Anda di halaman 1dari 13

Referat kecil

Traktus Spinotalamikus

Oleh :
MAIMUNAH
Nim. 0808151355

Pembimbing :
dr. Agus Tri Joko Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

1
2014

TRAKTUS SPINOTALAMIKUS

1. PENDAHULUAN
Rangsangan yang masuk dari sistem sensorik memegang peran penting dalam
mengontrol fungsi motorik dengan adanya hubungan didalam korteks sensorimotorik
atau melalui jaras serebellum. Sebaliknya impuls dari korteks sensorimotorik
mempengaruhi (melalui jalur desenden) fungsi dari neuron sensorik di medula
spinalis, batang otak, dan thalamus.1,2
Rangsangan yang masuk, akan diterima oleh reseptor sensorik. Reseptor
adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan fisik dan kimia
didalam dan sekitar organisme, serta mengubahnya menjadi impuls yang diproses
oleh sistem saraf.1 Beberapa reseptor sensorik tubuh meliputi:1,2,3
a.
Eksteroseptor merupakan reseptor yang dipengaruhi oleh
lingkungan di luar tubuh manusia. Terdiri atas meissner dan badan merkel sebagai
reseptor raba, krause sebagai reseptor dingin, ruffini merupakan reseptor panas,
serta ujung saraf bebas yang berfungsi sebagai reseptor nyeri.
b.
Propioseptor merupakan reseptor yang memberi tahu posisi dan
arah gerak sendi. Menerima rangsangan dari korpus pacini, reseptor sendi, serabut
otot, dan tendon golgi.
c.
Enteroseptor yang disebut juga viseroseptor merupakan reseptor
dari organ internal tubuh, terdiri dari baroreseptor, kemoreseptor dan
osmoreseptor.

2
Gambar 1 Anatomi Reseptor4

Rangsangan yang diterima oleh berbagai reseptor selanjutnya akan


dilanjutkan oleh 3 neuron panjang dan interneuron akan mengkonduksi stimulus dari
reseptor (atau ujung bebas) ke korteks somatosensorik. 3 neuron tersebut adalah:1,2,3
Neuron pertama: badan sel dari neuron pertama terletak di ganglion radiks
dorsalis.
Neuron kedua: sel neuron kedua menyilang dan berakhir di thalamus.
Neuron ketiga: sel neuron ketiga terletak di thalamus dan memproyeksikan
rangsangan ke korteks sensorik. Lalu otak akan memproses informasi yang
dihantarkan oleh neuron ini, menginterpretasikan lokasi, kualitas dan intensitas
lalu memberikan respon yang sesuai.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping,
yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm
(seukuran kelingking). Dari medulla spinalis, keluar saraf-saraf spinalis berpasangan
melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap

3
vertebra yang berdekatan.5 Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai
berikut : 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf
lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co).5
Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di
bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak,
substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta
dendritnya antar neuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi
traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang
panjang) dengan fungsi serupa. Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi
kornu dorsalis (posterior), kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu
dorsalis mengandung badan-badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen.
Kornu ventralis mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi
otot rangka. Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta
kelenjar eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di tanduk lateralis.4
Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat
perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum
berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai
kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi
eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2)
informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot dan sendi.

4
Gambar 2. Potongan melintang Medulla Spinalis2

B. Traktus Spinotalamikus
Traktus spinotalamikus adalah suatu jalur asenden yang berasal dari medulla
spinalis dan berjalan disepanjang medulla spinalis sampai bersinaps di talamus.
Terdapat dua jalur yang tergabung dalam sistem ini, yakni traktus spinotalamikus
lateral dan traktus spinotalamikus anterior. Traktus spinotalamikus sebagai jalur
asendens yang menghantarkan impuls sensorik dari reseptor.

1) Traktus Spinotalamikus Anterior


Traktus spinotalamikus anterior berhubungan dengan persepsi raba dan
tekanan ringan. Perjalanan modalitas sensorik pada traktus spinotalamikus anterior
adalah sebagai berikut, rangsangan yang muncul pada reseptor di permukaan kulit
(ujung saraf peritrichial, korpus taktil) dihantarkan melalui serabut saraf perifer yang
bermyelin tebal (neuron pertama) ke sel ganglion pseudounipolar radiks dorsalis
(neuron pertama), dan kemudian cabang medial (yang tebal dan bermielin) dari akson
ini berjalan melalui radiks posterior ke dalam funikuli posterior medula spinalis.
Kemudian berjalan naik 2-15 segmen keatas, dan dapat memberikan kolateral ke

5
bawah untuk 1 atau 2 segmen. Pada beberapa tingkat, semua bersinap dengan neuron
kornu posterior. Sel saraf ini menggantikan neuron kedua memebentuk traktus
spinotalamikus anterior. Traktus ini menyilang di komissura anterior di depan kanalis
sentralis ke sisi berlawanan dan berlanjut ke daerah perifer anterior (funikulus
anterolateral).dari sisni traktus berjalan naik dan berakhir di nukleus ventro
posterolateral (VPL) di talamus, bersama dengan serabut-serabut saraf dari traktus
spinotalamikus lateral dan lemniscus medialis. Sel-sel saraf talamus adalah neuron
ketiga , yang akan memproyeksikan akson-aksonnya ke gyrus post sentralis di lobus
parietal melalui traktus thalamokortikalis.2

Gambar 3. Lintasan-lintasan Raba dan Tekanan Ringan (Traktus Spinotalamikus


Anterior)

2). Traktus Spinotalamikus Lateral

6
Traktus ini membawa sensasi nyeri dan suhu. Ujung saraf bebas pada kulit
adalah reseptor perifer untuk stimulus nyeri dan suhu. Ujung saraf ini merupakan
organ akhir cabang perifer dari neuron pseudounipolar ganglion spinalis yang terdiri
dari serabut-serabut saraf grup A yang tipis dan juga sedikit serabut-serabut saraf grup
C yang tidak bermielin. Cabang sentral memasuki medula spinalis melalui bagian
lateral radiks posterior. Didalam medula spinalis, cabang ini terbagi menjadi kolateral
pendek, longitudinal yang diatas 1 atau 2 segmen bersinaps dengan sel-sel saraf
substansia gelatinosa. Cabang ini adalah neuron kedua yang memebentuk traktus
spinotalamikus lateral. Serat-serat dari traktus ini juga menyilang di komissura
anterior dan berlanjut ke funikulus lateral dan ke atas (talamus). Traktus
spinotalamikus lateral tersusun secara somatotopik, serabut saraf dari ekstremitas
inferior terletak di bagian lateral, sementara serabut saraf dari badan dan ekstremitas
superior terletak lebih medial.2
Serabut saraf yang memediasi rangsangan nyeri dan suhu terletak sangat
berdekatan satu sama lain sehingga tidak bisa dipisahkan secara anatomis. Lesi pada
traktus spinotalamikus meyebabkan kerusakan pada penghantaran kedua modalitas
sensorik, walaupun tidak selalu pada tingkat yang sama.2
Serabut saraf dari traktus spinotalamikus lateral berjalan melalui batang otak
bersama dengan serabut saraf dari lemniscus medialis pada lemniscus spinalis, yang
berakhir pada nukleus ventro posterolateral talamus. Neuron ketiga di nukleus ventro
posterolateral memproyeksikan melalui traktus thalamocorticalis ke girus post-
sentralis di lobus parietal. Rangsangan nyeri dan suhu diterima di rough manner di
talamus, tetapi rangsangan yang lebih halus tidak bisa dipersepsikan hingga impuls
mencapai korteks serebri.2

7
Gambar 4. Lintasan-Lintasan Nyeri dan Suhu (Traktus Spinotalamikus
Lateral).

3. GANGGUAN PADA TRAKTUS SPINOTALAMIKUS


A. Spinotalamikus Anterior
Kenyataan bahwa cabang sentral dari neuron pertama berjalan ke atas dan ke
bawah di dalam funikulus, dan berhubungan melalui banyak kolateral dengan
neuron kedua, merupakan alasan mengapa cedera bagian lumbal dan toraks dari
traktus spinotalamikus biasanya tidak menyebabkan hilangnya sensasi taktil yang
penting. Impuls dapat dengan mudah melintas daerah cedera. Jika kerusakan
mencakup bagian servikal traktus spinotalamikus anterior, dapat menyebabkan
hipestesia ringan pada tungkai kontralateral.1 Kerusakan traktus ini menimbulkan
kehilangan sensibilitas raba dan tekanan ringan dibawah tingkat kontralateral
terhadap lesi. Ingatlah bahwa rasa raba diskriminatif akan selalu terdapat, karena
informasi ini dihantarkan melalui fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus. Pasien
tidak akan merasakan raba ringan dari sepotong kapas yang disentuhkan pada kulit
atau tidak merasakan tekanan benda pada tumpul yang menyentuh.4

8
B. Spinotalamikus Lateralis
Jika traktus spinotalamikus lateral cedera, sensasi nyeri dan sensasi suhu akan
rusak, meskipun tidak selalu dalam derajat yang sama. Pemotongan traktus
spinotalamikus lateral pada ventral substansia alba medula spinalis menghilangkan
sensasi nyeri dan suhu kontralateral sekitar 1 sampai 2 segmen di bawah tingkat
operasi.1 Kerusakan pada traktus ini menimbulkan kehilangan sensibilitas nyeri dan
suhu di bawah tingkat lesi. Karena itu, pasien itu tidak akan memberikan respon
terhadap tusukan jarum atau mengenali benda dingin dan panas yang mengenali
kulit.4

4. Sindrome pemotongan jaras sensorik2

9
Gambar 4. Jalur pemotongan jaras sensoris2

1. Lesi pada a dan b, yaitu di kortikal atau subkortikal akan


menyebabkan parastesi dan mati rasa pada masing-masing
ekstremitas sisi yang berlawanan.

2. Lesi pada c yaitu dibawah talamus, menyebabkan hilangnya semua kualitas


sensorik separuh tubuh kontralateral.

10
3. Lesi pada d, yaitu pada jaras sensorik lain selain nyeri dan suhu, terjadi
hipestesi kontralateral wajah dan tubuh, sensasi nyeri dan suhu tetap utuh.

4. Lesi terbatas pada e yaitu pada lemnikus trigeminalis dan traktus


spinotalamikus lateral pada pusat otak, maka tidak akan ditemukan sensasi
nyeri dan suhu pada wajah dan tubuh kontra lateral. Tapi semua kualitas
sensorik lainnya tidak terganggu.

5. Keterlibatan lesi di f yaitu pada lemnikus dorsalis dan traktus spinotalamikus


anterior, menyebabkan kehilangan kualitas sensorik pada kontralateral tubuh,
kecuali sensasi nyeri dan suhu.

6. Lesi di g berupa kerusakan nukleus, traktus trigeminalis dan traktus


spinotalamikus lateral, menyebabkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada
wajah ipsilateral dan tubuh kontralateral.

7. Kerusakan di h yaitu pada funikulus posterior menyebabkan hilangnya


sensasi sikap, getaran, diskriminasi dan sensasi lain yang berhubungan dengan
ataksia ipsilateral.

8. Lesi di i yaitu pada kornu posterior menghilangkan sensasi suhu dan nyeri
ipsilateral. Semua kualitas sensorik lain tetap utuh.

9. Lesi pada k dengan cedera beberapa radiks posterior yang berdekatan diikuti
oleh parastesi radikuler, nyeri dan penurunan atau hilangnya semua kualitas
sensorik pada masing-masing segmen tubuh.

4. PEMERIKSAAN SENSORIK

A. Pemeriksaan nyeri superfisial5


Alat dan bahan: jarum bundel dan jarum suntik

11
Cara pemeriksaan:
1. Pasien diminta menutup mata.
2. Rangsangan diberikan kepada pasien secara berganti-ganti antara tusukan
jarum tajam dan tumpul, dan pasien diminta untuk membedakan kedua
rangsangan tersebut.
3. Rangsangan yang serupa dilanjutkan pada daerah yang abnormal (rasa nyeri
terganggu) dan daerah yang normal pada sisi kontralateral pada area yang
sama.
4. Pemeriksaan dilakukan pada area yang paling terganggu dan bergerak ke area
yang normal, mintalah pasien menyebutkan mulai daerah mana yang
sensasinya mulai ada.

B. Pemeriksaan suhu5
Alat dan bahan: botol / tabung reaksi berisi air panas dan air dingin.
Cara :
1. Pasien diperiksa dalam keadaan mata ditutup.
2. Pasien diperiksa pada area yang sama dengan menempelkan botol panas dan
dingin secara bergantian dan pasien disuruh menginterpretasikan sensasi yang
diberikan.

C. Pemeriksaan raba5
Alat dan bahan: kapas / kertas
Cara : Teknik dan urutan pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan nyeri
superfisial.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Duss, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, dan
Gejala. Jakarta: EGC. 1-30.

2. Baehr M et Frotscher. Duus Topical Diagnosis inNeurology, Anatomi-


Phisiology-Sign-Symptoms. Newyork: Thieme Stuttgart.2005, 43-5.

3. Lumbantobing. Sistem Sensorik. Dalam: Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik


dan Mental. Jakarta: FKUI, 2006.115-24.

4. Netter F, Craig J, Perkins J. Atlas Neuroanatomy and Neurophisiology. USA :


Icon Costum Comunication.2002.75-7.

5. Joko AT, Sukiandra R, Winarto. Buku Skill-Lab Blok Saraf. Pekanbaru: FK


UR. 2008

13

Anda mungkin juga menyukai