Anda di halaman 1dari 21

1.

DEFINISI (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE)


Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan

perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara

saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan

berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu terhadap

gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010)

Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu

istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran

udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2008).

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan

dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah

kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya

perubahan basal sesak napas, batuk, dan/ atau sputum yang diluar batas normal

dalam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang

mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting

adalah bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkhial

( Arif Muttaqin, 2008)

2. ETIOLOGI (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE)


Menurut Arif Muttaqin, (2008) penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik

adalah :

a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik

dan emfisema. Menurut buku report of the WHO expert comitte on

smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara

fisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa

bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat

menyebabkanbronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas

merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage

alveolar dan surfaktan.


b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.
c. Polusi oleh zat- zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang

memburuk.

KLASIFIKASI
Klasifikasi PPOK dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi

yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam

rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang

disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.

2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan

mukus yang berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk


batuk kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun,

minimal 2 tahun berturut-turut.

3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran

dinding alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar

(Muttaqin, 2008).

3. PATOFISIOLOGI (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY

DISEASE)

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam

usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang

sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah

oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.

Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.

Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi

sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi

bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.

Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus

terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.

Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air

trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan

segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan

kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-

fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan

mengalami gangguan.

4. PATH WAY (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE)


5. TANDA DAN GEJALA (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY

DISEASE)

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1) Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue

bloater).
2) Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1) Kelemahan badan
2) Batuk
3) Sesak napas
4) Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5) Mengi atau wheeze
6) Ekspirasi yang memanjang
7) Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8) Penggunaan otot bantu pernapasan
9) Suara napas melemah
10) Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11) Edema kaki, asites dan jari tabuh.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG (CHRONIC OBSTRUCTIVE

PULMONARY DISEASE)

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Anamnesis :

Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor

penyebab.
2) Pemeriksaan fisik :
Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter

anteroposterior dada meningkat).


Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati

lebih rendah, pekak jantung berkurang.


Suara nafas berkurang.
3) Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang

parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah

bayangan bronkus yang menebal


b. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia

dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema

panlobular dan pink puffer


b. Corakan paru yang bertambah
4) Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR

yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat

penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)

atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,

sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada

stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun

karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

5) Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin

sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun

polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

6) Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila

sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P

pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio

R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB

inkomplet.

7) Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.


8) Laboratorium darah lengkap

7. PENATALAKSANAAN (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY

DISEASE)

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada

fase akut, tetapi juga fase kronik.


2) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi

lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara.


2) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai

dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau

pengobatan empirik.
4) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

controversial.
5) Pengobatan simtomatik.
6) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan

dengan aliran lambat 1 2 liter/menit.


8) Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret

bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernapasan yang paling efektif.


c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmani.


d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita

dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.


e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri

penderita dengan penyakit yang dideritanya

Penatalaksanaan (Medis)
1) Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2) Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini

umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka

digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 40.56/hari

Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika

kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis

yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti

kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang

mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan

membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya

dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi

sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik

yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena

hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2


c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan

baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di

dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien

dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg

diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV

secara perlahan.
3) Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin

40,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.


b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran

napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan

pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.


c. Fisioterapi
4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5) Mukolitik dan ekspektoran
6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas

tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

8. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Inspeksi
a) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
b) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
c) Penggunaan otot bantu napas
d) Hipertropi otot bantu napas
e) Pelebaran sela iga
f) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i

leher dan edema tungkai


b. Palpasi
Pada PPOK fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah


d. Auskultasi

a) suara napas vesikuler normal, atau melemah


b) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
c) ekspirasi memanjang
d) bunyi jantung terdengar jauh
e. Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
f. Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronkibasah di basal paru, sianosis sentral dan perifer .
g. Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanismen tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

9. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Hiperventilasi Ketidakefektifan
Klien mengatakan nafas bersihan jalan napas
terasa sesak.
klien mengatakan sesak
nafas jika O2 dilepas.
klien mengatakan batuk
tetapi tidak ada dahak
DO :
klien tampak bernafas
mengunakan otot bantu
Terpasang nasal
kanul 3L/mnt
SPO2 : 96 %
Tanda-tanda vital
TD:140/90 mmhg
R: 30x/menit
N: 103x/menit
T:370
2 DS: ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
klien mengatakan badannya suplai oksigen
lemas.
DO :
klien hanya di tempat tidur
klien tampak terbaring
lemah
Terpasang nasal
kanul 3L/mnt
konjungtiva anemis
aktivitas dibantu keluarga

SPO2 : 96 %
Tanda-tanda vital
TD:140/90 mmhg
R: 30x/menit
N: 103x/menit
T:370
3 Ketidak mampuan Ketidakseimbangan
DS :
Klien mengatakan tidak untuk mengabsorsi
nutrisi kurang dari
nafsu makan sudah 4 hari nutrisi
Klien mengeluh mual dan kebutuhan tubuh
muntah
Klien mengeluh nyeri pada
abdommen
DO :
Klien tampak lemah
Klien hanya menghabiskan
1/3 porsi yang disiapkan di
RS
BB sehat : 50 kg
BB sakit : 46 kg

SPO2 : 96 %
Tanda-tanda vital
TD:140/90 mmhg
R: 30x/menit
N: 103x/menit
T:370

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kelemahan, upaya batuk yang

buruk, sekresi yang kental atau berlebihan.


2) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan,

batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.

11. Intervensi Keperawatan (NANDA, NIC- NOC, 2013).

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
1. Ketidakefektifan NOC: NIC:

bersihan jalan napas a. Respiratory status : Airway Suction

Faktor yang berhubungan Ventilation a. Pastikan kebutuhan oral /


b. Respiratory status :
dengan: tracheal suctioning.
Airway patency b. Berikan O2 l/mnt,
a. Lingkungan : perokok
metode
pasif, mengisap aspa, c. Anjurkan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan
merokok istirahat dan napas dalam
b. Obstruksi jalan nafas : keperawatan selama 3x24 jam
setelah kateter dikeluarkan
spasme jalan nafas, pasien menunjukkan
dari nasotrakheal
sekresi tertahan, keefektifan jalan nafas

banyaknya mukus,
Airway Managemen
adanya jalan nafas Kriteria Hasil :
buatan, sekresi a. Mendemonstrasikan batuk a. Posisikan pasien untuk

bronkus, adanya efektif dan suara nafas memaksimalkan ventilasi


b. Lakukan fisioterapi dada
eksudat di alveolus, yang bersih, tidak ada
jika perlu
adanya benda asing di sianosis dan dyspneu c. Keluarkan sekret dengan

jalan nafas. (mampu mengeluarkan batuk atau suction


c. Fisiologis: Jalan napas d. Auskultasi suara nafas,
sputum, bernafas dengan
alergik, asma, penyakit catat adanya suara
mudah, tidak ada pursed
paru obstruktif kronik, tambahan
lips) e. Berikan bronkodilator bila
hiperplasi dinding b. Menunjukkan jalan nafas
perlu
bronchial, infeksi, yang paten (klien tidak f. Monitor status

disfungsi merasa tercekik, irama hemodinamik


g. Berikan pelembab udara
neuromuskular nafas, frekuensi
Kassa basah NaCl
pernafasan dalam rentang
Lembab
normal, tidak ada suara h. Atur intake untuk cairan

nafas abnormal) mengoptimalkan


c. Mampu
keseimbangan.
mengidentifikasikan dan i. Monitor respirasi dan

mencegah faktor yang status O2


j. Jelaskan pada pasien dan
penyebab.
keluarga tentang
v
penggunaan peralatan :

O2, Suction, Inhalasi.


2. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

Faktor yang berhubungan : a. Self Care : ADL a. Observasi adanya


b. Toleransi aktivitas
a. Tirah Baring atau c. Konservasi eneergi pembatasan klien dalam

imobilisasi melakukan aktivitas


b. Kelemahan b. Kaji adanya faktor yang
Setelah dilakukan tindakan
menyeluruh menyebabkan kelelahan
c. Ketidakseimbangan keperawatan selama 2x24 jam c. Monitor nutrisi dan

antara suplei oksigen Pasien bertoleransi terhadap sumber energi yang

dengan kebutuhan aktivitas dengan adekuat


d. Gaya hidup yang d. Monitor pasien akan

dipertahankan. adanya kelelahan fisik dan


Kriteria Hasil :
emosi secara berlebihan
a. Berpartisipasi dalam e. Monitor respon

aktivitas fisik tanpa kardivaskuler terhadap

disertai peningkatan aktivitas (takikardi,

tekanan darah, nadi dan disritmia, sesak nafas,

RR diaporesis, pucat,
b. Mampu melakukan
perubahan hemodinamik)
aktivitas sehari hari f. Monitor pola tidur dan

(ADLs) secara mandiri lamanya tidur/istirahat


c. Keseimbangan aktivitas
pasien
dan istirahat g. Kolaborasikan dengan
d. Mampu berpindah dengan
Tenaga Rehabilitasi
atau tanpa bantuan alat
e. Level kelemahan Medik dalam
f. Energy psikomotor
g. Status kardiopulmonary merencanakan progran

adekuat terapi yang tepat.


h. Sirkulasi status baik h. Bantu klien untuk
i. Status respirasi : mengidentifikasi aktivitas

pertukaran gas dan yang mampu dilakukan


i. Bantu untuk memilih
ventilasi adekuat
aktivitas konsisten yang

sesuai dengan

kemampuan fisik,

psikologi dan social


j. Bantu untuk

mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber

yang diperlukan untuk

aktivitas yang diinginkan


k. Bantu untuk mendpatkan

alat bantuan aktivitas

seperti kursi roda, krek


l. Bantu untuk

mengidentifikasi aktivitas

yang disukai
m. Bantu klien untuk

membuat jadwal latihan

diwaktu luang
n. Bantu pasien/ keluarga

untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam

beraktivitas
o. Sediakan penguatan

positif bagi yang aktif


beraktivitas
p. Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi

diri dan penguatan


q. Monitor respon fisik,

emosi, sosial dan spiritual

3. Ketidakseimbangan NOC: NIC :

nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Nutrition Managemen

kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient a. Kaji adanya alergi


b. Nutritional Status : food
Berhubungan dengan : makanan
and Fluid Intake b. Kolaborasi dengan ahli
Ketidakmampuan untuk c. Nutritional Status :
gizi untuk menentukan
memasukkan atau nutrient intake
d. Weight Control jumlah kalori dan nutrisi
mencerna nutrisi oleh
yang dibutuhkan pasien
karena faktor biologis, c. Anjurkan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan
psikologis atau ekonomi. meningkatkan intake Fe,
keperawatan selama 3x24
Vitamin C dan Protein
nutrisi kurang teratasi d. Berikan substansi gula
e. Yakinkan diet yang

dimakan mengandung
Kriteria hasil :
tinggi serat untuk
a. Adanya peningkatan BB
mencegah konstipasi
sesuai dengan tujuan f. Berikan makanan yang
b. BBI sesuai dengan tinggi
terpilih ( sudah
badan
c. Mampu mengidentifikasi dikonsultasikan dengan

kebutuhan nutrisi ahli gizi)


d. Tidak ada tanda- tanda g. Ajarkan pasien bagaimana

malnutrisi membuat catatan makanan


e. Menunjukkan penigkatan
harian.
fungsi pengecapan dari h. Monitor jumlah nutrisi

menelan dan kandungan kalori


f. Tidak terjadi penurunan i. Berikan informasi tentang

BB yang berarti kebutuhan nutrisi


j. Kaji kemampuan pasien

untuk mendaptakn nutrisi

yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring:

a. BB pasien dalam batas

normal
b. Monitor adanya

penurunan BB
c. Monitor lingkungan

selama makan
d. Monitor tipe dan jumlah

aktivitas yang biasa

dilakukan
e. Monitor interaksi anak

atau orang tua selama

makan
f. Jadwalkan pengobatan

dan tindakan tidak selama

jam makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan,

rambut kusam, total

protein, Hb dan kadar Ht


i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor pucat,

kemerahan, dan

kekeringan jaringan

konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi
l. Catat adanya edema,

hiperemik, hipertonik

papila lidah dan cavitas

oral
m. Catat jika lidah berwarna

magenta, scarlet
DAFTAR PUSTAKA

Irman, S. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnose Medis & NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.

Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta:

EGC.
Tim PDPI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru. Jakarta:

Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai