Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI

UJI TARIK

ANUGERAH IRIANTI (0515040092)


ABID ABDILLAH NOER (0515040074)
DITA WIDYA SUSANTI (0515040086)

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2016-2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan pengujian tarik (tensile test) terhadap suatu material.

1.1.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu menghitung dan menjelaskan sifat-sifat mekanik material
yang terdiri dari kekuatan tarik maksimum, kekuatan luluh, reduction of area,
elongation dan modulus elastisitas.
2. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil uji tarik dengan mengacu Code /
Standart yang digunakan.

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian
Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan dalam suatu
perancangan konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik. Kekuatan
tarik suatu bahan di dapat dari hasil uji tarik (tensile test) yang dilaksanakan
berdasarkan standar pengujian yang telah baku seperti ASME section IX 2013.
Terdapat beberapa Spesimen pada uji tarik. Bentuk spesimen sebagaimana
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
2.1.1 Spesimen Plat
Batang uji berupa plat ditentukan dahulu Gauge Lengthnya, yaitu .

Setelah itu diambil titik tengah dari Gauge Length, yaitu dan

. Kesemuanya itu diberi tanda dengan penitik kemudian diukur

kembali panjang Gauge Lenghtnya apakah tepat atau tidak, setelah itu

nilainya dimasukkan kedalam penandaan ( ). Gambar 1.1 berikut ini merupakan

spesimen plat yang akan mendapat perlakuan uji tarik.


Gambar 1.1 Spesimen plat (Wahyudi, 2014)

2.1.2 Spesimen Round Bar


Batang uji berupa rounded ditentukan dulu Gauge Lenghtnya, yaitu

lalu ditentukan titik tegah Gauge Lenghtnya. Stelah itu diukur lagi

panjang Gauge Length dari A ke B untuk dimasukkan kedalam penandaan ( ).

Setelah itu ditandai dengan penitik. Gambar 1.2 berikut ini merupakan spesimen
round bar yang akan mendapat perlakuan uji tarik.

Gambar 1.2 Spesimen round bar (Wahyudi, 2014)

2.1.3 Spesimen Beton Neser


Batang uji berupa deformed diratakan dahulu ujung-ujungnya supaya
dapat diperoleh pengukuran panjang yang lebih presisi. Ujung batang dapat
diratakan dengan cara dikikir maupun dipotong dengan alat pemotong logam,
kemudian timbang massa baja tulangan sirip. Setelah itu diukur panjang batang uji
menggunakan jangka sorong, lalu ditentukan titik tengahnya dan dapat ditandai
dengan menggunakan penitik. Untuk menentukan gauge lenghtnya, kita harus

menghitung diameter baja tulangan sirip terlebih dahulu menggunakan rumus


. Setelah itu tentukan gauge lengthnya menggunakan rumus

Sesuai dengan hasil perhitungan didapatkan dan

sehingga dan adalah masing-masing .

Kesemuanya itu diberi tanda dengan penitik kemudian diukur kembali panjang

gauge lenghtnya menggunakan jangka sorong apakah tepat atau

tidak, setelah itu nilainya dimasukkan kedalam penandaan dan .


Gambar 1.3 berikut ini merupakan spesimen baja tulangan sirip yang akan
mendapat perlakuan uji tarik.

Gambar 1.3 Spesimen Beton Neser (Wahyudi, 2014)

Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar
secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami

perubahan panjang. Perubahan beban dan perubahan panjang tercatat

pada mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan fungsi beban dan
pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik dan kemudian dijadikan

grafik Stress-Strain (Grafik ) yang menggambarkan sifat bahan secara

umum. Gambar 1.4 berikut ini merupakan grafik Stress-Strain (Grafik ).

Gambar 1.4 Grafik P- Hasil Pengujian Tarik Beberapa Logam (Wahyudi,


2014)

Dari Gambar 1.4 diatas tampak bahwa sampai titik perpanjangan


sebanding dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke,
sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu
titik p di sebut juga batas proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang
merupakan batas elastis di mana bila beban dihilangkan maka belum terjadi
pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali kepanjang semula. Daerah
dibawah titik e disebut daerah elastis. Sedangkan diatasnya disebut daerah
plastis.Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni
dimana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang
berarti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan dimana spesimen
terdeformasi dengan beban minimum.
Deformasi yang dimulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila
beban dihilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang
yang disebut deformasi plastis. Pada kenyataannya, karena perbedaan antara ke

tiga titik sangat kecil maka untuk perhitungan teknik seringkali


keberadaan tiga titik tersebut cukup diwakili dengan titik y saja. Dalam kurva titik
y ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap.
Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang ulet
seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik y tampak sangat jelas. Namun
pada umumnya penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti ini
cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode offset
dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada

daerah proporsional dengan jarak dari regangan maksimal. Titik y di dapat

pada perpotongan garis tersebut dengan kurva . Gambar 1.5 berikut ini

merupakan metode offset.

Gambar 1.5 Metode Offset Untuk Menentukan Titik Yield (Wahyudi,


2014)
Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan
semakin besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum ditunjukkan
dengan puncak grafik sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi
masih homogen sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya
beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking),
selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen patah. Sedangkan pada material
yang getas (brittle), spesimen akan patah setelah tercapai beban maksimum.

2.2 Grafik Tegangan-Regangan Teknik (Grafik )


Hasil pengujian yang berupa grafik tersebut sebenarnya belum

menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen

saja. Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik tersebut harus

dikonversikan kedalam grafik tegangan-regangan teknik (grafik ). Grafik

dibuat dengan asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian

( ). Oleh karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi yang

mana deformasi permanen tidak diperbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi luas


penampang konstans tersebut maka persamaan yang digunakan adalah

.............................................................................................. (1.1)

............................................................................ (1.2)

Dimana :
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan grafik kedalam

grafik adalah sebagai berikut :

a. Menambahkan sumbu tegak sebagai dan sumbu mendatar sebagai .


b. Menentukan skala beban (P) dan skala pertambahan panjang ( pada grafik

. Untuk menentukan skala beban,membagi beban maksimal yang

didapat dari mesin dengan tinggi grafik maksimal atau membagi beban yield
(bila ada) dengan tinggi yield pada grafik. Sedangkan untuk menentukan
skala pertambahan panjang, membagi panjang setelah patah dengan panjang
pertambahan total pada grafik Dari perhitungan tersebut akan didapatkan
data:
Skala beban(P)
Skala pertambahan panjang ( )
c. Mengambil 3 titik di daerah elastis,3titik di sekitar yield (termasuk y), 3 titik
di sekitar beban maksimal(termasuk u), dan satu titik patah (f). Menentukan
besar beban dan pertambahan panjang sepuluh titik tersebut berdasarkan skala
yang telah dibuat diatas. Untuk membuat tampilan yang baik terutama pada
daerah elastis, menentukan terlebih dahulu kemiringan garis proporsional ( )
dengan memakai persamaan Hooke di bawah ini :
............................................................................................................. (1.3)

......................................................................................................... (1.4)

Dimana :

d. Mengkonversikan sepuluh beban ( ) tersebut ke tegangan teknik ( dengan

menggunakan persamaan 1.1 dan mengkonversikan pertambahan panjangnya

( ke regangan teknik ( dengan menggunakan persamaan 1.2.


e. Membuat grafik dengansumbu tegak dan sumbu mendatar berdasarkan

sepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (Gambar 1.6) akan mirip
dengan grafik , karena pada dasarnya grafik dengan grafik

identik, hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.


Gambar 1.6 berikut ini merupakan grafik hasil konversi grafik

Gambar 1.6 Grafik t t Hasil Konversi Grafik P (Wahyudi, 2014)

2.3 Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya (Grafik )


Grafik tegangan-regangan sebenarnya (grafik ) dibuat

dengankondisi luas penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik


ini khususnya pada manufaktur dimana deformasi plastis yang terjadi menjadi
perhatian untuk proses pembentukkan. Perbedaan paling menyolok grafik ini

dengan dengan grafik terletak pada keadaan kurva setelah titik (beban

ultimate). Pada grafik setelah titik , kurva akan turun sampai patah di

titik (frakture), sedangkan pada grafik ,grafik akan terus naik sampai

patah di titik . Kenaikkan tersebut disebabkan tegangan yang terjadi


diperhitungkan untuk luas penampang sebenarnya sehingga meskipun beban turun
namun karena tingkat pengecilan penampang lebih besar, maka tegangan yang
terjadi juga lebih besar.Berdasarkan asumsi volume konstan maka persamaan
yang di gunakan adalah:
................................................................................ (1.5)
................................................................................. (1.6)

`Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan grafik ke dalam

grafik adalah sebagai berikut:


a. Mengambil kembali sepuluh titik pada grafik yang merupakan

konversi dari grafik .Untuk menentukan nilai tegangan sebenarnya

gunakan persamaan 1.5, sedangkan untuk nilai regangan sebenarnya gunakan


persamaan 1.6.Persaman tersebut hanya berlaku sampai titik maksimum yaitu
titik 1-8.Sedangkan nilai dua titik lainnya (titik 9 dan titik 10) yang berada
setelah puncak kurva akan mengalami perubahan.
b. Untuk menghitung nilai tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya pada
dua titik tersebut (titik 9 dan titk 10) gunakan persamaan berikut:

....................................................................................................... (1.7)

............................................................................................... (1.8)

Dimana :
Untuk titik ke-10, adalah luas penampang setelah patah, sedangkan untuk

titik ke-9, nilainya antara dengan .


c. Membuatgrafik dengan sumbu mendatar ( ) dan sumbu tegak ( )

berdasarkan sepuluh titik acuan tersebut.Gambar 1.7 di bawah ini merupakan


kesepuluh titik acuan tersebut.
Gambar 1.7 Grafik Tegangan dan Regangan Sebenarnya s s
(Wahyudi, 2014)

2.4 Sifat Mekanik yang Didapat dari Uji Tarik


a. Tegangan Tarik Yield ( )

....................................................................................................... (1.9)

Dimana :

b. Tegangan Tarik Maksimum/Ultimate ( )

.................................................................................................... (1.10)

Dimana :

c. Regangan ( )

.................................................................................... (1.11)

Dimana :

Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.


d. Modulus Elastisitas (E)
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas
menunjukkan kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan
semakin kakunya suatu material. Harga E ini diturunkan dari persamaan
hukum Hooke sebagaimana telah diuraikan pada persamaan 1.3 dan 1.4.Dari
persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material relatif
terhadap yang lain dapat diamati dari sudut kemiringan ( ) pada garis
proporsional. Semakin besar , semakin kaku material tersebut.

e. Reduksi Penampang/Reduction Of Area ( )

.......................................................................... (1.12)

Dimana :
Reduksi penampang dapat juga digunakan untuk menetukan keuletan
material. Semakin tinggi nilai , semakin ulet material tersebut.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Peralatan dan Bahan


3.1.1 Peralatan
1. Mesin uji tarik.
2. Kikir.
3. Jangka sorong.
4. Ragum.
5. Penitik.
6. Palu.

3.1.2 Bahan
1. Spesimen uji tarik pelat.
2. Spesimen uji tarik round bar.
3. Spesimen uji tarik deformat.
4. Specimen uji tarik beton neser.
5. Kertas milimeter.
3.2 Langkah Kerja
1. Menyiapkan Spesimen
Ambil spesimen dan jepit pada ragum.
Ambil kikir, dan kikir bekas machining pada spesimen yang
memungkinkan menmyebabkan salah ukur.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen..
2. Pembuatan gauge length
Ambil penitik dan tandai spesimen dengan dua titikan sejuh 50 mm.
Posisikan gauge lenght tepat di tengah-tengah spesimen.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
3. Pengukuran dimensi
Ambil spesimen dan ukur dimensinya.
Catat jenis spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Pengujian pada mesin uji tarik
Catat data mesin pada lembar kerja.
Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya.
Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik.
Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
Amati dan catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan patah
sebagaimana yang tampak pada monitor beban.
Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang
yang patah .
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data


4.1.1 Spesimen 1 ( Plate )
skala X = perpanjangan setelah specimen patah
Pertambahan panjang total pada kurva
= 19,25 mm
55 mm
= 0,35 mm/mm
1 mm = 0,35 mm

Artinya

mencari l

Lo, Ao dari tabel


L1n= lo + ln
Dari asumsi volume konstan didapat
A1= x A0 , persamaan ini hanya berlaku sampai ultimate
Tegangan Teknik ( y )
Tegangan teknik diperoleh dari rumus

= 32,6 kN
103,75mm2
= 0,31 kN/ mm2
Tegangan Tarik Maksimum ( u )

= 43,4 kN
103,75 mm
= 0,42 kN/ mm2
Regangan maksimum

= (L/Lo)x100%

= (13,65)/61 mm) x 100%


= 22,3 %
Reduksi penampang (Reduction of Area)
RA =(A0 A1)mm / Ao mm x 100%
= (103,75 - 44 )mm / 103,75 mm x 100%
= 57 %
Modulus Elastis pada titik-2
E = /
= 0,14 kN / 0,03 mm
= 4,66 kN/mm2

Tabel 1.8 Spesimen Plat


Gambar 1.9 Grafik Tegangan-Tegangan Teknik dan Sebenarnya pada Spesimen
Beton Neser. (Praktikum Uji Bahan)

4.1.2 Spesimen II ( Beton Nasser )


skalaX = perpanjangan setelah specimen patah
Pertambahan panjang total pada kurva
= 19,4 mm
87 m
= 0,22 mm/mm
1 mm = 0,22 mm

Artinya

Mencari l,

Lo, Ao dari tabel


L1n= lo + ln
Dari asumsi volume konstan didapat
A1= x A0 , persamaan ini hanya berlaku sampai ultimate
Tegangan Teknik ( y )
Tegangan teknik diperoleh dari rumus

= 45,8 kN
58,49 mm2
= 0,78 kN/ mm2
Tegangan Tarik Maksimum ( u )
= 61,4 kN
58,49 mm
= 1,05 kN/ mm2
Regangan Maksimum

= (L/Lo)x100%

= (16,94)/70 mm) x 100%


= 24,2 %
Reduksi Penampang (Reduction of Area)
RA =(A0 A1)mm / Ao mm x 100%
= (1,08)mm / 58,49 mm x 100%
= 13 %

Modulus Elastis pada titik-2


E = /
= 0,36 kN/mm / 0,01 mm/mm
= 36 kN/mm2

Tabel 1.10 Spesimen Beton Neser


Berikut Gambar 1.11 Grafik tegangan-regangan teknik dan sebenarnya pada
spesimen beton neser.

Gambar 1.11 Grafik Tegangan-Tegangan Teknik dan Sebenarnya pada


Spesimen Beton Neser (Praktikum Uji Bahan)

4.1.3 Spesimen III ( Round bar)


Skala X = perpanjangan setelah specimen patah
Pertambahan panjang total pada kurva
= 19 mm
51 mm
= 0.37mm/mm
1 mm = 0,37mm

artinya

Mencari l,

Lo, Ao dari tabel


L1n= lo + ln
Dari asumsi volume konstan didapat
A1= x A0 , persamaan ini hanya berlaku sampai ultimate
Tegangan Teknik ( y )
Tegangan teknik diperoleh dari rumus

= 23,4 kN
123,7 mm2
= 0,19 kN/ mm2

Tegangan Tarik Maksimum ( u )

= 29,4 kN
123,7 mm
= 0,24 kN/ mm2
Regangan maksimum

= (L/Lo)x100%

= (12,58)/68,15 mm) x 100%


= 18,4 %
Reduksi penampang (Reduction of Area)
RA =(A0 A1)mm / Ao mm x 100%
= (123,7 59,41 )mm / 123,7 mm x 100%
= 51 %
Modulus Elastis pada titik-2
E = /
= 0,5 kN/mm / 0,016 mm/mm
= 31,25 kN/mm2

Tabel 1.12 Spesimen Round Bar

Berikut Gambar 1.13 grafik tegangan-regangan teknik dan sebenarnya


pada spesimen round bar.
Gambar 1.13 Grafik Tegangan-Tegangan Teknik dan Sebenarnya Pada
Spesimen Round Bar (Praktikum Uji Bahan)

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil uji tarik yang mengacu pada standart ASTM E8 dapat disimpulkan
hal-hal berikut:
a. Pada specimen plat memiliki y(kN/mm2) = 0,31, u(kN/mm2) = 0,42,
E(kN/mm2)= 4,66, max(%) =22,3 , max(%) = 57
b. Pada specimen beton neser memiliki y(kN/mm2) = 0,78, u(kN/mm2) = 1,05,
E(kN/mm2)= 36, max(%) =24,4 , max(%) = 13
c. Pada specimen raund bar memiliki y(kN/mm2) = 0,19, u(kN/mm2) = 0,24,
E(kN/mm2) = 31,25, max(%) =18,4 , max(%) = 51
d. Spesimen 2 memiliki kekuatan elastic paling besar karena nilai tegangan
yieldnya paling besar
e. Spesimen 2 memiliki kekuatan tarik paling besar karena memiliki tegangan
maksimum paling besar
f. Spesimen 2 memiliki kekakuan paling besar karena modulus elastisitasnya
paling tinggi.
g. Spesimen 3 memiliki keuletan paling rendah karena memiliki elongation
paling kecil.

5.1 Saran
1. Pada saat melakukan pengujian harus dilakukan dengan langkah yang benar.
2. Sebaiknya sudah mempelajari semua hal yang berkaitan dengan praktikum.
3. Menggunakan alat pelindung diri jika memungkinkan adanya potensi bahaya
pada saat pengujian dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, M. T. (2014). Modul Praktikum Uji Bahan. Surabaya: TBK PPNS.


Budi Prasojo, ST [2002], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS

Anda mungkin juga menyukai