Anda di halaman 1dari 26

BAB III

GEOLOGI DAERAH PEMETAAN

3.1 Geomorfologi

3.1.1 Satuan Geomorfologi Daerah Pemetaan

Proses Geomorfologi yang terjadi pada suatu wilayah akan

meninggalkan jejak di atas permukaan bumi sehingga membentuk karakter

bentang alam tertentu pada wilayah tersebut, sehingga dapat diinterpretasikan

proses proses geomorfologi yang terjadi. Pada daerah pemetaan, penulis

membagi satuan geomorfologi ke dalam 3 satuan geomorfologi yaitu:

1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang

Satuan ini terdiri dari bentang alam perbukitan yang relatif

bergelombang dengan elevasi antara 917 1.048 meter di atas

permukaan laut, memiliki relief bergelombang, kemiringan lerengnya

antara 9% sampai dengan 11%. Satuan geomorfologi ini disusun oleh

litologi berupa batupasir tufaan dan breksi polimik. Satuan

geomorfologi ini lebih dipengaruhi oleh adanya proses erosi dan gaya

endogen yang mengkibatkan terbentuknya struktur geologi berupa

sesar dan lipatan. Satuan ini menempati sekitar 15% dari daerah

pemetaan, terletak di bagian timur laut daerah pemetaan.

26
27

Foto 3.1 Satuan Perbukitan Bergelombang di Desa Cipicung,


Foto : Hendriyana

2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Terjal


Satuan ini terdiri dari bentang alam perbukitan yang relatif terjal

dengan elevasi antara 918 1.227 meter di atas permukaan laut,

memiliki relief terjal, dengan kemiringan lereng antara 25% sampai

dengan 30%. Batuan penyusunnya berupa batu pasir, batu pasir tufaan,

batu gamping dan breksi polimik. Pola pengaliran yang berkembang

pada satuan geomorfologi ini adalah dendritik dan Radial dengan

lembah-lembah sungai yang cenderung membentuk huruf V serta

memancar. Satuan geomorfologi ini dikontrol oleh struktur geologi

berupa lipatan.sesar dan Satuan ini menempati sekitar 65% dari daerah

pemetaan yang tersebar di sebelah barat daerah pemetaan.


28

Foto 3.2 Satuan Perbukitan Terjal di Desa Sukaresmi,


Foto : Hendriyana

3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Curam

Satuan geomorfologi ini terdiri dari bentang alam perbukitan yang relatif

agak curam dengan elevasi antara 875 - 1225 meter di atas permukaan laut,

memiliki relief agak curam, kemiringan lerengnya antara 14% sampai dengan

20%. Batuan penyusunnya berupa batupasir tufaan berukuran sedang dengan

sisipan batupasir tufaan berukuran halus. Pola pengaliran yang berkembang pada

satuan geomorfologi ini adalah dendritik dengan lembah-lembah sungai yang

cenderung membentuk huruf U V dengan dipengaruhi oleh proses erosi dan

gaya endogen yang membentuk struktur geologi berupa lipatan.Satuan ini

menempati sekitar 20% tersebar di bagian timur daerah penelitian.


29

Foto 3.3 Satuan Perbukitan Agak Terjal di Kampung Cikancahilir,


Foto : Hendriyana

3.1.2 Pola Pengaliran Sungai

Pertemuan antara induk sungai dan anak - anak sungai membentuk

suatu pola tertentu pada suatu sistem aliran sungai hingga menghasilkan

berbagai macam sistem pola pengaliran sungai. Hal ini merupakan refleksi dari

proses morfologi yang terjadi pada daerah tertentu baik akibat aktivitas tektonik

maupun erosi yang terjadi di daerah tersebut. Selain itu pola aliran sungai pun

dapat menggambarkan keadaan litologi dan struktur geologi yang berkembang di

suatu wilayah.

Di dalam pengelompokan pola aliran di daerah pemetaan, saya

memakai acuan pembagian pola pengaliran sungai menurut Howard (1967).

Dengan mengamati sifat fisik batuan, keadaan topografi, struktur geologi yang

berkembang, dan disesuaikan dengan pembagian pola pengaliran menurut


30

Howard tersebut, maka penulis membagi pola pengaliran di daerah pemetaan

menjadi 2 macam pola pengaliran (Gambar 3.1), yaitu :

1. Pola pengaliran radial


2. Pola pengaliran dendritik

3.1.3 Pola Pengaliran Radial

Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa - sisa erosi. Pola

pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multi

radial. Pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem sentrifugal

(menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk

kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah titik pusat)

memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan.

3.1.4 Pola Pengaliran Dendritik


Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin

yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan. Secara

regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran

membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang yang dapat dilihat

pada Gambar 3.1.


31

Gambar 3.1. Pola pengaliran sungai daerah peneltian


A. Pola pengaliran radial
B. Pola pengaliran dendritik
32

3.2 Geologi Daerah Pemetaan


Pada pemetaan ini penulis mendapatkan data data yang mendukung

untuk membuat suatu rekontruksi geologi dan untuk menjelaskan tentang keadaan

Geologi di daerah pemetaan, untuk penjelasan ini akan dibagi kedalam 4 bagian,

antara lain :
1.Stratigrafi
2. Struktur geologi
3. Sejarah geologi
4. Kebencanaan

3.2.1 Stratigrafi

Untuk stratigrafi daerah pemetaan, penulis membagi satuan batuan

(litologi unit) daerah pemetaan berdasarkan ciri ciri litologi yang diamati dari

handspecimen, yang kemudian penamannya menggunakan penamaan satuan

litostratigrafi tidak resmi (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996) yang

disebandingkan dengan penamaan secara resmi hasil dari peneliti terdahulu.

Berdasarkan hasil pengamatan handspecimen penulis mebagi

satuan batuan daerah pemetaan ke dalam lima satuan batuan. Satuan batuan

tersebut ditinjau dari umur relatifnya yang lebih tua antara lain:

1. Satuan batugamping

2. Satuan batupasir

3. Satuan breksi polimik

4. Satuan batupasir tufaan

5. Aluvium

3.2.2 Satuan Batugamping


33

3.2.2.1 Ciri Litologi

Satuan ini terdiri oleh batugamping kerangka yang tersebar di

bagian barat laut daerah pemetaan, seperti yang terlihat pada singkapan di

stasiun 54 daerah Bojongpicung (Foto 3.6.). Secara makroskopis dominasi

kenampakan batugamping pada satuan ini adalah masif dengan sedikit

singkapan yang memperlihatkan perlapisan seperti singkapan pada stasiun 54.

Warna segar pada satuan ini adalah putih dengan warna lapuk cokelat, kemas

tertutup,terpilah sedang, matriks berukuran pasir halus, karbonatan, dan

dengan tingkat kekerasan kompak.

Fo
to 3.4 Singkapan batugamping stasiun 54 di sungai
Cibatutepas Foto : Indramawan

3.2.2.2 Luas dan Penyebaran

Satuan ini menempati daerah pemetaan sekitar 12% dan tersebar

pada bagian barat laut daerah pemetaan. Singkapan tersebut banyak terdapat

di sungai Cibatutepas
34

3.2.2.3 Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan posisi stratigrafi, Satuan Batugamping ini

merupakan satuan batuan yang tertua pada daerah pemetaan. Hubungan

antara batugamping ini dengan satuan batupasir yang ada diatasnya adalah

tidak selaras.

3.2.2.4 Kesebandingan Regional

Berdasarkan ciri-ciri megaskopis yang dimilikinya, maka Satuan

Batugamping dapat disebandingkan dengan Formasi Rajamandala pada Lembar

Cianjur yang berumur Oligosen (Tabel 3.2).

Tabel 3.3 Kesebandingan Satuan Batugamping dengan peneliti terdahulu

Satuan Batugamping Formasi Rajamandala


(Penulis 2015) (Sudjatmiko, 1972)
Satuan ini terdiri dari batugamping Formasi ini terdiri dari batugamping
kerangka dengan kenampakan masif pejal dan batugamping berlapis,
dan sebagian memperlihatkan kebanyakan berwarna muda.
perlapisan. Batugamping ini meliliki Formasi ini berumur Oligosen.
warna segar putih, warna lapuk
cokelat, struktur berlubang lubang
akibat pelarutanSatuan ini memiliki
umur relatif Oligosen sampai Miosen
awal.

3.2.3 Satuan Batupasir

3.2.3.1 Ciri Litologi


35

Satuan ini merupakan satuan batuan yang terdiri batupasir sedang

dengan sisipan berupa batupasir sangat halus dan batulempung yang berarah

baratdaya timurlaut. Batupasir sedang pada satuan ini memiliki karakteristik

warna segar abu abu gelap, warna lapuk hitam, besar butir pasir sedang,

bentuk butir menyudut tanggung membundar tanggung, kemas tertutup,

terpilah sedang, permeabilitas buruk, karbonatan, kompak, Dengan sisipan

berupa batupasir sangat halus berwarna segar abu abu gelap, warna lapuk

hitam, besar butir pasir sangat halus, bentuk butir menyudut tanggung, kemas

tertutup, terpilah baik, permeabilitas buruk, karbonatan, kompak dan

batulempung berwarna segar abu abu terang, warna lapuk abu - abu gelap,

besar butir lempung, permeabilitas buruk, karbonatan, agak keras, dengan

kontak antarlapisan erosional. Pada satuan ini juga terdapat beberapa struktur

sedimen seperti graded bedding, paralel lamisasi dan bioturbasi.

Foto 3.5 Singkapan batupasir stasiun 50 di sungai Cibangbayang

Foto : Hendriyana
36

Foto 3.6 Struktur sedimen graded bedding (stasiun 50), paralel laminasi (stasiun 40), dan bioturbasi
(stasiun 42)

3.2.3.2 Luas dan Penyebaran

Satuan ini tersebar di desa Sukaresmi hingga ke desa Cibitung

dengan luas penyebarannya sekitar 48% dari luas daerah pemetaan.

Singkapan-singkapannya banyak ditemukan di sepanjang sungai

Cibangbayang, sungai Cikadu, Sungai Cipateungteung, sungai Cibitung, dll.

3.2.3.3 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi Satuan Batupasir ini adalah tidak selaras

dengan satuan batugamping yang berada di bawahnya. Hal ini disebabkan

karena adanya struktur geologi berupa sesar naik pada batas kontak antara

satuan batugamping dan satuan batupasir tersebut.

3.2.3.4 Kesebandingan Regional


37

Berdasarkan ciri-ciri megaskopis yang dimilikinya, maka Satuan

Batupasir dapat disebandingkan dengan Formasi Citarum Anggota Batupasir

dan Batulanau pada Lembar Cianjur yang berumur Miosen Awal (Tabel 3.7).

Tabel 3.8 Kesebandingan Satuan Batupasir dengan peneliti terdahulu

Formasi Citarum Anggota Batupasir


Satuan Batupasir
dan Batulanau
(Penulis 2015)
(Sudjatmiko, 1972)
Terdiri dari btupasir sedang dengan Formasi Citarum bagian bawah terdiri
sisipan batupasir sangat halus dan dari batupasir berlapis sempurna
batulempun berselingan dengan batulanau,
g. Batupasir ini relatif berwarna terang batulempung, greywacke, dan breksi.
abu abu gelap dan berwarna hitam Menunjukan sifat khas turbidit.
untuk warna lapuknya dengan tingkat Struktur sedimen seperti perlapisan
kekerasan kompak. Sedangkan bersusun concolute lamination,
batulempung memiliki warna segar current ripple lamination, dan tapak
abu abu terang dan warna lapuk abu tapak cacing.
abu gelap dengan tingkat kekerasan Formasi ini berumur Miosen Awal
agak keras. Ditemukan beberapa
struktur sedimen seperti graded
bedding, paralel laminasi, dan
bioturbasi.
Satuan ini berumur Miosen Tengah

3.2.4 Satuan Breksi Sedimen/polimik


3.2.4.1 Ciri Litologi

Satuan Breksi ini merupakan satuan batuan yang terdiri dari breksi

sedimen dengan komponen lebih dari satu jenis (polimik) yaitu batuan beku

andesit, batupasir, dan batugamping sedangkan matriksnya berupa batupasir

seperti yang terlihat pada singkapan di stasiun 12 di daerah Cinengah (Foto 3.8).

Secara megaskopis matriks breksi ini berwarna segar abu abu gelap, warna
38

lapuk hitam, ukuran butir pasir kasar, bentuk butir menyudut tanggung, terpilah

sedang, kemas terbuka, permeabilitas baik, tidak karbonatan. komponen

batupasirnya berwarna segar abu abu gelap, warna lapuk hitam, ukuran butir

pasir kasar, bentuk butir menyudut tanggung, terpilah sedang, kemas terbuka,

permeabilitas baik, tidak karbonatan, dan komponen batugampingnya memiliki

warna segar putih, warna lapuk cokelat, besar butir halus, bentuk butir

membundar membundar tanggung, kemas terbuka.

Foto 3.7 Singkapan breksi polimik stasiun 12 di sungai Cijambu


Foto : Hendriyana

3.2.4.2 Luas dan Penyebaran


39

Penyebaran Satuan Breksi ini berkisar 18% dari luas daerah

pemetaan dan berada di bagian timur daerah pemetaan. Terdapat di sekitar

daerah desa Randu dan desa Bunikasih.

3.2.4.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan umur dan lingkungan pengendapan Satuan Breksi ini

ditentukan dari hasil pemetaan peneliti terdahulu (Sudjatmiko, 1972) Jika

disebandingkan, Satuan Breksi ini sebanding dengan Formasi Citarum

Anggota Breksi dan Batupasir dimana satuan ini diendapkan selaras dengan

Formasi Citarum Anggota Batupasir dan Batulanau (yang sebanding dengan

satuan batupasir) pada kedalaman 800 m di bawah permukaan laut (Batial

Tengah). Oleh karena itu Satuan Breksi ini diperkirakan diendapakan pada

kala Miosen Tengah Miosen Akhir dengan lingkungan pengendapan batial

tengah.

3.2.4.4 Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan kesebandingan dengan peneliti terdahulu yang

menyatakan bahwa Formasi Citarum Anggota Breksi dan Batupasir selaras

dengan Formasi Citarum Anggota Batupasir dan Batulanau, maka hubungan

stratigrafi Satuan Breksi ini dengan Satuan Batupasir yang berada di

bawahnya adalah selaras.

3.2.4.5 Kesebandingan Regional


40

Berdasarkan ciri-ciri megaskopis yang dimilikinya, maka Satuan

Breksi dapat disebandingkan dengan Formasi Citarum Anggota Breksi dan

Batupasir pada Lembar Cianjur yang berumur Miosen Awal (Tabel 3.8).

Tabel 3.9 Kesebandingan Satuan Breksi dengan peneliti terdahulu

Formasi Citarum Anggota Breksi dan


Satuan Breksi
Batupasir
(Penulis 2015)
(Sudjatmiko, 1972)
Terdiri dari breksi polimik dengan Breksi pollimik dengan komponen
matriks berupa batupasir dan komponen bersifat basal, andesit, dan
komponen berupa andesit, batupasir, batugamping. Konglomerat, batupasir,
dan batugamping dengan ukuran dan batulanau. Kristal kristal
komponennya dari kerakal hingga hornblenda terdapat di banyak tempat.
bongkah. Satuan ini memiliki warna Formasi ini berumur Miosen Awal
segar abu abu gelap, warna lapuk
hitam, bentuk butir menyudut
menyudut tanggung, terpilah sedang,
kemas terbuka, tidak karbonatan.
Satuan ini berumur Miosen Tengah
Miosen Akhir.

3.2.5 Satuan Batupasir Tufaan

3.2.5.1 Ciri Litologi

Satuan Batupasir Tufaan ini terdiri dari litologi berupa batupasir

berukuran sedang dengan sisipan batupasir berukuran halus dengan matriks

berupa gelas vulkanik. Batupasir berukuran sedang memiliki karakteristik

warna segar putih kecoklatan, warna lapuk coklat, besar butir pasir sedang,

bentuk butir menyudut tanggung - membundar tanggung, kemas terbuka,

terpilah buruk, permeabilitas sedang, agak keras, tidak karbonatan.

Sedangkan untuk batupasir berukuran halus memiliki karakteristik warna

segar putih kecoklatan, warna lapuk coklat, besar butir pasir sangat halus,
41

bentuk butir menyudut tanggung, kemas terbuka, terpilah buruk,

permeabilitas sedang, agak keras, tidak karbonatan

Singkapan singkapan pada satuan ini pada umumnya tidak

memperlihatkan perlapisan secara jelas, namun ditemukan beberapa

singkapan yang memperlihatkan perlapisan dengan sangat jelas seperti yang

terlihat pada singkapan di stasiun 3 di daerah sungai Cipicung (Foto. 3.9).

Foto 3.8 Singkapan batupasir tufaan stasiun 3 di sungai Cipicung


Foto : Joao silvano

3.2.5.2 Luas dan Penyebaran

Satuan ini menempati daerah pemetaan sekitar 17% dari luas

keseluruhan lokasi pemetaan dan tersebar pada bagian selatan daerah

pemetaan dari desa Cinengah Pada daerah pemetaan singkapan singkapan

ini banyak ditemukan di sekitar sungai Cipicung, sungai Cinengah dan di

tebing tebing jalan desa.


42

3.2.5.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan posisi stratigrafinya, Satuan Batupasir Tufaan ini

berada di bagian atas dari Satuan Batupasir dan Satuan Breksi, oleh karena itu

Satuan Batupasir Tufaan ini merupakan satuan batuan yang memiliki umur

relatif lebih muda diantara satuan satuan lainnya. Jika disebandigkan

dengan peneliti terdahulu satuan ini memiliki umur relatif Miosen Akhir

dengan lingkungan pengendapan di darat.

3.2.5.4 Hubungan Stratigrafi

Satuan Batupasir Tufaan ini merupakan endapan laut dangkal

yang diendapkan secara tidak selaras dengan satuan batuan yang berada

dibawahnya yaitu Satuan Breksi dan Satuan Batupasir. Oleh karena itu

hubungan stratigrafinya yaitu tidak selaras dengan satuan batuan di

bawahnya.

3.2.5.5 Kesebandingan Regional

Berdasarkan ciri-ciri megaskopis yang dimilikinya, maka Satuan

Batupasir Tufaan dapat disebandingkan dengan Tufa Batuapung dan

Batupasir Tufaan pada Lembar Cianjur yang berumur Miosen Akhir (Tabel

3.9).

Tabel 3.10 Kesebandingan Satuan Batupasir Tufaan dengan peneliti terdahulu

Satuan Batupasir Tufaan Tufa Batuapung dan Batupasir Tufaan


(Penulis 2015) (Sudjatmiko, 1972)
Satuan Batupasir Tufaan ini terdiri Terdiri dari breksi tufaan batuapung,
dari litologi berupa batupsir berukuran batupasir tufaan, napal tufaan. Berlapis
sedang dengan sisipan batupasir baik. Di beberapa tempat terdapat tufa
berukuran halus dengan karakteristik tufa terkersikan (akik) dan kayu
43

warna segar putih kecoklatan, warna terkersikan.


lapuk coklat, besar butir pasir sedang Formasi ini berumur Miosen Akhir
(untuk batupasir sedang), besar butir
halus (untuk batupasir halus), bentuk
butir menyudut tanggung -
membundar tanggung, kemas terbuka,
terpilah buruk, permeabilitas sedang,
agak keras, tidak karbonatan dengan
kontak antarlapisan erosional, di
beberapa tempat memprlihatkan
perlapisan yang sangat baik.
Satuan Batupasir Tufaan berumur
Miosen Akhir

3.2.6 Aluvium

3.2.6.1 Ciri Litologi

Aluvium terdiri dari material sedimen lepas berukuran berukuran

lempung, lanau, pasir, dan bongkah yang banyak hadir sebagai bongkahan

berupa batulempung, batulanau, batupasir, andesit, dan batugamping. Seperti

yang dapat dilihat pada stasiun 41 di sungai cibangbayang (Foto 3.11).

Foto 3.9 Singkapan Aluvium stasiun 41 di Sungai Cikadu

Foto : Hendriyana
44

3.2.6.2 Luas dan Penyebaran

Satuan ini menempati daerah pemetaan sekitar 5% dari luas

keseluruhan lokasi pemetaan dan tersebar pada bagian utara daerah pemetaan

sepanjang sungai cibangbayang. Pada satuan ini juga ditemukan singkapan

singkapan batupasir yang memperlihatkan perlapian dengan baik.

3.2.6.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Endapan ini merupakan hasil erosi yang masih berlangsung

sampai sekarang dan terdapat di dasar sungai, sehingga dapat dinyatakan

bahwa endapan ini berumur Resen dengan lingkungan pengendapan di darat.

3.2.6.3 Hubungan Stratigrafi

Aluvium ini merupakan endapan sedimen darat yang diendapkan

secara tidak selaras dengan satuan batuan lainnya. Oleh karena itu hubungan

stratigrafi endapan ini dengan satuan batuan lainnya adalah tidak selaras.

3.2.6.4 Kesebandingan Regional


45

Berdasarkan ciri-ciri megaskopis yang dimilikinya, maka

Aluvium ini dapat disebandingkan dengan Aluvium pada Lembar Cianjur

(Tabel 3.10).

Tabel 3.11 Kesebandingan Aluvium dengan peneliti terdahulu

Aluvium Aluvium
(Penulis 2012) (Sudjatmiko, 1972)
Aluvium terdiri dari material sedimen Lempung, lanau, pasir, dan kerikil.
lepas berukuran berukuran lempung, Terutama endapan sungai sekarang.
lanau, pasir, dan bongkah yang banyak Termasuk rombakan lereng di utara dan
hadir sebagai bongkahan berupa di selatan Cianjur
batulempung, batulanau, batupasir, Formasi ini berumur Resen.
andesit, basalt, dan batugamping.
Aluvium berumur Resen

3.3 Struktur Geologi Daerah Pemetaan

Struktur geologi yang berkembang di daerah pemetaan merupakan

pengembangan dari struktur geologi regional dengan adanya sedikit perbedaan

pada jenis struktur dan arah umum strukturnya yang didapat berdasarkan data

data dilapangan sehingga ditemukan adanya perbedaan dengan pola struktur

geologi regionalnya.

Adapun struktur struktur geologi yang terdapat pada daerah

pemetaan meliputi struktur lipatan (antiklin dan sinklin), dan sesar (sesar naik

dan sesar mendatar dekstral).


46

3.3.1 Struktur Lipatan

Pada daerah pemetaan terdapat dua struktur lipatan yang terdiri dari

satu struktur sinklin dan satu struktur antiklin. Struktur struktur tersebut

antara lain Sinklin Genggong dan Antiklin Cibitung.

3.3.2 Sinklin Genggong

Struktur lipatan ini terdapat di bagian selatan daerah pemetaan

sekitar daerah desa Cinengah. Sinklin ini berada pada Satuan Tuf dan Breksi.

Sinklin ini didapat dari adanya arah dip yang saling berlawanan di daerah

Cinengah pada stasiun 60 dan 25.

3.3.3 Antiklin Cibitung

Struktur lipatan ini terdapat pada bagian selatan daerah pemetaan

di sekitar desa Sukaresmi hingga desa Cibitung. Antiklin ini berada pada

Satuan Batupasir Halus. Antiklin ini didapat dari adanya arah dip yang saling

berlawanan di daerah sungai Cibangbayang pada stasiun 74 dan 80.

3.3.4 Struktur Sesar

Perkiraan awal tentang adanya struktur sesar di daerah pemetaan

dilakukan melalui analisa data citra landsat dengan melihat adanya suatu

bidang kelurusan dan interpretasi peta topografi, seperti pola pengaliran sungai,
47

pola kontur, dan pola kelurusan punggungan dan lembahan. Sedangkan untuk

menguatkan perkiraan awal tersebut, penulis mendapatkan data indikasi

struktur sesar di lapangan, seperti air terjun, serta breksiasi, dan cermin sesar

yang terdapat di lokasi pemetaan. Struktur sesar yang terdapat di daerah

pemetaan antara lain Sesar Mendatar Dekstral Palasari dan Sesar Naik

Kemang.

3.3.5 Sesar Mendatar Dekstral Palasari

Sesar ini terletak di bagian selatan daerah pemetaan. Indikasi

keberadaan struktur sesar ini antara lain adanya kelurusan pada interprertasi

data. adanya anomali arah jurus dan kemiringan di stasiun 30 dan 28

pengamatan dekat lokasi sesar ini.

Gambar 3.10 Kelurusan sesar mendatar dekstral dilihat dari data citra satelit
48

Gambar 3.11 Offset pada stasiun 30


Foto : Hendriyana

3.3.6 Sesar Naik Kemang

Sesar naik ini terletak di bagian baratlaut daerah pemetaan dengan

arah sesar relatif baratdaya timurlaut. Indikasi keberadaan sesar ini di

lapangan yaitu dengan ditemukannya adanya air terjun sebagai suatu hasil

struktur sesar, adanya breksiasi, dan ditemukannya cermin sesar di stasiun 47-

58. Ditemukannya ketidaksinambungan kemiringan perlapisan batuan dari

rekonstruksi penampang pada interpetasi citra landsat memperkuat

keberadaan sesar naik tersebut.


49

Foto 3.12 Indikasi struktur geologi berupa cermin sesar (stasiun 47), air
terjun(stasiun 34) dan breksi sesar (stasiun 26)

Gambar 3.13 Kelurusan sesar naik kemang dilihat dari data citra satelit

3.4 Sejarah Geologi Daerah Pemetaan

Geologi sejarah daerah pemetaan dimulai dari kala Oligosen Akhir

dengan paleogeografi yang berupa lingkungan laut dangkal, yang secara

batimetri berada pada kedalaman neritik dalam. Proses yang pertama kali terjadi

dalam proses geologi daerah pemetaan ini adalah diendapkannya endapan

karbonat berupa batugamping terumbu yang merupakan penyusun satuan

batgamping.
50

Kemudian terjadi transgresi yang mengakibatkan terendapkannya

material sedimen pasir sedang dan breksi polimik pada kedalaman 200-800 mdpl

(middle upper bathyal) pada kala Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Pada

kala Miosen Akhir terjadi regresi yang mengakibatkan daerah peneleitian

muncul ke daratan dan diendapkannya material volkaniklastik berupa batupasir

tufaan.

Setelah terendapkannya material material tersebut terjadi aktivitas

tektonik yang menyebabkan terbentuknya perlipatan dan pensesaran, dengan

arah tegasan yang relatif berarah baratlaut - tenggara sehingga menghasilkan

struktur geologi antiklin, sinklin, dan sesar naik yang berarah relatif timurlaut

baratdaya serta sesar mendatar berarah baratlaut tenggara.

Proses geologi terakhir di daerah pemetaan adalah proses pelapukan

dan erosi permukaan pada seluruh batuan yang sudah terbentuk sebelumnya.

Hasil dari pelapukan dan erosi ini kemudian mengalami transportasi oleh media

air yang kemudian terendapkan pada tempat-tempat di sepanjang aliran sungai,

berupa aluvium yang terlihat di daerah ini. Kegiatan pelapukan dan erosi ini

masih berlangsung hingga saat ini.

3.5 Kebencanaan Daerah Pemetaan


Jika ditinjau dari aspek geomorfologinya, daerah pemetaan didominasi

oleh perbukitan dengan kemiringan lereng agak curam hingga sangat curam
51

dengan batuan penyusun berupa batuan sedimen dengan tingkat erosi dan

pelapukan yang tinggi, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dengan

aspek geomorfologi tersebut maka kemungkinan besar kebencanaan yang

terjadi di daerah pemetaan yaitu tanah longsor.

Anda mungkin juga menyukai