Anda di halaman 1dari 12

BAB II GEOMORFOLOGI

Geomorfologi merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang bentuk-

bentuk (roman) permukaan bumi, dan proses geologi yang menjelaskan

bagaimana bentang alam (landscape) itu terbentuk secara konstruksional yang di

akibatkan oleh gaya endogen (tektonik atau struktur geologi) dan oleh pengaruh

luar berupa gaya eksogen (iklim, air, angin, dan lainnya).

W. D. Thornbury (1969), menyatakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam

pembentukan roman muka bumi adalah proses geomorfologi. Proses

geomorfologi itu akan selalu meninggalkan bekasnya atau jejaknya yang tampak

nyata pada setiap bentuk lahan dan setiap proses geomorfologi yang berkembang

dan berjalan terus akan mempunyai karakteristik bentuk dari lahan tertentu .

Van Zuidam (1978), menyatakan bahwa proses eksogen dan endogen yang

terjadi pada masa lalu merupakan fakor-faktor yang dominan dalam pembentukan

bentang alam.

A. K. Lobeck (1939), lebih menekankan pada pengaruh struktur geologi dan

proses yang berpengaruh terhadap bentang alam yang ada sekarang.

Kajian geomorfologi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

keadaan geologi terhadap morfologi daerah pemetaan, yang meliputi bentuk

geomorfologi regional, bentuk geomorfologi daerah pemetaan, dan sungai yang

ada pada daerah pemetaan serta aspek-aspek pengontrolnya. Dalam bahasan bab

II-1
II-2
GEOMORFOLOGI

di bagi menjadi 2 yaitu Geomorfologi Regional dan Geomorfologi Daerah

Pemetaan.

2.1. Geomorfologi Regional

Menurut M.C.G, CLARKE dkk (1982), secara regional geologi lembar

Pematangsiantar terbagi dalam lima (5) satuan fisiografi, yaitu : Depresi Toba

(Toba Depression ), Dataran tinggi selatan toba (The Toba Plateu S of Lake Toba),

Pegunungan asahan (The Asahan Kualu Mountains), Dataran Tinggi timur laut

toba (The Toba Plateu NE of Lake Toba), Dataran aluvial bagian timur (The

Eastern Alluvial Palin).

Daerah pemetaan secara fisiografi termasuk dalam fisiografi zona dataran

Pegunungan Asahan (The Asahan Kualu Mountain). Pada pegunungan asahan

ini umumnya terdiri dari batuan berumur Pra-Tersier Miosen.

Gambar 2.1 Peta pembagian fisiografi lembar Pematangsiantar M.C.G. CLARKE (1982),
dan pada kotak merah merupakan fisiografi daerah pemetaan yaitu di zona
fisiografi Pegunungan asahan kualu.

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-3
GEOMORFOLOGI

2.2. Geomorfologi Daerah Pemetaan

Morfologi daerah pemetaan berdasarkan penampang morfologi merupakan daerah

perbukitan, dengan elevasi tertinggi 500 meter diatas permukaan laut dan elevasi

terendah adalah 50 meter diatas permukaan laut. Pembagian satuan geomorfologi

daerah pemetaan didasarkan atas klasifikasi William D. Thornbury (1969), yang

di bagi berdasarkan atas bentuk bentang alam yang di bentuk oleh proses

endogen, seperti pegunungan sesar, pegunungan lipatan, pegunungan plateau, dan

gunung api, sedangkan proses-proses eksogen seperti denudasional, pegunungan

karst, dataran, delta, gurun, dan glacial. Kemudian masing-masing bentuk bentang

alam tersebut dibagi kedalam satuan bentuk muka bumi yang lebih detail. Setiap

satuan mempunyai ciri dan kenampakan relief yang khas, baik kemiringan lereng,

perbedaan ketinggian maupun jenis batuan penyusunnya. Perbedaan morfologi

tersebut pada umumnya di sebabkan oleh tingkat kekerasan batuan atau resistensi

batuan dan keseragaman batuan atau kondisi material penyusun batuan dari

daerah tersebut.

Berdasarkan morfogenesa keterbentukannya, geomorfologi daerah pemetaan

adalah Satuan Geomorfik Pegunungan Struktur Sesar, dan Satuan Geomorfik

Dataran Alluvial.

2.2.1. Satuan Geomorfik Pegunungan Struktur Sesar

Bentuk satuan geomorfik pegunungan sesar pada daerah pemetaan yaitu berupa

daerah yang memilki elevasi ketinggian antara 50 sampai 500 mdpl, terlihat dari

peta topografi memiliki kontur yang rapat dan dilihat juga dari penampang

morfologi memperlihatkan perbedaan ketinggian. Satuan Pegunungan ini berada

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-4
GEOMORFOLOGI

pada Barat Laut Barat Daya daerah pemetaan. Ciri-ciri satuan geomorfik

pegunungan sesar pada daerah pemetaan di perlihatkan oleh adanya struktur sesar

normal, yang di indikasikan dengan terdapatnya Triangular Facet, kemudian juga

memiliki perbedaan ketinggian yang menonjol antara bidang yang naik (Foot

wall) dengan bidang yang turun (Hanging wall). (Foto 2.1)

Foto 2.1. Kenampakan Satuan Geomorfik Pegunungan Sesar yang di perlihatkan oleh adanya
Triangular Facet pada pos pengamatan IV.3

Foot wall

Hanging Wall

Foto 2.2 Kenampakan Satuan Geomorfik Pegunungan Struktur Sesar yang di perlihatkan oleh
adanya bagian Foot wall yang naik dan Hanging wall bagian turunnya

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-5
GEOMORFOLOGI

Dalam peta topografi kontrol struktur terhadap bentuk morfologi didukung pada

penampang geologi terlihat adanya bentuk rangkaian pegunungan yang terbentuk

karena kontrol struktur.

Sebaran satuan geomorfik pegunungan struktur sesar ini diperkirakan memiliki

luas 45% dari seluruh luas daerah pemetaan, yang meliputi daerah Siamporik,

Ambacangtongah, Ambacangjulu , Kongsienam 1. Pada satuan geomorfik ini

disusun oleh satuan batulanau, batupasir, tufa, dan alluvial.

2.2.2. Satuan Gemorfik Dataran Alluvial

Satuan geomorfik dataran Alluvial ini menempati Timur Laut-Tenggara. Satuan

ini dicirikan dengan kenampakan di lapangan berupa bentuk lahan yang relatif

datar dengan kemiringan berkisar 0o 2o . Sedangkan pada peta topografi

memiliki kontur yang sangat jarang. Ketinggian satuan morfologi ini berkisar dari

25-50 m di atas permukaan laut.

Sebaran satuan geomorfik dataran alluvial ini diperkirakan memiliki luas 55%

dari seluruh luas daerah pemetaaan, yang meliputi daerah Siamporik, Pamingke,

dan kampumg Adiantorop.

2.3. Sungai Gambar 2.2. Kenampakan morfologi 3d pada daerah penelitian.

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-6
GEOMORFOLOGI

Sungai merupakan wadah atau tempat berkumpulnya air yang berasal dari air

hujan yang kemudian dialirkan ke tempat yang lebih rendah dan berakhir di

danau, laut, ataupun sungai yang lebih besar. Sungai bermula dari proses erosi

lembah, kemudian berkembang erosi alur. Dimensi erosi alur dikontrol oleh

erodibilitas tanah (kemampuan tanah terkena erosi) dan biasanya terjadi pada

tanah berbutir halus. Erosi alur berkembang selanjutnya menjadi suatu parit

(gully) dengan kedalaman dan lebar 0,5 5 m hingga jurang (ravine, > 5 m), dan

akhirnya berkembang menjadi suatu lembah dengan aliran sungai di dalamnya.

Pembahasan yang akan dikemukakan tentang sungai pada daerah pemetaan yaitu

meliputi tentang pola pengaliran sungai, stadia sungai, dan genetik sungai, serta

aspek-aspek pengontrolnya.

2.3.1. Pola Pengaliran Sungai

Menurut Arthur D. Howard (1967), pola pengaliran merupakan suatu

kenampakan jalur-jalur pengaliran pada suatu daerah yang dibentuk oleh anak

sungai dengan induknya. Howard juga mengklasifikasikan pola pengaliran atas

pola dasar (basic patern), pola ubahan (modified basic patern), dan gabungan

modifikasi pola dasar (other modified pattern).

Setiap pola pengaliran sungai mencerminkan struktur dan proses yang

mengontrolnya. Dengan demikian, identifikasi dan analisa yang tepat terhadap

pola aliran sungai akan membawa kita kepada informasi mengenai struktur

geologi dan proses yang terjadi yang mengendalikan suatu bentang alam.

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-7
GEOMORFOLOGI

Pola pengaliran dikontrol oleh litologi dan struktur geologi yang berkembang.

Faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan pola pengaliran adalah

kemiringan lereng, perbedaan resistensi batuan, kontrol struktur, dan

pembentukan pegunungan.

Dendritik Parallel Subdendritik Pinnote Fault Trellis Joint Trellis

Rectangular Anostomatic
Trellis Distributeri

Annular Colinear Complex compound


Radial

Sub Parallel
Multi Basinal Contorted Directional Trellis

Recurved Trellis

Pola Pola Pola


Dasar Ubahan
Gambar Gabungan
2.3. pola Aliran Sungai (Howard, 1967).

Berdasarkan klasifikasi pola pengaliran yang telah dibuat oleh Arthur D.

Howards (1967), maka pola pengaliran daerah pemetaan yaitu pola Rektangular,

yaitu terbentuk karena pengaruh topografi dan struktur secara perlahan.

Pola aliran Rektangular dibentuk oleh salah satu sungai utama yaitu Sungai

A.Sahala dan A.Bulusoma serta anak-anak sungai lainnya. (Lampiran Peta Pola

Pengaliran).

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-8
GEOMORFOLOGI

Gambar 2.4. Pola Aliran Sungai Rektangular terdapat pada daerah pemetaan

2.3.2. Stadia Sungai

Stadia sungai adalah tingkat pertumbuhan dari sungai tersebut. Prinsip dasar

dalam penentuan stadia sungai yaitu dengan mengamati bentuk morfologi lembah

sungai dan ciri-cirinya. Menurut Arthur D. Howard, (1967) , stadia sungai dibagi

menjadi tiga bagian yaitu sungai stadia muda, sungai stadia dewasa, dan sungai

stadia tua. Keanekaragaman tahapan-tahapan ini dikontrol oleh tingkat erosional

vertikal terhadap horizontal dimana erosional itu dikontrol oleh tingkat resistensi

batuan dan gradient aliran sungai. Hal tersebut menyebabkan perubahan bentang

alam yang meliputi bentuk morfologi lembah sungai seperti V untuk ciri sungai

stadia muda, bentuk U untuk sungai stadia dewasa.

Pada saat menentukan stadia sungai suatu daerah, maka sangat erat kaitannya

dengan proses pelarutan, denudasional, dan stadia sungai yang telah terbentuk.

Stadia erosi juga akan menentukan stadia geomorfologi suatu daerah. Hal ini

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-9
GEOMORFOLOGI

semua dapat ditafsirkan dari ciri-ciri morfologi, sub-satuan morfologi, pola aliran

sungai, dan ciri-ciri yang lainnya.

Mengacu pada hal di atas berdasarkan kenampakan bentuk morfologi yaitu bentuk

lembah yang dihasilkan oleh erosi dan dikaitkan dengan tingkat resistensi batuan,

maka stadia sungai yang terdapat di daerah pemetaan dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu sungai stadia muda dan sungai stadia dewasa.

2.3.2.1.Sungai Stadia Muda

Lobeck (1939), mengemukakan sungai stadia muda ini dicirikan oleh dataran

yang masih tinggi dengan lembah sungai yang relatif curam dimana erossi vertikal

lebih dominan dan kondisi geologi masih orisinil dengan penampang lembah

berbentuk huruf "V".

Sungai stadia muda pada daerah pemetaan ditandai dengan masih banyak terdapat

batuan hasil transportasi berbentuk kerakal hingga bongkah serta masih

banyaknya jeram pada aliran sungai, seperti yang terlihat pada Foto 2.3 Sungai

stadia muda pada daerah pemetaan dijumpai pada daerah kongsi enam, serta

anakanak sungai lainnya yang menuju sungai utama. Air yang mengalir pada

sungai ini pada umumnya masih jernih. Sungai sungai ini berada pada satuan

batulanau. (Lampiran peta pola pengaliran).

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-10
GEOMORFOLOGI

Foto 2.3. Sungai Stadia Muda yang berada tepat di kongsi enam pada pos pengamatan III.6

2.3.2.2 Sungai Stadia Dewasa

Sungai stadia dewasa pada daerah pemetaan seperti yang terdapat pada sungai A.

Bulusoma, ditandai dengan adanya beberapa ciri sungai stadia dewasa seperti

terdapatnya daerah dataran banjir, meander, dan kecepatan arus air berkurang,

aliran air yang bergerak perlahan dan terdapatnya gundukan hasil pengendapan

pada sungai tersebut seperti pada foto 2.4.

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-11
GEOMORFOLOGI

Foto 2.4. Sungai Stadia dewasa yang berada tepat di sungai A. Bulusoma pada pos
pengamatan III.4

2.3.3. Genetika Sungai

Pembagian genetika sungai didasarkan pada A. K. Lobeck (1939) yang

menyebutkan bahwa genetika sungai merupakan hubungan antara arah

mengalirnya sungai terhadap arah kedudukan perlapisan batuan ataupun

kemiringan lereng. Genetika sungai pada umumnya dikontrol oleh struktur

geologi maupun litologi batuan disekitar daerah aliran sungai. Genetika sungai

dapat dibagi atas lima jenis, yaitu ;

2.3.3.1. Sungai konsekuen

Sungai mengalir searah dengan kemiringan awal daerah kubah, pegunungan blok

yang baru terangkat, dataran pantai.

2.3.3.2. Sungai subsekuen

Sungai yang mengalir sepanjang jurus perlapisan batuan dan membentuk lembah

sepanjang daerah lunak.

2.3.3.3. Sungai obsekuen

Sungai yang mengalir berlawan arah dengan sungai konsekuen. Biasanya pendek-

pendek dengan gradien tajam dan merupakan sungai musiman yang mengalir pada

gawir. Umumnya merupakan cabang subsekuen.

2.3.3.4. Sungai resekuen

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara
II-12
GEOMORFOLOGI

Sungai yang mengalir searah kemiringan lapisan batuan dan searah sungai

konsekuen, tetapi cenderung baru atau terbentuk kemudian (resequent = resent

consequent).
2.3.3.5. Sungai insekuen

Sungai yang tidak jelas pengendaliannya tidak mengikuti struktur batuan dan tidak

jelas mengikuti kemiringan lapisan batuan. Pola alirannya umumnya dendritik dan

banyak menyangkut sungai-sungai kecil.

2.4. Genetika Sungai Daerah Pemetaan

Hasil dari pengamatan aliran sungai terhadap kemiringan lereng, yang dapat

diamati pada peta aliran sungai memperlihatkan aliran sungai beserta anak anak

sungai pada daerah pemetaan secara umum terdapat dua (2) genetika sungai yaitu

genetika sungai konsekuen dan subsekuen.

Laporan Pemetaan Geologi Daerah Siamporik dan Sekitarnya


Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai