Air tawar adalah hal yang paling penting untuk kesejahteraan kita. Seperti mesin raksasa atau
darah di tubuh kita, air bekerja siang dan malam. Siklus air dan ekosistem yang melekat
adalah faktor utama bagi kehidupan planet ini. Dalam kehidupan manusia,air tawar
digunakan untuk minum, mengolah makanan, mandi, energi, transportasi, pertanian, industri,
dan rekreasi.Semakin bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun membuat semakin banyak
juga mulut yang harus dipenuhi dahaganya.Padahal sumber air bersih dari tahun ke tahun
semakin menyusut jumlahnya bahkan ada yang sudah mengering.Dengan jumlah air yang
semakin terbatas serta semakin banyaknya manusia menyebabkan terjadinya krisis air bersih.
Selain jumlahnya, kualitas air tawar yang ada pun semakin rusak. Perebutan penggunaan air
bersih untuk berbagai keperluan menyebabkan hilangnya akses yang layak terhadap air bersih
bagi sebagian orang. Ditambah perilaku boros air bersih menyebabkan semakin banyak lagi
orang yang kehilangan akses terhadap air bersih.Diperlukan usaha bersama untuk melindungi
sumber daya air yang tersisa dari kerusakan dan pencemaran yang diakibatkan karena ulah
segelintir masyarakat kita.
Dalam hal pengelolaan sumber daya air,kita bisa mencontoh salah satu negara di daratan
Skandinavia,Swedia.Negara yang beribukota di Stockholm ini,telah berhasil dalam
pembangunan infrastruktur air minum yang menjangkau semua kalangan
masyarakat.Perlindungan terhadap sumber airpun diberlakukan dengan ketat.Jangankan
membuang sampah di sungai maupun di danau yang satu lokasi dengan pengambilan air
minum,sekedar berenangpun dilarang.Untuk lebih melindungi kualitas air serta akses air
bersih yang lebih baik ,sejak tahun 1975 telah dilarang untuk membangun rumah baru dengan
jarak 100 meter dari garis pantai.Tanpa adanya hukum yang mengatur izin mendirikan
bangunan dekat perairan, maka dikhawatirkan akses terhadap air menjadi terbatas.
Pembangunan yang tak dikendalikan, juga ditakutkan merusak kelestarian sumber daya air.
Negara dengan 10.000 lebih danau ini,sangat penting menjaga kualitas airnya.Danau-danau
tersebut berfungsi sebagai sumber air cadangan bagi Kota Stockholm. Hukum dengan ketat
membatasi penjarahan atas kawasan penyangga danau dari bangunan liar dan aktivitas
manusia lainnya. Dengan adanya hukum yang ketat tersebut,kebersihan air di danau itu
sangat terjaga karena nyaris setara dengan kualitas air minum.Menariknya lagi, air dari tiap
keran di Stockholm dan Swedia pada umumnya dapat langsung diminum tanpa harus
dimasak atau harus disaring terlebih dahulu.Sehingga di Swedia,air minum tidak ada yang
dikemas dalam botol plastik yang merugikan kelestarian lingkungan.
Model konservasi sumber daya air ala Swedia ini mengingatkan saya tentang konsep
ketahanan air yang disampaikan oleh Dr.Heru Hendrayana,Guru Besar Hidrologi UGM
dalam presentasi Air untuk Indonesia Sehat tanggal 12 Juli 2014 di Klaten.
Tampilan Presentasi Dr.Heru Hendrayana (dok.pri)
Kalau model konservasi air minum yang digunakan oleh Swedia adalah air permukaan tanah
dengan seminim mungkin campur tangan bahan-bahan kimia,maka konsep yang disampaikan
oleh Bpk.Dr. Heru Hendrayana tersebut adalah konservasi air minum yang diambil dari
sumber air bawah tanah.Untuk kondisi Indonesia saat ini memang lebih murah dan lebih
mudah pengelolaan sumber daya air dari sumber air bawah tanah.Masih tersedia dengan
jumlah cukup sumber-sumber air bawah tanah yang tersedia di berbagai tempat di seluruh
Indonesia. Hanya kualitas air tanahnya yang membedakan satu daerah dengan daerah
lainnya.Ini terkait dengan struktur material batuan yang ada di daerah tersebut serta kebiasaan
masyarakat yang ikut mempengaruhi kualitas air tanah tersebut. Dari siklus hidrologi air
tanah yang ditampilkan pada gambar diatas,dapat ditarik kesimpulan bahwa kita harus
mempertahankan kuantitas dan kualitas ait tawar yang ada di daratan.
Bagaimana caranya? Yaitu dengan memperpanjang waktu tinggal air tanah dalam tanah serta
memperpanjang umur air di daratan.Langkah paling gampang untuk memperpanjang waktu
tinggal air tanah dalam tanah adalah tidak melakukan eksploitasi air bawah tanah secara
berlebihan. Hotel berbintang,kompleks perumahan serta perusahaan dilarang mengambil air
bawah tanah tanpa ada ijin khusus dari pemerintah setempat. Apabila ini tidak dilakukan akan
berakibat sumur-sumur warga dimusim kemarau akan lebih cepat mengering sehingga
potensi kekeringan melanda akan terjadi.Menjadi tugas pemerintah untuk membuatkan
regulasi peraturannya dengan sanksi hukum yang berat bagi para pelanggarnya.Sedangkan
untuk memperpanjang umur air didaratan,langkah paling mungkin yang bisa kita lakukan saat
ini adalah tidak melakukan pengaspalan dan beon cor jalan di kampung-
kampung.Pengaspalan diganti dengan konbloknisasi sehingga diwaktu musim penghujan air
masih bisa terserap tanah melalui celah celah konblok.Air pun tidak langsung mengalir ke
parit terus ke sungai dan akhirnya terbuang sia-sia ke laut.Kondisi berbeda bila jalan-jalan
banyak memakai aspal dan beton cor untuk pengerasannya.Air hujan sebagian besar akan
langsung menuju ke parit tanpa sempat meresap ke dalam tanah.Dari parit langsung menuju
ke sungai akhirnya malah menyebabkan banjir.
Kembali ke model konservasi sumber daya air ala Swedia. Bagaimana kondisi sumber daya
air di Indoensia saat ini? Indonesia merupakan negara nomor lima terbesar di dunia dalam
ketersediaan air perkapita dengan mempunyai sumber daya air 3,22 triliun meter kubik per
tahun, setara ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter kubik per tahun.Persoalannya,
negeri ini kurang pintar mengelola air. Tidak menghargai apalagi mengkonservasi setiap tetes
air. Maka jangan heran bila tiap tahun, di berbagai media muncul berita mengenai persoalan-
persoalan kekeringan. Kelemahan utama selanjutnya, pertama-tama justru terletak pada tidak
efektifnya pasokan air baku. Telah dipahami bersama, ada sungai-sungai raksasa yang
mengular di tanah Kalimantan maupun Papua; tetapi di sisi lain,banyak daerah di Jawa
kekurangan air. Inilah faktanya,wilayah Indonesia tak terdiri dari gurun yang kering-
kerontang. Namun di Gunung Kidul misalnya, untuk mencari air, penduduk setempat justru
terpaksa harus memeras keringat. Minimnya penguasaan teknologi, membuat mereka tak
mampu menambang air dari jaringan sungai bawah tanah.Miris,kan.
Diperlukannya bendungan, atau embung, empang, atau apalah namanya di Indonesia, juga
terutama disebabkan karena perbandingan fluktuasi debit air sungai cukup tinggi antara
musim kemarau dan musim hujan.Sungai Ciliwung misalnya, memiliki perbandingan
1:3.900. Artinya, bila saat kemarau debit air hanya 0,1 meter kubik per detik, sebaliknya pada
saat musim hujan mencapai 390 meter kubik per detik. Tidak adanya jaminan tegas terhadap
ketersediaan air baku, tergambar dari minimnya jumlah bendungan besar di Indonesia. Kini,
tercatat ada 284 bendungan besar dengan total tampungan saat kondisi normal mencapai 12,4
miliar meter kubik. Dengan 257 bendungan besar diantaranya yang dikelola oleh
Kementerian PU, dengan total tampungan mencapai 6,1 miliar meter kubik.
Belum lagi, ada upaya-upaya non-teknis di luar pembangunan infrastruktur yang diharapkan
berperan besar dalam membentuk sikap dan tindakan masyarakat untuk lebih peduli
permasalahan sumber daya air. Di Swedia misalnya,dengan hukum yang ketat, pada akhirnya
membuat masyarakat ikut mengkonservasi sumber air. Upaya untuk menghijaukan kembali
hutan lebih digalakkan lagi.Lebih banyak lagi perusahaan dilibatkan lewat program CSR-nya
untuk mengalirkan kegiatan sosialnya mendukung reboisasi hutan.Walaupun dampak dari
reboisasi hutan ini baru akan dirasakan pada 5-15 tahun mendatang. Setidaknya ada generasi
mendatang masih bisa menikmati keindahan alamnya serta ketersediaan air tanah yang
mencukupi.
Bila kepastian pasokan air baku telah mampu terkonfirmasi, maka langkah selanjutnya adalah
dengan menyehatkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) supaya mampu menghadirkan
air minum ke tiap rumah tangga di negeri ini.Sayangnya dari 380 PDAM di Indonesia, baru
sekitar 140-an yang sehat. Hal ini tentu mempengaruhi kecepatan dalam perluasan
jaringan.Usaha pemerintah lainnya dalam jangka panjang dan permanen dalam penyediaan
air adalah membangun sistem penyediaan air minum (SPAM) di desa-desa yang rawan air.
Dengan berbagai upaya yang telah pemerintah lakukan selama ini,usaha untuk
memperpanjang umur air di daratan dapat secara bertahap dilakukan.Bukan pekerjaan instan
dan usaha terus menerus mutlak dilakukan agar generasi mendatang tetap dapat menikmati
warisan air bersih seperti saat ini.
Sementara dari filosofi masyarakat Jawa sebenarnya para pendahulu kita dulu sudah
merumuskan pokok pokok pikiran utama dalam usaha perwujudan yang nyaman,damai dan
sejahtera yang dikenal dengan konsep Hamemayu Hayuning Bawono. Tiga konsep tersebut
adalah
Dharmaning satrio mahanani rahayuning negoro artinya pengabdian para satria (para
pengelola lingkungan) akan menjadi dasar kesejahteraan negara atau warganya.Upaya
pelestarian bumi (sumber daya alam maupun air tanah) harus didasarkan pada
semangat pengabdian.Inilah harga yang harus dibayar dalam pencapaian
kesejahteraan bangsa dan negara ini.
Seandainya 3 konsep tersebut dapat dilaksanakan secara konsisten dan selaras antara
pemerintah dengan rakyatnya,niscaya program konservasi sumber daya air akan berjalan
lebih cepat tanpa ada gejolak di lapisan bawah masyarakat.Semoga
Dan masih banyak lagi kearifan-kearifan lokal di masyarakat daerah lainnya yang peduli
dengan kelestarian sumber daya air,agar tetap terjaga dan dirusak oleh masyarakat sendiri.
Kesimpulan
Pelajaran utama dari Stockholm, dan Swedia dalam urusan pengelolaan air, sanitasi, dan
pengolahan limbah seperti tersebut diatas merupakan sesuatu yang tidak boleh dipisah-
pisahkan. Pemerintah Indonesia dan kita pun harusnya menyadari kesalahan kita dalam
pengelolaan sumber daya air selama ini. Toh semua belum terlambat,alangkah baiknya lagi
bila Pemerintah bisa meniru langkah-langkah konservasi sumber air yang telah dilakukan
Pemerintah Swedia maupun Pemerintah di negara Eropa lainnya yang telah terbukti
mempunyai sistem konservasi sumber daya air yang handal. Semoga bermanfaat.
(@dwisnfkaafi)