Anda di halaman 1dari 178

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE

SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH


DASAR CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA
TIMUR TAHUN 2014

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:

ELFIRA AUGUSTIN
1110101000070

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
hatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 30 Januari 2015
Elfira Augustin, NIM: 1110101000070
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE
SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR
CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN
2014
( xxii + 111 halaman, 33 tabel, 3gambar, 6 lampiran)

ABSTRAK
Makanan adalah kebutuhan dasar yang sangat penting untuk kehidupan
sehari-hari tetapi sangat mungkin terkontaminasi sehingga menimbulkan
penyakit bawaan makanan. Seringkali kasus keracunan makanan jajanan yang
dijual di sekolah dasar dikarenakan higiene sanitasi makanan yang buruk. Jenis
penelitian ini merupakan kuantitatif deskriptif dengan desain penelitian cross
sectional yang dilakukan sejak bulan Oktober sampai dengan Nopember tahun
2014 di Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah
sampel 35 pedagang makanan dan menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian menunjukkan 60% responden berjenis kelamin laki-laki,
34,4% responden berumur 31-40 tahun, 68,6% respoden menggunakan gerobak,
60% responden berstatus pemilik sarana berdagang, 74,3% responden telah
bekerja selama 10 tahun, serta 40% responden berpendidikan SMA. Pada
pengetahuan responden, 60% responden berpengetahuan baik mengenai
kebersihan diri, 62,9% berpengetahuan baik mengenai peralatan, 68,6%
responden berpengetahuan baik mengenai penyajian dan sebesar 74,3%
berpengetahuan baik mengenai sarana. Dalam sikap responden, 80% responden
bersikap baik terhadap kebersihan diri, 65,7% responden bersikap baik terhadap
peralatan, 80% responden bersikap baik terhadap penyajian dan sebesar 97,1%
responden bersikap baik terhadap sarana. Untuk tindakan responden, 77,1%
responden bertindak baik terhadap kebersihan diri, 60% responden bertindak
baik terhadap peralatan, 60% responden bertindak baik terhadap penyajian tetapi
sebesar 54,3% responden masih bertindak buruk terhadap sarana.
Meskipun pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pedagang
makanan secara umum adalah baik, tindakan terhadap sarana masih termasuk
buruk. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran pedagang makanan jajanan
perlu ditingkatkan dengan cara memberikan penyuluhan, pelatihan serta
pengawasan yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan.

Kata kunci: Higiene sanitasi, pengetahuan, sikap, tindakan, pedagang


makanan.
Daftar bacaan: 67 (1956-2014)

ii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, 30th January 2015
Elfira Augustin, Reg 1110101000070
HYGIENE KBOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE OF FOOD
SELLERS AT CIPINANG BESAR UTARA ELEMENTARY SCHOOLS,
EAST JAKARTA MUNICIPAL 2014
( xxii + 111 pages, 33 tables, 3 pictures, 6 attachments)

ABSTRACT
Food is an important primary need for daily life. In other hand, it can
easily contaminated so that foodbone disease occurs. There are often food
intoxication cases because of the food concumption which sold in elementary
schools. Food intoxicaton occurs because of terrible food higiene.
This research is a quantitative descriptive study using cross sectional
study design, conducted since October to November 2014 at Cipinang Besar
Utara elementary schools. The sampling method used was total sampling with a
sample of 35 food sellers and using univariate analysis.
Results of research based on the characteristics of the respondent
indicates there are 60% of respondents are male, 34,4% of respondents are in 31-
40 age range, 68,6% of respondents uses cart, 60% of respondents are owners,
74,3% of respondents have worked 10 years, and most of respondents (40%)
posses an high school. The Study found that respondentss level of knowledge
were mostly good, such as: knowledge of personal hygiene (60%), knowledge
about utensils (62,9%), knowledge about food serving (68,6%), and knowledge
about facility (74,3%). The level of respondentss attitude were almost good,
such as: attitude of personal hygiene (80%), attitude of utensils (65,7%), attitude
of food serving (80%), and attitude of facility (97,1%). This research also shows
that the level of practice was mostly good (personal higiene (77,1%), utensils
(60%), food serving (60%)), except the facility was poor (54,3%).
Although the level of knowledge, level of attitude and level of practice
were mostly good, the facility was not yet good enough. That is why knowledge
and awareness of food sellers have to be increased with some information about
food sanitation and supervision in order to fulfil the food hygiene sanitation
requierements.

Keywords: Hygiene sanitation, knowledge, attitude, practice, food seller.


Refferences: 67 (1956-2014)

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama Lengkap : Elfira Augustin
Tempat , Tanggal : Jakarta, 20 Agustus 1992
Lahir
Alamat : Jl. Tebet Timur III-G No. 2, Jakarta 12820
Agama : Islam
Telp / HP : 08568938935
E-mail : elfira.augustin@gmail.com
Golongan Darah :O
Riwayat Pendidikan
1998 2004 : SD Negeri Klender 04 Pagi, Jakarta
2004 2007 : SMP Negeri 255, Jakarta
2007 2010 : SMA Negeri 61, Jakarta
2010 sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan
Kesehatan Lingkungan
Pengalaman Organisasi
2011 - 2013 : Paduan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(PASIFIK) UIN Jakarta
2012 - 2013 : Staf Departemen Penelitian, Pengembangan dan
Keilmuan (P2K), Pergerakan Anggota Muda IAKMI
(PAMI) Jakarta Raya
2012 - 2013 : Staf Departemen Slavia, Himpunan Pelajar Bahasa
Seluruh Indonesia (HIPESASI)
2013 : Ketua Redaksi majalah Jiwa Slavia
2013 - 2014 : Ketua Forum Kajian Edukasi (FoKaSi), Environmental
Health Student Association (ENVIHSA) UIN Jakarta
Pengalaman Praktik Kerja
2012 2013 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) Puskemas
Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan
2013 : Orientasi Kerja di bagian QHSE PT. Aerofood ACS,
Garuda Indonesia Group, Jakarta.
2014 : Kerja Praktik di departemen Supply Chain PT. Tira
Austenite, Cileungsi.

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang,, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul Gambaran
Perilaku Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2014. Shalawat
dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang membawa Rahmat kepada
semesta alam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberi motivasi serta kasih
sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat
4. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph. D selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih
penulis ucapkan atas semua arahan dan masukan dalam bimbingannya
serta keikhlasan waktunya selama penyusunan skripsi.
5. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II, penulis
ucapkan terima kasih semua arahan dan masukan dalam bimbingannya
serta keikhlasan waktunya selama penyusunan skripsi.
6. Bapak Dr. Farid Hamzens, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik dan
Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan
penulis.

vii
7. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS dan Bapak Anton Wibawa, M.KM selaku
penguji siding skripsi yang telah mengarahkan penulis pada skripsi ini.
8. Pihak Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur yang telah
mengizinkan, mendukung dan membantu penelitian ini.
9. Bapak Rindit Pambayun dan Ibu Febria Agustina selaku peneliti dari
UNSRI yang telah membantu selama studi pendahuluan.
10. Adik-adik peminatan Kesehatan Lingkungan 2012: Annisa, Isna, Ivan
dan Putri yang sudah membantu selama uji kuesioner.
11. Para Kepala Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara yang telah
mengizinkan dan membantu penelitian ini.
12. Seluruh pedagang makanan jajanan di lingkungan sekolah dasar Cipinang
Besar Utara yang sukarela menjadi responden dalam penelitian ini.
13. Sahabat-sahabat karib Endah Purwanti, Maulana Yodha Permana,
Darizky Retno Setyorini dan Muhamad Syarif Hidayat yang telah
mendukung proses pembuatan skripsi ini.
14. Kawan-kawan peminatan Kesehatan Lingkungan 2010: Tri Astuti, Rizka,
Misyka, Fitri, Nida, Annis, Dillah, Alya, Reka, Ifa, Yuni, Ilham, Fuad,
Angger, Febri dan Akbar.
15. Teman-teman program studi Kesehatan Masyarakat 2010.

Semoga berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan


masukan kepada Penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhir kata,
penelitian ini tidak lepas dari berbagai kekurangan, sehingga saran dan kritik dari
pembaca sangat Penulis harapkan agar terdapat perbaikan di masa yang akan
datang.

Jakarta, Februari 2015

Penulis

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................. ii

ABSTRACT ............................................................................................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................ vi

DAFTAR ISI ........................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................. xvi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xx

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 8

1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................... 9

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9

1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................... 9

1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................... 10

1.5 Batasan Masalah ........................................................................... 10

1.6 Manfaat Penelitian ....................................................................... 11

1.6.1 Manfaat bagi Sekolah .......................................................... 11

1.6.2 Manfaat bagi Peneliti .......................................................... 11

ix
1.6.3 Manfaat bagi Institansi ........................................................ 11

1.7 Ruang Lingkup ............................................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku ...................................................................... 13

2.1.1 Pengertian Pengetahuan ...................................................... 14

2.1.2 Pengertian Sikap .................................................................. 14

2.1.3 Pengertian Tindakan ............................................................ 15

2.2 Pengertian Higiene Sanitasi ......................................................... 15

2.2.1 Kebersihan Diri ................................................................... 16

2.2.2 Peralatan .............................................................................. 17

2.2.3 Penyajian ............................................................................. 17

2.2.4 Sarana .................................................................................. 18

2.3 Pengertian Pedagang Makanan Jajanan ....................................... 19

2.3.1 Pengertian Pedagang ........................................................... 19

2.3.2 Makanan Jajanan ................................................................. 19

2.4 Kantin Sehat ................................................................................. 20

2.5 Zat yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan

............................................................................................................. 21

2.5.1 Pewarna, pemanis dan pengawet ........................................ 22

2.5.2 Mikroba ............................................................................... 23

2.5.3 Logam Berat ........................................................................ 24

2.6 Penyakit Bawaan Makanan (foodborne disease) ......................... 25

x
2.7 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang

Makanan Jajanan ................................................................................ 26

2.8 Kerangka Teori ............................................................................. 28

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 29

3.2 Definisi Operasional ..................................................................... 31

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 35

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 35

4.3 Tempat dan Waktu ....................................................................... 36

4.4 Pengumpulan Data ....................................................................... 37

4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................. 37

4.4.2 Data Primer dan Sekunder .................................................. 38

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 39

4.5.1 Pengolahan Data................................................................... 39

4.5.2 Analisis Data ....................................................................... 40

4.6 Aspek Pengukuran ....................................................................... 40

4.6.1 Pengetahuan ........................................................................ 40

4.6.2 Sikap .................................................................................... 41

4.6.3 Tindakan .............................................................................. 41

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 43

5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Cipinang Besar Utara ........... 43

xi
5.1.2 Gambaran Umum Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar

Utara ............................................................................................. 44

5.2 Gambaran Umum Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 45

5.2.1 Gambaran Jenis Kelamin Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................... 45

5.2.2 Gambaran Umur Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............................. 46

5.2.3 Gambaran Jenis Sarana Berdagang yang Digunakan oleh Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014 .................................................................................. 46

5.2.4 Gambaran Status Kepemilikan Sarana Berdagang yang Digunakan

Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar

Utara Tahun 2014 ......................................................................... 47

5.2.5 Gambaran Lama Bekerja Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................... 48

5.2.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 49

5.3 Aspek Pengetahuan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 49

5.3.1 Aspek Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014 .................................................................................. 50

xii
5.3.2 Aspek Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

....................................................................................................... 51

5.3.3 Aspek Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

....................................................................................................... 53

5.3.4 Aspek Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

....................................................................................................... 55

5.4 Aspek Sikap pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 56

5.4.1 Aspek Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

....................................................................................................... 57

5.4.2 Aspek Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 59

5.4.3 Aspek Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 60

5.4.4 Aspek Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 62

5.5 Aspek Tindakan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 63

xiii
5.5.1 Aspek Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 64

5.5.2 Aspek Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

....................................................................................................... 66

5.5.3 Aspek Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 67

5.5.4 Aspek Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 70

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 72

6.2 Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..................................................... 73

6.2.1 Jenis Kelamin ...................................................................... 73

6.2.2 Umur ................................................................................... 74

6.2.3 Jenis Sarana Berdagang ....................................................... 75

6.2.4 Status Kepemilikan Sarana ................................................. 76

6.2.5 Lama Bekerja ...................................................................... 77

6.2.6 Tingkat Pendidikan ............................................................. 78

6.3 Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................... 80

xiv
6.3.1 Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

....................................................................................................... 80

6.3.2 Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 83

6.3.3 Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 85

6.3.4 Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 87

6.4 Sikap Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 89

6.4.1 Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 89

6.4.2 Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 91

6.4.3 Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 92

6.4.4 Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................... 94

6.5 Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 95

6.5.1 Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 95

xv
6.5.2 Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 99

6.5.3 Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 100

6.5.4 Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 103

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ...................................................................................... 108

7.2 Saran ............................................................................................. 109

7.2.1 Saran bagi Sekolah .............................................................. 107

7.2.2 Saran bagi Peneliti Selanjutnya ........................................... 110

7.2.3 Saran bagi Instansi .............................................................. 111

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 112

LAMPIRAN ............................................................................................ 118

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Definisi Operasional ................................................................ 34

Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas ................................................................ 38

Tabel 5.1 Distribusi Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar Utara 44

Tabel 5.2 Distribusi Pedagang Makanan Jajajan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Kelamin ............... 45

Tabel 5.3 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Umur ............................ 46

Tabel 5.4 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara berdasarkan Jenis Sarana Berdagang .................... 47

Tabel 5.5 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara berdasarkan Status Kepemilikan Sarana .............. 47

Tabel 5.6 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara berdasarkan Lama Bekerja ................................... 48

Tabel 5.7 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara berdasarkan Tingkat Pendidikan .......................... 49

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............................... 50

Tabel 5.9 Distribusi Pengetahuan mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

................................................................................................................... 51

xvii
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 52

Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 53

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Penyajian di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 53

Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 55

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Sarana di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 55

Tabel 5.15 Distribusi Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 56

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap

Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 57

Tabel 5.17 Distribusi Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 58

Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap

Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 59

xviii
Tabel 5.19 Distribusi Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............. 60

Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap

Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 61

Tabel 5.21 Distribusi Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 62

Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap

Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 62

Tabel 5.23 Distribusi Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................. 63

Tabel 5.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pedagang

Makanan Jajanan Terhadap Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 64

Tabel 5.25 Distribusi Tindakan Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

................................................................................................................... 65

Tabel 5.26 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Peralatan

................................................................................................................... 66

Tabel 5.27 Distribusi Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 67

xix
Tabel 5.28 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian

................................................................................................................... 67

Tabel 5.29 Distribusi Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............. 69

Tabel 5.30 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian

................................................................................................................... 70

Tabel 5.31 Distribusi Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinnang Besar Utara Tahun 2014 71

xx
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Penyebab foodborne disease .............................. 26

Gambar 2.2 Kerangka Teori ..................................................................... 26

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................. 30

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Output SPSS

Lampiran 3 Perrmohonan Izin Pengambilan Data

Lampiran 4 Balasan Izin Pengambilan Data

Lampiran 5 Permohonan Izin Penelitian di Sekolah Dasar

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

xxii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan yang sehat dan bergizi serta seimbang adalah yang mengandung

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air, dan mineral dalam jumlah yang

seimbang. Makananan baik kualitas maupun kuantitasnya merupakan kebutuhan

agar kesehatan tetap terjaga (Akase, 2012). Sebagai kebutuhan yang paling

mendasar dalam hidup manusia, makanan sangat mungkin terkontaminasi

sehingga menyebabkan penyakit bawaan makanan (food-borned disease)

(Agustina dkk, 2009). Makanan yang dijajakan di sekolah, terutama sekolah dasar

dan anak sekolah merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Terburu-buru

berangkat ke sekolah, orangtua yang sangat sibuk dan rasa jajanan yang enak

membuat anak sekolah dasar lebih memilih untuk jajan di lingkungan sekolah

(Suci, 2009).

Makanan jajanan sangat rentan terkontaminasi akibat proses penyimpanan

yang salah, pengolahan makanan yang kurang baik serta penyajian yang tidak

higienis (WHO, 2005). Makanan dapat menjadi media perantara bagi suatu

penyakit. Terjadinya penyakit akibat makanan yang terkontaminasi disebut

penyakit bawaan makanan atau food-borne diseases (Susanna dan Hartono, 2003).

Timbulnya gejala diare merupakan salah satu gejala penyakit bawaan

makanan (Arisman, 2009). Secara global, terdapat 1500 juta kejadian penyakit

1
bawaan makanan dengan jumlah penderita meninggal sebanyak 3 juta. Penyakit

bawaan makanan ini banyak menyerang kalangan bayi dan anak-anak. Sedangkan

diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia (WHO,

2005). Menurut laporan tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

tahun 2012, terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan yang berasal

dari 23 provinsi dengan jumlah orang yang terpapar sebanyak 8.590 orang, 3.235

orang diantaranya sakit dan 19 orang meninggal dunia. Sedangkan menurut Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2013, angka kematian (CFR) akibat diare di Indonesia

adalah 1,08%.

Kasus diare di Kecamatan Jatinegara, DKI Jakarta menempati urutan

tertinggi, yaitu 10.643 kasus (Sudinkes Kotamadya Jakarta Timur, 2013). Salah

satu kelurahan di Kecamatan Jatinegara, yaitu Kelurahan Cipinang Besar Utara,

mengalami kenaikan secara terus-menerus sejak tahun 2009 sampai tahun 2012,

yaitu 412 kasus (2009), 569 kasus (2010), 740 kasus (2011) menjadi 861 kasus

(2012), tetapi di tahun 2013 hanya 6 kasus karena data surveilans tidak lengkap,

dibandingkan kelurahan lainnya (Balimester, Kp. Melayu, Cipinang Muara,

Cipinang Besar Selatan, Bidara Cina, Cipinang Cempedak dan Rawa Bunga) yang

tidak mengalami kenaikan selama empat tahun berturut-turut (Surveilans Dinas

Kesehatan DKI Jakarta, 2009-2013).

Jenis makanan penyebab KLB keracunan makanan tahun 2012 yang paling

mendominasi adalah masakan rumah tangga (27,38%) dan makanan jajanan

(27,38%). Sedangkan keracunan makanan berdasarkan tempat/ lokasi kejadian,

sekolah dasar (SD) menempati peringkat kedua terbanyak kejadian KLB

2
keracunan makanan. Pada umumnya KLB keracunan makanan di sekolah dasar

disebabkan kontaminasi bakeri patogen, sehingga pemberdayaan dan pengawasan

mengenai makanan jajanan di sekolah perlu ditingkatkan (BPOM, 2012).

Makanan yang terkontaminasi seringkali dibuat dan dijual oleh penjaja

kaki lima yang memiliki standar higiene yang buruk dan mutu yang rendah

(WHO, 2005). Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi

makanan jajanan, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor

makanan, orang,tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat

menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Dampak dari perilaku yang

tidak higienis yang meliputi orang yang menangani makanan, tempat berjualan,

peralatan dan proses pengolahan makanan yaitu keracunan makanan (Purawidjaja,

1995 dalam Susanna dan Hartono, 2003).

Pedagang makanan jajanan seringkali memiliki higiene sanitasi yang

rendah. Menurut penelitian Agustina, dkk (2009), terdapat 47,8% responden yang

kebersihan dirinya tidak baik, 65,2% responden memiliki sanitasi yang tidak baik

dari segi peralatannya, 30,4%responden menyajikan makanan jajanan dalam

keadaan sanitasi yang tidak baik, dan 47,8% responden yang memiliki sarana

penjaja yang sanitasinya tidak baik.

Higiene sanitasi yang buruk dapat menimbulkan dampak terhadap

kesehatan. Menurut penelitian Manalu dkk (2012), ada hubungan yang bermakna

antara kepadatan lalat, perilaku ibu mencuci tangan, perilaku ibu menutup

makanan, penggunaan sumber air bersih serta air minum terhadap kejadian diare

3
pada balita. Berdasarkan penelitian Rahayu (2007), proses pengolahan makanan,

pencucian bahan makanan, higiene penjamah dan sanitasi makanan berpengaruh

dengan angka bakteri pada makanan. Makanan juga dapat terkontaminasi melalui

vektor, salah satunya lalat. Lalat mencemari makanan dan minuman oleh bakteri

yang terbawanya setelah hinggap di tempat-tempat yang kotor. Bakteri tersebut

tersebut lalu termakan manusia dan dapat menyebabkan penyakit diare

(Andriani,2007 dalam Manalu dkk, 2012). Hidayanti (2012) menyatakan hal

serupa bahwa perilaku cuci tangan, higiene sanitasi makanan, faktor lingkungan

(jenis lantai, sumber air bersih, penanganan sampah dan pembuangan tinja) serta

bakteriologis air bersih, terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian

penyakit bawaan makanan.

Tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan merupakan hal yang

penting. Penelitian mengenai pengetahuan dan tindakan higiene sanitasi pedagang

makanan jajanan diperkuat oleh penelitian Aminah dan Hidayah (2006). Tingkat

pengetahuan pedagang makanan tentang keamanan makanan yang baik masih

terbilang kurang, hanya sebesar 17,65%. Tingkat pengetahuan mengenai dosis

yang tidak berlebihan dari pewarna makanan sebesar 64,7% sedangkan 52%

pedagang mengetahui bahaya formalin dan boraks. Di sisi lain, praktik higiene

sanitasi pedagang yang masuk kategori baik sebesar 58,82%. Pengetahuan tentang

higiene sanitasi juga tidak selalu sebanding dengan kondisi tempat berjualan yang

memenuhi syarat. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2012), pedagang dengan

keadaan lokasi tempat berjualan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 100%,

kondisi pedagang sudah memenuhi syarat (67%), cara penyajian yang memenuhi

4
syarat (50%) serta pedagang dengan tingkat pengetahuan tentang higiene sanitasi

yang cukup baik sebanyak 67%.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari 13

pedagang makanan jajanan yang terdapat di Kelurahan Cipinang Besar Utara,

beberapa diantaranya menunjukkan perilaku yang tidak higienis dalam

menjajakan makanannya. 100% pedagang tidak mencuci tangan saat sebelum

menjamah makanan, 38% diantaranya menjajakan makanan dalam keadaan

terbuka di pinggir jalan serta menjamah makanan tanpa menggunakan alat,

merokok ketika menyajikan makanan dan berkuku panjang masing-masing

sebesar 8%. Banyak atau sedikitnya pedagang yang berperilaku tidak higienis

dalam kebersihan diri mengindikasikan adanya risiko makanan yang dijajakan

oleh mereka dapat tercemar kuman penyakit yang dapat mengakibatkan penyakit

bawaan makanan (Purnawijayanti, 2002).

Di Jakarta, makanan jajanan banyak dikonsumsi anak-anak dikarenakan

penduduknya identik dengan kesibukan kerja yang padat, memperbesar

kemungkinan para orangtua siswa tidak sempat menyiapkan bekal untuk anaknya,

sehingga lebih memilih memberikan uang jajan agar anaknya bisa membeli

makanan sendiri di sekolah. Hal seperti ini memungkinkan siswa sekolah dasar

rentan terkena penyakit bawaan makanan karena pengetahuan yang terbatas

mengenai jajanan yang sehat serta kurangnya pengawasan orangtua tehadap apa

yang dimakan anaknya (Suci, 2009).

Penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang

5
serius, sehingga seringkali kurang diperhatikan (Judarwanto, 2012).

Penyakit bawaan makanan seringkali terjadi pada orang-orang yang kekebalan

tubuhnya rentan seperti: bayi, anak-anak, lansia dan mereka mengalami penyakit

gangguan kekebalan tubuh (WHO, 2005). Dari golongan orang-orang yang

kekebalan tubuhnya rentan terhadap penyakit, salah satunya adalah anak-anak.

Seringkali mereka suka jajan di sekolah karena sering terburu-buru ke sekolah,

orang tua yang sibuk dan citarasa jajanan yang lebih enak (Suci, 2009). Sehingga

anak-anak adalah golongan yang sering menjadi korban penyakit akibat makanan

(Agustina, 2009).

Sekolah merupakan salah satu lokasi yang strategis untuk ditempati

pedagang makanan, terutama pedagang kaki lima (Widjajanti, 2009). Banyaknya

pendatang dari luar kota untuk mencari nafkah di Jakarta serta banyaknya jumlah

sekolah dasar, memungkinkan banyaknya pedagang makanan jajanan yang

berjualan di sekitar sekolah dasar. Sebagian besar dari pedagang makanan jajanan

adalah pendatang dari luar Jakarta atau penduduk musiman (Mokoginta, 1999).

Besarnya jumlah penduduk di Jakarta (13.000-15.000 Jiwa/km2 dalam Bank Data

DKI Jakarta (2009) berbanding dengan banyaknya jumlah sekolah dasar dan

jumlah siswanya. Berdasarkan informasi dari Bank Data DKI Jakarta tahun 2010,

jumlah sekolah dasar negeri di Jakarta sebesar 2.225 sekolah. Dengan rincian di

masing-masing Kotamadya yaitu: Jakarta Pusat sebanyak 285 sekolah, Jakarta

Utara sebanyak 269 sekolah, Jakarta Barat sebanyak 456 sekolah, Jakarta Selatan

sebanyak 527 sekolah, Jakarta Timur sebanyak 674 sekolah dan Kepulauan Seribu

sebanyak 14 sekolah. Sedangkan jumlah siswa sekolah dasar negeri di Jakarta

6
sebesar 686.610 siswa, dengan jumlah siswa di masing-masing Kotamadya yaitu:

Jakarta Pusat sebanyak 69.921 siswa, Jakarta Utara sebanyak 93.641 siswa,

Jakarta Barat sebanyak 145.919 siswa, Jakarta Selatan sebanyak 155.314 siswa,

Jakarta Timur sebanyak 219.501 siswa dan Kepulauan Seribu sebanyak 2.314

siswa. Kotamadya Jakarta Timur dipilih karena memiliki jumlah sekolah dan

siswa sekolah dasar negeri terbanyak.

Melihat banyaknya jumlah sekolah dasar dan jumlah siswa yang ada, bisa

dipastikan setiap sekolah ada beberapa pedagang yang berjualan makanan.

Kelurahan Cipinang Besar Utara terdapat 13 sekolah dasar yang sering disinggahi

pedagang makanan jajanan, baik sekolah yang letaknya di pinggir jalan raya

maupun di tengah-tengah permukiman. Banyaknya pedagang makanan yang

berjualan di sekolah dasar dikarenakan beberapa sekolah yang ada dalam satu

gedung dan anak-anak yang bersekolah saat pagi maupun petang.

Higiene sanitasi makanan merupakan salah satu dari ruang lingkup

kesehatan lingkungan. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut meliputi:

vektor penyakit, higiene sanitasi makanan, penyediaan air minum, pengolahan air

limbah, pembuangan tinja, pencemaran udara, pengelolaan sampah padat serta

perumahan dan lingkungan permukiman (WHO, 1975). Oleh karena itu, penyakit

bawaan makanan secara khusus merupakan masalah kesehatan lingkungan karena

terdapat makanan atau pangan sebagai media transmisi penyakit (Achmadi ,2012).

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran

pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi dari aspek kebersihan diri,

7
peralatan penyajian dan sarana pada pedagang makanan jajanan di Kelurahan

Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Kasus tertinggi diare ditemukan pada Kecamatan Jatinegara. Salah satu

kelurahannya, yaitu Kelurahan Cipinang Besar Utara, terdapat kasus diare yang

terus meningkat selama tahun 2009 sampai tahun 2012. Banyaknya sekolah dasar

yang terdapat pedagang makanan jajanan serta ditemukannya perilaku pedagang

makanan jajanan yang tidak higienis sangat berisiko mengakibatkan penyakit

bawaan makanan, mengingat sekolah dasar menempati peringkat kedua kejadian

KLB keracunan makanan dan makanan jajanan adalah jenis makanan yang paling

mendominasi penyebab KLB keracunan makanan.

Perilaku pedagang yang tidak higienis seperti: tidak mencuci tangan saat

sebelum menjamah makanan, menjajakan makanan dalam keadaan terbuka di

pinggir jalan, menjamah makanan tanpa menggunakan alat, merokok ketika

menyajikan makanan dan berkuku panjang berisiko menimbulkan penyakit

bawaan makanan pada konsumen, khususnya anak sekolah. Perilaku tersebut tidak

sesuai pedoman Depkes RI tahun 2003 tentang persyaratan higiene sanitasi

makanan jajanan. Hal tersebut merupakan ironi mengingat anak sekolah dasar

sebagai mayoritas konsumen makanan jajanan yang berada dalam usia

pertumbuhan, merupakan investasi bagi orangtua dan negara sehingga

membutuhkan makanan dengan nutrisi yang baik serta terjaga kebersihannya agar

kesehatannya tetap terjaga.

8
Berdasarkan latar belakang di atas, serta belum pernah diadakannya

penelitian ini di wilayah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang perilaku higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di lingkungan sekolah

dasar Kecamatan Cipinang Besar Utara.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran umum pedagang makanan jajanan di sekolah dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan mengenai higiene sanitasi(kebersihan

diri, peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah

dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara?

3. Bagaimana gambaran sikap mengenai higiene sanitasi (kebersihan diri,

peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar

kelurahan Cipinang Besar Utara?

4. Bagaimana gambaran tindakan mengenai higiene sanitasi (kebersihan diri,

peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran perilaku higiene sanitasi pedagang makanan

jajanan sekolah dasar di kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014.

9
1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran umum pedagang makanan jajanan di sekolah

dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan (kebersihan diri, peralatan,

penyajian, sarana) pedagang mengenai higiene sanitasi makanan jajanan di

sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.

3. Diketahuinya gambaran sikap (kebersihan diri, peralatan, penyajian,

sarana) higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara.

4. Diketahuinya gambaran tindakan (kebersihan diri, peralatan, penyajian,

sarana) higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara.

1.5 Batasan Masalah

Variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap dan

tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan, baik di dalam sekolah

(kantin) maupun di luar sekolah yaitu: kebersihan diri pedagang makanan,

kebersihan peralatan, penyajian serta kondisi sarana yang digunakan pedagang

makanan jajanan. Penelitian ini menggunakan analisis univariat sehingga tidak

meneliti hubungan antar variabel.

10
1.6 Manfaat Penelitian

Penelitianini memberikan informasi mengenai gambaran pengetahuan,

sikap dan tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan.

1.6.1 Manfaat bagi Sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pihak

sekolah agar dapat dilakukan upaya tindakan higiene sanitasi oleh pedagang

makanan di kantin sekolah.

1.6.2 Manfaat bagi Peneliti

a. Melatih pola pikir secara sistematis dalam menghadapi masalah

kesehatan lingkungan.

b. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan.

c. Hasil penelitian dapat digunakan untuk referensi bagi penelitian

selanjutnya.

1.6.3 Manfaat bagi Instansi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi instansi

terkait, yaitu Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur untuk memberikan

penyuluhan kepada pedagang makanan jajanan mengenai pentingnya higiene

sanitasi pada pengolahan dan penyajian makanan. Sehingga dapat dilakukan

upaya-upaya tertentu agar berkurangnya risiko penyakit akibat makanan.

11
1.7 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku higiene

sanitasi pada pedagang makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang

Besar Utara tahun 2014. Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Oktober 2014.

Sampel dalam penelitian ini yaitu pedagang yang berjualan makanan di

lingkungan sekolah, baik di dalam maupun di sekitar sekolah.

Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif deskriptif dengan desain studi kasus.

Dalam pengumpulan data primer mengenai higiene sanitasi pedagang makanan,

peneliti menggunakan observasi dan kuesioner. Data sekunder didapatkan dari

buku, internet serta instansi.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Higiene sanitasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

pencegahan penyakit menular, khususnya penyakit bawaan makanan yang

disebabkan cara penanganan makanan yang salah. Hal ini terkait dengan

pembangunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya di Jakarta.

Cara pengolahan makanan yang baik agar tidak menimbulkan penyakit

merupakan isu yang penting untuk dibahas. Gejala penyakit bawaan makanan

yang populer di masyarakat adalah diare. Saat ini banyak pedagang makanan yang

cara menjajakan makanannya berisiko menimbulkan penyakit bawaan makanan.

Misalnya makanan dibiarkan terbuka, berjualan di tempat yang kotor, tidak

mencuci tangan, tidak mencuci peralatan makan di air yang mengalir, serta tidak

menjaga kebersihan diri. Semua hal tersebut merupakan faktor penyebab makanan

terkontaminasi dengan patogen, sehingga bukan tidak mungkin diare dapat

menyerang konsumen, khususnya anak sekolah dasar.

2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2003). Perilaku yang diamati dapat diukur dengan berbagai skala, salah satunya

adalah skala Guttman. Skala ini memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban

13
atas pernyataan / pertanyaan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju-tidak setuju,

serta benar dan salah (Hidayat, 2007). Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003)

membagi perilaku dalam tiga domain/ kawasan. Pembagian kawasan ini dilakukan

untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga komponen tersebut antara lain:

pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa

ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah dinamakan

pengetahuan. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan

pengelaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu

rangsangan tertentu (Notoatmodjo, 2003). Menurut Plato dalam Budiman dan

Riyanto (2013), pengetahuan adalah kepercayaan sejati yang dibenarkan

(valid). Hasil Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dinyatakan dengan

baik atau buruk (Dahlan, 2008).

2.1.2 Pengertian Sikap

Sikap menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau kesediaan seseorang

untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadap rangsangan positif

maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan faktor predisposisi

bagi seseorang untuk berperilaku. Menurut Djaali dan Muljono (2007), sikap

dapat dinyatakan dengan benar-salah, setuju-tidak setuju, positif-negatif.

14
Sikap dapat dikatakan sebagai respon evaluatif. Respon evaluatif artinya

adanya reaksi dari individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus juga

berbentuk penilaian baik-buruk, positif-negatif serta menyenangkan-tidak

menyenangkan (Azwar, 2011).

2.1.3 Pengertian Tindakan

Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu

disebut tindakan (Budiman dan Riyanto, 2013). Menurut Allport dalam Tim

Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2007), tindakan dalam pilihan

seseorang didasari oleh nilai, sehingga tindakan dan perbuatan dapat berupa

benar-salah, baik-buruk serta indah-tidak indah.

2.2 Pengertian Higiene Sanitasi

Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1962 tentang Higiene Untuk Usaha-

usaha bagi umum disebutkan, higiene adalah segala usaha untuk memelihara dan

mempertinggi derajat kesehatan (Hanafiah, 1999). Dalam pengertian lain, higiene

adalah suatu pengetahuan mengenai kesehatan dan pencegahan suatu penyakit

(Tarwotjo, 1998).

Sanitasi diartikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara

mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan

penyakit. Sedangkan ilmu sanitasi adalah sebuah penerapan prinsip untuk

membantu memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kondisi kesehatan

yang baik (Jenie, 1996 dalam Purnawijayanti, 2006). Dengan kata lain, sanitasi

15
dapat disebut sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu

mencegah terjadinya kontaminasi terhadap makanan atau terjadinya penyakit yang

disebabkan oleh makanan (Labensky dkk, 1994 dalam Purnawijayanti, 2006).

Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi

makanan jajanan, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor

makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat

menimbulkan penyakit atau gangguan. Dengan demikian, higiene dan sanitasi

adalah pengetahuan mengenai kesehatan dan pencegahan penyakit dengan cara

menerapkan kondisi sehingga terjadinya suatu penyakit dapat dicegah.

2.2.1 Kebersihan Diri

Kebersihan diri (personal hygiene) seseorang dalam menjajakan makanan

adalah syarat yang harus dipenuhi. Menurut Depkes RI (2003), persyaratan

tersebut antara lain:

a. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti: batuk, pilek,

influenza, diare, serta penyakit perut lainnya;.

b. Jika terdapat luka atau bisul harus ditutup;

c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;

d. Memakai celemek dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali menangani makanan;

f. Menjamah makanan dengan alat atau sarung tangan;

g. Tidak sambil merokok dan atau menggaruk anggota tubuh;

16
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan tanpa

menutup mulut atau hidung.

2.2.2 Peralatan

Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses

pengolahan makanan seperti pisau, sendok, kuali dan lain-lain. Sehingga yang

perlu diperhatikan dalam perlengkapan dan peralatan masak untuk menjaga

kebersihannya adalah bentuk peralatan mudah dibersihkan dan tidak boleh

berlekuk, tidak boleh digunakan untuk keperluan lain selain memasak,

mengolah makanan dan penyimpanan makanan (Depkes RI, 1999). Peralatan

yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi antara lain:

a. Peralatan dicuci dengan air bersih;

b. Dikeringkan dengan pengering atau lap yang bersih;

c. Disimpan ditempat yang bersih

d. Tidak digunakan lebih dari sekali apabila dirancang hanya untuk

sekali pakai (Depkes RI, 2003).

2.2.3 Penyajian Makanan

Kebersihan ketika penyajian makanan meliputi berbagai hal, seperti: air,

bahan makanan, bahan tambahan serta cara penyajian makanan itu sendiri.

a. Air yang digunakan harus memenuhi standar higiene sanitasi yang

berlaku bagi air bersih atau air minum

17
b. Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik

mutunya dan terdaftar di Departemen Kesehatan jika bahan

makanan tersebut merupakan bahan olahan dalam kemasan.

c. Bahan makanan, bahan tambahan, bahan penolong serta bahan

makanan yang mudah rusak harus disimpan secara terpisah.

d. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan tertutup dan

pembungkusnya dalam keadaan bersih serta tidak ditiup.

e. Makanan yang diangkut harus dalam keadaan tertutup dan terpisah

dari bahan mentah (Depkes RI, 2003).

2.2.4 Sarana

Sarana penjaja adalah suatu tempat atau fasilitas yang digunakan untuk

penanganan makanan jajanan, baik menetap maupun berpindah-pindah.

Kebersihan sarana meliputi berbagai hal yang harus dipenuhi, antara lain:

a. Konstruksi sarana dapat melindungi makanan dari pencemaran;

b. Konstruksi sarana penjaja mudah dibersihkan dan tersedia tempat:

air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan

jadi, penyimpanan peralatan, tempat cuci dan tempat sampah

(Depkes RI, 2003).

18
2.3 Pengertian Pedagang Makanan Jajanan

2.3.1 Pengertian Pedagang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pedagang adalah orang

yang mencari nafkah dengan berdagang. Pedagang dapat dikelompokan

menjadi:

a. Pedagang besar: Adalah kegiatan pengumpulan dan penjualan

kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau

importir ke pedagang lainnya.

b. Pedagang eceran: Kegiatan pedagang melayani konsumen

perorangan tanpa mengubah sifat barang itu sendiri (Badan Pusat

Statistik, 2012).

2.3.2 Makanan Jajanan

Makanan merupakan kebutuhan dasar yang terkadang merupakan

kesenangan. Disamping itu, makanan dapat meningkatkan kesehatan atau

malah menyebabkan penyakit (Sunardi dan Soetardjo, 2001). Makanan

sambilan dan makanan jajanan adalah sejenis makanan yang keberadaannya

tidak terlalu penting karena makanan tersebut bukan makanan pokok

(Moertjipto, 1993). Makanan jajanan juga merupakan makanan yang siap

makan atau dimasak terlebih dahulu di tempat berjualan (Lindawati dkk,

2006).

Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi

19
makanan jajanan, makanan jajanan adalah makanan yang dijajakan sebagai

makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga,

rumah makan/restoran, dan hotel.

2.4 Kantin Sehat

Menurut Kemendiknas (2011), kantin atau warung sekolah yang

merupakan salah satu tempat jajan didalam sekolah memiliki peranan yang

penting, yaitu menyediakan makanan sepinggan maupun makanan cemilan dan

minuman yang sehat, aman dan bergizi. Makanan yang disajikan harus terbebas

dari bahaya: mikrobiologis, kimia maupun fisik. Ada lima kunci penyediaan

makanan yang aman, yaitu:

a. Menjaga kebersihan;

b. Memisahkan makanan mentah dari makanan yang matang;

c. Memasak makanan dengan benar;

d. Menyimpan makanan pada suhu yang aman;

e. Menggunakan air dan bahan baku yang aman.

Kantin sekolah terdapat dua jenis, yaitu jenis tertutup maupun terbuka

seperti di koridor atau halaman. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, tempat

penyimpanan makanan harus dalam keadaan tertutup. Kantin sekolah dengan

ruangan tertutup maupun terbuka harus memiliki sarana dan prasarana berupa:

sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian dan

ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja serta tempat pembuangan

limbah.

20
Dalam mewujudkan kantin yang sehat di sekolah, terdapat langkah-

langkah yang harus dilakukan oleh pihak sekolah, antara lain:

1. Melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan

Puskesmas;

2. Melakukan sosialisasi kepada orang tua murid, pengelola kantin atau

penjual makanan di sekolah;

3. Menunjuk pembina dan pengawas kantin sekolah;

4. Mengirimkan pembina dan pengawas kantin sekolah untuk mengikuti

pelatihan kantin sehat yang dilaksanakan oleh instansi terkait;

5. Melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap pengelola kantin dan

penjual makanan di sekolah;

6. Melakukan perbaikan dan penyediaan sarana kantin sehat;

7. Melakukan monitoring internal terhadap pelaksanaan kantin sehat di

sekolah.

2.5 Zat yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Makanan Jajanan

Makanan jajanan masih berisiko buruk terhadap kesehatan dikarenakan

penanganannya serikali tidak higienis sehingga memungkinkan terkontaminasi

oleh mikroorganisme berbahaya, bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan

dan logam berat (Cahanar dan Suhanda, 2006).

21
2.5.1 Pewarna, pemanis dan pengawet

Pewarna yang umum digunakan dalam makanan jajanan antara lain:

tartrazine, erythrosine, fast green FCF dan sunset yellow. Meskipun pewarna

tersebut diizinkan tetapi pemakaiannya dibatasi. Berikut ini berbagai dampak

buruk konsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis berlebihan:

a. Tartrazine menyebabkan reaksi alergi, asma dan hiperaktif pada anak-

anak.

b. Erithrosine menyebabkan reaksi alergi pada saluran pernafasan, tumor

dan tiroid pada tikus, gangguan pada otak, hiperaktif dan gangguan

perilaku pada anak-anak.

c. Fast green FCF menyebabkan reaksi alergi dan tumor.

d. Sunset yellow menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit

pinggang, muntah-muntah serta gangguan pencernaan (Cahanar dan

Suhanda, 2006).

Pemanis yang digunakan dalam sebagian besar makanan jajanan adalah

sakarin, siklamat dan aspartam. Sakarin menyebabkan kanker kandung kemish

dan terputusnya plasenta pada janin. Siklamat hanya boleh dikonsumsi oleh

penderita diabetes karena kandungan kalorinya yang rendah. Namun,

penggunaan siklamat sudah dilarang di Amerika, Inggris dan Kanada pada

tahun 1970-an karena produk degradasinya bersifat karsinogen (Saparinto dan

Hidayati, 2006). Aspartam akan berubah menjadi formaldehida dan

diketopierazin yang bersifat karsinogen ketika berada di dalam tubuh,

sehingga dapat menyebabkan kanker (Lingga, 2012).

22
Boraks dan formalin sering digunakan sebagai pegawet untuk mi, bakso,

saus tomat, ikan segar, ikan asin serta ayam potong. Formalin pada dasarnya

digunakan dalam pembuatan karpet, lem, plywood, tekstil, antiseptik,

desinfektan dan pengawetan mayat. Kadar formalin yang tinggi dalam tubuh

manusia bereaksi dengan hampir semua sel sehingga fungsinya tertekan dan

terjadi kematian sel. Jika formalin masuk lewat mulut dalam dosis berlebih

menyebabkan sakit perut, kolaps, pingsan, mual, muntah dan kematian karena

kegagalan peredaran darah (Saparinto dan Hidayati, 2006).

2.5.2 Mikroba

Mikroorganisme yang mengontaminasi makanan terjadi karena beberapa

sebab, yaitu terbawa dari bahan makanan saat proses produksi atau

pendistribusian produk. Bakteri pencemar makanan antara lain Entamoeba

proteus, Eschericia coli, Pseudomonas dan Salmonella. Mikroorganisme ini

seringkali menyebabkan berbagai penyakit seperti: sesak nafas, mual,

muntah, pusing, diare, disentri, pingsan hingga kematian (Saparinto dan

Hidayati, 2006). Dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga jenis bakteri yang

sering muncul, antara lain:

a. Salmonella: seringkali ditemukan pada daging unggas, telur, daging

babi, kambing dan binatang pengerat. Gejala yang ditimbulkan akibat

infeksi Salmonella antara lain sakit kepala, nyeri perut, diare, muntah,

dehidrasi, demam dan hilangnya nafsu makan.

23
b. E. coli: ditemukan pada keju, daging sapi, susu tanpa pasteurisasi, ikan

mentah, serta makanan yang tidak bersih. Gejala yang ditimbulkan saat

infeksi E. coli yaitu sakit perut akut, kram, muntah, demam, diare,

koma, penggumpalan darah pada otak hingga kematian.

c. Listeria: ditemukan pada daging dan susu tanpa pasteurisasi. Gejala

yang timbul karena infeksi Listeria antara lain pusing, sakit kepala,

muntah, pingsan, shock, koma (Susianto. dkk, 2008).

2.5.3 Logam berat

Makanan jajanan dapat tercemar logam berat, seperti Pb dan Hg (merkuri).

Pb yang mencemari makanan dapat berasal dari lapisan keramik, porselen atau

tanah liat yang dapat larut dalam cairan asam serta kertas koran atau kertas

bekas lainnya yang digunakan sebagai bungkus makanan (PERSAGI, 2009).

Pb yang berada dalam makanan juga diduga berasal dari sisa pembakaran

kendaraan bermotor dikarenakan tempat berjualan yang berlokasi di pinggir

jalan serta makanan jajanan yang tidak ditutup. Timbal dapat menyebabkan

keracunan kronis dan akut. Gejala keracunan Pb kronis yaitu: depresi, sakit

kepala, sulit berkonsentrasi, gangguan daya ingat dan insomnia. Sedangkan

gejala keracunan Pb akut antara lain: mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan

fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal hingga kematian dalam jangka

waktu 1-2 hari (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Merkuri atau air raksa (Hg) yang mencemari makanan dapat berasal dari

air yang tercemar limbah industri. Penyakit akibat akumulasi Hg yaitu

24
penyakit Minamata. Hg masuk ke dalam tubuh ikan-ikan yang hidup di sekitar

Teluk Minamata sehingga terakumulasi. Ikan tersebut dimakan oleh para

nelayan dan timbul penyakit tersebut dengan gejala seperti: sakit kepala, baal

terutama pada ujung kaki dan kehilangan keseimbangan (Sumardjo, 2006).

2.6 Penyakit Bawaan Makanan (foodborne disease)

Arisman (2009) menyatakan bahwa penyakit bawaan makanan adalah

penyakit yang ditularkan lewat makanan, tanpa mempedulikan apakah

mikroorganisme (bakteri, virus dan parasit) tersebut menghasilkan racun atau

tidak. Dalam praktiknya, foodbone disease dibagi menjadi tiga, antara lain:

a. Foodborne infections: masuknya mikroorganisme patogen kedalam

tubuh dan menetap. Pada umumnya mikroorganisme ini berkembang

biak didalam saluran cerna sambil mengiritasi saluran cerna bahkan

ada yang sampai menginvasi jaringan. Contoh mikroorganisme

patogen itu antara lain Listeria, Salmonella, dan Campylobacter, akan

tetapi tidak semua Salmonella dapat menimbulkan infeksi.

b. Foodborne toxicoinfections: adalah ketika mikroorganisme

menghasilkan racun dan berkembang biak di dalam saluran

pencernaan. Dalam arti, yang berbahaya tidak hanya

mikroorganismenya saja tetapi juga racun yang dihasilkannya.

Contohnya adalah Clostridium perfringens dan E. coli O157:H7.

25
c. Foodborne intoxications: terjadi akibat mengonsumsi makanan yang

mengandung racun. Racun ini dihasilkan saat pertumbuhan bakteri

(enterotoksin).

Gambar 2.1 Klasifikasi penyebab foodborne disease (Arisman, 2009)

2.7 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang

Makanan Jajanan

Menurut Lawrence Green dalam WHO (2005), ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi higiene sanitasi pedagang makanan jajanan. Faktor-faktor

tersebut antara lain:

26
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan pemicu atau

alasan terbentuknya perilaku, misalnya: pengetahuan, kepercayaan,

nilai-nilai, keterampilan dan lain-lain).

b. Faktor kemudahan (enabling factor) merupakan suatu kondisi yang

dapat memudahkan terwujudnya suatu tujuan. Faktor kemudahan ini

dapat berupa ketersediaan fasilitas seperti air untuk mencuci dan

tempat untuk berjualan.

c. Faktor penguat (reinforcing factor) merupakan faktor yang muncul

sesudah suatu perilaku. Faktor ini dapat berupa imbalan atau insentif

yang diberikan karena keberlangsungan suatu perilaku, misalnya

pemberian penghargaan kepada penjamah makanan yang lulus

pemeriksaan higiene sanitasi makanan.

Dari faktor predisposisi, upaya higiene sanitasi makanan dipengaruhi

umur, jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan dan status kepemilikan.

Sedangkan sarana berjualan dapat dilihat sebagai faktor kemudahan (Budiyono,

2008). Cahyaningsih, dkk (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat

signifikan antara perilaku higiene sanitasi dengan angka kuman.

27
2.8 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003), Wahyuni (2005),

Cahyaningsih, dkk (2009), Green dalam WHO (2005), Budiyono (2008), Depkes

RI (2003), Arisman (2009)

Gambar 2.2 Kerangka Teori

28
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini ingin mengetahui gambaran karakteristik

serta pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan

jajanan di sekolah dasar dengan melihat beberapa aspek dari sisi karakteristik,

pengetahuan, sikap maupun tindakan oleh pedagang makanan jajanan yang sesuai

kaidah higiene sanitasi. Anak-anak sekolah dasar merupakan konsumen yang

paling berisiko terkena penyakit bawaan makanan (foodbone disease). Oleh

karena itu, foodborne disease tidak diteliti karena sampel penelitian ini adalah

pedagang makanan jajanan, sedangkan foodborne disease merupakan penyakit

yang melanda konsumen akibat memakan makanan dengan higiene sanitasi yang

buruk.

29
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

30
3.2 Definisi Operasional

Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan

No. Variabel Definisi Hasil ukur


Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur
1. Jenis kelamin Pembagian responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki Wawancara Kuesioner Nominal 1. Laki-laki
atau perempuan. 2. Perempuan
Wawancara Kuesioner Nominal 1. < 20 tahun
2. 21-30 tahun
2. Umur
Pembagian responden berdasarkan umur 3. 31-40 tahun
4. 41-50 tahun
5. 51 tahun
3. Jenis sarana Pembagian responden berdasarkan jenis sarana yang Wawancara Kuesioner Nominal 1. Gerobak
digunakan 2. Kios
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Pemilik
4. Status kepemilikan Pembagian responden berdasarkan status kepemilikan
2. Penyewa
sarana
3. Peminjam
Wawancara Kuesioner Nominal 1. 10 tahun
5. Lama bekerja Pembagian responden berdasarkan lama bekerja sebagai
2. 11-20 tahun
pedagang makanan jajanan
3. 21 tahun
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Tidak sekolah
2. Tidak lulus SD
Pembagian responden berdasarkan pendidikan terakhir
6. Tingkat pendidikan 3. SD / sederajat
yang pernah ditempuh
4. SMP / sederajat
5. SMA / sederajat

31
Kuesioner Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan

No. Variabel Definisi Hasil Ukur


Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur
1. Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik
mengenai Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan 2. Buruk
kebersihan diri jajanan mengenai kebersihan diri (Bloom, 1956).

2. Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik


mengenai peralatan Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan 2. Buruk
jajanan mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan
peralatan (Bloom, 1956).

Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik


3. mengenai penyajian Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan 2. Buruk
jajanan mengenai penyajian makanan yang sesuai
standar (Bloom, 1956).

4. Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik


mengenai sarana Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan 2. Buruk
jajanan mengenai higiene sanitasi pada sarana yang
digunakan untuk berjualan seperti gerobak atau kios
(Bloom, 1956).

32
Kuesioner Sikap Pedagang Makanan Jajanan

No. Variabel Definisi Hasil Ukur


Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur

5. Sikap terhadap Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik
kebersihan diri kesediaan untuk mentaati persyaratan tentang 2. Buruk
kebersihan diri
(Sarwono, 2003).

6. Sikap terhadap Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik
peralatan kesediaan untuk mentaati persyaratantentang 2. Buruk
kebersihan peralatan
(Sarwono, 2003).

7. Sikap terhadap Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik
penyajian kesediaan untuk mentaati persyaratanterhadap 2. Buruk
persyaratan tentang penyajian yang baik
(Sarwono, 2003).

8. Sikap Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik
terhadapsarana kesediaan untuk mentaati persyaratanterhadap 2. Buruk
persyaratan tentang kebersihan sarana.
(Sarwono, 2003).

33
Form Observasi Pengamatan Tindakan Pedagang Makanan Jajanan

No. Variabel Definisi Hasil Ukur


Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur

9. Tindakan Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan Observasi dan Form Ordinal 1. Baik
kebersihan diri jajanan mengenai kebersihan diri yang sesuai pedoman Wawancara Observasi 2. Buruk
higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan
Riyanto, 2013).
10. Tindakan terhadap Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan Observasi dan Form Ordinal 1. Baik
peralatan jajanan mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan Wawancara Observasi 2. Buruk
peralatan yang sesuai pedoman higiene sanitasi
makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013).
11. Tindakan saat Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan Observasi dan Form Ordinal 1. Baik
penyajian jajanan mengenai penyajian makanan yang sesuai Wawancara Observasi 2. Buruk
pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman
dan Riyanto, 2013).
12. Tindakan terhadap Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan Observasi dan Form Ordinal 1. Baik
sarana jajanan mengenai higiene sanitasi pada kondisi sarana Wawancara Observasi 2. Buruk
yang digunakan untuk berjualan seperti gerobak atau
kios sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan
(Budiman dan Riyanto, 2013).

Tabel 3.2 Definisi Operasional

34
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif di mana data

yang besarnya semua variabel digambarkan dalam bentuk numerik. Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional di mana data variabel bebas

dan variabel terikat dibandingkan pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi

pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Cipinang Besar Utara. Gambaran

tersebut diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner dan lembar

observasi.

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan

higiene sanitasi pedagang makanan jajanan. variabel higiene sanitasi pedagang

makanan jajanan diukur berdasarkan kemampuannya untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan dengan benar pada kuesioner untuk aspek pengetahuan dan

sikap serta check list untuk tindakan yang terdiri atas: kebersihan diri pedagang,

peralatan yang digunakan, penyajian makanan serta sarana yang digunakan.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang makanan jajanan

yang berjualan di sekitar sekolah dasar Cipinang Besar Utara, baik yang didalam

35
maupun diluar gedung sekolah. Populasi pedagang makanan jajanan di lokasi

penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu pedagang yang mengolah dan

menjajakan makan serta pedagang yang hanya menjajakan makanan yang sudah

jadi.

Penelitian ini menggunakan teknik Total Population Sampling, dimana

subjek yang akan diteliti merupakan seluruh anggota populasi. Kriteria sampel

yang telah ditetapkan oleh peneliti, yaitu:

a. Pedagang makanan jajanan berjualan di lingkungan sekolah dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara, baik di dalam maupun di luar sekolah;

b. Pedagang melakukan persiapan bahan, mengolah sampai menyajikan

hidangan ke konsumen;

c. Berjualan antara pukul 07.00 17.00;

d. Persiapan bahan sampai penyajian dilakukan di sarana berjualan seperti

kios atau gerobak.

Banyaknya pedagang makanan yang berjualan di sekitar sekolah dasar kurang

lebih 50 orang. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria kurang lebih 45 orang.

Besar sampel yang bersedia menjadi responden dari kriteria tersebut adalah 35

orang.

4.3 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar yang berada di wilayah

Kecamatan Jatinegara, Kelurahan Cipinang Besar Utara. Penelitian dilakukan

bulan Oktober - November 2014.

36
4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum kuesioner digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah suatu ukuran tingkat

kesahihan suatu kuesioner, sedangkan reliabilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya (Budiman dan Riyanto,

2013).

Kuesioner pengukuran pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini

dibuat oleh Budiman dan Riyanto (2013). Kumpulan kuesioner tersebut sudah

digunakan oleh tiga penelitian lain. Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas

dan reliabilitas di SD Baros Mandiri 6, Kota Cimahi tahun 2011. Jumlah

sampel (n) 20 responden dan nilai alpha 0,05, didapatkan r tabel sebesar

0,468. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 17 pertanyaan yang

semuanya valid dan reliabel.

Kuesioner pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini berasal

dari penelitian Muthmainnah (2012). Dengan jumlah sampel (n) 14 responden

dan nilai alpha 0,05, didapatkan r tabel sebesar 0,576. Jumlah pertanyaan

dalam kuesioner sebanyak 24 pertanyaan yang semuanya valid dan reliabel.

Checklist penilaian tindakan dibuat berdasarkan Kepmenkes RI nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi

Makanan Jajanan. Kuesioner dan cheklist tersebut kemudian diuji kembali

37
untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut tepat untuk mengukur variabel

yang akan diukur.

a. Uji Validitas

Jumlah sampel dalam uji ini adalah 20 sampel sehingga didapatkan

nilai R tabel adalah 0,468. Dapat disimpulkan bahwa 66 pertanyaan

yang terdiri atas variabel pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai:

kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana adalah valid, sehingga

dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Variabel pengetahuan, pertanyaan B1-B17 adalah valid.

2. Variabel sikap, pertanyaan C1-C19 adalah valid.

3. Variabel tindakan, pernyataan D1-30 adalah valid.

b. Uji Reliabilitas

Dari hasil uji reliabilitas, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach R tabel (n = 20) Reliabilitas


Alpha
Pengetahuan 0,947 Reliabel
Sikap 0,968 0,468 Reliabel
Tindakan 0,981 Reliabel

4.4.2 Data Primer dan Sekunder

Data primer diambil dengan cara mendatangi sampel yang memenuhi

kriteria. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner

untuk menilai pengetahuan dan sikap serta check list dan wawancara untuk

menilai tindakan pedagang makanan jajanan tentang higienesanitasi makanan.

38
Data sekunder yang diperoleh antara lain dari instansi terkait dalam penelitian

ini, yaitu Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur serta situs resmi

pemerintah di internet. Selain itu juga dilakukan observasi dan wawancara

dengan lembar observasi berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2003) untuk

menilai tindakan higiene dan sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah

dasar Cipinang Besar Utara.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 Pengolahan Data

Setelah jawaban kuesioner dikumpulkan, kemudian peneliti melakukan

pengolahan data melalui berapa tahapan, yaitu:

1. Editing, peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap,

jelas, relevan, dan konsisten.

2. Koding, peneliti merubah data yang berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka yang berguna untuk mempermudah analisis data,

mempercepat entry data

3. Entry data, penelitimeng-entry data dari kuesioner dengan program

computer tertentu

4. Cleaning data, peneliti mengecekan kembali data yang sudah

dientry apakah data kesalahan atau tidak.

5. Analisa data, peneliti menganalisa data secara statistik untuk

memudahkan interpretasi dan pengujian hipotesis lebih lanjut

39
4.5.2 Analisis Data

Analisis data yang telah terkumpul dilakukan secara deskriptif baik pada

data univariat maupun data yang telah dikategorikan dalam distribusi

frekuensi. Setelahnya dilakukan skoring, skor hasil wawancara mengenai

pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi makanan.

4.6 Aspek Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan check list.

Skala pengukuran menggunakan skala Guttman, dimana pertanyaan mengani

pengetahuan dan sikap yang dijawab dengan benar atau positif diberikan nilai 1

dan salah atau negatif diberikan nilai 0. Sedangkan observasi tindakan yang

dilakukan diberikan nilai 1 dan tidak dilakukan diberikan nilai 0.

4.6.1 Pengetahuan

Aspek pengetahuan pada responden dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

a. Pengetahuan menngenai kebersihan diri diukur melalui 5

pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.

b. Pengetahuan menngenai peralatan diukur melalui 4 pertanyaan.

Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4.

c. Pengetahuan menngenai penyajian makanan diukur melalui 5

pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 5.

40
d. Pengetahuan menngenai sarana yang digunakan diukur melalui 3

pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 3.

4.6.2 Sikap

Aspek sikap pada responden dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

a. Sikap terhadap kebersihan diri diukur melalui 7 pertanyaan. Skor

tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 7.

b. Sikap terhadap peralatan diukur melalui 6 pertanyaan. Skor

tertinggi yang dapat dicapai adalah 6.

c. Sikap terhadap penyajian makanan diukur melalui 4 pertanyaan.

Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4.

d. Sikap terhadap sarana yang digunakan diukur melalui 2

pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 2.

4.6.3 Tindakan

Tindakan responden yang diukur dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

a. Tindakan kebersihan diri diukur melalui 8 pernyataan. Skor

tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 8.

b. Tindakan terhadap peralatan diukur melalui 4 pernyataan. Skor

tertinggi yang dapat dicapai adalah 4.

c. Tindakan saat penyajian makanan diukur melalui 10 pernyataan.

Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 10.

41
d. Tindakan terhadap sarana yang digunakan diukur melalui

8pernyataan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 8.

Setelah diperolah data skor pengetahuan, sikap dan psikomotor per

kategori, kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya data

diintepretasikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dan digunakan untuk

membandingkan dengan data lain yang relevan.

a. Baik apabila skor jawaban reponden ( nilai minimum + nilai

maksimum) x 50% dari masing-masing total skor.

b. Buruk apabila skor jawaban responden < ( nilai minimum + nilai

maksimum) x 50% dari masing-masing total skor (Budiyono dkk,

2008).

42
BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Cipinang Besar Utara

Kelurahan Cipinang Besar Utara merupakan salah satu kelurahan yang

berada di Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur dengan luas

wilayah 115,2 hektar. Kelurahan Cipinang Besar Utara berbatasan dengan

daerah-daerah sebagai berikut:

Utara : Rel K.A Kelurahan Pisangan Timur

Timur : Jalan Cipinang Jaya

Selatan : Kelurahan Cipinang Besar Selatan

Barat : Jalan DI. Panjaitan (Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta

No. 171, 2007).

Jumlah penduduk di Kelurahan Cipinang Besar Utara sebesar 53.387 jiwa,

dengan rincian 20.660 laki-laki dan 22.727 perempuan serta kepadatan

penduduk per Km2 sebesar 46,342.88. (Badan Pusat Statistik, 2010).

43
5.1.2 Gambaran Umum Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang

Besar Utara

Di Kelurahan Cipinang Besar Utara terdapat sebanyak 11 Sekolah Dasar

Negeri (SDN) dan 3 Sekolah Dasar Swasta (SDS). Sekolah-sekolah tersebut

berada di tujuh lokasi dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar


Utara
No. Lokasi Sekolah Dasar
1 Jl. Bekasi Timur IV No. 1 SDN Cipinang Besar Utara 01 Pagi
SDN Cipinang Besar Utara 02 Petang
SDN Cipinang Besar Utara 03 Pagi
SDN Cipinang Besar Utara 04 Petang
2 Jl. Cipinang Latihan Rt. 03/ 10 SDN Cipinang Besar Utara 05 Pagi
SDN Cipinang Besar Utara 06 Petang
SDN Cipinang Besar Utara 07 Pagi
SDN Cipinang Besar Utara 08 Petang
3 Jl. Cipinang Latihan No. 6 SDN Cipinang Besar Utara 09 Pagi
4 Jl. Prumpung Tengah SDN Cipinang Besar Utara 10 Pagi
SDN Cipinang Besar Utara 11 Pagi
5 Jl. Bekasi Timur IV No. 15 SDS DCB Palad
6 Jl. Bekasi Timur IV Dalam SDS Nurul Yaqin
7 Jl. Kb. Jeruk Timur Rt. 02/ 02 SDS YPBK

Sumber: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta, 2008

44
5.2 Gambaran Umum Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran umum pedagang

makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara sebagai berikut:

5.2.1 Gambaran Jenis Kelamin Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Distribusi pedagang makanan jajanan berdasarkan jenis kelamin yang

diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 5.2 sebagai berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin n %


1. Laki-laki 21 60
2. Perempuan 14 40
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.2, dari 35 pedagang makanan jajanan paling banyak

berjenis kelamin laki-laki sebesar 60%.

45
5.2.2 Gambaran Umur Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Karakteristik pedagang makanan jajanan berdasarkan umur dapat dilihat

dalam tabel 5.3 sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Umur

No. Umur n %
1. 20 2 5,7
2. 21 - 30 8 22,9
3. 31 - 40 12 34,3
4. 41 - 50 8 22,9
5. 51 5 14,3
Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.3, dari 35 pedagang makanan jajanan paling banyak

terdapat pada kelompok umur 31 40 tahun sebanyak 34,3%, sedangkan paling

sedikit terdapat pada kelompok umur 20 tahun sebanyak 5,7%

5.2.3 Gambaran Jenis Sarana Berdagang yang Digunakan Oleh

Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang

Besar Utara Tahun 2014

Berdasalkan hasil penelitian, diketahui pedagang makanan jajanan

berdasarkan jenis sarana berdagang yang digunakan dalam tabel 5.4 sebagai

berikut:

46
Tabel 5.4 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Sarana
Berdagang

No. Jenis Sarana Berdagang n %


1. Gerobak 24 68,6
2. Kios 11 31,4
Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar pedagang makanan

jajanan menggunakan gerobak (68.6%) dan sisanya menggunakan kios sebagai

sarana berdagang.

5.2.4 Gambaran Status Kepemilikan Sarana yang Digunakan

Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang

Besar Utara Tahun 2014

Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi pedagang makanan

jajanan berdasarkan status kepemilikan sarana berdagang dalam tabel 5.2.4

sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Status
Kepemilikan Sarana
No. Status Kepemilikan Sarana n %
1. Pemilik 21 60
2. Penyewa 7 20
3. Peminjam 7 20
Total 35 100

47
Berdasarkan tabel 5.5, sebanyak 60% pedagang makanan jajanan merupakan

pemilik dari tempat berdagang, sedangkan penyewa dan peminjam tempat

berdagang masing-masing sebanyak 20%. Peminjam merupakan orang yang

diminta untuk berdagang makanan jajanan oleh pihak sekolah atau yayasan untuk

berjualan tanpa dipungut biaya sewa.

5.2.5 Gambaran Lama Bekerja Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Distribusi pedagang makanan jajanan dari hasil penelitian berdasarkan

lama bekerja sebagai pedagang makanan jajanan dapat dilihat dalam tabel

5.2.5 sebagai berikut:

Tabel 5.6 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Lama Bekerja
No. Lama Bekerja n %
1. 10 tahun 26 74,3
2. 11 20 tahun 8 22,9
3. 21 tahun 1 2,9
Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.6, sebagian besar pedagang makanan jajanan telah bekerja

selama 10 tahun (74,3%) dan hanya 2,9% pedagang makanan jajanan yang telah

bekerja lebih dari 20 tahun.

48
5.2.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil penelitian menunjukkan pedagang makanan jajanan berdasarkan

tingkat pendidikan dalam tabel 5.7 sebagai berikut:

Tabel 5.7 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan n %
1. Tidak Sekolah 1 2,9
2. Tidak Lulus SD 2 5,7
3. SD / Sederajat 7 20
4. SMP / Sederajat 11 31,4
5. SMA / Sederajat 14 40
Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.7, tingkat pendidikan tertinggi dan terbanyak yang

ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat sebanyak 14

orang (40%), sedangkan pendidikan terendah adalah tidak sekolah sebanyak 1

orang (2,9%).

5.3 Aspek Pengetahuan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil penelitian pada aspek pengetahuan menggambarkan segala sesuatu

yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai higiene sanitasi

makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014.

49
5.3.1 Aspek Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh distribusi frekuensi jawaban

responden yang dapat dilihat pada tabel 5.8:

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan


Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai
Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014

No. Pertanyaan Benar % Salah %


Kebersihan Diri
B1 Pengertian menjaga 32 91,4 3 8,6
kebersihan pada saat
berdagang
B2 Manfaat menjaga 32 91,4 3 8,6
kebersihan diri saat
berdagang
B3 Akibat kebersihan 29 82,9 6 17,1
makanan yang buruk
B4 Akibat tidak melakukan 19 54,3 16 45,7
kebiasaan hidup bersih
B5 Contoh sikap terhadap 23 65,7 12 34,3
kebersihan yang buruk

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa pedagang makanan jajanan

memiliki pengetahuan yang baik mengenai manfaat kebiasaan hidup bersih

(54,3%) dan pengetahuan yang baik mengenai sikap yang bukan termasuk

menjaga kebersihan sebesar 65,7%. Hasil skoring pada jawaban yang benar

dari aspek pengetahuan mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan

di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014, didapatkan skor terendah

50
sebesar 1 dan tertinggi sebesar 5 dengan mean sebesar 3,86. Data yang

diperoleh dikelompokkan menjadi buruk jika skor 3 dan baik jika skor > 3.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, presentasi pedagang makanan

jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

berdasarkan aspek pengetahuan mengenai kebersihan diri dapat dilihat pada

tabel 5.9 sebagai berikut:

Tabel 5.9 Distribusi Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang


Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n %
1. Baik 21 60
2. Buruk 14 40
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.9 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar

pedagang memiliki tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri yang baik

(60%).

5.3.2 Aspek Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi frekuensi jawaban

responden pada tabel 5.10 berikut ini.

51
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai
Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No. Pertanyaan
Benar % Salah %
Peralatan
B6 Tahapan mencuci peralatan untuk 28 80 7 20
makanan jajanan yang benar
B7 Syarat tempat penyimpanan 22 62,9 13 37,1
makanan yang baik
B8 Tindakan yang menyebabkan 16 45,7 19 54,3
pencemaran makanan
B9 Kondisi peralatan yang digunakan 31 88,6 4 11,4
untuk menyiapkan makanan

Dari tabel 5.10 diketahui bahwa sebesar 62,9% responden memiliki

pengetahuan yang baik mengenai syarat tempat penyimpanan makanan yang

baik. Namun, sebesar 54,3% responden memiliki pengetahuan yang buruk

mengenai tindakan yang menyebabkan pencemaran makanan.

Hasil skoring aspek pengetahuan mengenai peralatan pada pedagang

makanan jajanan diperoleh skor terendah sebesar 1, tertinggi sebesar 4 dan

mean sebesar 2,77 . Kemudian data dikelompokkan menjadi buruk jika skor

2,5 dan baik jika skor > 2,5. Hasil perhitungan pada variabel pengetahuan

mengenai peralatan pada pedagang makanan jajanan disajikan pada tabel 5.11

sebagai berikut:

52
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n %
1. Baik 22 62,9
2. Buruk 13 37,1
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.11 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar

pedagang makanan jajanan yang tingkat pengetahuan mengenai peralatannya baik

adalah sebesar 62,9%.

5.3.3 Aspek Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Dari hasil perhitungan statistik, diperoleh frekuensi jawaban responden

berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai penyajian pada tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan


Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai
Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No. Pertanyaan
Benar % Salah %
Penyajian
B10 Tujuan menjaga kebersihan 22 62,9 13 37,1
makanan yang buruk
B11 Akibat mengonsumsi makanan 33 94,3 2 5,7
yang mengandung zat kimia
berbahaya
B12 Bahan kimia yang boleh 27 77,1 8 22,9
terkandung didalam makanan

53
No. Pertanyaan
Benar % Salah %
Penyajian
B13 Penyebab menurunnya kualitas 13 37,1 22 62,9
makanan
B14 Contoh makanan yang baik 16 45,7 19 54,3
untuk kesehatan

Berdasarkan tabel 5.12, diketahui bahwa sebanyak sebesar 62,9%

responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai tujuan menjaga

kebersihan makanan yang buruk. Sebesar 77,1% responden juga dapat

menjawab dengan baik mengenai bahan kimia yang boleh terkandung didalam

makanan.

Di sisi lain, pedagang makanan jajanan yang dijadikan responden memiliki

pengetahuan yang buruk mengenai penyebab menurunnya kualitas makanan

(62,9%) serta pengetahuan yang buruk mengenai contoh makanan yang baik

untuk kesehatan (54,3%).

Berdasarkan skoring pada aspek pengetahuan mengenai penyajian pada

pedagang makanan jajanan, diketahui bahwa skor terendah sebesar 0, skor

tertinggi sebesar 5 dengan mean sebesar 3,17. Kemudian data dibagi menjadi

buruk jika skor 2,5 dan baik jika skor > 2,5. Dari variabel pengetahuan

mengenai penyajian pada pedagang makanan jajanan diperoleh informasi pada

tabel 5.13 berikut:

54
Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n %
1. Baik 24 68,6
2. Buruk 11 31,4
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.13 diketahui bahwa mayoritas pedagang memiliki tingkat

pengetahuan mengenai penyajiaannya yang baik (68,6%).

5.3.4 Aspek Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Dari aspek pengetahuan mengenai sarana diperoleh informasi distribusi

frekuensi jawaban responden berdasarkan tingkat pengetanuan mengenai

sarana pada tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan


Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Sarana
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pertanyaan
Sarana Benar % Salah %

B15 Syarat fasilitas sarana pedagang 21 60 14 40


kaki lima yang sudah memenuhi
kriteria kesehatan
B16 Dampak yang ditimbulkan jika tidak 32 91,4 3 8,6
menjaga kebersihan lingkungan
B17 Hal tidak menyebabkan pencemaran 23 65,7 12 34,3
makanan ketika dijajakan

55
Dari tabel 5.14 diketahui sebesar 60% responden memiliki pengetahuan

yang baik mengenai persyaratan fasilitas sarana pedagang kaki lima yang

memenuhi kesehatan. Sebesar 65,7% responden memiliki pengetahuan yang

baik mengenai hal-hal yang tidak menyebabkan pencemaran makanan.

Pada aspek pengetahuan mengenai sarana pada pedagang makanan

jajanan, diperoleh mean sebesar 2,17 dengan skor terendah sebesar 0 dan skor

tertinggi sebesar 3. Pengetahuan mengenai sarana dikatakan buruk jika skor

1,5 dan baik jika skor > 1,5. Hasil pengolahan data pengetahuan mengenai

sarana pada pedagang makanan jajanan menunjukan presentasi pada tabel 5.15

sebagai berikut:

Tabel 5.15 Distribusi Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang


Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
No Kategori n %
1. Baik 26 74,3
2. Buruk 9 25,7
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.15 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar

(74,3%) pedagang memiliki tingkat pengetahuan mengenai sarana yang baik.

5.4 Aspek Sikap pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil penelitian pada aspek sikap menggambarkan penyataan pedagang

makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014

56
mengenai kesediaan untuk menuruti berbagai persyaratan mengenai higiene

sanitasi makanan jajanan.

5.4.1 Aspek Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi jawaban sikap

mengenai kebersihan diri pada tabel 5.16 berikut ini.

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan


Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan
Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai
Positif % Negatif %
Kebersihan Diri
C1 Mencuci tangan menggunakan sabun 33 94,3 2 5,7
harus dilakukan oleh pengolah
makanan sebelum memasak
C2 Pengolah makanan harus 30 85,7 5 14,3
menggunakan pakaian bersih dan
menyerap keringat
C3 Pengolah makanan tidak boleh 28 80 7 20
memiliki kuku yang panjang
C4 Mengobati dan menutup luka terbuka 26 74,3 9 25,7
adalah hal yang penting dilakukan
pengolah saat memasak
C5 Pengolah makanan diperkenankan 4 11,4 31 88,6
merokok saat memasak
C6 Penjamah makanan boleh bersin atau 17 48,6 18 51,4
batuk saat mengolah bahan makanan
C7 Penjamah makanan menggunakan 7 20 28 80
tangan tanpa alat
penjepit/sendok/garpu bersih untuk
mengambil makanan matang

57
Berdasarkan tabel 5.16, diketahui bahwa masih ada sebagian pedagang

makanan jajanan yang sikap yang buruk terhadap tidak bolehnya bersih atau

batuk saat mengolah makanan (51,4%). Hasil penelitian dari aspek sikap

mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang

Besar Utara tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa mean sebesar 5,51 dengan

skor terendah sebesar 1 dan tertinggi sebesar 7. Aspek sikap terhadap

kebersihan diri buruk jika skor 4 dan baik jika skor lebih dari 4.

Hasil perhitungan statistik menunjukan presentase sikap pedagang

makanan jajanan terhadap kebersihan diri pada tabel 5.17 berikut:

Tabel 5.17 Distribusi Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang


Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014

No Kategori n %
1. Baik 28 80
2. Buruk 7 20
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.17 dari 35 pedagang makanan jajanan diketahui

sebagian besar memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan diri

(80%).

58
5.4.2 Aspek Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh sebaran frekuensi

jawaban responden berdasarkan sikap terhadap peralatan pada tabel 5.18.

Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan


Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

No. Pernyataan Positif % Negatif %


mengenai Peralatan
C8 Pengolah harus menggunakan 35 100 - -
air bersih yang memenuhi
syarat air minum untuk
memasak
C9 Penjamah makanan perlu 35 100 - -
menggunakan peralatan yang
bersih saat mengolah makanan
C10 Sebelum digunakan peralatan 33 94,3 2 5,7
harus dibersihkan dahulu oleh
pengolah makanan
C11 Penjamah mengelap piring 8 22,9 27 77,1
atau gelas dengan lap meja
C12 Penjamah mencuci piring 30 85,7 5 14,3
dengan sabun dan air yang
mengalir
C13 Penjamah makanan 2 5,7 33 94,3
menggunakan kertas bekas
untuk alas makanan (seperti
gorengan)

59
Berdasarkan tabel 5.18, keseluruhan pertanyaan mengenai sikap mengenai

peralatan dapat dijawab oleh sebagian besar responden. Hal ini terlihat dari

presentase jumlah responden yang menjawab dengan benar di atas 50%.

Penelitian dari aspek sikap mengenai peralatan pada pedagang makanan

jajanan, diketahui skor terendah sebesar 4 dan tertinggi sebesar 6 dengan mean

sebesar 5,51. Aspek sikap terhadap peralatan dikelompokkan menjadi buruk

jika skor 5 dan baik jika skor > 5. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan, berikut ini gambaran sikap terhadap peralatan pada pedagang

makanan jajanan pada tabel 5.19:

Tabel 5.19 Distribusi Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan


Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n %
1. Baik 23 65,7
2. Buruk 12 34,3
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.19, terdapat sebesar 65,7% pedagang makanan jajanan yang

memiliki sikap yang baik untuk terhadap standar kebersihan pada peralatan.

5.4.3 Aspek Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Dari hasil wawancara, diperoleh distribusi frekuensi sikap responden

terhadap pernyajian pada tabel 5.20.

60
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai Positif % Negatif %
Penyajian
C14 Pengolah makanan harus 35 100 - -
memilih bahan makanan
yang baik dan bersih
C15 Memisahkan bahan makanan 33 94,3 2 5,7
mentah dengan
makanan matang harus
dilakukan pengolah makanan
C16 Penjamah makanan menutup 33 94,3 2 5,7
makanan jadi dengan
penutup yang bersih dan
melindungi (tudung
saji/tutup panci dll)
C17 Penjamah memanaskan 5 14,3 30 85,7
secara berulang-ulang olahan
sayuran hijau (bayam,
kangkung dll).

Tabel 5.20 menunjukkan bahwa semua pertanyaan sikap terhadap

penyajian dapat dijawab dengan baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah

responden yang hampir 100% dapat menjawab dengan baik.

Berdasarkan skoring pada aspek sikap mengenai penyajian pada pedagang

makanan jajanan, dapat disimpulkan skor terendah sebesar 2, skor tertinggi

sebesar 4 dan mean sebesar 3,74. Data dibagi menjadi buruk jika skor 3 dan

baik jika skor > 3. Tabel 5.21 berikut ini merupakan hasil penelitian mengenai

sikap terhadap penyajian pada pedagang makanan jajanan:

61
Tabel 5.21 Distribusi Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

No Kategori n %
1. Baik 28 80
2. Buruk 7 20
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.21, dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang

makanan jajanan (80%) memiliki sikap yang baik terhadap persyaratan

penyajian yang baik.

5.4.4 Aspek Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekusensi jawaban sikap

responden terhadap penyajian dalam tabel 5.22 berikut.

Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan


Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai Positif % Negatif %
Sarana
C18 Penjamah makanan harus 34 97,1 1 2,9
menyediakan tempat
pembuangan sampah yang
memadai
C19 Kebersihan tempat berjualan 35 100 - -
harus dijaga oleh penjamah
makanan

62
Dari tabel 5.22 diketahui bahwa kedua pertanyaan sikap terhadap

penyajian dapat dijawab oleh hampir seluruh pedagang makanan jajanan yang

menjadi responden. Aspek sikap mengenai sarana pada pedagang makanan

jajanan, diperoleh mean sebesar 1,97 dengan skor terendah sebesar 1 dan skor

tertinggi sebesar 2. Aspek sikap terhadap sarana dikatakan buruk jika skor

1,5 dan baik jika skor > 1,5.

Dibawah ini pada tabel 5.23 merupakan hasil perhitungan variabel sikap

terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan sebagai berikut:

Tabel 5.23 Distribusi Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan


Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n %
1. Baik 34 97,1
2. Buruk 1 2,9
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.23, diperoleh informasi bahwa hampir seluruh

pedagang makanan jajanan (97,1%) memiliki sikap yang baik terhadap

persyaratan tentang kebersihan sarana, hanya 1 pedagang makanan jajanan

yang sikap terhadap persyaratan kebersihan sarananya buruk.

5.5 Aspek Tindakan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil penelitian pada aspek tindakan menggambarkan segala sesuatu yang

dilakukan pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang

63
Besar Utara tahun 2014 yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan

jajanan.

5.5.1 Aspek Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Hasil perhitungan statistik dari observasi dan wawancara pedagang

makanan jajanan mengeai kebrsihan diri diperoleh hasil pada tabel 5.24

berikut.

Tabel 5.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan


Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Kebersihan Diri di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pesyaratan Tidak
Memenuhi % %
Kebersihan Diri memenuhi
D1 Tidak sedang menderita 31 88,6 4 11,4
penyakit mudah menular,
misal: batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut
sejenisnya;
D2 Menutup luka (pada luka 34 97,1 1 2,9
terbuka/bisul atau luka
lainnya) atau tidak terdapat
luka;
D3 Menjaga kebersihan tangan, 13 37,1 22 62,9
rambut, kuku dan pakaian;
D4 Memakai celemek dan tutup 1 2,9 34 97,1
kepala
D5 Mencuci tangan setiap kali 1 2,9 34 97,1
hendak menangani makanan;
D6 Menjamah makaann memakai 28 80 7 20
alat/perlengkapan, atau
dengan alas tangan

64
No. Pesyaratan Tidak
Memenuhi % %
Kebersihan Diri memenuhi
D7 Tidak sambil merokok, 32 91,4 3 8,6
menggaruk anggota badan
(telinga, hidung, mulut atau
bagian lainnya
D8 Tidak batuk atau bersin di 33 94,3 2 5,7
hadapan makanan jajanan
yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung

Dari tabel 5.24, diketahui bahwa sebagian besar pedagang tidak menjaga

kebersihan tangan, rambut kuku dan pakaian (62,9%), tidak memakai celemek

dan tutup kepala (97,1%) serta tidak mencuci tangan setiap kali menangani

makanan (97,1%).

Hasil skoring jawaban yang benar dari aspek tindakan mengenai

kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara

tahun 2014, didapatkan skor terendah sebesar 2 dan tertinggi sebesar 7 dengan

mean sebesar 4,94. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi buruk jika

skor 4,5 dan baik jika skor lebih dari 4,5. Hasil penelitian pada tindakan

kebersihan diri pada pedagang makanan jajanan dapat dilihat pada tabel 5.25

berikut:

Tabel 5.25 Distribusi Tindakan Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang


Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n %
1. Baik 27 77,1
2. Buruk 8 22,9
Total 35 100

65
Berdasarkan Tabel 5.27, dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang

makanan jajanan memiliki kebersihan diri yang baik (77,1%).

5.5.2 Aspek Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Dari aspek tindakan terhadap peralatan, diperoleh distribusi frekuensi

frekuensi tindakan terhadap peralatan pada tabel 5.26 berikut ini.

Tabel 5.26 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan
Terhadap Peralatan
No. Pesyaratan Tidak
Memenuhi % %
Peralatan memenuhi
D9 Peralatan yang sudah dipakai dicuci 30 85,7 5 14,3
dengan air bersih dan dengan sabun
D10 Peralatan dikeringkan dengan alat 22 62,9 13 37,1
pengering/ lap yang bersih
D11 Peralatan disimpan di tempat yang 21 60 14 40
bebas pencemaran
D12 Tidak menggunakan kembali 33 94,3 2 5,7
peralatan yang dirancang hanya
untuk sekali pakai

Dari tabel 5.26, diketahui bahwa masih ada pedagang makanan jajanan

yang tindakan terhadap peralatannya buruk meskipun hanya sebagian kecil,

yaitu tidak mengeringkan peralatan dengan alat / lap yang bersih (37,1%) dan

tidak menyimpan peralatan di tempat yang bebas pencemaran (40%).

Penelitian aspek tindakan mengenai peralatan pada pedagang makanan

jajanan, disimpulkan bahwa mean sebesar 3,02 dengan skor terendah sebesar 1

66
dan tertinggi sebesar 4. Data dikelompokkan menjadi buruk jika skor 2,5

dan baik jika skor > 2,5. Hasil uji statistik pada variabel tindakan terhadap

peralatan pada pedagang makanan jajanan ditunjukkan pada tabel 5.27 berikut

ini:

Tabel 5.27 Distribusi Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang


Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n %
1. Baik 21 60
2. Buruk 14 40
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.27 sebanyak 60% pedagang makanan jajanan yang

kebersihan peralatannya baik.

5.5.3 Aspek Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diperoleh distribusi frekuensi

tindakan responden saat penyajian pada tabel 5.28 berikut.

Tabel 5.28 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan
Terhadap Penyajian
No. Pesyaratan Tidak
Memenuhi % %
Penyajian memenuhi
D13 Semua bahan yang diolah harus 35 100 - -
dalam keadaan baik mutunya,
segar dan tidak busuk

67
No. Pesyaratan Tidak
Memenuhi % %
Penyajian memenuhi
D14 Semua bahan olahan dalam 24 68,6 11 31,4
kemasan yang diolah menjadi
makanan jajanan harus bahan
olahan yang terdaftar di
Departemen Kesehatan, tidak
kadaluarsa, tidak cacat atau tidak
rusak
D15 Bahan makanan serta bahan 35 100 - -
tambahan makanan dan bahan
penolong makanan jajanan siap
saji harus disimpan secara terpisah
D16 Bahan makanan yang cepat rusak 35 100 - -
atau cepat membusuk harus
disimpan dalam wadah terpisah
D17 Makanan jajanan yang disajikan 31 88,6 4 11,4
harus dengan tempat/alat
perlengkapan yang bersih, dan
aman bagi kesehatan
D18 Makanan jajanan yang disajikan 20 57,1 15 42,9
harus dalam keadaan terbungkus
atau tertutup
D19 Pembungkus yang digunakan dan 28 80 7 20
atau tutup makanan harus dalam
keadaan bersih dan tidak
mencemari makanan
D20 Pembungkus sebagaimana 35 100 - -
dimaksud dalam poin sebelumnya
tidak ditiup
D21 Makanan jajanan yang diangkut 24 68,6 11 31,4
dalam keadaan tertutup atau
terbungkus dalam wadah yang
bersih
D22 Makanan jajanan yang diangkut 35 100 - -
dalam wadah yang terpisah
dengan bahan mentah sehingga
terlindung dari pencemaran

68
Pada tabel 5.28 diketahui bahwa meskipun sebagian besar tindakan

terhadap penyajian pada responden baik, sebagian kecil responden masih ada

yang tidak menggunakan bahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan

(31,4%), tidak menyajikan makanan dalam keadaan tertutup (42,9%) dan tidak

mengangkut makanan jajanan dalam wadah yang bersih (31,4%).

Hasil penelitian pada aspek tindakan mengenai penyajian pada pedagang

makanan jajanan, diperoleh skor terendah sebesar 6, skor tertinggi sebesar 10

dan mean sebesar 8,57. Kemudian data dibagi menjadi buruk jika skor 8 dan

baik jika skor > 8. Berdasarkan hasil penelitian pada variabel tindakan saat

penyajian pada pedagang makanan jajanan diketahui presentase pada tabel

5.29 dibawah ini:

Tabel 5.29 Distribusi Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan


Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

No Kategori n %
1. Baik 21 60
2. Buruk 14 40
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.29 diketahui bahwa sebagian besar terdapat 60%

pedagang makanan jajanan yang cara penyajiannya baik.

69
5.5.4 Aspek Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Dari hasil penelitian, diperoleh informasi berupa distribusi frekuensi

tindakan terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan yang dapat dilihat

pada tabel 5.30 berikut ini.

Tabel 5.30 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar


Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan
Terhadap Penyajian
No. Pesyaratan Tidak
Memenuhi % %
Sarana Memenuhi
D23 Konstruksi sarana penjaja 25 71,4 10 28,6
untuk makanan jajanan
mudah dibersihkan
D24 Tersedia tempat air bersih 13 37,1 22 62,9
D25 Tersedia tempat 35 100 - -
penyimpanan bahan
makanan
D26 Tersedia tempat penyimpaan 32 91,4 3 8,6
makanan jadi/siap disajikan
D27 Tersedia tempat 31 88,6 4 11,4
penyimpanan peralatan
D28 Tersedia tempat cuci (alat, 15 42,9 20 57,1
tangan, bahan makanan)
D29 Tersedia tempat sampah 22 62,9 13 37,1
D30 Makanan terlindung dari 18 51,4 17 48,6
pencemaran ketika dijajakan

Berdasarkan tabel 5.30, diketahui bahwa sebagian responden yang kondisi

sarana berjualan yang buruk terlihat dari tidak tersedianya tempat air bersih

(62,9%) dan tidak tersedia tempat cuci (57,1). Di sisi lain, meskipun sebagian

besar persyaratan sarana berjualan sudah dipenuhi dengan baik, masih

70
ditemukan adanya konstruksi sarana yang sulit dibersihkan (28,6%), tidak

tersedia tempat sampah (37,1%) dan tidak makanan yang tidak dapat

terlindungi dari pencemaran ketika dijajakan (48,6%).

Hasil skoring dari aspek tindakan mengenai sarana pada pedagang

makanan jajanan diketahui skor terendah sebesar 3 dan skor tertinggi sebesar 8

dengan mean sebesar 5,45. Tindakan terhadap sarana dikatakan buruk jika

skor 5,5 dan baik jika skor > 5,5. Dari aspek tindakan terhadap sarana

diperoleh presentase tindakan terhadap sarana pada pedagang makanan

jajanan dalam tabel 5.31 sebagai berikut:

Tabel 5.31 Distribusi Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan


Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinnang Besar Utara Tahun 2014

No Kategori n %
1. Baik 16 45,7
2. Buruk 19 54,3
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 5.31 berbeda dari hasil penelitian pada variabel-variabel

sebelumnya, sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kondisi sarana

berjualan yang buruk (54,3%).

71
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Didalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, antara

lain:

1. Ketika mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang saat

wawancara dan observasi, air tidak dilihat sebagai persyaratan

higiene dan sanitasi saat penyajian karena tidak semua pedagang

makanan jajanan menggunakan air untuk memasak serta

terbatasnya kemampuan peneliti untuk memeriksa air tersebut

sesuai standar air minum.

2. Observasi pedagang makanan dalam poin menggaruk anggota

badan, batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan tidak dapat

dipastikan kebenarannya dikarenakan terdapat kemungkinan

pedagang tersebut tidak menggaruk anggota tubuh serta tidak batuk

atau bersin di hadapan makanan jajanan saat observasi berlangsung

(meskipun observasi diadakan secara diam-diam) tetapi melakukan

hal sebaliknya saat berdagang seperti biasa.

3. Cara pencucian dan penyimpanan peralatan tidak seluruhnya dapat

diketahui dengan cara observasi sehingga peneliti melakukan

wawancara. Jawaban yang diperoleh peneliti dapat terjadi bias

72
informasi karena tidak semua pedagang mencuci peralatan dan

menyimpannya saat observasi berlangsung.

6.2 Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

6.2.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 35 pedagang makanan jajanan, pedagang

yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (60%).

Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Agustina (2009), dimana

jumlah pedagang makanan jajanan yang berjenis kelamin laki-laki lebih

banyak (52,2%) dibandingkan pedagang makanan jajanan yang berjenis

kelamin perempuan.

Banyaknya responden yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki

sebagai pedagang makanan jajanan dikarenakan daya tahan tubuh yang lebih

kuat untuk berjualan makanan jajanan yang sebagian besar menggunakan

gerobak untuk berkeliling (Zendrato, 2012). Di sisi lain, terdapat

kecenderungan perbedaan perilaku higiene sanitasi pada masing-masing jenis

kelamin. Pada umumnya jenis kelamin perempuan dinilai mempunyai

perhatian lebih terhadap higiene sanitasi daripada laki-laki dikarenakan

perempuan lebih sering berhubungan dengan proses pengolahan makanan

ketika berada di rumah.

Berdasarkan survei oleh Casell di beberapa kota di Amerika Serikat pada

5.953 perempuan dan laki-laki yang diwawancara melalui telepon dan

73
diobservasi secara langsung, pada umumnya perempuan lebih sering mencuci

tangannya (74%), sementara laki-laki hanya 61% (Timmreck, 2005). Dengan

lebih banyaknya laki-laki yang bekerja sebagai pedagang makanan jajanan,

terdapat kemungkinan higiene sanitasi yang lebih rendah pada responden yang

berjenis kelamin laki-laki dibandingkan responden perempuan, sehingga

kesadaran akan pentingnya higiene sanitasi perlu ditingkatkan dengan cara

pelatihan dan penyuluhan, terutama pada responden laki-laki.

6.2.2 Umur

Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak berada pada

kelompok umur 31-40 tahun (34,3%) dan paling sedikit yaitu umur 20 (18)

tahun (5,7%). Karakteristik umur ini serupa dengan penelitian Budiyono

(2008), dimana umur responden terendah (17 tahun) sebesar 2,8% dengan

rata-rata umur responden kurang dari 41 tahun.

Banyaknya kelompok usia 31-40 tahun yang bekerja sejalan dengan data

dari Portal Data Indonesia (2012), dimana jumlah penduduk yang bekerja

menurut umur yang jumlahnya paling besar adalah kelompok umur 31-40

tahun (1.440.182 jiwa). Kelompok umur 31-40 tahun menempati jumlah

terbesar dikarenakan rentang usia tersebut merupakan puncak usia produktif.

Banyaknya jumlah responden pada usia produktif tergolong sebagai orang

yang dewasa dan dapat mengerti segala sesuatu. Setidaknya dengan keadaan

ini, responden dapat berpikir dan menanggapi secara positif bagaimana cara

menangani makanan yang sesuai dengan persyaratan higiene sanitasi jika

74
sewaktu-waktu diberikan penyuluhan. Hal ini diperkuat oleh penelitian

Marsaulina (2004) bahwa terdapat perbandingan yang nyata pada usia

pedagang makanan jajanan, dimana semakin tua usianya semakin baik tingkat

pengetahuan kebersihan makanannya.

6.2.3 Jenis Sarana Berdagang

Berdasarkan hasil penelitian yang melibatkan 35 responden, gerobak lebih

banyak digunakan untuk berjualan makanan jajanan (68,6%) dibandingkan

kios. Di sisi lain dalam alasan pemilihan jenis sarana berdagang, berdasarkan

penelitian Zendrato (2012), para pedagang makanan lebih memilih

menggunakan gerobak karena sangat praktis dan ekonomis. Gerobak juga

digunakan sebagai strategi berjualan karena dapat menarik konsumen jika

terlihat bersih serta dapat menjadi media promosi dengan menambahkan

warna, tulisan atau gambar.

Penggunaan gerobak yang praktis dibandingkan kios ternyata memiliki sisi

negatif. Seringkali gerobak yang diamati keadaannya lebih kotor dibandingkan

kios. Gerobak memiliki tempat penyimpanan yang lebih kecil dan gelap pada

bagian bawah. Penutup tempat penyimpanan tersebut terdapat di bagian sisi

belakang didekat pendorong yang memiliki bidang yang lebih sempit

dibandingkan sisi kanan dan kirinya. Karena bidang pada sisi tersebut lebih

sempit, cahaya yang masuk lebih sedikit sehingga lebih sulit untuk

dibersihkan. Tempat penyimpanan tersebut seringkali digunakan untuk

menyimpan peralatan makan dan peralatan masak.

75
Peralatan yang disimpan tersebut berisiko terkontaminasi oleh permukaan

tempat penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Susanna dan Hartono

(2003), ysng mernyatakan gerobak lebih banyak mengandung angka kuman

yang tinggi ( > 100 koloni/mL) di bagian tempat penyimpanan piring

dibandingkan tempat penyimpanan piring pada kios, sehingga kebersihan pada

gerobak dinilai kurang daripada kios. Agar proses pembersihan tempat

penyimpanan dibagian bawah lebih mudah, disarankan agar letak penutup

tempat penyimpanan terletak pada bidang yang lebih besar. Letak penutup

pada bidang yang lebih besar diharapkan terdapat lebih banyak cahaya yang

masuk sehingga mempermudah proses pembersihan

6.2.4 Status Kepemilikan Sarana

Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar pedagang

makanan jajanan merupakan pemilik sarana berjualan (60%), baik berupa

gerobak ataupun kios. Sedangkan pedagang makanan jajanan yang menyewa

ataupun meminjam sarana berjualan masing-masing sebesar 20%. Berbeda

dari penelitian lainnya, pada penelitian ini ditemukan status kepemilikan

sarana berupa peminjam, yaitu orang yang diminta untuk berjualan makanan

jajanan oleh pihak sekolah atau yayasan tanpa dipungut biaya sewa. Peminjam

sarana berjualan pada umumnya adalah keluarga atau kerabat dari penjaga

sekolah.

Salah satu responden yang berstatus sebagai penyewa gerobak menyatakan

bahwa membersihkan peralatan dan gerobak yang digunakan cukup di lap dan

76
dibilas dengan air saja. Kalaupun di cuci tidak perlu menggunakan sabun

selama masih terlihat bersih. Hal ini dikarenakan kurangnya rasa memiliki

pada penyewa sehingga mendorongnya untuk bersikap kurang peduli pada

gerobak yang disewanya. Di sisi lain, hal tersebut jarang terlihat pada

responden yang berstatus sebagai pemilik.

Responden dengan status pemilik lebih memiliki kepedulian yang besar

terhadap sarana berjualan yang digunakan seperti mengelap, membersihkan

dengan sabun, dan sebagainya walaupun seringkali sarana tersebut masih

terlihat kotor. Dharma (2013) menyatakan bahwa kurangnya rasa memiliki

(sense of belonging) dan tanggung jawab para penyewa menyebabkan

diabaikannya faktor kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Oleh karena itu

lebih diperlukan pengawasan dari pemilik sarana yang disewakan kepada

penyewa.

6.2.5 Lama Bekerja

Berdasarkan wawancara pada 35 responden, diperoleh informasi bahwa

sebagian besar responden bekerja sebagai pedagang makanan jajanan selama

kurang dari 11 tahun (74,3%), sedangkan hanya 2,9% responden yang bekerja

lebih dari 20 tahun. Hasil penelitian ini hampir serupa dengan penelitian

Agustina (2009), dimana pedagang makanan jajanan yang telah berjualan

selama kurang dari 11 tahun menempati presentase terbesar yaitu 47,8% dan

hanya 8,7% responden yang bekerja lebih dari 20 tahun.

77
Responden yang bekerja sebagai pedagang makanan jajanan dikarenakan

baru beberapa tahun beralih pekerjaan menjadi pedagang makanan jajanan.

Pengalaman bekerja selama beberapa tahun diharapkan dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuan responden mengenai higiene sanitasi makanan.

Marsaulina (2004) menyatakan bahwa semakin lama pengalaman kerja

sebagai pedagang makanan jajanan setelah mencapai 1 tahun atau lebih maka

semakin tinggi tingkat pengetahuannya.

Pada kelompok responden yang bekerja kurang dari 11 tahun, ada

beberapa pedagang yang baru bekerja selama kurang dari 1 tahun. Mengingat

masih adanya pedagang yang tergolong baru memiliki pengalaman, adanya

pengawasan yang dapat berupa pelatihan dan pendampingan dapat dilakukan.

Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh pihak terkait seperti dinas

kesehatan setempat.

6.2.6 Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian diketahui bahwa jenjang pendidikan tertinggi dan

terbanyak yang pernah ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA

/ sederajat (40%) dari 35 responden dan jenjang pendidikan paling sedikit dan

paling rendah yang pernah ditempuh responden adalah tidak sekolah yaitu

2,9%. Presentase dari penelitian ini hampir serupa dengan penelitian Agustina

(2009) yang sebagian besar respondennya tamat SMA / sederajat (34,8%)

serta ada 1 orang responden yang pernah menempuh jenjang perguruan tinggi

tetapi tidak ada responden yang tidak tamat SD atau tidak sekolah.

78
Responden yang sebagian besar tingkat pendidikannya SMA / sederajat

memilih langsung bekerja selepas SMA / sederajat dikarenakan biaya untuk

melanjutkan pendidikan yang mahal serta harus membantu keluarga. Hal ini

terlihat dari tidak adanya satupun responden yang berasal dari tingkat

pendidikan perguruan tinggi / akademi. Meskipun tidak ada responden yang

pernah menamatkan jenjang perguruan tinggi / akademi, mayoritas responden

dengan tamatan SMA / sederajat dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan

yang cukup tinggi. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi

pengetahuan sehingga diharapkan perilaku higiene sanitasinya dapat lebih

baik lagi.

Sedikit berbeda dengan Marsaulina (2004), yang menyatakan bahwa

tingkat pendidikan tidak selalu diiringi dengan tingkat pengetahuan yang lebih

baik dikarenakan presentase tingkat pengetahuan yang paling baik ada pada

kelompok responden dengan tingkat pendidikan SMP dibandingkan SD atau

SMA. Meskipun tingkat pengetahuan tidak selalu berbanding denngan tingkat

pendidikan, pelatihan dan pendampingan kepada pedagang tetap perlu

dilaksanakan agar dapat tercipta suatu kebiasaan yang positif terhadap higiene

sanitasi makanan.

79
6.3 Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Pengetahuan mengenai higiene sanitasi makanan jajanan sangat penting

dimiliki pedagang. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan

pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan

tertentu. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa sebagian besar responden

(68,6%) memiliki tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang baik. Berikut ini

analisis mengenai pengetahuan pedagang makanan jajanan berdasarkan empat

aspek higiene sanitasi makanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.

6.3.1 Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang

Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara

Tahun 2014

Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan

pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri sudah baik (60%). Dari

penelitian tersebut, semua poin mengenai pengetahuan kebersihan diri seperti

manfaat dan pentingnya kebersihan diri, akibat kebersihan makanan yang

buruk terhadap tubuh serta bagaimana cara menjaga kebersihan diri sudah

dikatakan baik.

Meskipun secara umum pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai

kebersihan diri sudah baik, masih ditemukan beberapa pedagang makanan

jajanan pengetahuan yang buruk mengenai akibat kebiasaan hidup yang tidak

80
bersih (45,7%) karena tidak mengetahui bahwa hal tersebut menimbulkan

berbagai penyakit yang dapat meningkatkan angka kesakitan di masyarakat.

Sebagian responden (34,3%) juga tidak mengetahui bagaimana contoh

sikap terhadap kebersihan yang buruk karena mereka tidak mengetahui dengan

pasti bahwa pencemaran makanan dapat terjadi jika langsung memegang

makanan setelah memegang uang. Memegang makanan secara langsung

setelah memegang uang ternyata umum dilakukan oleh responden.

Pengetahuan mengenai kebersihan diri yang secara umum sudah baik

meskipun ada sebagian poin yang termasuk buruk tidak terlepas dari

karakteristik responden. Responden yang sebagian besar menempuh

pendidikan tertinggi SMA / sederajat diperkirakan memiliki pengaruh

terhadap tingkat pengetahuan yang diperoleh. Kurangnya pengetahuan

mengenai akibat kebiasaan hidup tidak bersih serta pencemaran makanan yang

terjadi karena memegang makanan secara langsung setelah memegang uang

dikarenakan kebiasaan sehari-hari dari lingkungannya sehingga dianggap

lumrah.

Sejalan pada penelitian sebelumnya oleh Budiyono dkk (2008),

berdasarkan distribusi frekuensi jawaban responden menunjukkan bahwa

banyaknya pedagang makanan jajanan yang memiliki tingkat pengetahuan

baik di atas 50%, namun tingkat pengetahuan pada poin apakah penyebaran

penyakit melalui makanan dari pedagang yang sakit diare masih rendah

(44,4%). Meskipun berbeda karakteristik responden dari segi tingkat

pendidikan (mayoritas lulusan SMP / sederajat), adanya sebagian kecil

81
responden yang memiliki pengetahuan buruk menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan tidak selamanya sebanding dengan pengetahuan.

Marsaulina (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kelompok

responden dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki tren meningkat jika

tingkat pendidikannya rendah tetapi pada kelompok responden dengan tingkat

pengetahuan baik dan tingkat pengetahuan sedang malah menunjukkan

penurunan jumlah pada tingkat pendidikan SMP ke SMA. Hal ini semakin

memperkuat faktor pendidikan tidak selalu berbanding dengan tingkat

pengetahuan. Hasil tingkat pengetahuan yang berbeda ditunjukan oleh

penelitian Wahyuni (2005). Hasil penelitian dari 43 responden yang sebagian

besar adalah SMA / sederajat (41,86%), menunjukkan sebagian besar

(60,47%) pengetahuan kebersihan diri pada penjajanya kurang (skor <4 dari

10).

Meskipun ada kesamaan dalam tingkat pendidikan responden antara

penelitian Wahyuni (2005) dengan penelitian ini dalam hal tingkat pendidikan

responden, hasil pengukuran tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri

menunjukan hasil yang berbeda. Tingkat pengetahuan kebersihan diri yang

tidak sebanding dengan tingkat pendidikan diduga karena responden tidak

mau tahu tentang bagaimana penjaja makanan yang memenuhi syarat

kesehatan. Persepsi seperti ini muncul juga karena kurangnya sumber

informasi lain seperti penyuluhan atau media masa yang didapat sehingga

menghasilkan pengetahuan yang kurang. Pelatihan dan pendampingan perlu

82
dilakukan agar pengetahuan dan kesadaran mengenai kebersihan diri dapat

ditingkatkan.

6.3.2 Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Berdasarkan hasil wawancara diketahui tingkat pengetahuan mengenai

peralatan pada sebagian besar pedagang makanan jajanan adalah baik (62,9%).

Sebagian besar pertanyaan pengetahuan mengenai peralatan dapat dijawab

dengan baik oleh responden kecuali poin pertanyaan tentang tindakan yang

dapat menyebabkan pencemaran makanan. Poin ini hanya 45,7% responden

yang menjawab dengan benar. Masih banyaknya responden yang tidak

mengetahui cara pencegahan kontaminasi makanan dikarenakan responden

beranggapan bahwa mencampur makanan dengan bahan makanan tambahan

dapat mencemari makanan dan menimbulkan penyakit.

Responden beranggapan bahan tambahan makanan yang dimaksud adalah

seperti pengawet, pewarna, pemanis dan sebagainya dapat mempengaruhi

kesehatan. Responden juga tidak terlalu menyadari bahwa makanan yang

sudah kadaluarsa berdampak lebih buruk jika dicampurkan dengan makanan

matang karena efeknya dapat terjadi beberapa jam setelah makanan tersebut

dikonsumsi.

Di sisi lain, ada beberapa responden (37,1%) yang berpengetahuan buruk

mengenai hal-hal yang harus dihindarkan dari tempat penyimpanan makanan.

83
Sebagian berpendapat bahwa debu, bau tak sedap dan asap tidak harus selalu

dihindarkan dari tempat penyimpanan makanan karena hal seperti itu sangat

lumrah terjadi saat berjualan. Makanan yang tercemar oleh debu dan asap

kendaraan bermotor dapat mengandung logam berat seperti Pb atau timbal

yang dapat membahayakan kesehatan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009).

Serupa dengan penelitian sebelumnya, Budiyono dkk (2008) menyatakan

bahwa semua pertanyaan pengetahuan mengenai peralatan (cara mencuci

peralatan yang baik dan benar serta penyimpanan peralatan) dapat dijawab

dengan baik oleh sebagian besar responden ( > 50%). Adanya kesamaan

dengan penelitian Budiyono dkk (2008) dalam hal tingkat pengetahuan

mengenai peralatan pada responden kemungkinkan karena faktor pendidikan

sebagian besar responden yang pernah memasuki tingkat pendidikan

menengah (SMP / SMA sederajat).

Wahyuni (2005) menyatakan sebaliknya, dalam penelitiannya seluruh

responden (100%) berpengetahuan kurang (skor <1,6 dari 4) pada

pengetahuan mengenai peralatannya. Meskipun sebagian besar respondennya

memiliki tingkat pendidikan SMA / sederajat dan seluruhnya setuju jika

peralatan harus dicuci sebelum digunakan. Responden secara keseluruhan

tidak mengetahui jika peralatan yang digunakan harus dalam keadaan utuh

(tidak patah, gompel dan retak), kedap air dan tidak terdapat ukiran.

Ketidaktahuan responden kemungkinan dikarenakan responden tidak

menyangka jika keadaan bentuk fisik peralatan makan dapat mempengaruhi

kebersihannya. Responden mengira jika peralatan sudah cukup baik jika

84
dibersihkan terlebih dahulu tanpa melihat kualitasnya secara fisik. Oleh karena

itu saat pelatihan dan pendampingan, perlu diinformasikan mengenai jenis-

jenis bahan tambahan makanan yang aman dan aturan penggunaannya serta

pentingnya kualitas peralatan makan dan peralatan masak yang digunakan.

6.3.3 Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Hasil penelitian pengetahuan penyajian pada pedagang makanan jajanan

diperoleh informasi bahwa sebanyak 68% pedagang makanan jajanan sebagai

responden memiliki tingkat pengetahuan mengenai penyajian yang baik. Di

sisi lain, setelah proses wawancara ditemukan sebesar 62,9% responden

memiliki pengetahuan yang buruk mengenai penyebab menurunnya kualitas

makanan. Hal ini dikarenakan secara keseluruhan responden menjajakan jenis

makanan yang langsung habis saat berjualan, sehingga tidak terlalu

berpengalaman memanaskan makanan agar tetap dalam kondisi baik. Di sisi

lain karena makanan yang dijajakan langsung habis terjual, responden tidak

pernah mengalami basinya makanan yang dijajakan meskipun disajikan dalam

keadaan terbuka. Makanan yang tidak dipanaskan menyebabkan

berkembangnya bakteri Clostridium perfringens sehingga timbul penyakit

enteritis (Arisman, 2009).

Sebanyak 54,3% responden juga tidak menngetahui contoh makanan apa

saja yang baik untuk kesehatan karena mereka menganggap makanan yang

85
siap saji seperti makanan kalengan dan mie instan tidak menimbulkan dampak

buruk selama tidak terlalu sering dikonsumsi. kebiasaan memakan makanan

instan dan makanan yang diawetkan berisiko menimbulkan kanker (Utami,

2013).

Beberapa hal terkait pengetahuan mengenai penyajian yang meskipun

presentasenya tidak terlalu besar tetapi patut mendapat perhatian antara lain:

sebesar 37,1% responden memiliki pengetahuan yang buruk mengenai tujuan

menjaga kebersihan makanan serta 22,9% responden masih belum mengetahui

bahan kimia yang boleh terkandung dalam makanan. Hal tersebut dikarenakan

kurangnya informasi yang diperoleh responden mengenai bahan kimia apa

saja yang boleh atau dilarang dipergunakan untuk makanan serta pengakuan

responden yang belum pernah mendapat pelatihan mengenai higiene sanitasi

makanan sehingga perlu diadakan oleh instansi terkait.

Dalam penelitian Budiyono dkk (2008), sebagian besar responden dapat

menjawab dengan baik pertanyaan pada aspek: cara pengolahan, bahan

makanan, penyimpanan dan pemisahan jenis bahan makanan tetapi banyak

responden yang salah saat menjawab bagian pertanyaan: pemisahan bahan

sesuai jenis, penggunaan wadah tertutup, pemisahan bahan mentah dengan

makanan matang. Adanya beberapa bagian pertanyaan yang tidak mampu

dijawab dengan baik dikarenakan reponden sebagian besar (94,4%) belum

pernah memperoleh pelatihan atau penyuluhan mengenai higiene sanitasi

makanan.

86
Berbeda dengan penelitian Wahyuni (2005) yang menyatakan seluruh

responden berpengetahuan sedang mengenai penyajian (skor 1,6-3 dari 4).

Dari 4 pertanyaan yang diberikan, seluruh responden menjawab dengan benar

2 pertanyaan sedangkan sisanya salah. Menggunakan perlengkapan yang

bersih dan pembungkus atau wadah yang bersih dapat dijawab dengan baik

oleh seluruh responden, namun meniup pembungkus makanan dan

memanaskan kembali makanan setelah 6 jam tidak diketahui oleh seluruh

responden. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan responden mengenai

pembungkus dapat tercemar jika ditiup serta makanan dijajakan dengan cara

berkeliling didalam gerbong kereta sehingga tidak memungkinkan untuk

memanaskan kembali makanannya.

6.3.4 Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Dari aspek pengetahuan sarana pada pedagang makanan jajanan, diketahui

sebagian besar pedagang makanan jajanan (74,3%) memiliki tingkat

pengetahuan yang baik. Meskipun secara umum pengetahuan pedagang

makanan jajanan mengenai sarana untuk berjualan sudah dinilai baik,

ditemukan sebesar 40% responden tidak memahami persyaratan pedagang

makanan jajanan yang memenuhi persyaratan dan 34,3% responden tidak

memahami bahwa makanan yang tidak dibiarkan terbuka tidak akan tercemar.

Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh mengenai

87
persyaratan sarana berjualan makanan jajanan yang baik dan persyaratan

tersebut tidak disosialisasikan secara luas oleh instansi terkait seperti dinas

kesehatan setempat.

Diketahui dari pedagang makanan jajanan yang mengatakan bahwa

mereka pernah didatangi petugas kesehatan yang meminta sampel dagangan

mereka tanpa diberi informasi mengenai bagaimana persyaratan higiene

sanitasi yang baik serta belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai

higiene sanitasi makanan jajanan. Oleh karena itu, saat pelatihan dan

pendampingan perlu diberikan materi mengenai cara menjaga higiene sanitasi

sarana serta bagaimana bentuk sarana yang dapat melindungi makanan yang

dijajakan dari pencemaran.

Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua pedagang makanan

(100%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai sarana berjualan

dibandingkan presentase responden sebelum diberikan pelatihan dan

pendampingan, yaitu sebesar 92,9%. Hal ini menunjukkan bahwa proses

pelatihan dan pendampingan mengenai higiene sanitasi dapat meningkatkan

pengetahuan pedagang makanan jajanan.

Tingkat pengetahuan yang baik pada sebagian besar pedagang makanan

jajanan dimungkinkan oleh pendidikan yang telah ditempuh oleh mayoritas

responden (SMA / sederajat) serta informasi yang mungkin tidak dengan sengaja

diketahui oleh responden, seperti dari percakapan harian, pengalaman hidup serta

informasi dari media masa.. Pentingnya pendidikan dan pelatihan higiene sanitasi

88
makanan diungkapkan oleh Mortimore dan Wallace (2001), bahwa kebersihan diri

serta pendidikan dan pelatihan tentang higiene sangat penting karena derajat

kebersihan suatu usaha tergantung pada perilaku higiene yang ditunjukkan oleh

penjamah makanan. Pelatihan mengenai higiene sanitasi makanan dibuktikan oleh

Muthmainnah (2012), dimana terjadi peningkatan pada seluruh aspek pengetahuan

higiene sanitasi makanan dari segi kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana

pada responden setelah diberi pelatihan dan pendampingan.

6.4 Sikap Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar

Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku

atau merespon sesuatu, baik rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari

suatu objek. Meskipun sikap belum merupakan wujud tindakan, sikap merupakan

faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku (Sarwono, 2003). Secara umum,

sebesar 94,3% responden menanggapi dengan baik pernyataan mengenai higiene

sanitasi makanan. Berikut ini uraian mengenai sikap higiene sanitasi pada

pedagang makanan jajanan.

6.4.1 Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Hasil penelitian dari aspek sikap mengenai kebersihan diri pedagang

makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014 diketahui

89
sebagian besar responden (80%) memiliki sikap yang baik terhadap standar

kebersihan diri. Saat proses wawancara mengenai sikap terhadap kebersihan

diri, ada seorang responden yang mengatakan bahwa boleh saja memiliki

kuku yang panjang saat berjualan asalkan kukunya bersih meskipun saat

menjamah makanan tetap menggunakan alat. Responden tersebut terlihat

memiliki kuku yang panjang. Ditemukan juga sebanyak 51,4% dari 35

responden yang bersikap positif terhadap boleh saja bersin atau batuk saat

mengolah bahan makanan karena hal tersebut dianggap tidak dapat mencemari

makanan. Menurut Purnawijayanti (2001), mulut, hidung dan kulit

mengandung banyak kuman yang dapat menimbulkan penyakit.

Dalam penelitian Muthmainnah (2012) pada sebaran responden

berdasarkan sikap terhadap kebersihan diri dilihat dari 11 pertanyaan pada

sebaran berdasarkan daftar pertanyaan, 9 pertanyaan diantaranya mampu

dijawab dengan baik oleh sebagian besar responden. Di sisi lain, terdapat 50%

responden yang menanggapi secara positif terhadap pernyataan mengenai

kepemilikan kuku panjang. Terlihat dari kondisi dimana responden tersebut

memiliki kuku yang panjang sehingga responden menganggap hal itu

diperbolehkan. Penyebaran informasi mengenai pentingnya menjaga

kebersihan diri sangat diperlukan, terutama dalam bentuk penyuluhan secara

lisan atau melalui media.

Hampir serupa dengan penelitian Wahyuni (2005), sebanyak 86,05%

responden penelitian memiliki tingkat sikap terhadap kebersihan diri yang

sedang (skor 4-7,5 dari 10). Dalam hal kebersihan kuku, sebagian besar

90
responden tidak setuju jika memiliki kuku panjang. Mereka menganggap kuku

yang panjang akan menyulitkan pekerjaan. Sedangkan sisanya yang setuju

dengan kebolehan berkuku panjang, menganggap kuku panjang tidak

mencemari makanan selama kebersihannya terjaga.

6.4.2 Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Penelitian dari sikap terhadap peralatan pada pedagang makanan jajanan

diketahui sebesar 65,7% memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan

peralatan. Pada sebaran pertanyaan mengenai sikap terhadap peralatan, semua

pertanyaan mampu dijawab dengan baik oleh responden. Banyaknya

responden yang menanggapi secara positif seluruh poin kebersihan peralatan

dikarenakan alat masak dan alat makan yang kotor tidak enak dilihat dan tidak

nyaman digunakan. Sedangkan sebesar 5,7% responden menanggapi secara

positif dalam penggunaan kertas bekas untuk alas makanan. Meskipun jumlah

tersebut kecil, penggunaan kertas bekas dianggap diperbolehkan selama kertas

tersebut terlihat bersih dan karena responden tersebut menggunakan kertas

bekas ketika berjualan sehari-hari. Penggunaan kertas bekas dapat mencemari

makanan karena terdapat logam berat berupa timbal (Pb) pada tinta yang

masih melekat pada kertas (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009). Timbal

sangat berbahaya jika termakan terutama oleh ibu hamil karena dapat

mengganggu perkembangan dan merusak otak janin (Sinsin, 2008).

91
Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012) pada sebaran pernyataan

responden mengenai sikap terhadap peralatan. Dari 6 pernyataan mengenai

sikap terhadap peralatan saat sebelum pelatihan dan pendampingan, 5

pernyataan yang berupa menjaga kebersihan peralatan dapat dijawab dengan

baik oleh responden. Pernyataan penggunaan kertas bekas untuk alas makanan

pada awalnya disetujui oleh hampir seluruh responden (92,9%). Setelah

dilakukan pelatihan dan pendampingan, hanya 14% responden yang masih

menyetujui penggunaan kertas bekas. Hal ini dikarenakan pelatihan dan

pendampingan yang dilakukan dapat mempengaruhi sikap responden sehingga

terjadi perubahan sikap.

Hampir serupa dengan pernyataan Wahyuni (2005) dalam penelitiannya

menyatakan sebagian besar respondennya (65,12%) bersikap sedang terhadap

higiene sanitasi peralatan (skor 1,6-3 dari 4). Sikap tersebut terlihat dari

seluruh responden yang menyatakan setuju jika peralatan yang digunakan

harus dicuci terlebih dahulu karena mereka menganggap hal itu penting untuk

menjaga kebersihan makanan.

6.4.3 Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Penelitian pada variabel sikap terhadap penyajian menunjukan banyaknya

responden yang memiliku sikap yang baik terhadap penyajian sebesar 80%.

Hal ini terlihat dari sebaran pernyataan sikap terhadap penyajian sebanyak

empat soal menunjukkan semua soal dapat dijawab dengan baik oleh

92
responden. Semua responden menanggapi secara positif jika pengolah bahan

makanan harus memilih bahan makanan yang baik dan bersih. Makanan yang

baik dan bersih menurut responden diharapkan tidak menyebabkan penyakit

setelah dikonsumsi. Pemisahan bahan makanan mentah dan matang dengan

menutup makanan dengan penutup yang bersih juga ditanggapi secara positif

oleh masing-masing sebesar 94,3% responden. Pemisahan bahan makanan

dilakukan karena mereka anggapan bahwa bahan makanan yang mereka

gunakan juga tidak memungkinkan untuk disimpan dalam satu wadah.

Menutup makanan juga diyakini responden dapat melindungi makanan

dari pencemaran. Sebanyak 85,7% responden juga menanggapi secara negatif

jika sayuran hijau dipanaskan secara berulang-ulang. Meskipun sebagian besar

jenis makanan yang dijajakan langsung habis, responden mengetahui

pemanasan sayuran berulang kali tidak baik, hal ini dimungkinkan responden

mengetahui hal tersebut dari lingkungan keluarganya.

Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua responden

setuju dengan penggunaan bahan makanan yang baik dan bersih, baik sebelum

maupun sesudah pendampingan dan pelatihan. Sebanyak 71,4% responden

setuju dengan pemisahan bahan mentah dan matang, jumlah tersebut

meningkat menjadi 100% setelah pelatihan. Semua responden setuju jika

harus menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih, baik sebelum

maupun sesudah pelatihan. Sedangkan terjadi peningkatan dari 92,8% menjadi

100% responden yang setuju pada pemanasan sayuran hijau tidak boleh

dilakukan berulang kali. Pada penelitian tersebut, secara umum sikap

93
responden yang cenderung baik dikarenakan responden adalah kader yang

sering mendapat informasi kesehatan.

6.4.4 Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Penelitian pada sikap terhadap sarana pedagang makanan jajanan

menunjukkan hampir semua pedagang makanan jajanan (97,1%) memiliki

sikap yang baik terhadap persyaratan higiene sanitasi sarana berjualan.

Sebanyak 91,1% responden menanggapi secara positif jika mereka harus

menyediakan tempat sampah yang memadai dan semua responden

menunjukkan sikap positif jika kebersihan tempat berjualan harus dijaga. Hal

ini dikarenakan tempat sampah sangat diperlukan untuk membuang sisa dan

bungkus makanan, serta kebersihan tempat berjualan mempengaruhi

kenyamanan dan pengunjung yang datang membeli sehingga responden setuju

saja dengan pernyataan tersebut.

Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua responden setuju

jika harus menyediakan tempat sampah yang memadai dan menjaga

kebersihan tempat berjualan. Tempat sampah sangat diperlukan untuk

menampung sisa olahan makanan serta berbagai kemasan bekas pakai agar

tidak mengotori lingkungan. Kebersihan tempat berjualan juga diyakini

responden dapat mempengaruhi jumlah pembeli yang datang.

94
Sehubungan mengenai teori tentang sikap yang digunakan, sikap pedagang

makanan jajanan terhadap: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana

berjualan yang ada di sekolah dasar Kecamatan Cipinang besar Utara masih

ditemukan hal yang tidak konsisten dalam menyikapi higiene sanitasi makanan.

Ketidakkonsistenan itu terlihat dari banyaknya responden yang berpikir boleh saja

batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan (51,4%), sehingga

dibutuhkan serangkaian pelatihan atau pemasangan media penyuluhan agar sikap

higiene sanitasi yang baik dapat dibiasakan (Purnawijayanti, 2001).

6.5 Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah

Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu

disebut tindakan (Budiman dan Riyanto, 2013). Berdasarkan observasi, ditemukan

sebanyak 74,3% responden bertindak buruk terhadap higiene sanitasi makanan.

Berikut ini penjabaran analisis hasil penelitian pada aspek tindakan higiene

sanitasi makanan jajanan.

6.5.1 Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil skoring dari tindakan terhadap kebersihan diri pada pedagang

makanan jajanan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang makanan

(77,1%) kebersihan dirinya baik. Di sisi lain, pada distribusi frekuensi

tindakan kebersihan diri pedagang makanan yang diperoleh dari observasi dan

95
wawancara, ditemukan jumlah responden yang sebagian besar tidak

memenuhi aspek tindakan kebersihan diri, seperti: tidak menjaga kebersihan

(tangan, kuku dan rambut) sebanyak 62,9%, tidak memakai celemek dan tutup

kepala (97,1%) serta tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani

makanan (97,1%).

Beberapa responden yang kebersihan tangan, kuku dan rambutnya buruk

memiliki kuku yang panjang dan kehitaman serta mengenakan pakaian yang

terlihat kotor. Kebersihan diri yang buruk tersebut dikarenakan para pedagang

makanan yang terlihat tidak peduli pada kebersihan kuku serta pakaiannya.

Padahal pakaian, tangan dan kuku yang kotor dapat memindahkan agen

penyakit ke makanan (Purnawijayanti, 2001). Pemakaian celemek dan tutup

kepala hanya ditemukan pada satu orang responden, namun pemakaian tutup

kepala berupa kerudung atau topi dilakukan karena alasan kebiasaan, bukan

karena untuk menghindari kontaminasi makanan oleh rambut. Pemakaian

tutup kepala sangat penting untuk mencegah rambut terjatuh dan masuk

kedalam makanan, meskipun berpeluang kecil mengontaminasi makanan

dengan bakeri yang melekat, keberadaan sehelai rambut pada makanan dapat

menurunkan nilai estetis dari makanan itu sendiri (Purnawijayanti, 2001).

Banyaknya responden yang tidak mencuci tangan saat observasi

dikarenakan mereka sudah terbiasa tidak mencuci tangan serta sarana air

bersih yang jarang ditemukan. Di tempat-tempat berjualan yang tersedia

tempat air bersih juga ditemukan pedagang makanan jajanan yang tidak

mencuci tangannya karena merasa malas harus mondar-mandir setiap akan

96
menangani makanan, terlebih saat pembeli yang hampir seluruhnya anak-anak

datang dalam jumlah banyak ketika waktu istirahat dan pulang sekolah. Saat

anak-anak tersebut berebut untuk membeli makanan jajanan dan pedagang

makanan jajanan sibuk melayani, pedagang tersebut tidak mencuci tangannya,

padahal selalu memegang uang setelah selesai menangani makanan lalu

kembali menangani makanan untuk pembeli berikutnya. Kebersihan diri yang

buruk seperti: bersin didekat makanan, meludah, merokok ataupun tidak

mencuci tangan menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan yang

disajikan atau diproses (Mortimore dan Wallace, 2001). Kontaminasi silang

dapat menyebabkan makanan tercemar sehingga kuman penyebab diare masuk

kedalam tubuh dan menginfeksi saluran pencernaan (Arisman, 2009).

Oleh karena itu, bagi pedagang yang menggunakan gerobak hendaknya

menyediakan sabun dan tempat air yang terpisah antara air untuk mencuci

tangan dengan mencuci peralatan serta membiasakan cuci tangan dengan cara

yang benar (tangan tidak dicelupkan langsung ke wadah air) serta

menggunakan penjepit makanan atau sarung tangan plastik, sedangkan

pemilik kios hendaknya menyediakan tempat cuci tangan yang memadai. Jika

pengguna kios adalah penyewa, hal tersebut dapat disiasati dengan

menggunakan wadah air khusus untuk mencuci tangan yang diletakkan tidak

terlalu jauh atau mengusulkan kepada pemilik kios untuk menyediakan tempat

cuci tangan yang memadai.

Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012) menunjukkan

beberapa tindakan kebersihan diri pada pedagang makanan masih

97
menunjukkan presentase yang rendah meskipun sudah diberi pelatihan dan

pendampingan. Tindakan tersebut antara lain: mencuci tangan menggunakan

sabun (28,6%), penggunaan celemek (14,2%), serta tidak menggunakan

perhiasan saat mengolah bahan makanan (35,7%) Jumlah responden yang

rendah ketika mencuci tangan dengan sabun serta penggunaan perhiasan

dikarenakan faktor kebiasaan. Rendahnya penggunaan celemek pada para

responden disebabkan mereka lupa untuk menggunakannya meskipun sudah

difasilitasi saat pelatihan.

Sejalan dengan penelitian Agustina dkk (2009) mengenai Higiene dan

Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah

Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang, tindakan kebersihan diri

yang baik pada respondennya sebesar 52,2%. Pada penelitian tersebut tidak

ditemukan responden yang menderita penyakit menular dan tidak ada yang

terdapat luka atau bisul. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden

(34,8%) tamat SMA / sederajat. Di sisi lain, seluruh responden tidak ada yang

menggunakan celemek dan sebagian besar responden (86,9%) tidak mencuci

tangan saat hendak menjamah makanan. Hal tersebut dikarenakan faktor

kebiasaan tidak mencuci tangan dan pemakaian celemek dianggap

mengganggu kenyamanan.

98
6.5.2 Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan

Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun

2014

Penelitian pada tindakan terhadap peralatan pada pedagang makanan

jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara menunjukkan bahwa

sebagian besar responden (60%) kebersihan peralatannya baik. Ditribusi

frekuensi tindakan responden berdasarkan observasi terlihat bahwa sebanyak 4

persyaratan mengenai kebersihan peralatan dapat dipenuhi dengan baik.

Meskipun secara umum tindakan terhadap kebersihan peralatan sudah baik,

masih ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang tidak mengeringkan

peralatannya dengan lap yang bersih (37,1%). Hal ini dikarenakan mereka

beranggapan bahwa peralatan yang sudah dicuci cukup ditiriskan saja sampai

kering sehingga tidak perlu dilap kembali. Selain itu, meskipun peralatan yang

dicuci sudah kering, lap yang digunakan untuk mengeringkan peralatan

terlihat sudah lusuh. Penggunaan lap yang sudah kotor untuk mengelap

peralatan dapat mencemari makanan dikarenakan mikroorganisme dapat

berpindah ke peralatan tersebut (Setyorini, 2013).

Pedagang makanan jajanan juga ada yang tidak menyimpan peralatan di

tempat yang bebas pencemaran (40%). Ketika diwawancara dan diobservasi,

responden mengatakan bahwa tempat penyimpanan peralatan yang digunakan

adalah rak piring yang terbuka serta ada yang menggunakan tempat yang

tertutup tetapi permukaannya kotor. Mereka beranggapan bahwa tempat

penyimpanan yang bersih, tertutup serta terlindungi merupaka hal yang tidak

99
terlalu penting selama peralatan yang disimpan masih terlihat bersih secara

kasat mata. Media informasi yang lebih memadai seperti media massa

diharapkan dapat digunakan oleh instansi terkait untuk memberikan informasi

mengenai bagaimana cara menjaga higiene sanitasi peralatan.

Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), dimana 6 persyaratan

mengenai higiene sanitasi peralatan terjadi peningkatan setelah dilakukan

pelatihan dan pendampingan. Seluruh responden menggunakan peralatan yang

bersih sebelum dan setelah pelatihan. Pembersihan peralatan yang dilakukan

sebelum digunakan meningkat dari 35,7% menjadi 50%. Penggunaan lap yang

sama untuk tangan dan peralatan berkurang dari 100% menjadi 92,9%.

Pencucian peralatan dengan sabun dan air mengalir meningkat dari 42,9%

menjadi 50% serta penggunaan kertas bekas untuk alas makanan berkurang

dari 92,9% menjadi 57,1%. Hal tersebut dikarenakan materi pelatihan dan

pendampingan dapat dimengerti dan diterapkan dengan baik oleh responden.

Kebersihan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan

sebagainya sangat menentukan kebersihan makanan (Sunardi, 1996).

6.5.3 Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di

Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil penelitian pada tindakan saat penyajian berdasarkan hasil observasi

dan wawancara menunjukkan sebagian besar (60%) pedagang makanan

jajanan memiliki cara penyajian yang baik. Pada distribusi frekuensi tindakan

100
terhadap penyajian, semua persyaratan mengenai higiene sanitasi saat

penyajian dapat dipenuhi dengan baik oleh sebagian besar pedagang.

Di sisi lain, masih ditemukan responden yang menggunakan bahan olahan

yang tidak terdaftar di Departemen Kesehatan (31,4%). Pada umumnya bahan

yang tidak terdaftar adalah selai curah dan saos sambal. Selai dan saos sambal

yang ditemukan tersebut berwarna cerah sehingga dicurigai menggunakan

bahan pewarna yang tidak boleh digunakan untuk makanan. Meskipun

ditemukan juga produk saos yang terdaftar di BPOM, produk makanan yang

berwarna cerah karena menggunakan perwarna sintetis umum ditemukan pada

pedagang makanan jajanan berisiko menyebabkan kanker (Nasution, 2014).

Ditemukan juga adanya makanan jajanan yang tidak disajikan dalam

keadaan tebungkus atau tertutup meskipun jumlahnya berbeda tipis (42,9%)

dengan makanan yang dijajakan secara tertutup (57,1%). Selain itu, sebesar

31,4% responden tidak mengangkut makanan jajanan dalam keadaan tertutup

atau terbungkus dalam wadah yang bersih. Pada umumnya hal ini ditemukan

pada makanan jajanan yang digoreng. Setelah bahan mentah digoreng lalu

diletakkan di tempat makanan matang tetapi tidak tertutup, seringkali angin

bertiup dan debu yang beterbangan dapat mengenai makanan karena pedagang

tersebut menjajakan makanannya di pinggir jalan di depan sekolah, walaupun

jalan tersebut merupakan jalan yang sepi dan tidak banyak kendaraan

bermotor yang lewat. Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa pemakaian

penutup makanan yang bersih dapat menghindarkan makanan dari

kontaminasi.

101
Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012), dalam

menyediakan penutup makanan, 50% responden menggunakan penutup

makanan yang bersih dan memadai, namun sisanya hanya menggunakan

penutup berupa kertas atau plastik. Penutup yang berupa plastik atau kertas

tidak memadai karena memiliki struktur yang ringan dan mudah tertiup angin

sehingga makanan berisiko tercemar debu.

Hasil penelitian ini juga serupa dengan penelitian Agustina (2009).

Meskipun secara umum sebagian besar responden (69,6%) memiliki tindakan

terhadap penyajian yang baik, masih ditemukan beberapa penerapan higiene

sanitasi yang buruk dalam penyajian. Higiene sanitasi penyajian yang buruk

seperti tidak menutup dagangannya (56,5%). Walaupun ada yang

menggunakan penutup, hanya digunakan sesekali saat sedang tidak ada

pembeli. Sebagian penutup yang digunakan berupa selembar plastik yang

sudah terlihat kotor.

Ditemukannya beberapa pedagang makanan jajanan yang tidak menutup

makanan ketika disajikan dan diangkut menunjukkan kurangnya kesadaran

mengenai manfaat jika makanan terlindungi dengan cara ditutup. Makanan

yang tertutup dapat terhindar dari berbagai kontaminasi serta vektor seperti

lalat, kecoa dan tikus (Ide, 2007). Oleh karena itu, pelatihan dan

pendampingan yang memadai terkait kondisi saat penyajian makanan serta

pengawasan berupa sampling makanan terhadap bahan berbahaya yang

mungkin digunakan oleh pedagang sangat diperlukan.

102
6.5.4 Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan

di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014

Hasil skoring pada tindakan mengenai sarana pada tindakan terhadap

sarana, diketahui sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kondisi

sarana berjualan yang buruk (54,3%). Berdasarkan distribusi frekuensi

tindakan higiene sanitasi terhadap sarana berjualan, ditemukan dua syarat

sarana berjualan yang tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya tempat air bersih

(62,9%) serta tidak tersedianya tempat cuci (alat, tangan dan bahan makanan)

sebanyak 57,1%.

Tidak tersedianya tempat mencuci menyebabkan sebagian besar pedagang

makanan jajanan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menangani

makanan. Meskipun ada sarana air bersih yang tersedia pada sarana berjualan

seperti kios, letaknya agak berjauhan dengan tempat menyimpan dan

menangani makanan sehingga kemungkinan besar pedagang makanan jajanan

merasa malas untuk mencuci tangannya terlebih dahulu.

Di sisi lain, ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang terdapat

tempat penyimpanan air berupa ember. Air yang dibawa pada mulanya bersih

tetapi lama-kelamaan menjadi keruh dikarenakan cara mencuci tangan yang

salah, yaitu sekedar menceburkan tangan ke wadah air. Kotoran yang melekat

di tangan berpindah kedalam air sehingga berpotensi besar mengontaminasi

peralatan lainnya apabila digunakan untuk mencuci.

Serupa dengan penelitian Wibawa (2006), sebagian besar kantin Sekolah

Dasar di Kabupaten Tangerang tidak memenuhi syarat air bersih (75,5%) dan

103
kuantitasnya belum mencukupi. Kurangnya air bersih secara kuantitas

dikarenakan penyediaan air tidak menggunakan sistem perpipaan akibat tidak

tersedianya sumber air bersih. Air yang terlalu sedikit dan sumber air yang

sulit dijangkau mengakibatkan kebersihan perorangan yang buruk sehingga

berisiko menularkan penyakit infeksi.

Muthmainnah (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari tiga

persyaratan tindakan higiene sanitasi pada peralatan, dua diantaranya seperti

menggunakan air bersih serta menjaga kebersihan ruangan dapat dipenuhi

responden. Sedangkan syarat mengenai penyediaan tempat sampah yang

memadai tidak dapat dipenuhi sebagian besar responden karena faktor

keterbatasan ekonomi.

Air sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam

pengolahan makanan. Air sangat berperan dalam setiap proses pengolahan.

Saat tahap persiapan pegolahan makanan, air digunakan untuk merendam dan

mencuci bahan mentah, serta untuk mencuci tangan pengolah makanan. Tahap

selanjutnya air digunakan untuk memasak. Di akhir proses pengolahan

makanan, air berguna untuk membersihkan peralatan, ruangan maupun orang

yang mengolah makanan. Oleh karena itu air yang digunakan harus memenuhi

syarat-syarat tertentu agar layak digunakan (Purnawijayanti, 2001).

Selain itu, sebesar 28,6% memiliki konstuksi sarana penjaja makanan yang

sulit dibersihkan. Pada kios, ada beberapa hal yang menyebabkan kios tersebut

sulit dibersihkan, antara lain: luas kios yang sempit dijejali berbagai macam

makanan ringan yang masih dikemas didalam kardus serta ditumpuk di bawah

104
meja, penggunaan meja kayu yang permukaannya tidak rata serta

ditemukannya barang-barang bekas yang tidak ada hubungannya dengan

penyajian makanan di bawah meja tersebut, seperti tumpukan kayu dan alas

kaki yang berdebu. Kardus berisi makanan ringan yang ditumpuk dibawah

meja sangat menyulitkan seseorang untuk membersihkan area tersebut karena

mempersempit ruang gerak. Meja kayu yang permukaannya tidak rata

membuat proses pembersihan lebih sulit karena kotoran dapat menempel di

sela-sela kayu tersebut. Barang-barang rongsokan berupa tumpukan kayu serta

alas kaki yang berdebu dapat mencemari makanan yang sedang dimasak diatas

meja tersebut.

Pada sarana berjualan berupa gerobak, adanya celah-celah diantara kaca

dan kayu serta permukaan kayu yang terlihat berpori besar menyebabkan

menumpuknya kotoran dan sulit dibersihkan. Bagian tempat penyimpanan

peralatan yang berada di sisi bawah bagian dalam gerobak seringkali menjadi

bagian yang terlupakan untuk dibersihkan karena gelap dan penggunanya

lebih fokus pada pembersihan peralatannya saja. Dari penelitian Susanna dan

Hartono (2003), Kebersihan pada gerobak dinilai kurang daripada kios. Semua

gerobak yang diteliti lebih banyak mengandung angka kuman yang tinggi ( >

100 koloni/mL) di bagian tempat penyimpanan piring dibandingkan tempat

penyimpanan piring pada kios.

Sebagian pedagang makanan jajanan (37,1%) ditemukan tidak tersedia

tempat sampah pada sarana tempat berjualan. Pada umunya pedagang yang

tidak terdapat tempat sampah adalah pedagang yang memiliki bahan-bahan

105
mentah yang siap dimasak tanpa perlu membuka kulit luar atau kemasannya.

Bahan-bahan mentah tersebut ditempatkan di wadah khusus dan baru dibuka

jika isinya akan dimasak. Namun ada juga pedagang makanan jajanan yang

langsung membuang sisa makanan ke saluran air saat mencuci peralatan.

Ketiadaan tempat sampah tersebut diduga karena responden merasa sampah

yang dihasilkan hanya berupa remah-remah sisa proses memasak makanan

yang dapat dibuang begitu saja saat gerobak sedang dilap sehingga tempat

sampah tidak dibutuhkan.

Sebesar 48,6% pedagang makanan jajanan tidak menjajakan makanannya

dalam kedaan terlindung dari pencemaran. Hal ini berkaitan dengan poin

sebelumnya mengenai penyajian yaitu tertutup atau tidaknya pembungkus

yang digunakan serta sarana berjualan yang mampu menutup makanan yang

disajikan.

Meskipun gambaran tindakan pedagang makanan jajanan secara umum

adalah buruk. Tindakan terhadap: kebersihan diri, peralatan dan penyajian masih

bisa dinilai baik, kecuali tindakan terhadap sarana yang digunakan. Hal ini

dimungkinkan karena pengetahuan dan sikap yang secara umum adalah baik. Di

sisi lain, gambaran sikap yang secara umum baik, dan gambaran sikap yang

sangat positif terhadap pernyataan mencuci tangan menggunakan sabun harus

dilakukan oleh pengolah makanan sebelum memasak (94,3%) ternyata belum

sepenuhnya diwujudkan, terlihat dari banyaknya pedagang makanan jajanan yang

tidak mencuci tangannya sebelum menangani makanan (97,1%). Dikarenakan

106
adanya pengetahuan yang baik dan sikap positif yang bertentangan dengan

tindakan, perlu diadakan pengawasan secara berkala oleh dinas kesehatan /

instansi setempat.

107
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Gambaran umum pedagang makanan jajanan meliputi:

a. Pedagang makanan jajanan sebagian besar berjenis kelamin laki-

laki (60%) dibandingkan perempuan dari 35 responden.

b. Kelompok umur 31-40 tahun menempati jumlah terbanyak, yaitu

sebesar 34,3%, sedangkan paling sedikit terdapat pada kelompok

umur 20 tahun sebanyak 5,7%.

c. Jenis sarana berdagang yang banyak digunakan responden adalah

gerobak (68,6%) dibandingkan kios.

d. Sebagian besar pedagang makanan jajanan (60%) merupakan

pemilik sarana berdagang yang digunakan.

e. Sebanyak 74,3% merupakan responden yang telah bekerja sebagai

pedagang makanan jajanan selama 10 tahun dan sebanyak 2,9%

responden telah bekerja lebih dari 20 tahun.

f. Tingkat pendidikan terbanyak dan tertinggi yang pernah ditempuh

oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat sebanyak

40%, sedangkan pendidikan terendah adalah tidak sekolah (2,9%).

108
2. Pengetahuan responden sebagian besar sudah baik, yaitu pengetahuan

mengenai kebersihan diri (60%), pengetahuan mengenai peralatan

(62,9%), pengetahuan mengenai penyajian (68,6%) dan pengetahuan

mengenai sarana (74,3%).

3. Gambaran sikap responden adalah baik pada seluruh aspek, antara lain::

sikap terhadap kebersihan diri (80%), sikap terhadap peralatan (65,7%),

sikap terhadap penyajian (80%) dan sikap terhadap sarana (97,1%).

4. Tindakan responden sudah baik pada aspek: tindakan kebersihan diri

(77,1%), tindakan terhadap peralatan (60%) dan tindakan saat penyajian

(60%), namun tindakan terhadap sarana berdagang masih buruk (54,3%).

7.2 Saran

7.2.1 Saran bagi Sekolah

1. Diupayakan menerapkan pentingnya higiene sanitasi makanan

jajanan kepada pedagang makanan jajanan yang berjualan di kantin

sekolah dengan cara: membuat peraturan tata cara penyajian

makanan jajanan yang sesuai pedoman higiene sanitasi.

2. Memperbaiki fasilitas sarana berdagang seperti tempat cuci

peralatan dan tempat cuci tangan di kantin agar memenuhi

persyaratan higiene sanitasi sarana berdagang. Tempat mencuci

tangan untuk pedagang makanan jajanan hendaknya dibuat

berdekatan atau tersedia di setiap kios agar pedagang tidak merasa

malas untuk mencuci tangan setiap akan menangani makanan.

109
3. Melakukan pengawasan dan pembinaan mengenai penerapan

higiene sanitasi makanan jajanan dengan melakukan kerja sama

dengan puskesmas setempat. Hal ini dimaksudkan agar higiene

sanitasi dapat diterapkan secara terus-menerus sehingga

membentuk kebiasaan yang sesuai persyaratan higiene sanitasi

makanan jajanan pada pedagang.

7.2.2 Saran bagi Peneliti Selanjutnya

1. Perlu dilakukan penelitian kualitatif mendalam mengenai analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan

dari beberapa aspek higiene sanitasi makanan jajanan secara rinci,

seperti: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana yang

digunakan.

2. Dilakukan penelitian mengenai peran dinas kesehatan atau

pemegang kebijakan terkait mengenai pembinaan dan pengawasan

higiene sanitasi pedagang makanan jajanan dikarenakan belum

adanya penelitian yang membahas hal tersebut.

3. Dilakukan penelitian mengenai perbandingan antara higiene

sanitasi pedagang makanan yang berjualan di dalam dengan di luar

sekolah. Serta memperluas ruang lingkup penelitian menjadi

lingkup kecamatan / kota.

110
7.2.3 Saran bagi Instansi

1. Bagi instansi khususnya Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta

Timur perlu meningkatkan pentingnya higiene sanitasi makanan

jajanan dengan cara membentuk suatu peraturan mengenai

perizinan pedagang makanan jajanan. Dengan cara ini, diharapkan

pengawasan pedagang makanan jajanan dapat dengan mudah

dikoordinasikan oleh pemerintah.

2. Memberikan penyuluhan dan pelatihan higiene sanitasi makanan

dan keamanan pangan kepada pedagang makanan jajanan.

3. Pemberian peralatan dan atau alat pelindung diri kepada pedagang

sebagai percontohan.

111
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.


Jakarta: Rajawali Pers.

Agustina, Febria. dkk. 2009. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan
Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar
Daun Palembang Tahun 2009. Jurnal Publikasi Ilmiah Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya.

Akase, Gesnawati D. 2012. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan


di Lingkungan Sekolah Dasar di Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo Tahun 2012. Jurnal Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Vol 1, No 1 (2012). Universitas Negeri Gorontalo. h 2.

Aminah, Siti dan Nur Hidayah. 2006. Pengetahuan Keamanan Pangan Penjual
Makanan Jajanan Di Lingkungan Sekolah Kelurahan Wonodri Kecamatan
Semarang Selatan Kota Semarang. Jurnal Litbang Universitas
Muhammadiyah Semarang, Vol 4, No 3 (2006). h 19-24.

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.

Avis, James dkk. 2010. Teaching in Lifelong Learning: A Guide to Theory and
Practice. Berkshire: McGraw-Hill.

Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Laporan Tahunan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Dairi
Tahun 2007-2011. Dairi: Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi.

Bank Data DKI Jakarta. 2009. Kondisi Demografi. Diakses tanggal 29 Maret 2013
dari
(http://www.jakarta.go.id/web/bankdata/download/246/Kondisi%20Demo
grafi.pdf).

_________. 2010. Jumlah Sekolah SD Berdasarkan Status. Diakses tanggal 29


Maret 2013 dari
(http://www.jakarta.go.id/web/bankdata/download/1265/5102e470fd055c9
310853e365c2e52a9.pdf).

112
_________. 2010. JumlahSiswa Sekolah Dasar (SD) Berdasarkan Status Sekolah.
Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id).

Bloom, Benjamin. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1,


Cognitive Domain. New York: David McKay.

Budiman dan Agus Riyanto. 2013. Kapita selekta Kuesioner Pengetahuan dan
Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Budiyono dkk. 2008. Tingkat Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan


Tentang Hygiene Dan Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di
Tembalang Kota Semarang Tahun 2008. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009. Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP, Semarang. h 52.

Cahanar, P dan Iwan Suhanda. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.

Cahyaningsih, dkk. 2009. Hubungan Higiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah


Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makanan dengan
Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan di Warung Makan. Jurnal. Berita
Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 4, Desember 2009.

Dahlan, M. Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Edisi -3.
Jakarta: Salemba Medika.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ditjen PPM dan PLP Depkes RI.
1999. Tentang Prinsip-Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan.

____________. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor


942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene
Sanitasi Makanan Jajanan.

____________. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat


Bahasa.

Dharma, Agus. 2013. Peremajaan Permukiman Kumuh Di Dki Jakarta. Jurnal.


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma. h 8.

Djaali dan Muljono. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:


Grasindo.

113
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Ide, Pangkalan. 2007. Menangkal Penyakit di Tempat Kerja dan Mencapai


Kedamaian Batin. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses pada tanggal
20 Maret 2013 dari
(http://gizi.depkes.go.id/makalah/download/perilaku%20makan%20anak%
20sekolah.pdf).

Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2011.


Menuju Kantin Sehat di Sekolah.

Lindawati. dkk. 2006. Isolasi dan Analisis Keragaman Genetik Escherichia Coli
pada Makanan Jajanan Berdasarkan Sekuen Eric PCR. Jurnal. Atma
nan Jaya: majalah ilmiah Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Volume 21, Issue 1 (2006). Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya. h 25.

Lingga, Lanny. 2012. Bebas Diabetes Tipe-2 Tanpa Obat. Jakarta: AgroMedia.

Manalu, Merylanca dkk. 2012. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat ( Musca


domestica ) dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Permukiman
Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Kecamatan
Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Jurnal. Universitas
Sumatera Utara, Vol 2, No 2 (2013). Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Marsaulina, Irnawati. 2004. Studi Tentang Pengetahuan Perilaku dan Kebersihan


Penjamah Makanan pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta
(TMII, TIJA, TMR) Jurnal.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.

Moertjipto. 1993. Makanan: wujud, variasi dan fungsinya serta cara


penyajiannya pada orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian, Pengkajian dan
Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.

114
Mokoginta, Lukman. 1999. Jakarta Untuk Rakyat. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Mortimore, S dan C. Wallace. 2001. HACCP: Sekilas Pandang. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Muthmainnah. 2012. Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap


Pengetahuan, Sikap dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung
Anak Sehat (IWAS). Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Nasikhin dkk. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Pedagang dengan Higiene


Sanitasi Makanan Jajan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Kulon Progo-
DIY. Jurnal. AgriSains Vol. 4 No. 7. Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Agroindustri. h 28.

Nasution, Annis Syarifah. 2014. Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis


Karsinogenik pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN Kelurahan
Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangsel Tahun 2014. Skripsi. Program
Studi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Notoadmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.


Jakarta: Rineka Cipta

Notoadmojo, Soekidjo. 2008. Pengantar Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.


Jakarta: Rineka Cipta

Rahayu, Ni Putu Sri. 2007. Hubungan antara Higiene Sanitasi Lingkungan


Warung dan Praktek Pengolahan Mie Ayam dengan Angka Kuman. Tesis.
Kesehatan Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2009. Kamus Gizi: Pelengkap


Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Portal Data Indonesia. 2012. Penduduk yang Bekerja Menurut Umur 2012.
Diakses tanggal 14 Desember 2014 pukul 7.22 dari
(http://data.id/dataset/penduduk-yang-bekerja-menurut-kelompok-umur-
dan-jenis-kelamin-2011/resource/2bf75928-9e0e-4786-8113-
6d59ca4f72af).

Pratiwi, Defiyanti. 2012. Hygiene Sanitasi Pedagang Kue Dan Keberadaan


Escherichia coli Pada Makanan Jajanan Kue Cucur Di Wilayah Pasar
Tradisional Desa Kaliyoso Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo

115
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 1, No 1 (2012). Fakultas
Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. h 1.

Purnawijayanti, Hiasinta. A. 2001. Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja


dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius.

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan.


Yogyakarta: Kanisius.

Sarwono, Solita. 2003. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta


Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Setyorini, Endah. 2013. Hubungan Praktek Higiene Pedagang Dengan


Keberadaan Eschericia Coli pada Rujak yang di Jual di Sekitar Kampus
Universitas Negeri Semarang. Unnes Journal of Public Health Vol. 2 No.
3 Tahun 2013. Departemen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan.

Sinsin, Iis. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta: Elex Media Komputindo.

Suci, Eunike Sri Tyas.2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di
Jakarta. Jurnal. Psikobuana tahun 2009, Vol. 1, No. 1. Departemen
Psikologi, Universitas Atma Jaya. h 29-38.

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.

Sunardi, Tuti. 1996. Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Sunardi, Tuti dan Susirah Soetardjo. 2001. Hidangan Sehat Untuk Mencegah
Kanker. Jakarta: Gramedia.

Surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Data tabular dari STP tahun 2009
2012. Diakses tanggal 24 Agustus 2014 pukul 0:00 dari (http://surveilans-
dinkesdki.net/tab_stp.php).

Susanna, Dewi dan Budi Hartono. 2003. Pemantauan KualitasMakanan Ketoprak


dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan
Bakteriologis. Jurnal MAKARA, Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1, Juni 2003.
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia. h-22.

Susianto. dkk. 2008. Diet Enak Ala Vegetarian. Jakarta: Penebar Plus.

116
Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta.: Grasindo.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT. Imtima.

Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi-2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Utami, Prapti. 2013. Diet Aman dan Sehat Dengan Herbal. Jakarta: FMedia.

Wahyuni, Sri. 2005. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjaja Makanan


Tentang Higiene Sanitasi Penjamah, Peralatan, Pengangkutan Dan
Penyajian Makanan Jajanan Dalam Kereta Api PT. Kereta Api Indonesia
Medan Rute Medan Kisaran Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

WHO. 1975. Guide to The Integration of Health Education in Environmental


Health Programmes. Geneva: WHO Offset.

WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta:


EGC.

Wibawa, Anton. 2006. Faktor Penentu Kontaminasi Bakteriologik pada Makanan


Jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang. Tesis. Program Pasca
Sarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia.

Widjajanti, Retno. 2009. Karakteristik Aktivitas Pedagang Kaki Lima pada


Kawasan Komersial di Pusat Kota. Jurnal Teknik, Vol 30, No 1 (2009).
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. h 165.

Zendrato, Ruth Nove Cahayani. 2012. Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Kaki
Lima yang Beroperasi di Jalan Prof. Dr. M. Yamin. Jurnal Mahasiswa
Ilmu Sosiatri, Volume 1 No. 1, Desember 2012. Program Studi Ilmu
Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura.

117
Lampiran 1

Formulir Pengetahuan Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah

Dasar

A. Identitas Umum
1. Nomor :
2. Nama :
3. Jenis Kelamin :
4. Umur
5. Jenis tempat berjualan:
6. Statur kepemilikan tempat berjualan (pegawai/ pemilik) :
7. Lama Bekerja :
8. Pendidikan :
9. Makanan yang dijajakan:
10. Tanggal dan waktu pengamatan:

B. Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang

Kebersihan Diri

B1 1. Menjaga kebersihan pada saat berdagang yaitu: [ ]


a. Tidak tahu
b. Upaya menjaga kebersihan dalam pengolahan makanan
c. Upaya menjaga kebersihan bahan makanan dan penyimpanannya
d. Upaya menjaga kebersihan tempat kerja, peralatan dan bahan
makanan mulai dari diri sendiri, penyiapan, pengolahan, sampai
dengan penyimpanannya.
B2 2. Apa manfaat menjaga kebersihan diri saat berdagang? [ ]
a. Tidak mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih
b. Meningkatkan terjadinya penyebaran penyakit yang menular
melalui makanan yang mengandung mikroba/kuman penyebab
infeksi
c. Meningkatkan kesehatan
d. Makanan menjadi terkontaminasi
B3 3. Penyakit apa yang diakibatkan kebersihan makanan yang buruk? [ ]
a. Maag
b. Diare
c. Pilek
d. Batuk

118
B4 4. Apa akibat dari kebiasaan hidup yang tidak bersih? [ ]
a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih.
b. Mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang menular
melaluimakanan yang mengandung mikroba atau kuman penyebab
infeksi.
c. Meningkatkan kesehatan
d. Meningkatnya angka kesakitan
B5 5. Apa contoh sikap terhadap kebersihan yang buruk? [ ]
a. Selalu mencuci tangan setiap akan mengangani makanan
b. Setelah memegang uang, langsung menjamah makanan
c. Mengambil makanan dengan alat bantu
d. Menutupi makanan dengan alat penutup makanan

Peralatan

B6 6. Di bawah ini , bagaimana tahapan yang benar dalam menjaga [ ]


peralatan untuk penanganan makanan jajanan?
a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan
sabun,keringkan, kemudian simpan di tempat yang bersih
b. Peralatan yang sudah dipakai, dicuci dengan air yang
bersih,keringkan dan simpan di tempat yang bersih.
c. Disimpan dan dicuci kembali.
d. Cukup dengan dibersihkan
B7 7. Bagaimana syarat tempat penyimpanan makanan yang baik? [ ]
a. Terdapat debu
b. Ada bau tak sedapdi sekitarnya
c. Ada asap disekitarnya
d. Jauh dengan pembuangan sampah.
B8 8. Tindakan apa yang menyebabkan makanan tercemar? [ ]
a. Tidak membiarkan keadaan makanan dalam keadaan terbuka
b. Pisau dan talenan yang digunakan untuk memotong daging
ayammentah, jangan digunakan untuk memotong daging sapi yang
sudah matang tanpa dicuci terlebih dahulu.
c. Mencampur makanan matang dengan makanan yang sudah
kadaluwarsa.
d. Mencampur bahan makanan dengan bahan tambahan makanan.

B9 9. Bagaimanan seharusnya kondisi peralatan yang digunakan untuk [ ]


menyiapkan makanan?
a. Dibiarkan tetap bersih tanpa dilap kembali
b. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan harus
dicucidengan air dan sabun
c. Peralatan dibiarkan kotor dan berdebu
d. Peralatan dicuci tidak menggunakan sabun

119
Penyajian

B10 10. Apa tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk? [ ]


a. Menjamin keamanan dan kualitas makanan sehingga
layakkonsumsi
b. Makanan yang dikonsumsi lebih bergizi dan menyehatkan
c. Mencegah keracunan dan kerusakan makanan akibat
kontaminasimikroba yang beracun
d. Menggunakan bahan pengolahan makanan secara berulang
B11 11. Apa salah satu dampak mengonsumsi makanan yang [ ]
mengandung zat kimia yang berbahaya?
a. Dapat menyebabkan kanker
b. Dapat menutrisi tubuh
c. Dapat menjadi suplemen bagi tubuh kita
d. Dapat menjadi asupan gizi yang baik bagi tubuh
B12 12. Bahan kimia apa yang boleh terkandung didalam makanan [ ]
adalah?
a. Bahan pewarna kulit
b. Bahan pewarna tekstil
c. Bahan pewarna kertas
d. Bahan tambahan makanan
B13 13. Apa penyebab menurunnya kualitas makanan? [ ]
a. Panaskan kembali makanan matang.
b. Simpan makanan matang dengan hati-hati
c. Makanan dibiarkan dalam keadaan terbuka sehingga makanan
tercemar
d. Hindari kontak antara makanan mentah dengan makanan matang
B14 14. Apa contoh makanan yang baik untuk kesehatan? [ ]
a. Makanan gorengan dengan minyak yang sudah berulang-ulang
dipakai
b. Makanan kalengan
c. Mie instan
d. Makanan yang diolah dengan matang

Sarana

B15 15. Apa contoh fasilitas sarana pedagang kaki lima yang tidak [ ]
memenuhi kriteria kesehatan?
a. Tersedia tempat untuk air bersih
b. Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan
c. Tidak adanya tempat sampah
d. Tersedia tempat penyimpanan peralatan

120
B16 16. Dampak apa yang ditimbulkan jika tidak menjaga kebersihan [ ]
lingkungan?
a. Penyebaran penyakit cepat menyebar
b. Suasana berjualan nyaman dan terkendali
c. Pelanggan semakin banyak
d. Keuntungan menjadi melimpah
B17 17. Apa yang tidak termasuk dalam penyebab kontaminasi makanan [ ]
ketika dijajakan?
a. Pencemaran mikroba seperti bakteri pada makanan
b. Pencemaran fi sik seperti rambut, debu, tanah, dan kotoran
lainnya
c. Pencemaran kimia seperti pupuk, merkuri, zat pewarna
padamakanan
d. Makanan tidak dibiarkan terbuka.

121
Formulir Sikap Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah Dasar

Kebersihan diri
No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju
C1 Mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan
oleh pengolah makanan sebelum memasak
C2 Pengolah makanan harus menggunakan pakaian bersih
dan menyerap keringat
C3 Pengolah makanan boleh memiliki kuku yang panjang
C4 Mengobati dan menutup luka terbuka adalah hal yang
tidak penting dilakukan pengolah saat memasak
C5 Pengolah makanan diperkenankan merokok saat
memasak
C6 Penjamah makanan tidak diperkenankan bersin atau
batuk saat mengolah bahan makanan
C7 Penjamah makanan menggunakan tangan tanpa alat
penjepit/sendok/garpu bersih untuk mengambil makanan
matang
Peralatan
No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju
C8 Pengolah harus menggunakan air bersih yang
Memenuhi syarat air minum untuk memasak
C9 Penjamah makanan perlu menggunakan peralatan yang
bersih saat mengolah makanan
C10 Sebelum digunakan peralatan harus dibersihkan dahulu
oleh pengolah makanan
C11 Penjamah mengelap piring atau gelas dengan lap meja
C12 Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang
mengalir
C13 Penjamah makanan menggunakan kertas bekas untuk
alas makanan (seperti gorengan)
Penyajian
No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju
C14 Pengolah makanan harus memilih bahan makanan yang
baik dan bersih

C15 Memisahkan bahan makanan mentah dengan


makanan matang harus dilakukan pengolah makanan
C16 Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan
penutup yang bersih dan melindungi (tudung saji/tutup
panci, dll)

122
No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju
C17 Penjamah memanaskan secara berulang-ulang olahan
sayuran hijau (bayam, kangkungdll).
Sarana
No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju
C18 Penjamah makanan harus menyediakan tempat
Pembuangan sampah yang memadai
C19 Kebersihan tempat berjualan harus dijaga oleh penjamah
makanan

123
Formulir Tindakan Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah

Dasar

D. Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang

Kebersihan Diri

D1 1.Tidak sedang menderita penyakit mudah menular, misal: batuk, pilek, [ ]


influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;
1. Ya 2. Tidak
D2 2.Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) atau tidak terdapat [ ]
luka;
1. Ya 2. Tidak
D3 3.Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D4 4.Memakai celemek dan tutup kepala; [ ]
1.Ya 2. Tidak
D5 5.Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; [ ]
1.Ya 2. Tidak
D6 6.Menjamah makaann memakai alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D7 7.Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau [ ]
bagian lainnya);
1. Ya 2. Tidak
D8 8.Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau [ ]
tanpa menutup mulut atau hidung;
1. Ya 2. Tidak

Peralatan

D9 9.
Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D10 10. Peralatan dikeringkan dengan alat pengering/ lap yang bersih; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D11 11. Peralatan disimpan di tempat yang bebas pencemaran; [ ]

124
1. Ya 2. Tidak
D12 12. Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali [ ]
pakai;
1. Ya 2. Tidak

Penyajian

D13 13. Semua bahan yang diolah harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan [ ]
tidak busuk;
1. Ya 2. Tidak
D14 14. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan [ ]
harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak
kadaluarsa, tidak cacat atau tidak rusak;
1. Ya 2. Tidak
D15 15. Bahan makanan serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong [ ]
makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah;
1. Ya 2. Tidak
D16 16. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan [ ]
dalam wadah terpisah;
1. Ya 2. Tidak
D17 17. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan [ ]
yang bersih, dan aman bagi kesehatan.
1. Ya 2. Tidak
D18 18. Makanan jajanan yang disajikan harus dalam keadaan terbungkus atau [ ]
tertutup;
1. Ya 2. Tidak
D19 19. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan harus dalam keadaan [ ]
bersih dan tidak mencemari makanan;
1. Ya 2. Tidak
D20 20. Pembungkus sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya tidak ditiup; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D21 21. Makanan jajanan yang diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus [ ]
dalam wadah yang bersih;
1. Ya 2. Tidak
D22 22. Makanan jajanan yang diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan [ ]
mentah sehingga terlindung dari pencemaran;
1. Ya 2. Tidak

125
Sarana Pedagang

D23 Konstruksi sarana penjaja untuk makanan jajanan mudah dibersihkan [ ]


1. Ya 2. Tidak
D24 Tersedia tempat air bersih; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D25 Tersedia tempat penyimpanan bahan makanan; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D26 Tersedia tempat penyimpaan makanan jadi/siap disajikan; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D27 Tersedia tempat penyimpanan peralatan; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D28 Tersedia tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan); [ ]
1. Ya 2. Tidak
D29 Tersedia tempat sampah; [ ]
1. Ya 2. Tidak
D30 Makanan terlindung dari pencemaran ketika dijajakan [ ]
1. Ya 2. Tidak

126
OUTPUT SPSS

Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Pengetahuan Higiene Sanitasi

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item-


Item Deleted Item Deleted Total Correlation

B1 42.2000 104.274 .662

B2 42.3500 103.608 .786

B3 43.2500 109.039 .831

B4 41.3500 104.345 .812

B5 43.0500 107.945 .541

B6 43.1500 106.661 .585

B7 41.4500 101.208 .863

B8 42.4500 103.313 .737

B9 43.1500 110.345 .801

B10 41.3000 104.958 .780

B11 42.4000 103.516 .787

B12 41.1500 110.239 .813

B13 42.5500 101.103 .816

B14 42.1000 95.463 .694

B15 42.2000 104.274 .662

B16 43.0500 107.945 .541

B17 42.0500 95.839 .816

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

.947 .958 17

127
2. Sikap Higiene Sanitasi

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item-


Item Deleted Item Deleted Total Correlation

C1 24.3000 46.537 .654

C2 24.3000 46.537 .654

C3 24.0000 43.789 .930

C4 24.2000 45.642 .709

C5 24.2000 45.642 .709

C6 24.3000 46.537 .654

C7 24.0000 43.789 .930

C8 24.2000 45.642 .709

C9 24.2000 46.063 .640

C10 24.2000 46.063 .640

C11 24.0000 43.789 .930

C12 24.3000 46.537 .654

C13 24.0000 43.789 .930

C14 24.2000 45.642 .709

C15 24.3000 46.537 .654

C16 24.0000 43.789 .930

C17 24.0000 43.789 .930

C18 24.3000 46.537 .654

C19 24.0000 43.789 .930

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

.968 .967 19

128
Tindakan Higiene Sanitasi

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item-
Item Deleted Item Deleted Total Correlation
D1 38.3000 115.168 .628
D2 38.4000 114.568 .796
D3 38.4000 114.568 .796
D4 38.4000 114.568 .796
D5 38.4000 114.568 .796
D6 38.1000 111.884 .883
D7 38.4000 114.568 .796
D8 38.4000 114.568 .796
D9 38.1000 111.884 .883
D10 38.3000 115.168 .628
D11 38.3000 115.168 .628
D12 38.4000 114.568 .796
D13 38.1000 111.884 .883
D14 38.3000 115.168 .628
D15 38.4000 114.568 .796
D16 38.4000 114.568 .796
D17 38.1000 111.884 .883
D18 38.1000 111.884 .883
D19 38.4000 114.568 .796
D20 38.1000 111.884 .883
D21 38.3000 116.011 .543
D22 38.4000 114.568 .796
D23 38.1000 111.884 .883
D24 38.4000 114.568 .796
D25 38.1000 111.884 .883
D26 38.3000 115.168 .628
D27 38.4000 114.568 .796
D28 38.4000 114.568 .796
D29 38.1000 111.884 .883
D30 38.1000 111.884 .883

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.981 .981 30

129
Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin
Statistics

Jenis Kelamin
N Valid 35
Missing 0
Mean 1.4000
Median 1.0000

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Laki-laki 21 60.0 60.0 60.0
Perempuan 14 40.0 40.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

2. Jenis Tempat Berjualan


Statistics

Jenis Tempat Berjualan


N Valid 35
Missing 0
Mean 1.3143
Median 1.0000

Jenis Tempat Berjualan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gerobak 24 68.6 68.6 68.6
Kios 11 31.4 31.4 100.0
Total 35 100.0 100.0

3. Status Kepemilikan Tempat


Statistics

Status Kepemilikan Tempat


N Valid 35
Missing 0
Mean 1.6000
Median 1.0000

130
Status Kepemilikan Tempat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Pemilik 21 60.0 60.0 60.0
Penyewa 7 20.0 20.0 80.0
Peminjam 7 20.0 20.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

4. Pendidikan Terakhir
Statistics

Pendidikan Terakhir
N Valid 35
Missing 0
Mean 3.00
Median 3.00

Pendidikan Terakhir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Tidak Sekolah 1 2.9 2.9 2.9
Tidak Lulus SD 2 5.7 5.7 8.6
SD / Sederajat 7 20.0 20.0 28.6
SMP / Sederajat 11 31.4 31.4 60.0
SMA / Sederajat 14 40.0 40.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

5. Umur
Statistics
Umur1
N Valid 35
Missing 0
Mean 3.1714
Median 3.0000

Umur1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid 1 2 5.7 5.7 5.7
2 8 22.9 22.9 28.6
3 12 34.3 34.3 62.9
4 8 22.9 22.9 85.7
5 5 14.3 14.3 100.0
Total 35 100.0 100.0

131
6. Lama Kerja
Statistics

LamaKerjaKlp

N Valid 35

Missing 0

Mean 1.2857

Median 1.0000

LamaKerjaKlp

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid 1 26 74.3 74.3 74.3
2 8 22.9 22.9 97.1
3 1 2.9 2.9 100.0
Total 35 100.0 100.0

Pengetahuan Higiene Sanitasi

1. Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri

Descriptives

Statistic Std. Error


Mean 3.8571 .19291
Peng_BersihDiri
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.4651
Mean
Upper Bound 4.2492
5% Trimmed Mean 3.9286
Median 4.0000
Variance 1.303
Std. Deviation 1.14128
Minimum 1.00
Maximum 5.00
Range 4.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.586 .398
Kurtosis -.562 .778

132
Pengetahuan Kebesihan Diri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 14 40.0 40.0 40.0
Baik 21 60.0 60.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

2. Pengetahuan Mengenai Peralatan

Descriptives

Statistic Std. Error


Peng_Alat Mean 2.7714 .15386
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.4587
Mean
Upper Bound 3.0841
5% Trimmed Mean 2.8016
Median 3.0000
Variance .829
Std. Deviation .91026
Minimum 1.00
Maximum 4.00
Range 3.00
Interquartile Range 1.00
Skewness -.259 .398
Kurtosis -.659 .778

Pengetahuan Peralatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 13 37.1 37.1 37.1
Baik 22 62.9 62.9 100.0
Total 35 100.0 100.0

133
3. Pengetahuan Mengenai Penyajian

Descriptives

Statistic Std. Error


Peng_Saji Mean 3.1714 .25100
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.6613
Mean
Upper Bound 3.6815
5% Trimmed Mean 3.2222
Median 3.0000
Variance 2.205
Std. Deviation 1.48494
Minimum .00
Maximum 5.00
Range 5.00
Interquartile Range 3.00
Skewness -.312 .398
Kurtosis -.937 .778

Pengetahuan Penyajian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 11 31.4 31.4 31.4
Baik 24 68.6 68.6 100.0
Total 35 100.0 100.0

134
4. Pengetahuan Mengenai Sarana
Descriptives

Statistic Std. Error


Peng_Sarana Mean 2.1714 .16133
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.8436
Mean
Upper Bound 2.4993
5% Trimmed Mean 2.2460
Median 2.0000
Variance .911
Std. Deviation .95442
Minimum .00
Maximum 3.00
Range 3.00

Statistic Std. Error


Interquartile Range 2.00
Skewness -.793 .398
Kurtosis -.507 .778

Pengetahuan Sarana
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 9 25.7 25.7 25.7
Baik 26 74.3 74.3 100.0
Total 35 100.0 100.0

135
Sikap Higiene Sanitasi

1. Sikap Terhadap Kebersihan Diri

Descriptives

Statistic Std. Error


Mean 5.5143 .26686
Sikap_BersihDiri
95% Confidence Interval for Lower Bound 4.9720
Mean
Upper Bound 6.0566
5% Trimmed Mean 5.6587
Median 6.0000
Variance 2.492
Std. Deviation 1.57875
Minimum 1.00
Maximum 7.00
Range 6.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -1.360 .398
Kurtosis 1.381 .778

Sikap Kebersihan Diri


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 7 20.0 20.0 20.0
Baik 28 80.0 80.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

136
2. Sikap Terhadap Peralatan

Descriptives

Statistic Std. Error


Sikap_Alat Mean 5.5143 .12550
95% Confidence Interval for Lower Bound 5.2592
Mean
Upper Bound 5.7693
5% Trimmed Mean 5.5714
Median 6.0000
Variance .551
Std. Deviation .74247
Minimum 4.00
Maximum 6.00
Range 2.00
Interquartile Range 1.00
Skewness -1.195 .398
Kurtosis -.044 .778

Sikap Peralatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 12 34.3 34.3 34.3
Baik 23 65.7 65.7 100.0
Total 35 100.0 100.0

137
3. Sikap Terhadap Penyajian

Descriptives

Statistic Std. Error


Sikap_Saji Mean 3.7429 .09476
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.5503
Mean
Upper Bound 3.9354
5% Trimmed Mean 3.8254
Median 4.0000
Variance .314
Std. Deviation .56061
Statistic Std. Error
Minimum 2.00
Maximum 4.00
Range 2.00
Interquartile Range .00
Skewness -2.153 .398
Kurtosis 3.857 .778

Sikap Penyajian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 7 20.0 20.0 20.0
Baik 28 80.0 80.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

138
4. Sikap Terhadap Sarana

Descriptives

Statistic Std. Error


Sikap_Sarana Mean 1.9714 .02857
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.9134
Mean
Upper Bound 2.0295
5% Trimmed Mean 2.0000
Median 2.0000
Variance .029
Std. Deviation .16903
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Range 1.00
Interquartile Range .00
Skewness -5.916 .398
Kurtosis 35.000 .778

Sikap Sarana

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 1 2.9 2.9 2.9
Baik 34 97.1 97.1 100.0
Total 35 100.0 100.0

139
Tindakan Higiene Sanitasi

1. Kebersihan Diri

Descriptives

Statistic Std. Error


Tind_BersihDiri Mean 4.9429 .15847
95% Confidence Interval for Lower Bound 4.6208
Mean
Upper Bound 5.2649
5% Trimmed Mean 4.9921
Median 5.0000
Variance .879
Std. Deviation .93755
Minimum 2.00
Maximum 7.00
Range 5.00
Interquartile Range .00
Skewness -.790 .398
Kurtosis 2.196 .778

Kebersihan Diri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 8 22.9 22.9 22.9
Baik 27 77.1 77.1 100.0
Total 35 100.0 100.0

140
2. Peralatan

Descriptives

Statistic Std. Error


Tind_Alat Mean 3.0286 .17626
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.6704
Mean
Upper Bound 3.3868
5% Trimmed Mean 3.0873
Median 3.0000
Variance 1.087
Std. Deviation 1.04278
Minimum 1.00
Statistic Std. Error
Maximum 4.00
Range 3.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.390 .398
Kurtosis -1.431 .778

Peralatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 14 40.0 40.0 40.0
Baik 21 60.0 60.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

141
3. Penyajian

Descriptives

Statistic Std. Error


Tind_Saji Mean 8.5714 .21415
95% Confidence Interval for Lower Bound 8.1362
Mean
Upper Bound 9.0066
5% Trimmed Mean 8.6349
Median 9.0000
Variance 1.605
Std. Deviation 1.26690
Minimum 6.00
Maximum 10.00
Range 4.00
Interquartile Range 3.00
Skewness -.492 .398
Kurtosis -.932 .778

Penyajian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Buruk 14 40.0 40.0 40.0
Baik 21 60.0 60.0 100.0
Total 35 100.0 100.0

142
4. Sarana

Descriptives

Statistic Std. Error


Tind_Sarana Mean 5.4571 .28208
95% Confidence Interval for Lower Bound 4.8839
Mean
Upper Bound 6.0304
5% Trimmed Mean 5.4524
Median 5.0000
Variance 2.785
Std. Deviation 1.66879
Minimum 3.00
Maximum 8.00
Range 5.00
Interquartile Range 3.00
Skewness .019 .398
Kurtosis -1.326 .778

Sarana
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 19 54.3 54.3 54.3
Baik 16 45.7 45.7 100.0
Total 35 100.0 100.0

143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
DOKUMENTASI PENELITIAN

Tempat pencucian yang tidak memadai Pencucian peralatan yang tidak


memenuhi syarat dan pedagang
yang sambil merokok

Sarana berjualan yang tidak terlindung dari Lokasi berjualan di pinggir jalan
pencemaran raya

Peletakan kain lap ditempat yang tidak Menyentuh bahan matang dengan
semestinya tangan

153
Memegang uang saat menangani makanan Merokok saat berjualan

Penggunaan kertas bekas untuk alas Bagian bawah tempat berjualan


makanan yang kotor

Tumpukan barang penyebab kios sulit Wadah tempat peralatan yang kotor
untuk dibersihkan

154
Sudut dan lantai kios yang kotor Sampah berserakan dan meja yang
sulit dibersihkan

155

Anda mungkin juga menyukai