Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang (baik lisan


maupun tulis) yang disebabkan oleh adanya gangguan atau kerusakan di bagian
otak yang bertanggung jawab untuk bahasa Bahasa merupakan fungsi luhur yang
paling utama bagi manusia selain fungsi daya mengingat, persepsi, kognisi, dan
emosi. Kerusakan atau kelainan di otak dapat menimbulkan gangguan
kemampuan berbahasa. Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang
(baik lisan maupun tulis) yang disebabkan oleh adanya gangguan atau kerusakan
di bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa. Kerusakan otak itu sendiri
dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, tetapi yang paling sering
disebabkan oleh penyakit gangguan peredaran darah di otak dan cedera otak
(strok dan trauma). 1,2
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan
bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa. Bagi kebanyakan orang
terdapat pada daerah di sisi kiri (hemisfer) otak. Aphasia biasanya terjadi
mendadak, seringkali sebagai akibat dari stroke atau cedera kepala, tetapi juga
dapat berkembang secara perlahan, seperti dalam kasus tumor otak, infeksi, atau
demensia. Gangguan ini merusak ekspresi dan pemahaman bahasa serta
kemampuan membaca dan menulis. Aphasia dapat terjadi disertai dengan
gangguan bicara seperti dysarthria atau apraxia berbicara, yang juga timbul akibat
kerusakan otak. 1,3
Banyak orang mengalami frustasi saat berlibur di negara lain. Frustasi
tersebut berasal dari ketidakmampuan mengungkapkan dengan jelas apa yang
mereka maksudkan atau tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan orang
lain. Pada penderita afasia mengalami hal-hal seperti ini sehari-hari. Dengan
demikian, afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa.1,2
Tidak ada dua penderita afasia yang persis sama. Afasia berbeda dari satu
orang dengan yang lain. Tingkat keparahan dan luasnya cakupan afasia tergantung

1
dari lokasi dan keparahan cedera otak, kemampuan berbahasa sebelum afasia, dan
kepribadian seseorang. Beberapa penderita afasia dapat mengerti bahasa dengan
baik, tetapi mengalami kesulitan untuk mendapatkan kata-kata yang tepat atau
membuat kalimat-kalimat. Penderita yang lain dapat berbicara panjang lebar,
tetapi apa yang diucapkan susah atau tidak dapat dimengerti oleh lawan bicaranya.
Penderita seperti ini sering mengalami masalah besar dalam memahami bahasa.
Kemampuan berbahasa dari kebanyakan penderita afasia berada diantara dua
situasi tadi.1,3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan
bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa. Bagi kebanyakan orang
terdapat pada daerah di sisi kiri (hemisfer) otak. Aphasia biasanya terjadi
mendadak, sering sebagai akibat dari stroke atau cedera kepala, tetapi juga dapat
berkembang secara perlahan, seperti dalam kasus tumor otak, infeksi, atau
demensia. Gangguan ini merusak ekspresi dan pemahaman bahasa serta
kemampuan membaca dan menulis. Aphasia dapat terjadi disertai dengan
gangguan bicara seperti dysarthria atau apraxia berbicara, yang juga timbul akibat
kerusakan otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut
juga disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa
sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.1
Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun
biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya.
Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan
membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan
misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal
(agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis
seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan
afasia atau muncul sendiri.1,3

2.2 Epidemiologi 3
Banyak pada orang usia middle age
Sama pada pria dan wanita
Lebih dari 170.000 orang terkena tiap tahun karena stroke
Lebih dari 700.000 orang di USA sekarang menderita afasia

2.3 Etiologi

3
Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologik pada area
lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu
Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan antara keduanya.
Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang,
bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur.1,2,3

Gambar : Area berbahasa pada otak

Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh


stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat
muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. 1,2,3

2.4 Patofisiologi
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada
manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak
pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang

4
dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar
lesi terletak pada hemisfer kiri.
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau
penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur
kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.
Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas
pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan
dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.
Area Wernicke, merupakan area sensorik penerima untuk impuls
pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat
kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa
di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia
transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu
penghubung antara area Broca dan area Wernicke. 1,3

Gambar : Area Broca dan Wernicke

2.5 Klasifikasi 1,2


Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang
mendasarkan kepada:

5
Manifestasi klinik
Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:


Afasia tidak lancar atau non-fluent
Afasia lancar atau fluent

Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan:


1. Sindrom afasia peri-silvian
Afasia Broca (motorik, ekspresif)
Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)
Afasia konduksi

2. Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)


Afasia transkortikal motorik
Afasia transkortikal sensorik
Afasia transkortikal campuran

3. Sindrom afasia subkortikal


Afasia talamik
Afasia striatal

4. Sindrom afasia non-lokalisasi


Afasia anomik
Afasia global

6
2.6 Gejala Klinis
1. Afasia Tidak Lancar (Non Fluent)
Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita
menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai
artikulasi dan irama bicara yang buruk.
Gambaran klinisnya ialah:
Pasien tampak sulit memulai bicara
Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)
Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks
Artikulasi umumnya terganggu
Irama bicara terganggu
Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks
Pengulanan (repetisi) buruk
Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk

2. Afasia Lancar (Fluent)


Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi
bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat
mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali. 1,2
Gambaran klinisnya ialah:
Keluaran bicara yang lancar
Panjang kalimat normal
Artikulasi dan irama bicara baik
Terdapat parafasia
Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk
Repetisis terganggu
Menulis lancar tadi tidak ada arti

7
3. Afasia Broca (motorik, ekspresif).
Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak
terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca
ialah bergaya afasia non-fluent. Berbicara lambat, artikulasi dengan banyak jeda.
Agrammatism: ucapan pendek dengan struktur sintaksis sederhana, sering hanya
urutan kata benda, kata kerja, kata sifat, kurangnya fungsi kata dan morfem
gramatikal. Kosakata agak terbatas, namun tidak ada kerusakan besar leksikal. 1,2

4. Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).


Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa
terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia
juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakan.
Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent. 1,2

5. Afasia konduksi.
Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu penghubung antara area
sensorik (wernicke) dan area motorik (broca). Lesi ini menyebabkan kemampuan
berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi didapati adanya gangguan repetisi
atau pengulangan. Afasia konduksi adalah bentuk yang relatif jarang dari afasia,
diduga disebabkan oleh adanya gangguan di jalur serat (fasciculus arkuata) yang
menghubungkan Wernicke dan daerah Broca. 1,2
Dengan kedua Broca dan area Wernicke utuh tetapi hubungan saraf antara
mereka rusak, ada kondisi di mana pasien dapat memahami apa yang dikatakan
tapi tidak bisa mengulanginya (atau mengulangi dengan tidak benar). Demikian
pula pasien mungkin dapat mengatakan sesuatu yang tidak pantas atau salah dan
menyadarinya kesalahannya, tetapi terus membuat kesalahan lebih lanjut ketika
mencoba untuk memperbaikinya. Penderita dapat berbicara dengan fasih. Dapat
terjadi penurunan besar dalam pengulangan (paraphasias fonemik, yaitu,
kesalahan transposisi suara dalam kata misalnya "televisi" "velitisi".
Pemahaman masih baik, namun mengalami kemampuan membaca yang buruk. 1,2

8
Gambar : Afasia konduksi

6. Afasia transkortikal.
Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa. Pada dasarnya
afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi berbahasa tetapi didapati
repetisi bahasa yang baik dan terpelihara. 1,2

7. Afasia transkortikal motorik.


Ditandai dengan tanda afasia Broca dengan bicara non-fluent, tetapi repetisi
atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara. Merupakan hasil dari
kerusakan pada lobus frontal anterior superior, daerah sekitar daerah Broca.
Umumnya pemahaman yang baik karena daerah Wernicke biasanya tidak
terpengaruh. Berbicara dengan terputus-putus, biasanya hanya satu atau dua kata
yang panjang. Penderita mengalami keterlambatan dalam inisiasi ketika mencoba
untuk mengulangi kata-kata karena kerusakan pada lobus frontal. Kemampuan
menulis sangat terganggu. 1,2

9
8. Afasia transkortikal sensorik.
Ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan bicara fluent, tetapi repetisi
atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara. Lesi terdapat di
persimpangan temporal-oksipital-parietal terletak di belakang daerah Wernicke.
Penderita dapat mengulang kata dengan baik, tetapi paraphasia dapat
menyebabkan penggunaan kata-kata yang salah konten misalnya, apel bukan
oranye, kertas, bukan pensil. 1,2

9. Afasia transkortikal campuran.


Ditandai dengan campuran tanda afasia Broca dan Wernicke. penderita
bicara non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga disertai kemampuan memahami
bahasa yang buruk, sementara kemampuan mengulang atau repetisi tetap baik.
Kerusakan terdapat di daerah sekitar daerah Broca, Area Wernicke dan fasciculus
arkuata (yang tetap utuh). Penderita mengalami kemampuan berbahasa yang parah
dan pemahaman gangguan. 1,2

10. Afasia talamik


Disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal disebabkan lesi pada
capsular-striatal, yang keduanya juga berperan dalam pengaturan bahasa. Pada
kedua afasia ini terdapat tanda afasia anomik. 1,2

11. Afasia anomik.


Merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan menemukan kata dan
tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Bicara, gramatika dan
irama lancar, tetapi sering tertegun ketika mencari kata dan mengenal nama objek.

12. Afasia global.


Bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas yang
merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai
oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa

10
patah kata yang diucapkan secara berulang-ulang, misalnya baaah, baaah, baaah
atau maaa, maaa, maaa. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi,
membaca dan menulis juga terganggu berat. 1,2

Gambar : Afasia global

11
Tabel : Jenis-jenis afasia

2.7 Diagnosis 2,3


Melihat manifestasi klinis dan riwayat trauma/penyakit
Tes kognitif/fungsi bahasa:
Boston Diagnostic Aphasia Examination, Western Aphasia Battery, Boston
Naming Test, Token Test, dan Action Naming Test. Pemeriksaan yang
dilakukan harus mencakup semua komponen bahasa (bicara spontan,
penamaan, pengulangan, pemahaman, membaca, dan menulis)
Pemeriksaan radiologis: CT Scan, MRI.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya,
misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.

12
Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan
terbukti mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati
afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara. Prinsip umum dari
terapi wicara adalah:
Mulai awal. Terapi yang paling efektif jika dimulai segera setelah cedera
otak. Para ahli patologi wicara-bahasa menggunakan latihan untuk
meningkatkan dan melatih kemampuan komunikasi. Ini dapat dimulai
dengan tugas-tugas sederhana seperti penamaan obyek dan berkembang
menjadi latihan yang lebih kompleks menjelaskan tujuan dari sebuah
objek.
Intensitas. Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan
lebih baik jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi
akan lebih baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama
beberapa hari dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam
sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak pula.
Pergeseran fokus. Para ahli patologi wicara-bahasa bisa mengajarkan
orang cara untuk mengkompensasi gangguan bahasa dan berkomunikasi
secara lebih efektif dengan gerakan atau gambar. Efektivitas terapi afasia
akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk stimulus
sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus
visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini
sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.
Beberapa orang dengan afasia dapat menggunakan buku atau papan
dengan gambar dan kata-kata untuk membantu mereka mengingat kata-
kata yang umum digunakan atau membantu mereka ketika mereka telah
mengalami kesulitan.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama
mengikuti sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.
Sering bekerja dalam kelompok. Dalam suatu grup pemulihan, penderita
afasia dapat mencoba keterampilan komunikasi mereka dalam lingkungan

13
yang aman. Peserta dapat berlatih memulai percakapan, berbicara pada
gilirannya, mengklarifikasi kesalahpahaman dan memperbaiki percakapan
yang telah benar-benar rusak. 3,4

Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan:

Terapi kognitif linguistik.


Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional
bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk
menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbeda-
beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata
"gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan
kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen
emosi dari bahasa. 2,3

Stimulation-Fascilitation Therapy.
Jenis terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan sintaksis
(sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi
adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa
akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

Terapi kelompok (group therapy).


Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk mempraktekkan
kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi pribadi. Selain
itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien
lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama
sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta
mereka.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness).


Ini merupakan bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi
afasia ini bertujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan

14
menggunakan percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat
percakapan dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis
terapi ini akan menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual.
Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk
dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan
menyampaikan ide-ide mereka.

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS).


Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area otak
yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah stroke.
Dengan menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan
akan semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk
membuktikan efektivitas terapi ini.

Pengobatan
Obat-obatan tertentu saat ini sedang dipelajari untuk pengobatan aphasia.
Ini termasuk obat yang dapat meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan
kemampuan pemulihan otak atau membantu menggantikan neurotransmitter
dalam otak. Beberapa obat, seperti memantine (Namenda) dan piracetam, telah
tampak menjanjikan dalam suatu studi kecil. Namun penelitian lebih lanjut
diperlukan sebelum pengobatann ini dapat direkomendasikan. 2,3

2.9 Prognosis
Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia.
Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil,
sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat
baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.
Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada
ukuran lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan
tanda klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik.

15
Afasia Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada
afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit
disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk. 2,3

16

Anda mungkin juga menyukai