pernapasannya dalam membuang kontaminan adalah sebesar 10
3. Respirator Seluruh Muka
Respirator ini dibuat dari karet atau plastic dan dirancang untuk menutupi
mulut, muka, hidung dan mata. Medium filter dipasang didalam canister yang
langsung disambung lentur dengan canister yang sesuai. Alat ini cocok untuk
paparan debu, gas dan uap. Bagian muka mempunyai tekanan negative karena
paru mmenghirup udara. Efisiensi perlindungan pernapasannya dalam membuang
kontaminan adalah sebesar 50.
4. Respirator Berdaya
Respirator ini terbuat dari karet atau plastik yang dipertahankan dengan
tekanan positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter dengan bantuan
kipas baterai. Efisiensi perlindungan pernapasannya dalam membuang
kontaminan adalah sebesar 500
5. Respirator Topeng Muka Berdaya
Respirator ini mempunyai kipas dan filter yang dipasang pada helm, dengan
udara ditiupkan kearah bawah, diatas muka pekerja, di dalam topeng yang
menggantung. Topeng dapat dipasang bersama tameng pinggir yang dapat diukur
untuk mencocokkan dengan muka pekerja. Baterai biasanya dipasang pada sabuk
serangkaian filter dan absorbent tersedia. Efisiensi perlindungan pernapasannya
dalam membuang kontaminan adalah sebesar 1-20.
Berlandaskan teori yang ada, debu yang berukuran 0,1-10 mikron akan
terhirup ke dalam saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan
terendap di saluran pernapasan bagian atas, debu berukuran 3-5 mikron akan
terendap di saluran pernapasan tengah dan debu dengan ukuran 1-3 mikron akan
terendap di saluran pernapasan bawah mulai dari bronkiolus sampai alveolus.
Debu penggergajian atau pengampelasan kayu menyebabkan reflek batuk atau
spasme laring. Jika debu ini menembus ke dalam paru-paru dapat terjadi bronkitis
toksik atau asma. Para pekerja mebel menjadi toleran terhadap paparan iritan
berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mukus. Partikel-partikel debu dan
aerosol yang berdiameter lebih dari 15 mikron tersaring ke luar pada saluran
pernapasan bagian atas. Partikel 5-15 mikron tertangkap pada mukosa saluran
yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosilier,
selanjutnyaa ditelan. Bila partikel ini mengiritasi saluran napas atau melepaska
zat-zat yang merangsang respon imun, dapat timbul penyakit pernapasan seperti
bronkitis. Partikel-partikel berdiameter antara 0,5-5 mikron (debu yang ikut
dengan pernapasan) dapat melewati sistem pembersihan mukosilier dan masuk ke
dalam saluran pernapasan terminal serta alveoli. Selanjutnya debu ini akan
dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan diantarkan kembali ke sistem
mukosilier atau sistem limfatik.
Dengan adanya alat pelndung diri ini yaitu masker membuat para perkerja
terhindar dari batuk yang dapat beresiko tinggi terhadap terjadinya infeksi yang
berkelanjutan pada sistem pernafasan.
1.4 Hasil analisis jurnal
Ada hubungan antara kebiasaan menggunakan masker dengan terjadinya batuk
pada pekerja industri mebel. Kesimpulannya adalah para responden mengerti bahaya
penyakit akibat kerja khususnya batuk sehingga mereka bisa menjaga diri mereka
sendiri dari pemaparan debu kayu, agar kesehatan mereka tetap terpelihara, maka
dianjurkan untuk selalu memakai masker saat bekerja.
1. Kelebihan analisis jurnal
A. Dengan pemakaian masker oleh pekerja industri merupakan upaya
mengurangi masuknya partikel debu ke dalam saluran pernafasan. Diharapkan
pekerja melindungi dari kemungkinan terjadinya gangguan pernafasan akibat
terpapar udara yang kadar debunya tinggi.
B. Ada jaminan bahwa dengan mengenakan masker, seorang pekerja di industri
akan terhindar dari kemungkinan terjadinya gangguan pernafasan.
C. Seseorang yang menggunakan masker dengan baik merupakan cara aman bagi
pekerja yang berada di lingkungan kerja berdebu untuk melindungi kesehatan.

2. Kekurangan analisis jurnal


A. Pemakaian masker membuat para pekerja industri mebel menjadi panas atau
sesak saat menggunakan masker, tidak nyaman, kesulitan berkomunikasi, rasa
berat serta tidak ada sanksi bila tidak menggunakannya.
B. Kurangnya pengetahuan pada pekerja industri mebel pentingnya pemakaian
masker.

1.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa kebiasaan
menggunakan masker pada pekerja industri mebel. Didapatkan bahwa sebagian besar
responden sering menggunakan masker selama mereka bekerja di industri mebel,
sedangkan sisanya jarang menggunakan masker selama mereka bekerja di industri
mebel terjadinya batuk pada pekerja industri mebel di didapatkan bahwa sebagian
besar terjadinya batuk pada pekerja industri mebel dalam kategori batuk ringan. Bagi
institusi pendidikan diharapkan laporan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit akibat kerja khususnya hubungan antara
kebiasaan menggunakan masker dengan terjadinya batuk pada pekerja industri mebel.
Bagi peneliti selajutnya diharapkan laporan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian-
penelitian lainnya yang terkait dengan penyakit akibat kerja atau faktor-faktor lain
yang diduga dapat mempengaruhi kesehatan maupun produktifitas kerja. Bagi lahan
penelitian diharapkan kepada pemilik industri mebel untuk lebih meningkatkan
pengawasan terhadap kedisiplinan penggunaan masker dan mengadakan kerja sama
dengan petugas kesehatan untuk mengadakan penyuluhan atau pemeriksaan kesehatan
secara berkala terhadap para pekerja sebagai upaya preventif dan deteksidini penyakit
akibat kerja.

Daftar Pustaka

Katherine, Rizki., Djajaskuli R., Rum, R. 2014. Hubungan Paparan Debu dengan Kapasitas
Fungsi Paru Pekerja Pernggilingan Padi di Kabupaten Sidrap . Fakultas
Keperawatan Muhammadiyah Universitas Hasanuddin.

Marsaid., Ain, H., Hidayah, N. 2010. Hubungan Antara Kebiasaann Menggunakan Masker
Dengan Terjadinya Batuk Pada Pekerja Industri Mebel Di Desa Karangsono
Kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan . Program Studi Keperawatan Lawang .
Poltekkes Kemenkes Malang.

Muslikatul, M. 2006. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian Alat Pelindung Pernafasan
(Masker) dengan Kapaasitas Fungsi Paru pada Tenaga Kerja Bagian
Pengamplasan PT. Accent House Pecanggaan Jepara.

Nursalam. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV.


Indofomedia.

Anda mungkin juga menyukai