Step 1
Step 2
1. Trauma
Trauma Kepala
Trauma Dada
Trauma Perut
Trauma Extremitas
2. Pertolongan Pertama
Step 3
Trauma
1. Trauma kepala
Cedera Kepala adalah gangguan traumatik dari fungsi otak, tanpa atau diikuti
terputusnya kontinuitas otak dan dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan
pada manusia.
Etiologi
Etiologi utama dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda
tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan industri.
Patofisiologi
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam.
Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau
lokal dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan
menyebar ke area sekitar cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda
tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera tergantung pada lokasi benturan,
penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi saat cedera.
Klasifikasi
1. Minor
SKG 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
2. Sedang
SKG 9 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Berat
SKG 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Manifestasi Klinis
Kebungungan
Iritabel
Pucat
Pusing kepala
Terdapat hematoma
Kecemasan
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
2. Trauma Thorak
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorak ataupun isi dari cavum thorak yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang dapat menyababkan
keadaan gawat thorak akut.
Etiologi
Patofisiologis
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
a. Open pneumo-thorax
Apabila lubang ini lebih besar daripada 1/3 diameter trachea, maka pada
inspirasi, udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan
melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Dengan demikian maka pada
oper pneumothorax, usaha pertama adalah menutup lubang pada dinding dada ini,
sehingga open pneumothorax menjadi close pneumothorax (tertutup). Harus
segera ditambahkan bahwa Apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada
lubang pada paru, maka usaha menutup lubang ini dapat mengakibatkan
terjadinya tension pneumothorax. Dengan demikian maka yang harus dilakukan
adalah:
- Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plester pada 3 sisinya,
sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/sofratulle
pada sisi dalamnya supaya kedap udara)
- Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka
harus sering dilakukan evaluasi paru. Apabila ternyata timbul tanda tension
pneumothorax, maka kasa harus dibuka pada luka yang sangat besar, maka dapat
dipakai palastik infuse yang digunting sesuai ukuran.
b. Tension Pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan
semakin banyak pada satu sisi rongga pleura, akibatnya adalah
c. Hematothorax
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak
banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah
membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat
terselamatkan dengan tindakan cepat di UGD.
d. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu
segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi, segmen
akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal
sebagai pernafasan paradoksal.
Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan
mungkin diperlukan ventilasi tambahan.
e. Tamorade Jantung
Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul
juga dapat menyebabkannya
a. Fraktur Iga
b. Kontusi paru
3. Trauma Abdomen
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
1. Trauma tembus
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua (Swearingen &
Kose, 1999), yaitu :
Patofisiologi
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan,
penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau
struktur abdomen yang lain.
Limpa :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi
perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
1. Kehrs sign
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
4. Trauma Ekstremitas
Jenis Fraktur
o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
prlekatannya.
Pertolongan Pertama
Pengendara Motor
kecelakaan
Pertolongan Pertolongan
dan Cek kesdaran
Anamnesis
Luka Robek dan Sesak dan Trauma dan Nyeri Susah untuk
Memar Trauma Perut digerakkan
Pemeriksaan
Penatalaksanaan
Fisik dan
Penunjang
Step 5
1. GCS
2. Anamnesis
3. Trauma
Trauma Kepala
Anatomi
Fraktur
Trauma Dada
Anatomi
Fraktur / Ruptur
Perdarahan
Komplikasi
Trauma Perut
Anatomi
Fraktur / Ruptur
Perdarahan
Komplikasi
Trauma Extremitas
Anatomi
Fraktur / Ruptur
Perdarahan
Komplikasi
4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
Step 7
1. GCS (Glassco Coma Scale)
GCS digunakan untuk menilai kesdaran seorang pasien, memiliki metode
EMV (Eyes, Movement, Verbal).(1)
(E) Kemampuan membuka mata
Spontan 4
Setelah dipanggil 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak pernah 1
Mengikuti perintah 4
Dapat menunjukkan letak nyeri 3
Gerak flexi menarik 2
Gerak meluruskan anggota badan 1
Pembicaraan terarah 4
Bingung, bicara tak terarah 3
Pembicaraan kacau 2
Suara tidak dimengerti 1
Tidak ada 0
Hasil di klasifikasikan:
14-15 : compos mentis
12-13 : apatis
11-12 : somnolen
8-10 : stupur
<5 : koma (1)
1. Identitas
2. Onset
Kapan dan dimana terjadi kejadian
Bagaimana kronologi kejadian korban menabrak dan terpelanting,
helm telepas
3. Kecepatan saat tabrakan (cepat/tidak)
4. Keluhan atau cedera:
Kepala: robek dan terdapat memar.
Luka robek dipastikan menyebabkan perdarahan luar pada kepala
karena pada lapisan kulit yang terdiri dari SCALP mengandung
banyak kapiler sehingga perlu menghentikan perdarahan dengan debt
(menekan daerah perdarahan) atau penjahitan situasi bila waktu
mencukupi sebelum dirujuk.
Memar yang disebabkan benturan yang keras dapat menyebabkan
perdarahan epidural (EDH) sehingga pasien perlu ditanya apakah
merasa mual, pusing atau terjadi penurunan kesadaran dan muntah
proyektil. Perlu dilakukan pemerikasaan neurologi dan untuk
memperkuat dugaan perlu diadakan CT-SCAN dan pemeriksaan
laboratorium. Penanganan pertama dengan menurunkan TIK yaitu
pemberian infus dengan cairan manitol dan pasien dibaringkan
dengan sudut elevasi kepala 150-300.
Trauma pada thorax dapat berhubungan dengan abdomen, maka bila terjadi
trauma thorax terutama bagian inferior harus dicurigai adanya trauma abdomen
pada bagian superior. Pemeriksaan fisik pada thorax adalah inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi dan pemeriksaan penunjang adalah foto rongent dan
pemeriksaan gas darah. (1)
Trauma pada perut mungkin masih ada hubungannya dengan trauma thorax yang
dialami oleh pasien. Dalam pemeriksaan abdomen perlu diperhatikan keadaan
umum, denyut nadi, pernafasan. Perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi,
perkusi, dan palpasi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto
rongent dan USG.(1)
Tangan tidak bisa digerakkan memiliki dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu
dislokasi dan fraktur pada lengan atas. Lakukan inspeksi, adakah struktur yang
abnormal, adakah pembengkaan, adakah kehilangan kemampuan gerak setelah itu
palpasi apakah nyeri pada bagian pemeriksaan. Pemeriksaan fisik lain adalah
reflek dari tangan tersebut untuk mengecek adakah saraf yang terputus,
pemeriksaan penunjang adalah foto rongent pada tangan. Penatalaksanaan awal
dengan reposisi, imobilisasi.(1)
2. Trauma
TRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)
Anatomi Kepala
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium (2).
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital . Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi
oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis,
fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat (2).
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media) (2).
2. Selaput Arakhnoid
(2)
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang .
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala (2).
3. Pia mater
(2)
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri . Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak
dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi
otak juga diliputi oleh pia mater .
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang
dewasa sekitar 14 kg . Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
E. Cairan serebrospinalis
F. Tentorium
Klasifikasi
1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar
tengkorak(3,17). Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu
titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur
tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan
perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk
memperbaiki tulang tengkorak.
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau
hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24
jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai
kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
Patofisiologi
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala.
Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada
tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu:
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak (4).
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-
orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup
disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan
contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian
coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;
Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama
kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada
awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.
2. Backward/forward motion of head
Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan
(4)
lebih merupakan fenomena metabolik . Pada penderita cedera kepala berat,
pencegahan cedera kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat
kesembuhan/keluaran penderita (2).
1. Faktor kardiovaskuler
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila
PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan
PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri
kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).
3. Faktor metabolisme
4. Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma
kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas
hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung
menjadi hiperasiditas.
5. Faktor psikologis
Perdarahan
1. Fraktur Maksilofasial
a. Fraktur sepertiga atas (Lefort III) dengan batas tepi atas orbita
yaitu bagian os frontalis
b. Fraktur sepertiga tengah (lefort II) yang dibatasi oleh tepi atas
orbita dan tepi bawah baris gigi atas yaitu bagian maksila.
c. Fraktur sepertiga bawah (lefort I) yang meliputi daerah mandibula
2. Fraktur Mandibula
3. Fraktur Gigi
4. Fraktur Os-Nasale
5. Fraktur Orbita
Cidera Otak
- Cidera Otak Ringan
Penderita tersebut sadar namun amnesia, kesadaran >5menit sakit
kepada hebat, GCS <5, adanya defisit neurologis fokal.
Penatalaksanaan Pmx CT Scan atau foton polos rontgen kepala untuk
membedakan trauma tumpul atau tembus.
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung
tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan
jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah
dan tampak pucat.
3. Contusio Cerebri
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas
laceratio langsung dan tidak langsung.
Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi
tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar. 1, 2
Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi
fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.
Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi
terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk
mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang
berlangsung lebih dari 6 hari (2).
KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri
kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa
jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti
nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan
darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu
menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini
adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subkutan
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil
melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-
tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon
meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan
pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins
dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,
mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya
lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala
kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya
tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Pemeriksaan Penunjang
Rotgen Foto
CT Scan
MRI
TRAUMA THORAX
Anatomi
a. Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar
adalah jantung dan paru-paru. Tulang-tulang iga (kesta 1-12) bersama dengan otot
interkostal, serta diafragma pada bagian caudal membentuk rongga thorax
b. Pleura
Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan). Sedangkan
pleura viseralis melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals
dengan viseralis ada tekanan negative (menghisap), sehingga pleura parietals da
viseralis erring bersinggungan. Ruangan antara kedua pleura disebut rongga
pleura. Bila ada hubungan antara udara luar (tekanan 1 atm). Dengan rongga
pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif akan memasuki rongga
pleura, sehingga terjadi open pneumo-thorax. Tentu saja paru (bersama pleura
viseralis) akan kuncup (collaps) (2).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada hubungan
antara bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap utuh,
maka udara akan masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi pnuemotorax.
Apabila ada sesuatu mekanisme ventiel sehingga udara dari bronchus masuk
rongga pleura, tetapi tidak dapat masuk kembali, maka akan terjadi
peunomothorax yang semakin berat yang pada akhirnya akan mendorong paru
sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai tension pneumothorax (2).
Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal
sebagai hemothorax.
c. Paru-Paru
Terdapat dua masing-masing di kiri dan kanan. Dari pangkal paru (jilus)
keluar bronkus utama kiri dan kanan yang bersatu membentuk trakea.
d. Mediasinum
Antara kedua paru (dan pleura viseralis) terdapat antara lain jantung dan
pembuluh darah besar. Apabila ada tension pneumothorax maka mediastinum
terdorong ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus balik darah melalui
cava. Keadaan ini akan menimbulkan syok, karena jantung tidak maksimal
mencurahkan darah (2).
Fisiologi
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan
bantuan
gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang
mengembang dan mengempis tergantung mengembang atau mengecilnya rongga
dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernapasan, yaitu m.interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru
mengembang sehingga udara terisap ke alvoelus melalui trakea dan bronkus (1).
Sebaliknya, m.interkostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan
udara terdorong ke luar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen, diafragma
akan naik ketika m.interkostalis tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu
kelenturan dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen,
menyebabkan ekspirasi jika otot interkostal dan diafragma kendur dan tidak
mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian, ekspirasi merupakan
kegiatan yang pasif.
Adanya lubang di dinding dada atau pleura viseralis akan menyebabkan udara
masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis
dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinidng toraks dan diafragma. Hal ini
terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberi tekanan
negatif, udara ini akan terisap dan paru dapat dikembangkan lagi (1).
Penyebab Diagnosis
Obstruksi jalan napas
- Sianosis, pucat, stridor
- Kontraksi otot bantu napas +
- Retraksi supraklavikula dan interkostal
Hemotoraks masif
- Anemia, syok hipovolemik
- Sesak napas
- Pekak pada perkusi
- Suara napas berkurang
- Tekanan vena sentral tidak meninggi
Tamponade jantung
- Syok kardiogenik
- Tekanan vena meninggi (leher)
- Bunyi jantung berkurang
Pneumotoraks desak
- hemitoraks mengembang
- gerakan hemitoraks kurang
- suara napas berkurang
- sesak napas progresif
- emfisema subkutis
- trakea terdorong ke sisi sebelah
Toraks instabil/flail chest
- gerakan napas paradoks
- sesak napas, sianosis
Pneumotoraks terbuka
- luka pada dinding toraks
- kebocoran udara terdengar dan tampak
Kebocoran trakea-bronkus
- bronkial
- pneumotoraks
- emsifema
- infeksi
Semua kelainan ini menyebabkan gawat toraks akut yang analog dengan
gawat perut, dalam arti diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan
penanganan dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan, ventilasi paru,
dan perdarahan. Sering tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita
bukan merupakan tindakan operasi, seperti membebaskan jalan napas, aspirasi
rongga pleura, aspirasi rongga perikard, dan menutup sementara luka dada. Akan
tetapi, kadang diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus di dada harus segera
ditutup dengan jahitan yang kedap udara (1).
Mungkin bisa tunggal atau multipel. Jika multipel, bentuk dan gerak toraks
mungkin masih memadai atau mungkin tidak (contoh: toraks gail dengan
pernapasan paradoks).
Diagnosis patah tulang ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri lokal.
Nyerinya berupa nyeri lokal dan nyeri kompresi kiri-kanan atau muka-belakang,
dan nyeri pada gerak napas (1).
Jika terjadi patah tulang iga multipel, biasanya dinding toraks tetap stabil. Akan
tetapi, jika beberapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat, suatu segmen
dinding dada terlepas dari kesatuannya. Fraktur iga tunggal atau majemuk
dengan gerak dada yang masih memadai dan teratur ditangani dengan pemberian
analgesik atau anestesik. Nyeri harus dihilangkan untuk menjamin pernapasan
yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak napas tidak memadai dan
terganggunya batuk karena nyeri. Jika pemberian analgesik tidak menghilangkan
nyeri, harus dilakukan anestesia blok interkostal yang meliputi segmen di kaudal
dan kranial iga yang patah.
Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios kuat dan otot. Karena
tulang iga pendarahannya baik, penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya
berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit (1).
Hemotoraks
Besarnya
Bayangan foto Penanganan
Ukurann Pemeriksaan fisik
Rontgen
Kecil 0-15% Perkusi pekak sampai Gerakan aktif
iga IX (fisioterapi)
Sedang 15-35% Perkusi pekak sampai Aspirasi dan
iga VI transfusi
Besar >35% Perkusi pekak sampai Penyalir sekat air di
kranial, iga IV ruang antariga,
transfusi
klasifikasi
b. Fraktur multiple
a. Fraktur segmental
b. Fraktur simple
c. Fraktur communutif
Menurut posisi
a. Anterior
b. Posterior
c. Lateral
Ruptur
a. Ruptur aorta
b. Ruptur diafragma
c. perforasi esophagus
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : jejas, simetris, nafas paradoksal
b. Palpasi : NT(+), fremitus ka/ki berbeda, krepitasi
c. Perkusi: Sonor(normal),redup(cairan),hipersonor(udara)
d. Auskultasi: vesikuler, suara tambahan
Tindakan elementer ditujukan pada kegagalan sistim Respirasi dan sirkulasi :
1. Airway
Miringkan kepala penderita bertujuan mengeluarkan sisa makanan, darah, kotoran
, menarik dagu jebelakang mencegah lidah jatuh kebelakang.
Bila usah tesebut gagal dilakukan :
a. Pemasangan Orotracheal atau Nasotracheal tube
b. Endotracheal Intubasi
c. Tracheostomi: bila a dan b gagal
2. Memasang InfusMengurangi dan menghilangi nyeri
Bertujuan mengatasi syok hipovolemik yang akan terjadi.
3. Kesadaran penderita: GCS
TRAUMA ABDOMEN
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
2. Trauma tembus
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua yaitu :
Patofisiologi
Limpa :
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi
perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu (3).
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi
1. Kehrs sign
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
1. Saat tekanan yang kuat dikerahkan pada bagian depan abdomen atau area
pubis, pelvis mungkin dapat terbuka, meregang keluar, bagian dari
symphysis dan satu atau kedua tulang sendi sakroiliaka akan menjadi
dislokasi.
2. Tabrakan pada pinggang dapat menghancurkan bagian superior ramus
pubis inferior dan dislokasi dari tulang sendi sakroiliaka.
3. Jatuh dari ketinggian pada kaki, dapat meneruskan gaya ke atas pada kaki,
sehingga dapat terjadi dislokasi pinggul atau bahkan bergesernya satu atau
kedua kepala femur sampai acetabulum.
4. Tendangan atau jatuh yang keras pada dasar dari spinal dapat
menyebabkan fraktur pada tulang coccygeus atau sacrum
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
c. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
d. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum
pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu (3).
e. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam
rongga peritonium (3).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang
keluar (perdarahan).
TRAUMA EKSTREMITAS
1. Lokasi
Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis,
metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan
dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
2. Luas
Terbagi menjadi :
Fraktur lengkap (komplit) yaitu tulang benar-benar patah menjadi 2
fragmen.
Fraktur tidak lengkap (inkomplit) yaitu tulang terpisah secara tidak
lengkap.
3. Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi :
Transversal (mendatar)
oblik (miring) atau spiral (berpilin/ memuntir seputar batang tulang)
fraktur bergeser dan berpindah juga sekalipun tulang di bebat.
Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif
karena ikatan sambungan pada permukaan fraktur tidak baik.
Jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut
greenstick, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam sering
ditemukan pada anak-anak yang tulang-tulangnya lebih elastis dari
pada tulang orang dewasa (3).
4. Hubungan antar bagian yang fraktur
Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced) atau terpisah
jauh (displaced).
Proses penyembuhan beragam, sesuai jenis tulang yang terkena dan jumlah
gerkan di tempat fraktur. Ada 5 tahap pemyembuhan fraktur :
1. Fase hematoma
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik
akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan
matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera
bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young
callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada akhir stadium terdapat dua
macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external
callus (3).
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh
aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan
pembentukan lamela-lamela). Pada setadium ini sebenarnya proses penyembuhan
sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary
callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang
radioopaque. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur
lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi
dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang
yang normal (3).
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang
banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan
kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang
terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun
didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti
stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan
sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali
dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan
aslinya (3).
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa
yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena
perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembailikan fragmen-fragmen
fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau
keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau
menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita
fraktur tersebut dapat kembali normal (3).
1. Regio bahu
a. Fraktur klavikula
Terapi :
Terapi :
Terapi :
Terapi :
Terapi :
Mekanisme :
Jenis fraktur
15. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah
tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
16. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
18. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
24. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
25. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
26. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
prlekatannya.
Manifestasi klinis
Fraktur Coles
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan
tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila
seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku,
dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Jenis
luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-anak
dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius.
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam
posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal
yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm
dari permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius
terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering
menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi
bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan subluksasi sendi
radioulnar distal.
A. Definisi
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum
dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial.
Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan
dorsal, dan ligament radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna
selain terdapat ligament dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat
pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk
segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral ulna
bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligament
radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna,
disebut kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage
complex).
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh
Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe
berikut (6):
Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar
Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar
Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal dan
sendi radioulnar
3. Fraktur carpal
F. Diagnosis
Komplikasi
Dini
Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu
dibuka atau dilonggarkan
Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada
saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligament karpal yang
melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang.
Distrofi refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini
jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai
melalaikan latihan setiap hari. Pada sekitar 5 % kasus, pada saat gips dilepas
tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor.
Sinar X memperlihatkan osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada
scan tulang (6).
Lanjut
Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena
pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan
hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan.
Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif lebih muda, 2,5 cm bagian
bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius
dikoreksi dengan osteotomi.
Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus
styloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap
mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan.
Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi yang sering ditemukan.
Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama.
Atrofi Sudeck , kalau tidak diatasi, dapat mengakibatkan kekakuan dan pengecilan
tangan dengan perubahan trofik yang berat.
Ruptur tendon (pada ekstensor polisis longus) biasanya terjadi beberapa minggu
setelah terjadi fraktur radius bagian bawah yang tampaknya sepele dan tidak
bergeser. Pasien harus diperingatkan akan kemungkinan itu dan diberitahu bahwa
terapi operasi dapat dilakukan (6).
Fraktur Smith
Pada cedera ini fragmen distal bergeser ke anterior. Fraktur ini akibat jatuh pada
punggung tangan.
Gambaran klinik
Sinar-X
Terdapat fraktur pada metafisis radius distal, foto lateral menunjukkan bahwa
fragmen distal bergeser dan miring ke anterior.
Terapi fraktur direduksi dengan traksi dan ekstensi pergelangan tangan, dan
lengan bawah diimobilisasi dalam gips selama 6 minggu (2).
TRAUMA SENDI
Fraktur femur dapat terjadi akibat major trauma seperti jatuh, tabrakan
kendaraan bermotor atau tembakan misil yang menyebabkan luka-luka penetrasi.
FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka dianggap terkontaminasi karena benda- benda asing dari
luar/bakteri dapat masuk kedalam luka (2).
PEMERIKSAAN FISIK
- Inspeksi :
Perubahan Bentuk
Perubahan Posisi
Warna
- Palpasi :
Pain, Pallor, Pulses, Paresthesia, Paralysis.
- Prosedur Diagnostik
a. Roentgenography / X - ray
b. Angiografi
c. Bone Scaning
1. Atasi perdarahan
2. Ekstremitas yang cedera displint dan diimobilisasi
3. Kompres es untuk mengurangi bengkak dan sakit
4. Angkat ekstremitas diatas level jantung untuk mengurangi bengkak dan sakit.
5. Beri Analgetik
6. Pertimbangkan anaesthesi/analgetik local. Siapkan stabilisasi definitive; traksi,
memasang gips, fiksasi internal/eksternal bilamana ada indikasi.
7. Berikan dukungan psychososial pada pasien dan keluarganya
8. Siapkan untuk tindakan operasi, opname (rawat inap), maupun transfer ke
fasilitas yang lebih lengkap bila diperlukan (1).
DAFTAR PUSTAKA
3. Apley. A. Graham.1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sist Apley. Jakarta :
Widya Medika
1.htm
6. http://medicom.blogdetik.com