Anda di halaman 1dari 77

Skenario 2

Seorang pengendara motor terlibat kecelakaan tunggal setelah menabrak


pembatas jalan. Dia terpelanting beberapa meter dari motornya, sehingga helm
terlepas, dan kepala membentur jalan. Korban menderita luka robek dan memar di
kepala, memar di bagian dada dan perut, dan tangan sebelah kanan tidak dapat
digerakkan. Penderita juga mengeluh apabila perutnya sakit dan dadanya sesak.

Step 1

- Luka Robek : Kerusakan akibat benda tumpul yang merobek jaringan


kulit, rambut, otot dll.
- Memar : suatu jenis cedera biologis, disebabkan karena kerusakan
jaringan bagian dalam tanpa adanya cidera kulit, yang biasanya
disebabkan akibat benda tumpul.
- Sesak : Keadaan sulit bernafas karena trauma dada, dengan rasa
nyeri atau tidak nyaman ketika bernafas.

Step 2

1. Trauma
Trauma Kepala
Trauma Dada
Trauma Perut
Trauma Extremitas
2. Pertolongan Pertama

Step 3

Trauma
1. Trauma kepala

Cedera Kepala adalah gangguan traumatik dari fungsi otak, tanpa atau diikuti
terputusnya kontinuitas otak dan dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan
pada manusia.

Etiologi
Etiologi utama dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda
tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan industri.

Patofisiologi

Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam.
Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau
lokal dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan
menyebar ke area sekitar cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda
tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera tergantung pada lokasi benturan,
penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi saat cedera.

Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1. Minor

SKG 13 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang

SKG 9 12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

SKG 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Manifestasi Klinis

Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

Kebungungan

Iritabel

Pucat

Mual dan muntah

Pusing kepala

Terdapat hematoma

Kecemasan

Sukar untuk dibangunkan

Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

2. Trauma Thorak

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorak ataupun isi dari cavum thorak yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang dapat menyababkan
keadaan gawat thorak akut.

Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.


Cedera akibat kekerasan.

Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat


ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek
yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan
ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.

Ada 2 keadaan yang harus dikenal pada survey primer:

a. Open pneumo-thorax

Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa, sehingga ada


hubungan udara luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup.
Seringkali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang mengisap pada
setiap inspirasi (sucking chest wound)

Apabila lubang ini lebih besar daripada 1/3 diameter trachea, maka pada
inspirasi, udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan
melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Dengan demikian maka pada
oper pneumothorax, usaha pertama adalah menutup lubang pada dinding dada ini,
sehingga open pneumothorax menjadi close pneumothorax (tertutup). Harus
segera ditambahkan bahwa Apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada
lubang pada paru, maka usaha menutup lubang ini dapat mengakibatkan
terjadinya tension pneumothorax. Dengan demikian maka yang harus dilakukan
adalah:

- Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plester pada 3 sisinya,
sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/sofratulle
pada sisi dalamnya supaya kedap udara)

- Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka
harus sering dilakukan evaluasi paru. Apabila ternyata timbul tanda tension
pneumothorax, maka kasa harus dibuka pada luka yang sangat besar, maka dapat
dipakai palastik infuse yang digunting sesuai ukuran.

b. Tension Pneumothorax

Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan
semakin banyak pada satu sisi rongga pleura, akibatnya adalah

- Paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat

- Mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok

Apabila keadaan berat, maka paramedic harus mengambil tindakan dengan


melakukan tindakan dengan melakukan needle thoracosynthesis, yakni
menusukan dengan jarum besar pada ruang interkostal 2, pada garis mid-
klavikuler.

c. Hematothorax

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak
banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah
membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat
terselamatkan dengan tindakan cepat di UGD.

d. Flail Chest

Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu
segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi, segmen
akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal
sebagai pernafasan paradoksal.

Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai


adalah adanya kontusio paru yang terjadi.

Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan
mungkin diperlukan ventilasi tambahan.

e. Tamorade Jantung

Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul
juga dapat menyebabkannya

Karena darah terkumpul dalam rongga perkardium, maka kontraksi


jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik). Biasanya
ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan
nadi yang kecil.

Pada infuus guyur tidak ada atau hanya sedikit respon


Seharusnya pada penderita ini dilakukan perikardio-sintesis (penusukan
rongga pericardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut.

Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder

a. Fraktur Iga

Fraktur iga sering ditemukan, gejalanya adalah nyeri pada pernafasan,


ketakutan akan nyeri pada gejala ini menyebabkan pernafasan menjadi dangkal,
serta takut batuk keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi pada paru sehingga
kadang-kadang memerlukan blok pada n.interkostalis di Rumah Sakit.

b. Kontusi paru

Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat

c. Keadaan lain seperti ruptur aorta, rupture diafragma, perforasi


esophagus

3. Trauma Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang


terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk

Etiologi dan faktor resiko

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak


diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang


berusia dibawah 40 tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada
semua orang dewasa.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka


tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.

1. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka


tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua (Swearingen &
Kose, 1999), yaitu :

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas

2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

Patofisiologi
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan,
penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau
struktur abdomen yang lain.

Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam


abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang
menyebabkan peritonitis dan sepsis.

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen


adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,


kehilangan darah dan shock.

2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,


mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan


perdarahan massif dan transfuse multiple

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi


saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan


integritas rongga saluran pencernaan.

Limpa :

Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan


oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal
dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan di limpa.
Liver :

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi
perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.

Esofagus bawah dan lambung :

Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus.


Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga
perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka
tembus langsung.

Pankreas dan duodenum :

Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi


trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan
oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya
yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.

Tanda dan gejala

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Yang disebabkan oleh nyeri dibahu adalah :

1. Kehrs sign

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben

2. Mual dan muntah

3. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

4. Trauma Ekstremitas

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan


ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap
retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).

Jenis Fraktur

1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah


tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.

2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit,


integritas kulit masih utuh.

3. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan


fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
o Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.

o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.

o Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan


jaringan lunak ekstensif.

4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.

5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.

6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong ke dalam (sering


terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).

10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).

11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).

12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
prlekatannya.

13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.

14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang


lainnya.
Manifestasi klinis

Nyeri terus menerus, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas,


krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna.

Pertolongan Pertama

Trauma-trauma yang terjadi akibat kecelakaan memang sangat mengerikan


karena mengancam nyawa. Tapi sebenarnya, ada satu hal yang bisa dilakukan oleh
siapa saja untuk mengurangi resiko kematian. Ini disebut sebagai pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K). Prinsip dari pertolongan pertama ini dikenal
dengan singkatan ABC. A untuk airway atau jalan napas, B untuk breathing atau
pernapasan, dan C untuk circulation atau sirkulasi/fungsi jantung. Secara singkat,
bisa dijelaskan bahwa pasien harus dijamin jalan napasnya, jangan tersumbat.
Kemudian dilihat proses pernapasannya apakah spontan/lancar atau tidak. Jika
tidak, bisa dilakukan pernapasan buatan lewat mulut. Setelah itu, diperiksa fungsi
jantungnya dengan meraba denyut pembuluh darah nadi. Jika denyut nadi
menghilang, harus dilakukan pompa jantung. Memang, tindakan ini kelihatan
sulit. Tapi, tindakan pertolongan pertama seharusnya diketahui oleh semua orang.
Tindakan ini bukanlah monopoli dokter. Semua orang sebaiknya memiliki
keterampilan P3K.
Step 4

Pengendara Motor

kecelakaan

Pertolongan Pertolongan
dan Cek kesdaran

Anamnesis

Kepala Dada Perut Ekstremitas

Luka Robek dan Sesak dan Trauma dan Nyeri Susah untuk
Memar Trauma Perut digerakkan
Pemeriksaan
Penatalaksanaan
Fisik dan
Penunjang
Step 5

1. GCS

2. Anamnesis

3. Trauma

Trauma Kepala

Anatomi

Fraktur

a. Perbedaan cedera cranial

b. Macam - macam perdarahan cranial

c. Komplikasi perdarahan cranial

d. Gejala peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial )


e. Tanda tanda ICH

Trauma Dada

Anatomi

Fraktur / Ruptur

Perdarahan

Komplikasi

Trauma Perut

Anatomi

Fraktur / Ruptur

Perdarahan

Komplikasi

Trauma Extremitas

Anatomi

Fraktur / Ruptur

Perdarahan

Komplikasi

4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Penunjang

6. Penatalaksanaan

Step 7
1. GCS (Glassco Coma Scale)
GCS digunakan untuk menilai kesdaran seorang pasien, memiliki metode
EMV (Eyes, Movement, Verbal).(1)
(E) Kemampuan membuka mata

Spontan 4
Setelah dipanggil 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak pernah 1

(M) Respon motorik

Mengikuti perintah 4
Dapat menunjukkan letak nyeri 3
Gerak flexi menarik 2
Gerak meluruskan anggota badan 1

(V) Respon verbal

Pembicaraan terarah 4
Bingung, bicara tak terarah 3
Pembicaraan kacau 2
Suara tidak dimengerti 1
Tidak ada 0

Hasil di klasifikasikan:
14-15 : compos mentis
12-13 : apatis
11-12 : somnolen
8-10 : stupur
<5 : koma (1)

1. DIAGNOSIS (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan


Penunjang)
Diagnosis dapat kita dapatkan melalui anamnesis yang sebaiknya sebaiknya
dilakukan setelah menilai kesadaran pasien dengan GCS dan berbarengan dengan
tindakan-tindakan yang perlu di lakukan pada pasien. Anamnesis dapat dilakukan
secara langsung pada pasien dan tidak langsung pada saudara atau orang yang
mengantar pasien bila pasien sudah tidak komunikatif lagi. Setelah kita
mendapatkan anamnesis yang bisa menghasilkan diagnosis yang sesuai dengan
keadaan pasien dan memperkuat diagnosis dengan melakukan pemeriksaan
pasien. Yang perlu ditanyakan pada pasien terutama korban kecelakaan adalah:

1. Identitas
2. Onset
Kapan dan dimana terjadi kejadian
Bagaimana kronologi kejadian korban menabrak dan terpelanting,
helm telepas
3. Kecepatan saat tabrakan (cepat/tidak)
4. Keluhan atau cedera:
Kepala: robek dan terdapat memar.
Luka robek dipastikan menyebabkan perdarahan luar pada kepala
karena pada lapisan kulit yang terdiri dari SCALP mengandung
banyak kapiler sehingga perlu menghentikan perdarahan dengan debt
(menekan daerah perdarahan) atau penjahitan situasi bila waktu
mencukupi sebelum dirujuk.
Memar yang disebabkan benturan yang keras dapat menyebabkan
perdarahan epidural (EDH) sehingga pasien perlu ditanya apakah
merasa mual, pusing atau terjadi penurunan kesadaran dan muntah
proyektil. Perlu dilakukan pemerikasaan neurologi dan untuk
memperkuat dugaan perlu diadakan CT-SCAN dan pemeriksaan
laboratorium. Penanganan pertama dengan menurunkan TIK yaitu
pemberian infus dengan cairan manitol dan pasien dibaringkan
dengan sudut elevasi kepala 150-300.

Hasil CT-SCAN pada perdarahan intracranial


A B C

A Epidural hematoma (EDH), berbentuk elips karena berada


diluar lapisan durameter sehingga mendesak lapisan durameter
kedalam.
B Subdurameter hematoma (SDH), berbentuk sabit karena berada
didalam lapisan sehingga darah menyerap kedalam otak.
C Intraserebral hematoma (ICH), perdarahan didalam cerebrum.

Thorax: memar dan sesak

Trauma pada thorax dapat berhubungan dengan abdomen, maka bila terjadi
trauma thorax terutama bagian inferior harus dicurigai adanya trauma abdomen
pada bagian superior. Pemeriksaan fisik pada thorax adalah inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi dan pemeriksaan penunjang adalah foto rongent dan
pemeriksaan gas darah. (1)

Memar dapat diakibat adanya fraktur costa atau sternum tergantung


letak memar. Dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan inspeksi,
bila terjadi fraktur maka akan ditemukan bentuk costa yang tidak
normal dan saat dilakukan palpasi bila ditekan bagian sternum yang
sejajar dengan costa yang fraktur akan terasa nyeri. Pemeriksaan
penunjang yang perlu adalah foto rongent thorax. Fraktur costa dapat
menimbulkan fail cest, pneumothorax, hematothorax, ruptur
diapragma, trauma esofagus dan bila bagian costa yang fraktur
mengenai paru-paru maka dapat menyebabkan kontusio paru,
laserasi paru. Bila fraktur sternum dapat menyebabkan tamponade
jantung, kontusio jantung. Pemeriksaan penunjang lain adalah EKG
untuk mengetahui keadaan jantung.
Sesak dapat merupakan manifestasi patologis yang terjadi pada
thorax, salah satu gejala awal dari pneumothorax dan hematothorax.
Dengan pemeriksaan fisik perkusi bila terjadi pneumothorax akan
terdengar hipersonor dan bila hematothorax akan terdengar redup,
bila mengalami keduanya maka thorax bagian atas akan terdengar
hipersonor dan bagian bawah redup. Selain itu saat auskultasi, suara
nafas akan berkurang.
Perut: memar dan nyeri

Trauma pada perut mungkin masih ada hubungannya dengan trauma thorax yang
dialami oleh pasien. Dalam pemeriksaan abdomen perlu diperhatikan keadaan
umum, denyut nadi, pernafasan. Perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi,
perkusi, dan palpasi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto
rongent dan USG.(1)

Memar, menandakan terdapat perdarahan tertutup pada dinding


abdomen yang bisa menjadi tanda terdapat perdarahan pada intra
abdomen. Perdarahan intra abdomen dapat dilakukan dengan
auskultasi, gerak peristaltik menghilang karena darah didalam
abdomen menutupi ruang abdomen sehingga meredam suara
peristaltik usus. Bila dilakukan perkusi terdengar suara redup karena
terdapat cairan didalam intra abdomen. Penurunan perfusi darah atau
tanda-tanda syok tanpa ada perdarahan luar perlu dicurigai adanya
perdarahan intra abdominal.
Nyeri, nyeri dapat disebabkan kerusakan organ dalam abdomen.
Tangan: tidak dapat digerakkan

Tangan tidak bisa digerakkan memiliki dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu
dislokasi dan fraktur pada lengan atas. Lakukan inspeksi, adakah struktur yang
abnormal, adakah pembengkaan, adakah kehilangan kemampuan gerak setelah itu
palpasi apakah nyeri pada bagian pemeriksaan. Pemeriksaan fisik lain adalah
reflek dari tangan tersebut untuk mengecek adakah saraf yang terputus,
pemeriksaan penunjang adalah foto rongent pada tangan. Penatalaksanaan awal
dengan reposisi, imobilisasi.(1)
2. Trauma
TRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)

Anatomi Kepala

A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium (2).

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan akibat


laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada
bayi dan anak-anak (2).

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.Tulang

tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital . Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi
oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis,
fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang

otak dan serebelum (2).


C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :

1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat (2).
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media) (2).
2. Selaput Arakhnoid
(2)
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang .
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala (2).
3. Pia mater
(2)
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri . Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak
dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi
otak juga diliputi oleh pia mater .

D. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang
dewasa sekitar 14 kg . Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan


dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan (2).

E. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan


kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
(2)
dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada
kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar
500 ml CSS per hari.

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang


supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior) (2).

Definisi dan Epidemiologi

Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan


kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak,
dan jaringan otak itu sendiri. Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya
cedera kepala didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi
fisik yang disebabkan oleh suatu benturan keras pada kepala .

Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis


dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi
(2)
.
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;

1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,


jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan
melakukan kontak pada protuberans tulang tengkorak (2).

2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi;

1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar
tengkorak(3,17). Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu
titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur
tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan
perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk
memperbaiki tulang tengkorak.

2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural,


perdarahan subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan
terjadi secara bersamaan.

Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala digunakan


Glasgow Coma Scale (GCS) . Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-
6), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15.
Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkam menjadi (2):

1. Cedera kepala ringan :

Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau
hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran

b) Satu kali atau tidak ada muntah

c) Stabil dan sadar

d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala

e) Pemeriksaan lainnya normal

2. Cedera kepala sedang :

Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24
jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.

a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian

b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk

c) Dua atau lebih episode muntah

d) Sakit kepala persisten

e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma

f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala

g) Pemeriksaan lainnya normal

3. Cedera kepala berat :

Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai
kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama

b) Status kesadaran menurun responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif

c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga

d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)

e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:

a. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus


okulomotor

b. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi


dan hipertensi

c. Trauma kepala yang berpenetrasi

d. Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah


trauma) (1).

e. Papilledema: Pembengkakan kepala saraf optik, tanda tekanan


intrakranial meningkat. Kepala saraf optik, juga disebut disk optik
atau papilla, adalah area dimana saraf optik (saraf yang membawa
pesan dari mata ke otak) memasuki bola mata. Kepala saraf optik
tidak normal meningkat pada papilledema, hampir selalu pada
kedua mata.Penyebab papilledema termasuk cerebral edema
(pembengkakan otak, seperti dari ensefalitis atau trauma), tumor
dan lesi lain yang menempati ruang dalam tengkorak,meningkatkan
produksi cairan cerebrospinal (CSF), penurunan resorpsi dari CSF
(karena trombosis sinus vena , meningitis, atau perdarahan
subarachnoid), obstruksi sistem ventrikel dalam otak,
hydrocephalus, craniosynostosis (penutupan dini jahitan
tengkorak), dan kondisi yang disebut cerebri pseudotumor.Temuan
papilledema memerlukan evaluasi lebih lanjut segera dan, jika
perlu, intervensi. Juga dikenal sebagai disk tercekik.

Patofisiologi

Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala.
Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada
tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.

Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu:

1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,

2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,

3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).

Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak (4).

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-
orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup
disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan
contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian
coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;

1. Rear end Impact

Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama
kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada
awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.
2. Backward/forward motion of head

Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan


otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang
tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi
tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan
kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah
otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah
dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi
pergerakan kepala ke depan.

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala


(5)
primer dan cedera kepala skunder . Cedera kepala primer merupakan cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Cedera ini umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak
banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal (5).

Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan
(4)
lebih merupakan fenomena metabolik . Pada penderita cedera kepala berat,
pencegahan cedera kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat
kesembuhan/keluaran penderita (2).

Penyebab cedera kepala skunder antara lain; penyebab sistemik (hipotensi,


hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab
intracranial (tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak
(brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi) (5).

Aspek patologis dari cedera kepala antara lain; hematoma epidural


(perdarahan yang terjadi antara tulang tengkorak dan dura mater), perdarahan
subdural (perdarahan yang terjadi antara dura mater dan arakhnoidea), higroma
subdural (penimbunan cairan antara dura mater dan arakhnoidea), perdarahan
subarakhnoidal cederatik (perdarahan yang terjadi di dalam ruangan antara
arakhnoidea dan permukaan otak), hematoma serebri (massa darah yang
mendesak jaringan di sekitarnya akibat robekan sebuah arteri), edema otak
(tertimbunnya cairan secara berlebihan didalam jaringan otak), kongesti otak
(pembengkakan otak yang tampak terutama berupa sulsi dan ventrikel yang
menyempit), cedera otak fokal (kontusio, laserasio, hemoragia dan hematoma
serenri setempat), lesi nervi kranialis dan lesi sekunder pada cedera otak.

Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury

Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury Meliputi:

1. Faktor kardiovaskuler

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup


aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan


kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan
meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan
atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Faktor Respiratori

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila
PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan
PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri
kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).

Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya


tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak atau medulla oblongata.

3. Faktor metabolisme

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh


lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya
sejumlah nitrogen

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap


hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk


mengatasi retensi natrium. Kemudian natrium keluar bersama urine, hal ini
mempengaruhi hubungan natrium pada serum dan adanya retensi natrium.
Pada pasca hypotermia hilangnya nitrogen yang berlebihan sama dengan
respon metabolik terhadap cedera, karena adanya cedera tubuh maka
diperlukan energi untuk menangani perubahan seluruh sistem, tetapi
makanan yang masuk kurang sehingga terjadi penghancuran protein otot
sebagai sumber nitrogen utama, demikian pula respon hypothalamus
terhadap cedera, maka akan terjadi sekresi kortisol, hormon pertumbuhan
dan produksi katekolamin dan prolaktin sehingga terjadi asidosis
metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa

4. Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma
kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas
hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung
menjadi hiperasiditas.

Hypothalamus merangsang anterior hypofise untuk mengeluarkan steroid


adrenal. Hal ini merupakan kompensasi tubuh dalam mengeluarkan
kortikosteroid dalam menangani oedema cerebral. Hyperacidium terjadi
karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani
stres yang mempengaruhi produksi asam lambung.

5. Faktor psikologis

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala


pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang
timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula
pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan
fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga (1).

Perdarahan

Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan


kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang
bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun
dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat
menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang
terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis
perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang
terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh
sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang
disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin
intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian
darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang
telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko
dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena (1).
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila
terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat
menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang
dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang
yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki
mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki
perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh
perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari
penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau
memperberat situasi perdarahan (1).

Cedera Kepala pada Penutup Otak


Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar
disebut duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih
dekat berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara
tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural.
Ruang ini penting dalam bidang forensik (1).
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini
sangat rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak.
Lapisan ini tidak terlalu penting dalam bidang forensik.
Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut
arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini
disebut ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu
diingat, cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural,
subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri (1).
a. Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang
tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat
dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat
menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah
akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural
menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak
mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala
seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan
akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi
segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala
yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval(1).
b. Perdarahan Subdural (Hematoma)
Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah
berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi
pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung
perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan
epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan
pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan
subdural yang fatal.
Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada
beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat
menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala
yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera
untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya
pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara
bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan,
darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah
terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering
kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut
rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan
kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural
ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap
individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma,
meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi
pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada
pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan
berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul
persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan
tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan
darah, dapat bersifat fatal.
Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari
perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral
yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan
menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural (1).
c. Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi
2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan
dengan trauma. Penyebabnya antara lain:
1. Nontraumatik:
a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki
subarakhnoid
2. Traumatik:
a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya
menyebabkan perdarahan subarakhnoid
b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal
yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis
c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang
diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh
dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun
dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang
subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau
bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang
menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami
nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan
gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada
trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu
menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur
aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan
akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi
yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki
tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan
terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di
dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-
pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan
merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain
seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat
menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat
mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior.
Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di
daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya
arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai
lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas
meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer
serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan
nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini
merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan
meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang
berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak.Akan
tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya
aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya
perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian
bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak
selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh
trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi
tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps
dan bahkan kematian (1).

Fraktur Tulang Wajah

1. Fraktur Maksilofasial
a. Fraktur sepertiga atas (Lefort III) dengan batas tepi atas orbita
yaitu bagian os frontalis
b. Fraktur sepertiga tengah (lefort II) yang dibatasi oleh tepi atas
orbita dan tepi bawah baris gigi atas yaitu bagian maksila.
c. Fraktur sepertiga bawah (lefort I) yang meliputi daerah mandibula
2. Fraktur Mandibula
3. Fraktur Gigi
4. Fraktur Os-Nasale
5. Fraktur Orbita

Cidera Otak
- Cidera Otak Ringan
Penderita tersebut sadar namun amnesia, kesadaran >5menit sakit
kepada hebat, GCS <5, adanya defisit neurologis fokal.
Penatalaksanaan Pmx CT Scan atau foton polos rontgen kepala untuk
membedakan trauma tumpul atau tembus.

- Cidera Otak Sedang


Masih mampu menuruti perintah sederhana, GCS : 9-13 tampak
bingung/mengantuk dan dapat disertai defisit neorologis fokal seperti
hemiparesis.

- Cidera Otak Berat


Penderita tidak mampu melaksanakan perintah sederhana walaupun
status kardiopulmonernya telah stabil GCS 3-8.

Penatalaksanaan ABCDE, primary survey dan resusitasi, secondary


survey dan riwayat AMPLE (1).

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA

1. Simple Head Injury


Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis


Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik
dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung
tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan
jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah
dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau


terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin
pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang
terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya
rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat
adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis,
perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi
dan mobilisasi bertahap (2).

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam


jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-
neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi
contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi
yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap
lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah coup , contrecoup, dan


intermediatemenimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks
babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si
penderita biasanya menunjukkan organic brain syndrome.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang


beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah
cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah
dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat
vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi


dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral
edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari (2).

4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas
laceratio langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan


oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed
terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan
yang hebat akibat kekuatan mekanis (2).

5. Fracture Basis Cranii


Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.

Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi
tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar. 1, 2
Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi
fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.

Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu :

Fraktur linear yang paling sering terjadi merupakan fraktur tanpa


pergeseran, dan umumnya tidak diperlukan intervensi.
Fraktur depresi terjadi bila fragmen tulang terdorong kedalam dengan
atau tanpa kerusakan pada scalp. Fraktur depresi mungkin memerlukan
tindakan operasi untuk mengoreksi deformitas yang terjadi.
Fraktur diastatik terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada
neonatus dan bayi yang suturanya belum menyatu. Pada fraktur jenis ini,
garis sutura normal jadi melebar.
Fraktur basis merupakan yang paling serius dan melibatkan tulang-tulang
dasar tengkorak dengan komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan
serebrospinal (Cerebrospinal Fluid). Suatu fraktur tulang tengkorak berarti
patahnya tulang tengkorak dan biasanya terjadi akibat benturan langsung.
Tulang tengkorak mengalami deformitas akibat benturan terlokalisir yang
dapat merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur tulang tengkorak.
Suatu fraktur menunjukkan adanya sejumlah besar gaya yang terjadi pada
kepala dan kemungkinan besar menyebabkan kerusakan pada bagian
dalam dari isi cranium. Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa
disertai kerusakan neurologis, dan sebaliknya, cedera yang fatal pada
membran, pembuluh-pembuluh darah, dan otak mungkin terjadi tanpa
fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal, diselubungi oleh
penutup meningeal, dan terlindung di dalam tulang tengkorak. Selain itu,
fascia dan otot-otot tulang tengkorak manjadi bantalan tambahan untuk
jaringan otak. Hasil uji coba telah menunjukkan bahwa diperlukan
kekuatan sepuluh kali lebih besar untuk menimbulkan fraktur pada tulang
tengkorak kadaver dengan kulit kepala utuh dibanding yang tanpa kulit
kepala.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding


Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.
Komplikasi :

Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi
terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk
mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang
berlangsung lebih dari 6 hari (2).

KOMPLIKASI

Jangka pendek :

1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri
kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa
jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti
nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan
darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu
menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini
adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subkutan
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil
melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-
tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon
meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan
pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins
dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama


Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian


Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan


parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar
sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens terlihat dari midline yang bergeser

o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam


otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan
subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak
pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa
hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan
perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi
dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan
manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.

4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,
mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya
lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala
kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya
tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :

1. Gangguan neurologis

Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan


N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese

2. Sindrom pasca trauma


Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido
menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa,
gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan
intelegensia, menarik diri, dan depresi.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

Rotgen Foto

CT Scan

MRI

TRAUMA THORAX

Anatomi

a. Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar
adalah jantung dan paru-paru. Tulang-tulang iga (kesta 1-12) bersama dengan otot
interkostal, serta diafragma pada bagian caudal membentuk rongga thorax

b. Pleura

Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan). Sedangkan
pleura viseralis melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals
dengan viseralis ada tekanan negative (menghisap), sehingga pleura parietals da
viseralis erring bersinggungan. Ruangan antara kedua pleura disebut rongga
pleura. Bila ada hubungan antara udara luar (tekanan 1 atm). Dengan rongga
pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif akan memasuki rongga
pleura, sehingga terjadi open pneumo-thorax. Tentu saja paru (bersama pleura
viseralis) akan kuncup (collaps) (2).

Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada hubungan
antara bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap utuh,
maka udara akan masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi pnuemotorax.
Apabila ada sesuatu mekanisme ventiel sehingga udara dari bronchus masuk
rongga pleura, tetapi tidak dapat masuk kembali, maka akan terjadi
peunomothorax yang semakin berat yang pada akhirnya akan mendorong paru
sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai tension pneumothorax (2).

Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal
sebagai hemothorax.

c. Paru-Paru

Terdapat dua masing-masing di kiri dan kanan. Dari pangkal paru (jilus)
keluar bronkus utama kiri dan kanan yang bersatu membentuk trakea.

d. Mediasinum
Antara kedua paru (dan pleura viseralis) terdapat antara lain jantung dan
pembuluh darah besar. Apabila ada tension pneumothorax maka mediastinum
terdorong ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus balik darah melalui
cava. Keadaan ini akan menimbulkan syok, karena jantung tidak maksimal
mencurahkan darah (2).

Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal sebagai pericardium,


Apabila ada luka tusuk jantung, maka darah mungkin akan keluar dari jantung dan
mengisi rongga pericardium, sedemikian rupa sehingga denyut jantung akan
terhambat. Akan timbul syok, yang bukan syok hemoragik, melainkan syok
kardiogenik (2).

Fisiologi

Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan
bantuan
gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang
mengembang dan mengempis tergantung mengembang atau mengecilnya rongga
dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernapasan, yaitu m.interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru
mengembang sehingga udara terisap ke alvoelus melalui trakea dan bronkus (1).
Sebaliknya, m.interkostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan
udara terdorong ke luar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen, diafragma
akan naik ketika m.interkostalis tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu
kelenturan dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen,
menyebabkan ekspirasi jika otot interkostal dan diafragma kendur dan tidak
mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian, ekspirasi merupakan
kegiatan yang pasif.
Adanya lubang di dinding dada atau pleura viseralis akan menyebabkan udara
masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis
dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinidng toraks dan diafragma. Hal ini
terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberi tekanan
negatif, udara ini akan terisap dan paru dapat dikembangkan lagi (1).

Cedera dan Gawat Dada

Penyebab Diagnosis
Obstruksi jalan napas
- Sianosis, pucat, stridor
- Kontraksi otot bantu napas +
- Retraksi supraklavikula dan interkostal
Hemotoraks masif
- Anemia, syok hipovolemik
- Sesak napas
- Pekak pada perkusi
- Suara napas berkurang
- Tekanan vena sentral tidak meninggi
Tamponade jantung
- Syok kardiogenik
- Tekanan vena meninggi (leher)
- Bunyi jantung berkurang
Pneumotoraks desak
- hemitoraks mengembang
- gerakan hemitoraks kurang
- suara napas berkurang
- sesak napas progresif
- emfisema subkutis
- trakea terdorong ke sisi sebelah
Toraks instabil/flail chest
- gerakan napas paradoks
- sesak napas, sianosis
Pneumotoraks terbuka
- luka pada dinding toraks
- kebocoran udara terdengar dan tampak
Kebocoran trakea-bronkus
- bronkial
- pneumotoraks
- emsifema
- infeksi
Semua kelainan ini menyebabkan gawat toraks akut yang analog dengan
gawat perut, dalam arti diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan
penanganan dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan, ventilasi paru,
dan perdarahan. Sering tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita
bukan merupakan tindakan operasi, seperti membebaskan jalan napas, aspirasi
rongga pleura, aspirasi rongga perikard, dan menutup sementara luka dada. Akan
tetapi, kadang diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus di dada harus segera
ditutup dengan jahitan yang kedap udara (1).

Patah Tulang Iga/Costa

Mungkin bisa tunggal atau multipel. Jika multipel, bentuk dan gerak toraks
mungkin masih memadai atau mungkin tidak (contoh: toraks gail dengan
pernapasan paradoks).
Diagnosis patah tulang ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri lokal.
Nyerinya berupa nyeri lokal dan nyeri kompresi kiri-kanan atau muka-belakang,
dan nyeri pada gerak napas (1).
Jika terjadi patah tulang iga multipel, biasanya dinding toraks tetap stabil. Akan
tetapi, jika beberapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat, suatu segmen
dinding dada terlepas dari kesatuannya. Fraktur iga tunggal atau majemuk
dengan gerak dada yang masih memadai dan teratur ditangani dengan pemberian
analgesik atau anestesik. Nyeri harus dihilangkan untuk menjamin pernapasan
yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak napas tidak memadai dan
terganggunya batuk karena nyeri. Jika pemberian analgesik tidak menghilangkan
nyeri, harus dilakukan anestesia blok interkostal yang meliputi segmen di kaudal
dan kranial iga yang patah.
Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios kuat dan otot. Karena
tulang iga pendarahannya baik, penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya
berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit (1).

Efusi Pleura Hemoragik


Etiologi Kunci Diagnosis
Cedera/tindak bedah A.cedera tumpul atau tajam, tindak bedah
Aneurisma aorta yang pecah G/T. Nyeri dada atau punggung
D. mediastinum melebar, angiogram
Hemotoraks spontan G/T. Nyeri dada, syok
P. adhesi robek, bula paru pecah
D. torakoskopi
Keganasan D. sel maligna di cairan aspirasi, biopsi
(torakoskopi)
Infark paru A.nyeri dada pada pernapasan
D. payaran paru dan/atau angiogram
TBC paru D. batang tahan asam di cairan atau sputum
Periarteritis nodosa P. penyakit sistemik
D. biopsi pleura, torakoskopi
A = anamnesis; G/T = gejala dan tanda; D = diagnostik; P = patologi

Hemotoraks

Besarnya
Bayangan foto Penanganan
Ukurann Pemeriksaan fisik
Rontgen
Kecil 0-15% Perkusi pekak sampai Gerakan aktif
iga IX (fisioterapi)
Sedang 15-35% Perkusi pekak sampai Aspirasi dan
iga VI transfusi
Besar >35% Perkusi pekak sampai Penyalir sekat air di
kranial, iga IV ruang antariga,
transfusi

klasifikasi

menurut jumlah kosta yang mengalami fraktur


a. Fraktur simple

b. Fraktur multiple

Menurut jumlah fraktur pada setiap kosta

a. Fraktur segmental

b. Fraktur simple

c. Fraktur communutif

Menurut letak fraktur

a. Fraktur superior (costa 1-3)

b. Fraktur median (4-9)

c. Fraktur inferior (10-12)

Menurut posisi

a. Anterior

b. Posterior

c. Lateral

Ruptur

a. Ruptur aorta

Rupture aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setekah


kecelakaan tabrakan mobil frontal atau jatuh dari ketingggian. Untuk penderita
yang selamat, sesampai dirumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan
bila rupture aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dioperasi. Banyak penderita
ynag sempat sampai dirumah sakit dalam keadaan hidup, koma meninggal
dirumah sakit bilatidak segera diterapi. Sering kali gejal ataupun tanda spesifik
tidk ada, namun adanya kecurigfaaan yang besar atas riwayat trauma, adanya gaya
deseklerasi dan temuan radiologis yang khas dan arteriografi merupakan dasara
dalam penetapan diagnosis (1).

b. Ruptur diafragma

Rupture diafragma traumatik sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena


obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kana sehingga
mengurangi kemungkinan terdiagnosis ataupun terjadinya rupture diafragma
kanan. Trauma tumpul dapat menyebabkan robekan besar yang menyebabkan
timbulnya herniaasai organ abdomen. Sedangkan trauma saja dapat menghasilkan
perforasi kecil yang memerluka waktu untuk berkembang menjadi hernia
diafragmatoik (1).

c. perforasi esophagus

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : jejas, simetris, nafas paradoksal
b. Palpasi : NT(+), fremitus ka/ki berbeda, krepitasi
c. Perkusi: Sonor(normal),redup(cairan),hipersonor(udara)
d. Auskultasi: vesikuler, suara tambahan
Tindakan elementer ditujukan pada kegagalan sistim Respirasi dan sirkulasi :
1. Airway
Miringkan kepala penderita bertujuan mengeluarkan sisa makanan, darah, kotoran
, menarik dagu jebelakang mencegah lidah jatuh kebelakang.
Bila usah tesebut gagal dilakukan :
a. Pemasangan Orotracheal atau Nasotracheal tube
b. Endotracheal Intubasi
c. Tracheostomi: bila a dan b gagal
2. Memasang InfusMengurangi dan menghilangi nyeri
Bertujuan mengatasi syok hipovolemik yang akan terjadi.
3. Kesadaran penderita: GCS

4. Foto thorak 2 posisi

TRAUMA ABDOMEN

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang


terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk.

Etiologi dan faktor resiko

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak


diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang


berusia dibawah 40 tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada
semua orang dewasa.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul


Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka


tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua yaitu :

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas

2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

Patofisiologi

Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan,


penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau
struktur abdomen yang lain.

Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam


abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang
menyebabkan peritonitis dan sepsis (3).

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen


adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,


kehilangan darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,
mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan


perdarahan massif dan transfuse multiple

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi


saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan


integritas rongga saluran pencernaan.

Limpa :

Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan


oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal
dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan di limpa (3).

Liver :

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi
perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu (3).

Esofagus bawah dan lambung :

Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus.


Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga
perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka
tembus langsung (3).

Pankreas dan duodenum :


Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi
trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan
oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya
yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan (3).

Tanda dan gejala

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Yang disebabkan oleh nyeri dibahu adalah :

1. Kehrs sign

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben

2. Mual dan muntah

3. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

Trauma Pada Pelvis Dan Organ Pelvis


Berbagai fraktur dan dislokasi akibat trauma yang berat dapat terjadi pada
tulang pelvis:

1. Saat tekanan yang kuat dikerahkan pada bagian depan abdomen atau area
pubis, pelvis mungkin dapat terbuka, meregang keluar, bagian dari
symphysis dan satu atau kedua tulang sendi sakroiliaka akan menjadi
dislokasi.
2. Tabrakan pada pinggang dapat menghancurkan bagian superior ramus
pubis inferior dan dislokasi dari tulang sendi sakroiliaka.
3. Jatuh dari ketinggian pada kaki, dapat meneruskan gaya ke atas pada kaki,
sehingga dapat terjadi dislokasi pinggul atau bahkan bergesernya satu atau
kedua kepala femur sampai acetabulum.
4. Tendangan atau jatuh yang keras pada dasar dari spinal dapat
menyebabkan fraktur pada tulang coccygeus atau sacrum

Komplikasi Dari Trauma Abdomen


Akibat fatal yang sering terjadi pada trauma intra abdomen adalah
perdarahan yang berasal dari berbagai organ. Limpa dan mesenterium cenderung
lebih cepat dan lebih banyak berdarah, meskipun dapat terlambat beberapa jam
sebelum gejala yang serius timbul (3).

Mesenterium mengandung banyak pembuluh darah dan tidak dapat


ditutupi oleh jaringan parenkim baik hati maupun limpa sehingga perdarahan
biasanya cepat terjadi. Perforasi alami pada peptic ulcer, penetrasi pada lambung
atau duodenum dapat menyebabkan peritonitis kimiawi dan dapat mengakibatkan
shock yang hebat ataupun sedang (3).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
c. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
d. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum
pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu (3).
e. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam
rongga peritonium (3).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang
keluar (perdarahan).

Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi


rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui
luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ;
lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (3).

TRAUMA EKSTREMITAS

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan


ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh (3).
FRAKTUR

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.


Fraktur dapat terjadi akibat : peristiwa trauma tunggal, tekanan yang
berulang-ulang atau karena kelemahan abnormal tulang (fraktur
patologik).
a. Fraktur akibat peristiwa trauma, disebabkan karena kekuatan yang
tiba-tiba dan berlebihan. Dapat berupa : penekukan (menyebabkan
fraktur melintang), pemuntiran (yang menyebabkan fraktur spiral),
penekukan dan pemuntiran, kombinasi dari pemuntiran, penekukan
dan penekanan yang menyebabkan fraktur oblik pendek atau penarikan
di mana tendon atau ligamen benar-benaar manarik tulang sampai
lepas.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan, terjadi karena tekanan tekanan yang
berulang-ulang. Keadaan ini paling sering di temukan pada tibia, fibula
atau metatarsal.
c. Fraktur patologik, terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misal oleh tumor) atau kalau tulang itu rapuh (misal pada
penyakit Paget) (3).

JENIS JENIS FRAKTUR

Agar lebih sistematis, jenis fraktur dapat dibagi berdasarkan :

1. Lokasi
Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis,
metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan
dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
2. Luas
Terbagi menjadi :
Fraktur lengkap (komplit) yaitu tulang benar-benar patah menjadi 2
fragmen.
Fraktur tidak lengkap (inkomplit) yaitu tulang terpisah secara tidak
lengkap.
3. Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi :
Transversal (mendatar)
oblik (miring) atau spiral (berpilin/ memuntir seputar batang tulang)
fraktur bergeser dan berpindah juga sekalipun tulang di bebat.
Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif
karena ikatan sambungan pada permukaan fraktur tidak baik.
Jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut
greenstick, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam sering
ditemukan pada anak-anak yang tulang-tulangnya lebih elastis dari
pada tulang orang dewasa (3).
4. Hubungan antar bagian yang fraktur

Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced) atau terpisah
jauh (displaced).

5. Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar


Fraktur terbuka jika terdapat hubungan antara tulang dengan dunia
luar, kuit dan salah satu rongga tubuh tembus, cndrung mengalami
kontaminasi dan infeksi.
Fraktur tertutup jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan
dunia luar, kulit bagian atas masih utuh.
PENYEMBUHAN FRAKTUR

Proses penyembuhan beragam, sesuai jenis tulang yang terkena dan jumlah
gerkan di tempat fraktur. Ada 5 tahap pemyembuhan fraktur :

1. Fase hematoma

Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak,


kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah
radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya
pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pada
ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter dari garis
patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut (3).

2. Fase radang dan proliferatif

Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi


sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh
proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub
periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan
endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum
dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu preses
yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut
sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin
tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak
sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.
Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium (3).

3. Fase pembentukan callus

Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik
akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan
matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera
bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young
callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada akhir stadium terdapat dua
macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external
callus (3).

4. Fase konsolidasi

Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh
aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan
pembentukan lamela-lamela). Pada setadium ini sebenarnya proses penyembuhan
sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary
callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang
radioopaque. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur
lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi
dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang
yang normal (3).

5. Fase remodeling

Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang
banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan
kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang
terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun
didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti
stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan
sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali
dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan
aslinya (3).

PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa
yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena
perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembailikan fragmen-fragmen
fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau
keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau
menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita
fraktur tersebut dapat kembali normal (3).

TRAUMA PADA EKSTREMITAS ATAS

1. Regio bahu
a. Fraktur klavikula

Etiologi : pukulan pada bahu atau perentangan pada tangan.

Terapi :

Untuk fraktur sepertiga tengah yang sering ditemukan,


menopang lengan dalam kain gendongan hingga nyeri mereda
(biasanya 2-3 minggu) sesudah itu harus dilakukan latihan bahu
secara aktif terutama pada pasien yang sudah tua.
Untuk sepertiga bagian luar, dilakukan insisi supraklavikuar,
fragmen diaposisi dan dipertahankan dengan pen yang halus
yang menembus arah lateral melalui fragmen sebelah luar dan
akromion kembali ke batang klavikula (lengan di tahan dengan
kain gendongan selama 6 minggu) (3).
b. Fraktur skapula

Mekanisme : badan skapula mengalami fraktur akibat daya


penghancur, yang biasanya juga menngakibatkan fraktur pada tulang
rusuk dan dapat mengakibatkan dislokasi pada sendi sternoklavikular.
Gambaran klinis : lengan di tahan tak bergerak dan mungkin terdapat
memar hebat pada skapula atau dinding dada.

Terapi : memakai kain gendongan agar nyaman dan sejak awal


mempraktekkan latihan aktif pada siku, bahu dan jari.

c. Cedera sendi akromioklavikular

Mekanisme : jatuh pada bahu akan merobek ligamen


akromioklavikular sehinga terjadi sublukasi ke atas pada klavikula.
Cedera yang lebi berat dapat meobek ligamen korakoklavikular dan
mengakibatkan dislokasi lengkap pada sendi (3).

Terapi :

Subluksasi (sendi tulang yang tidak bergerak dengan normal) :


tidak mempengaruhi fungsi dan terapi khusus, lengan
diistirahatkan dalam kain gendongan hingga nyeri mereda
(biasanya 1 minggu) kemudian di mulai latihan bahu.
d. Dislokasi : suatu sekrup dimasukkan dari klavikula menurun sampai
ke dasar korakoideus, menarik ke 2 tulang mendekat, jaringan lunak
disekelilingnya diperbaiki. Bahu diistirahatkan 3 minggu kemudian
dianjurkan melakukan latihan, sekrup di lepas setelah 8 minggu.
e. Dislokasi sternoklavikular

Etiologi : biasanya disebabkan oleh kompresi lateral pada bahu,\.

Terapi :

dislokasi anterior pemberian tekanan pada klavikula dan


menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi
dislokasi posterior harus di reduksi secepat mungkin.
Menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi dan
ekstensi (3).
f. Dislokasi anterior pada bahu
Paling sering terjadi karena dangkalnya mangkuk Sendi glenoid,
besarnya rentang gerakan.

Mekanisme : disebabkan oleh jatuh pada tangan. Hunerus terdorong ke


depan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.

Terapi : lengan diistirahatkan dalam gendongan selama 1 atau 2


minggu dan gerakan aktif kemudian dimulai, tetapi kombinasi abduksi
dan rotasi lateral harus diindari sekurang-kurangnya selama 3 minggu.
Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktekan setiap hari.

g. Dislokasi posterior bahu

Mekanisme : gaya tak langsung yang menyebabkan ritasi internal dan


aduksi yang nyata harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan
dislokasi. Keadaan ini paling sering terjadi karena ayan atau kejang-
kejang atau karena sengatan listrik (3).

Terapi :

Dislokasi akut direduksi dengan menarik lengan sementara


bahu pada posisi abduksi, biarkan beberapa menit agar kaput
humerus leps dan kemudian lengan dengan pelan-pelan di putar
ke lateral sementara kaput humerus di dorong ke depan.
Kalau reduksi terasa stabil, lengan di imobilisasi dalam kain
gendongan, kalau tidak bahu dipertahankan berabduksi lebar-
lebar dan di rotasi ke lateral dalam spika gips selama 3 minggu.
Gerakan bahu di peroleh kembali melalui latihan aktif (3).

2. Regio lengan atas (brachii)


a. Fraktur pada humerus proksimal.
Biasanya terjadi setelah usia pertengahan dan terbanyak ditemukan
pada wanita yang menderita osteoporosis pada masa pasca
menopouse.

Mekanisme : fraktur terjadi setelah jatuh pada lengan terentang, jenis


cedera yang pada orang muda mungkin menyebabkan dislokasi bahu.

Terapi :

Mengistirahatkan lengan untuk sementara waktu dalam kain


gendongan kemudian dilakukan gerakan pasif secara perlahan-lahan
pada bahu, latihan aktif (3).

b. fraktur batang humerus

Mekanisme :

jatuh pada tangan dapat memuntir humerus yang


menyebabkan fraktur spiral.
Jatuh pada siku saat lengan pada posisi abduksi dapat merusak
tulang menyebabkan fraktur oblik atau melintang.
Pukulan langsung pada lengan menyebabkan fraktur
melintang dan kominutif.
Fraktur batang pada pasien manula dapat terjadi akibat suatu
metastasis.

Terapi : reduksi sempurna atau imobilisasi (gips) (3).

Jenis fraktur

15. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah
tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
16. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.

17. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan


fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:

o Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.

o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.

o Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan


jaringan lunak ekstensif.

18. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.

19. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.

20. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

21. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

22. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

23. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong ke dalam (sering


terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).

24. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).

25. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
26. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
prlekatannya.

27. Epifisial, fraktur melalui epifisis.

28. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang


lainnya (3).

Manifestasi klinis

Nyeri terus menerus, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna.

Fraktur Coles
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan
tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila
seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku,
dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Jenis
luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-anak
dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius.

Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam
posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal
yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm
dari permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius
terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering
menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi
bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan subluksasi sendi
radioulnar distal.
A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Cedera yang
digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada
radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal.

B. Anatomi dan Kinesiologi

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum
dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial.
Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan
dorsal, dan ligament radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna
selain terdapat ligament dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat
pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk
segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral ulna
bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligament
radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna,
disebut kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage
complex).

Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan


serta gerakan deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai
90 derajat oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum
dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi
radioulnar distal adalah gerak rotasi.

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian


palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang melibatkan
angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak seperti fraktur yang
melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal yang pemulihan fungsinya tidak
begitu baik bila reduksinya tidak sempurna. Gambar 1b memperlihatkan sudut
normal yang dibentuk tulang ulna terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30
derajat. Evaluasi terhadap angulasi penting dalam perawatan fraktur lengan bawah
bagian distal, karena kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak
memperhitungkan angulasi akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan
oleh ulna (6).

C. Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya


merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk
lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu.

Benturan mengenai di sepanjang lengan bawah dengan posisi pergelangan tangan


berekstensi. Tulang mengalami fraktur pada sambungan kortikokanselosa dan
fragmen distal remuk ke dalam ekstensi dan pergeseran dorsal. Garis fraktur
berada kira-kira 3 cm proksimal prosesus styloideus radii. Posisi fragmen distal
miring ke dorsal, overlapping dan bergeser ke radial, sehingga secara klasik
digambarkan seperti garpu terbalik (dinner fork deformity) (6).

D. Klasifikasi

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh
Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe
berikut (6):

Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler

Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler

Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal


Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal

Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar

Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar

Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi

radioulnar

Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal dan

sendi radioulnar

E. Trauma/Kelainan yang Berhubungan

Fraktur ekstensi radius distal sering terjadi berbarengan dengan trauma


atau luka yang berhubungan, antara lain :

1. Fraktur prosesus styloideus (60 %)

2. Fraktur collum ulna

3. Fraktur carpal

4. Subluksasi radioulnar distal

5. Ruptur tendon fleksor

6. Ruptur nervus medianus dan ulnaris

F. Diagnosis

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan


kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles.
Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat
berdasarkan tanda klinis patah tulang (6).

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat


remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya. Pada
gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Stabil bila hanya
terjadi satu garis patahan, sedangkan instabil bila patahnya kominutif. Pada
keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap utuh.
Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan prosesus
stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius (1) bergeser dan miring ke belakang,
(2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen
distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat (6).

Proyeksi AP dan lateral biasanya sudah cukup untuk memperlihatkan fragmen


fraktur. Dalam evaluasi fraktur, beberapa pertanyaan berikut perlu dijawab:

1. Adakah fraktur ini juga menyebabkan fraktur pada prosesus styloideus


ulna atau pada collum ulna ?

2. Apakah melibatkan sendi radioulnar ?

3. Apakah melibatkan sendi radiokarpal ?

Proyeksi lateral perlu dievaluasi untuk konfirmasi adanya subluksasi radioulnar


distal. Selain itu, evaluasi sudut radiokarpal dan sudut radioulnar juga diperlukan
untuk memastikan perbaikan fungsi telah lengkap (6).

Komplikasi

Dini

Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu
dibuka atau dilonggarkan
Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada
saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligament karpal yang
melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang.

Distrofi refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini
jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai
melalaikan latihan setiap hari. Pada sekitar 5 % kasus, pada saat gips dilepas
tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor.
Sinar X memperlihatkan osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada
scan tulang (6).

Lanjut

Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena
pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan
hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan.
Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif lebih muda, 2,5 cm bagian
bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius
dikoreksi dengan osteotomi.

Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus
styloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap
mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan.

Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi yang sering ditemukan.
Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama.

Atrofi Sudeck , kalau tidak diatasi, dapat mengakibatkan kekakuan dan pengecilan
tangan dengan perubahan trofik yang berat.

Ruptur tendon (pada ekstensor polisis longus) biasanya terjadi beberapa minggu
setelah terjadi fraktur radius bagian bawah yang tampaknya sepele dan tidak
bergeser. Pasien harus diperingatkan akan kemungkinan itu dan diberitahu bahwa
terapi operasi dapat dilakukan (6).

Fraktur Smith

Pada cedera ini fragmen distal bergeser ke anterior. Fraktur ini akibat jatuh pada
punggung tangan.

Gambaran klinik

Pasien mengalami cedera pergelangan tangan tetapi tidak terdapat deformitas


garpu-makan malam

Sinar-X

Terdapat fraktur pada metafisis radius distal, foto lateral menunjukkan bahwa
fragmen distal bergeser dan miring ke anterior.

Terapi fraktur direduksi dengan traksi dan ekstensi pergelangan tangan, dan
lengan bawah diimobilisasi dalam gips selama 6 minggu (2).

TRAUMA OTOT DAN TULANG YANG PENTING:

TRAUMA SENDI

Dislokasi sendi dapat menimbulkan gangguan neuromuscular dan fraktur


struktur lainnya (2).
FRAKTUR FEMUR

Fraktur femur dapat terjadi akibat major trauma seperti jatuh, tabrakan
kendaraan bermotor atau tembakan misil yang menyebabkan luka-luka penetrasi.

FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka dianggap terkontaminasi karena benda- benda asing dari
luar/bakteri dapat masuk kedalam luka (2).

PEMERIKSAAN FISIK

- Inspeksi :
Perubahan Bentuk
Perubahan Posisi
Warna

- Palpasi :
Pain, Pallor, Pulses, Paresthesia, Paralysis.

- Prosedur Diagnostik

a. Roentgenography / X - ray

b. Angiografi

c. Bone Scaning

d. MRI (magnetic Resonance Imaging)

e. EMG (Elektro MyoGraphy) (1).

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

1. Atasi perdarahan
2. Ekstremitas yang cedera displint dan diimobilisasi
3. Kompres es untuk mengurangi bengkak dan sakit
4. Angkat ekstremitas diatas level jantung untuk mengurangi bengkak dan sakit.
5. Beri Analgetik
6. Pertimbangkan anaesthesi/analgetik local. Siapkan stabilisasi definitive; traksi,
memasang gips, fiksasi internal/eksternal bilamana ada indikasi.
7. Berikan dukungan psychososial pada pasien dan keluarganya
8. Siapkan untuk tindakan operasi, opname (rawat inap), maupun transfer ke
fasilitas yang lebih lengkap bila diperlukan (1).

DAFTAR PUSTAKA

1. R.Sjamsuhidayat, Wim de Jong.2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.-Ed.2-.Jakarta :


EGC.

2. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam:


Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,
penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.

3. Apley. A. Graham.1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sist Apley. Jakarta :

Widya Medika

4. Markam S, Atmadja DS, Budijanto A. Cedera Kepala Tertutup. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999; 4-112

5. Al Fauzi A. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas. Juli 2002 [4 September

2007]. Diunduh dari: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-

1.htm

6. http://medicom.blogdetik.com

Anda mungkin juga menyukai