Sultan Zainal Abidin Sultan Zainal Abidin merupakan pendiri Kerajaan Ternate pada abad ke-13 Masehi. Ia memerintah dari tahun 1486 sampai 1500. Sejarah berdirinya Penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertamatama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempahrempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan
diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku. Awal perkembangan Pada abad ke 13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (pulau Ternate). Selain kerajaan Ternate, di Maluku juga berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di anatara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing. Aspek kehidupan politik dan pemerintahan Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat mengajarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina selatan. Zainal Abidin memerintah sampai tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas Aspek kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya Perdagangan dan pelayaran mengalami pekembangan yang pesat sehingga pada abad ke 15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual baang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan denagn rempah-rempah. Ramainya perdagangan memeberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat. Sebagai kerajaan yang bercorak islam, masyarakat Ternate dam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum islam. Hal itu dapat dilihat pada sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al- Quran. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora. Wilayah kekuasaan kerajaan Ternate Pada masa awal berdirinya, kekuasaan kerajaan Ternate hanya mencakup beberapa kampung di Pulau Ternate. Seiring perkembangan, Ternate semakin maju dan mencapai masa jayanya di abad ke 16. Saat itu, kekuasaan Kerajaaan Ternate mencakup wilayah Maluku, Sulawesi Utara, Timur dan Tengah, Nusa Tenggara, Selatan Kepulauan Piliphina (Mindanao) dan Kepulauan Marshal di Pasifik. Kemunduran Kerajaan Ternate Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menakhlukan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2.Kerajaan atau kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di
wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat. Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18. Pendiri kerajaan Tidore Sultan Nuku Sultan Nuku merupakan pendiri Kerajaan Tidore pada abad ke- 15 Masehi. Pada abad ke-15 rakyat Ternate dan Tidore telah memeluk agama Islam. Sejarah berdirinya Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima
Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18
Awal Perekembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab[2]. Aspek Kehidupan Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa- apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, Kai, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran. Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Kemunduran Kesultanan Tidore Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat Daftar Raja dan Sultan Tidore Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq Kolano Bosamawange Kolano Syuhud alias Subu Kolano Balibunga Kolano Duko adoya Kolano Kie Matiti Kolano Seli Kolano Matagena 1334-1372: Kolano Nuruddin 1372-1405: Kolano Hasan Syah 1495-1512: Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin 1512-1526: Sultan Al Mansur 1526-1535: Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain 1535-1569: Sultan Kiyai Mansur 1569-1586: Sultan Iskandar San Struktur Pemerintahan
Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan dan berjalan
dengan baik. Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Menariknya, Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha (wakil- wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk menjadi sultan.
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku,
sistem pemerintahan di Tidore telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan (kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se nakudi. Dewan ini dipimpin oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (perdana menteri). Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato pehak raha (empat pihak bobato; semcam departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir. Empat bobato tersebut adalah:
1. Pehak labe, semacam departemen agama yang membidangi
masalah syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi, imam, khatib dan modim
2. Pehak adat bidang pemerintahan dan kemasyarakatan yang
terdiri dari Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum Yade (menteri urusan luar), Hukum Soasio (menteri urusan dalam) dan Bobato Ngofa (menteri urusan kabinet). 3. Pehak Kompania (bidang pertahanan keamanan) yang terdiri dari Kapita Kie, Jou Mayor dan Kapita Ngofa.
4. Pehak juru tulis yang dipimpin oleh seorang berpangkat
Tullamo (sekretaris kerajaan). Di bawahnya ada Sadaha (kepala rumah tangga), Sowohi Kie (protokoler kerajaan bidang kerohanian), Sowohi Cina (protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira Ngare (public relation kesultanan) dan Syahbandar (urusan administrasi pelayaran).
Selain itu masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan
tugas pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli yang membidangi urusan propaganda. Tugas kelompok Sejarah Indonesia
Kerajaan kerajaan di Maluku
Nama anggota kelompok : 1) Eli Indrawati (06) 2) Nikmatul izza (13) 3) Ninit medha P. (16) 4) Ulfi Tria Ningrum (33) 5) Yatifa (36) Peninggalan kerajaan Ternate dan Tidore a) Istana sultan Ternate