Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Pelabuhaan

Pelabuhan adalah salah satu bagian dari ilmu bangunan maritim/kepulauan dimana peranan
pelayaran ialah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan,
pertahanan/keamanan dan sebagainya. Dari kegiatan yang dilakukan dimungkinkan kapal-kapal
berlabuh atau bersandar yang meliputi angkutan penumpang, bongkar muat barang, dan lain
sebagainya (Bambang Triadmojo, 2010).
Ditinjau dari sub angkutan (transport), maka pelabuhan adalah salah satu simpul dari mata
rantai kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara umum pelabuhan adalah suatu
daerah perairan yang terlindung terhadap badai/ombak/arus. Sehingga kapal dapat berputar
(Turning Basin), bersandar/membuang sauh, demikian rupa hingga bongkar muat atas barang dan
perpindahan penumpang dapat dilaksanakan, guna mendukung fungsi-fungsi tersebut dibangun
dermaga (Piers or Wharves), jalan, gudang, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya,
sehingga fungsi perpindahan muatan dari kapal/ke kapal yang bersandar dipelabuhan menuju
tujuan selanjutnya dapat dilakukan.

1.2 Macam-macam Pelabuhan


1.2.1 Ditinjau dari segi penyelenggaraannya
a. Pelabuhan umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayaran masyarakat umum.
Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang diberi wewenang mengelola
pelabuhan umum diusahakan. Keempat badan usaha tersebut adalah PT Persero Indonesia
II berkedudukan di Jakarta, Pelabuhan Indonesia III berkedudukan di Surabaya dan
Pelabuhan Indonesia IV berkedudukan di Ujung Pandang.
b. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang
kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum, kecuali
dalam keadaan tertentu dengan ijin Pemerintah. Pelabuhan khusus dibangun oleh suatu
perusahaan baik pemerintah maupun swasta, yang berfungsi untuk prasarana pengiriman
hasil produksi perusahaan tersebut.

1.2.2 Ditinjau dari segi pengusahaannya


a. Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan kegiatan bongkar muat
barang, menaik-turunkan penumpang serta kegiatan lainnya. Pemakaian pelabuhan ini
dikenakan biaya-biaya, seperti biaya jasa labuh, jasa tambat, jasa pemandu, jasa
penundaan, jasa layanan air bersih, jasa dermaga, jasa penumpukan, bongkar muat dan
sebagainya.
b. Pelabuhan yang tidak diusahakan
Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal, tanpa fasilitas bongkar muat, bea
cukai, dan sebagainya. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan kecil yang disubsidi oleh
pemerintah, dan dikelola oleh unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
1.2.3 Ditinjau dari fungsi pergadangan nasional dan internasional
a. Pelabuhan Laut
Pelabuhan ini adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal-kapal berbendera
asing. Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan utama di suatu daerah yang dilabuhi
kapal-kapal yang membawa barang untuk ekspor/impor secara langsung ke dan dari luar
negeri.
b. Pelabuhan Pantai
Pelabuhan pantai ialah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri dan
oleh kare itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera asing. Kapal asing dapat masuk
ke pelabuhan ini dengan meminta ijin terlebih dahulu.
1.2.4 Ditinjau dari segi penggunaannya
a. Pelabuhan ikan
Pelabuhan ikan menyediakan tempat bagi kapal-kapal ikan untuk melakukan kegiatan
penangkapan ikan dan memberikan pelayanan yang diperlukan. Berbeda dengan
pelabuhan umum di mana semua kegiatan seperti bongkar muat barang, pengisian
perbekalan, perawatan dan perbaikan ringan yang dilakukan di dermaga yang sama; pada
pelabuhan ikan sarana dermaga disedikan secara terpisah untuk berbagai kegiatan.
Pelabuhan ikan dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan
penangkapan ikan dan kegiatan-kegiatan pendukungnya, seperti pemecah gelombang,
kantor pelabuhan, dermaga, tempat pelelangan ikan (TPI), tangki air, tangki BBM, pabrik
es, ruang pendingin, tempat pelayanan/perbaikan kapal, dan tempat penjemuran jalan
(Bambang Triadmojo, hal. 9. 2010).
Menurut Bambang Triadmojo, 2010 Dermaga pelabuhan ikan dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1) Dermaga Bongkar. Dermaga ini digunakan oleh kapal-kapal yang baru datang dari
melaut untuk bongkar hasil tangkapan ikan.
2) Dermaga Tambat. Di dermaga ini kapal ditambatkan. Selama di dermaga tambat
dilakukan perawatan kapal dan perawatan serta perbaikan alat penangkap ikan.
3) Dermaga Perbekalan. Ketika nelayan akan melaut lagi, kapal yang ditambat di
dermaga tambat dibawa ke dermaga perbekalan untuk mempersiapkan bekal yang
akan dibawa melaut.
Gambar 1. Pelabuhan ikan Cilacap
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 11)

Gambar 2. Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 11)

b. Pelabuhan Minyak
Pelabuahn minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan yang harus
dapat menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup membuat jembatan perancah
atau tambahan yang dibuat menjorok kelaut untuk mendapatkan kedalaman air yang
cukup besar. Untuk keamanan pelabuahn minyak harus diletakkan agak jauh dari
keperluan umum.
Gambar 3. Pelabuhan Minyak

(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 13)

Gambar 4. Pelabuhan Minyak


(Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 13)

c. Pelabuhan Barang

Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi, yaitu dari angkutan laut ke
angkutan darat dan sebaliknya. Barang di bongkar dari kapal dan diturunkan di dermaga.
Selanjutnya barang tersebut diangkut langsung dengan menggunakan truk atau kereta api
ke tempat tujuan, atau disimpan di gudang atau lapangan penumpukan terbuka sebelum
dikirim ditempat tujuan. Demikian pula sebaliknya, barang-barang dari pengirim
ditempatkan di gudang atau lapangan penumpukan sebelum dimuat ke kapal dan diangkut
ke pelabuhan tujuan (Bambang Triadmojo, hal.12, 2010).

Untuk mendukung kegiatan tersebut, suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan


fasilitas berikut ini :

a. Dermaga dimana kapal akan bertambat dan melakukan kegiatan bongkar muat barang.
Panjang dermaga harus cukup untuk menampung seluruh panjang kapal atau setidak-
tidaknya 80 % dari panjang kapal. Hal ini disebabkan karena umum dibongkar muat
melalui bagian muka, balakang dan tengah kapal.

b. Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan bongkar muat
barang. Barang yang akan dimuat disiapkan diatas dermaga dan kemudian diangkat
dengan kran masuk kapal. Demikian pula pembongkarannya dilakukan dengan kran
dan diletakkan diatas dermaga yang kemudian diangkut ke gudang.

c. Mempunyai gudang transito (gudang lini I) dan lapangan penumukan terbuka serta
gudang penyimpanan.

d. Tersedia jalan raya dan/atau jalan kereta api untuk pengangkutan barang dari
pelabuhan ke tempat tujuan dan sebaliknya.

e. Peralatan bongkar muat untuk membongkar muatan dari kapal ke dermaga dan
sebaliknya serta untuk mengangkut barang ke gudang dan lapangan penumpukan.

Menurut Bambang Triadmojo, 2010 Penanganan muatan di pelabuhan dilakukan


di terminal pengapalan yang penanganannya tergantung pada jenis muatan yang
diangkut. Jenis muatan dapat dibedakan menjadi tiga jenis berikut ini :

1. Barang umum (general cargo) yaitu barang barang yang dikirim dalam bentuk
satuan seperti mobil, truk, mesin, dan barang-barang yang dbungkus dalam peti,
karung, drum, dan sebagainya.

2. Muatan curah/lepas (bulk cargo) yang dapat dibedakan menjadi muatan curah kering
berupa butiran padat seperti teung, pasir, semen, batu bara, beras, jagung, gandum
dan sebagainya dan muaan curah cair seperti air, minyak bumi, minyak nabati, dsb.

3. Peti kemas (container) adalah salah satu kotak besar berbentuk empat [ersegi panjang
yang digunakann sebagai tempta untuk mengangkut sejumlah barang. Peti kemas
mempunyai ukuran yang telah distandarisasi. Ukuran peti kemas dibedakan dalam 2
macam yaitu:

a. Peti kemas 20 kaki yang biasa disebut 20 footer container berukuran 8 x 8 x 20


ft3
b. Peti kemas 40 kaki yang biasa disebut 40 footer container berukuran 8 x 8 x 40
ft3

Gambar 5. Pelabuhan Barang


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 17-19)

Gambar 6 Kapal Peti Kemas

(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal 30)


Gambar 7. Pelabuhan Peti Kemas
(Sumber: Soedjono, hal 284)

Gambar 8. Kegiatan di Pelabuhan Peti Kemas


(Sumber: Soedjono, hal 297)

d. Pelabuhan Penumpang

Pelabuhan/terminal penumpang digunakan oleh barang-barang yang bepergian


dengan menggunakan kapal penumpang. Terminal penumpang dilengkapi dengan stasiun
penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang
yang bepergian, seperti ruang tunggu, kantor imigrasi, kantor bea cukai, keamanan, direksi
pelabuhan, dan sebagainya (Bambang Triadmojo, hal.16, 2010).

Gambar 9. Pelabuhan Penumpang


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 20)
Gambar 10. Pelabuhan Penumpang di Amabon
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 20)

e. Pelabuhan Campuran

Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan barang,
sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap berpisah (Bambang
Triadmojo, hal.20, 2010).

f. Pelabuhan Militer

Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan
gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan cukup terpisah. Konstruksi
tambatan maupun dermaga hampir sama dengan pelabuhan barang, hanya saja situasi dan
perlengkapannya agak lain. Pada pelabuhan barang letak/keguanan bangunan harus
seifisien mungkin, sedangkan pada pelabuhan militer bagunan-bangunan pelabuhan harus
dipisah-pisah yang letaknya agak berjauhan (Bambang Triadmojo, hal.21, 2010).

1.2.5 Ditinjau menurut letak geografis

Menurut letak geografisnya, pelabuhan dapat dibedakan menjadi pelabuhan alam,


semi alam atau buatan.

a. Pelabuhan Alam

Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang terlindungi dari badai dan
gelombang secara alami, misalnya oleh suatu pulau, jazirah atau terletak di teluk, estuari
atau muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombang sangat kecil. Pelabuhan cilacap
merupakan contoh pelabuhan alam yang daerah perairannya terlindung dari pengaruh
gelombang, yaitu oleh pulau Nusakambangan. Contoh dari pelabuhan alam lainnya adalah
pelabuhan Palembang, Belawan, Pontianak, New York, San Fransisco, London, dsb., yang
terletak di estuari dan muara sungai. Estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut.
Gambar 11. Pelabuhan Alam dimuara sungai
(Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 22)

b. Pelabuhan Buatan

Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang dilindungi dari pengaruh
gelombang dengan membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater). Pemecah
gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan
oleh suatu celah (mulut pelabuhan) untuk keluar masuknya kapal. Di dalam daerah
tersebut di lengkapi dengan alat penambat. Contoh dari pelabuhan ini adalah
pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Mas, dsb.

Gambar 12. Pelabuhan buatan


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 23)
Gambar 13. Pelabuhan Buatan
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 23)

c. Pelabuhan Semi Alam

Pelabuhan ini merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu
pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pasir dan perlindungan buatan hanya pada
alur masuk. Pelabuhan Bengkulu adalah contoh dari pelabuhan ini. Contoh lainnya
adalah muara sungai yang kedua sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut
berfungsi untuk menahan masuknya transpor pasir sepanjang pantai ke muara
sungai, yang dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan.

Gambar 14. Pelabuhan semi alam


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 24)
Gambar 15. Pelabuhan semi alam
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 25)

Untuk merealisir suatu pembangunan pelabuhan, maka minimal ada 7 (tujuh) data -data
pokok yang dibutuhkan yaitu :

1. Asal dan tujuan muatan (orogin and desmution), dan jenis muatan.

2. Klimotologi, yang meliputi angin, pasang surut, sifat air laut.

3. Topografi, Geologi, dan Struktur tanah.

4. Rencana pembiayaan, ukuran-ukuran keberhasilan, secara ekonomis dilihat dari segi investasi.

5. Pendayagunaan modal ditinjau dari segi Operasional, terutama penanganan muatan.

6. Kaitan pelabuhan dengan jenis kapal yang menyinggahinya dan sarana/prasarana angkutan lain
yang mendukung kegiatan pelabuhan dengan daerah pendukungnya secara keseluruhan
(komprehensif).

7. Kaitan pelabuhan dengan pelabuhan lain dalam rangka lalu lintas dan sistem jaringan guna
mendukung perdagangan.

8.

Masalah khusus yang biasanya terdapat dalam melaksanakan perancangan pembangunan


pelabuhan adalah:
1. Pembangunan pelabuhan di daerah yang baru (virgin) atau pengembangan pelabuhan perluasan.
2. Pelaksanaan pembangunan konstruksi pada kondisi tanah lumpur atau terjal.
3. Pelaksaan pembangunan pelabuhan yang mempunyai kedalaman besar (pelaksanaan sukar).
4. Pergerakan alur pelayaran untuk kapal-kapal yang dikaitkan kemungkinan terjadinya endapan
didalam kolam atau alur pelabuhan.
5. Pemakaian konstruksi material yang baru.
Ciri-ciri teknis yang harus diperhatikan agar pelabuhan yang dirancang dapat memenuhi syarat
syarat sebagai berikut:
1. Kapal harus dengan mudah keluar masuk pelabuhan dan bebas dari gangguan gelombang dan
cuaca, sehingga navigasi kapal dapat dilakukan.
2. Tersedia ruang gerak kapal di dalam kolam dan dalam pelabuhan. Gerakan memutar kapal untuk
mengarah keluar pelabuhan harus dimungkinkan sebelum kapal ditambatkan.
3. Pengerukan mulu (capital dredging) dan pemeliharaan pergerakan (maintenance dredging) yang
minim.
4. Mengusahakan perbedaan pasang/surut yang relatif kecil, tetapi pengendapan (sedimentasi)
harus dapat dihilangkan/diperkecil.
5. Kemudahan kapal untuk bertambat.
6. Pembuatan tambatan / dermaga diusahakan sedemikian rupa agar :
a. Biaya awal dan biaya pemeliharaan yang minim, tetapi kuat memikul muatan, peralatan
dan tumbukan kapal pada saat menambat.
b. Letak dan bentuk tambatan yang mampu menampung bermacam jenis kapal dengan jarak
(draft) dan atau panjang kapal yang berlainan.
c. Mempunyai ukuran (dimensi) yang cukup untuk melaksanakan bongkar muat, jalan kereta
api, jalan raya, gedung pelabuhan alat-alat transportasi lain yang beroperasi dipelabuhan.
d. Bagi barang khusus (curah), maka penanganan bongkar muat agar dapat dilakukan efisien.
e. Cukup mempunyai tempat-tempat penyimpanan tertutup (bidang transit) ataupun lapangan
terbuka (open strage) untuk menampung muatan.
f. Penyediaan peralatan bongkar muat yang memadai.
g. Fasilitas prasarana lain yang mendukung yaitu; air bersih, listrik, telpon, dan minyak yang
cukup untuk melayani kapal dan matan.
h. Mempunyai aringan angkutan darat yang mudah dengan daerah pendukungnya
(hinterland).
i. Muatan diusahakan bebas dari gangguan, misalnya terhadap pencurian dan bahaya
kebakaran.
j. Tersedia fasilitas pemeliharaan minimal baik bagi kapalnya (dok) ataupun pemeliharaan
peralatan.
k. Tersedia fasilitas perkantoran untuk para karyawan dipelabuhan agar lalu lintas dapat
dilakukan dengan cepat (non phsic).
l. Masih dimungkinkannya perluasan/pengembangan pelabuhan

1.3 Karakteristik kapal

Perencanaan pelabuhan harus meninjau pengembangan pelabuhan di masa mendatang,


dengan memperhatikan daerah perairan dan daratan. Daerah perairan harus cukup luas yang
diperlukan untuk alur pelayaran, kolam putar, penambatan, dermaga. Daerah daratan harus
mencukupi fasilitas gudang, lapangan penumpukan, perkantoran, jalan dan fasilitas di darat lainnya.
Dimensi berbagai fasilitas pelabuhan tersebut tergantung karakteristik kapal. Sebagai contoh
kedalaman dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan.
Panjang dermaga ditentukan berdasarkan panjang kapal rerata yang berlabuh dipelabuhan
(Bambang Triadmojo, 2010).

Port and Harbour Bureau of Minitry of Transport, Japan (Thomresen, CA., 2003)
memberikan persamaan untuk menghitung beberapa karakterisitik kapal seperti diberikan pada tabel
1.1. tabel tersebut menunjukkan hubungan antara berat kapal total (Displacement Tonnage, DT),
luas bidang kapal lateral, luas bidang muka kapal, luas permukaan di bawah muka air, berat kapal
kosong dengan pemberat (displacement ballast loaded), draft kapal kosong dengan pemberat (draft
ballast loaded) untuk kapal barang umum, kapal tanker dan kapal barang curah padat.

Table 1. Karakteristik kapal

(Sumber: Bambang Triatmodjo, Hal.37)


1.4 Kedalaman Alur
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan penuh.
Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
4.5. Kedalaman air total adalah :

Dengan :
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan

1.4.1 Squat
Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh
kecepatan kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan demensi dan kecepatan kapal dan
kedalaman air.
Gambar Squat :

(Sumber Bambang Triatmodjo Perencanaan Pelabuhan ,Hal 149)


Besar Squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang didasarkan dengan
percobaan dilaboratorium (Bruun.P.,1981).
2
Fr
z=2,4 2
L lpp 1Fr 2

Dengan :
Z : Squat
: Volume air yang dipindahkan (m3)
Lpp : Panjang garis air (m)
Fr : Angka froud = g.h (tak berdimensi)
V : Kecepatan (m/d)
g : Percepatan gravitasi (m/d2)
h : Kedalaman air (m)
1.5 Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menarik/menurunkan penumpang.
Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat dan bertambat pada
dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat apron, gudang transit, tempat bongkar muat
barang dan penumpang. Dimana apron adalah daerah yang terletak antara sisi dermaga dan sisi
depan gudang yang terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut (kapal) ke kegiatan angkutan darat.
Dermaga yang dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu, pemilihan tipe dermaga sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani, ukuran kapal arah gelombang dan angin kondisi
topografi dan tanah besar laut, dan yang paling penting adalah tinjauan ekonomi untuk
mendapatkan bangunan yang paling ekonomis. Pemilihan tipe dermaga didasarkan pada :
1.5.1 Tinjauan topografi daerah pantai.
Dalam tinjauan tersebut dikenal 2 (dua) macam type bangunan dermaga yaitu:

a. Wharf (Paralel)
Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berimpit dengan
garis pantai atau agak menjorok ke laut. Wharf dibangun apabila garis ke dalam laut
hampir merata dan sejajar dengan garis pantai dan kemiringan dasar cukup curam.
Menurut strukturnya wharf dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

1) Dermaga konstruksi terbuka dimana lantai dermaga didukung oleh tiang


tiang pancang.

2) Dermaga konstruksi tertutup atau dolid, seperti dinding massa, kaison, turap dan
dinding penahan tanah.

Gambar 16. Tipe Wharf


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 197)
b. Pier
Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak lurus dengan
garis pantai (berbentuk jaril). Berbeda dengan wharf yang digunakan untuk merapat pada
satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu sisi atau dua sisinya sehingga digunakan untuk
merapat lebih banyak kapal.

Gambar 17. Tipe Pier


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 197)

c. Jetty

Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya
berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Jetty digunakan untuk merapat
kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam yang mempunyai ukuran sangat besar. Sisi
muka jetty ini biasanya sejajar dengan pantai yang dihubungkan dengan daratan oleh
jembatan yang membentuk sudut tegak lurus dengan jetty.

Gambar 18. Tipe Jetty


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 197)

Gambar 19. Tipe Dermaga


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 196)

1.5.2 Jenis kapal yang dilayani dan ukuran dermaga.


Dermaga yang melayani kapal-kapal sesuai dengan kebutuhan yang akan dilayani sangat
mempengaruhi konstruksi dan ukuran dermaga. Dermaga yang melayani kapal minyak dan
kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga barang
potongan, karena dermaga tersebut tidak memerlukan peralatan bongkar muat barang yang
besar, gudang-gudang, lebar apron semakin besar, dsb. Demikian juga halnya ukuran dermaga
yaitu semakin banyak keperluan kapal yang dbutuhkan untuk bertambat maka panjang, luas
lebar apron fasilitas lain serta konstruksi semakin besar pula.

Gambar 20. Dimensi wharf

(Sumber Bambang Triadmojo 2010, hal 215)


d=L p 1e

(cat : Nilai e = 1, karena akses jalan yang di lewati hanya 1 akses)


b=3 A /(d 2 e)
Dengan :
A : Luas Gudang
L : Panjang kapal yang ditambat
b : Lebar gudang
a : Lebar apron
e : Lebar jalan
Nilai a dan e dapat dilihat dalam Gambar 6.29 (Quinn A. Def., 1972).

Gamba 6.29. Penentuan Lebar Apron

(Sumber. Bambang Triadmojo 2010, hal 216)

1.5.3 Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga.


Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya lateral dan
vertikal. Gaya lateral meliputi gaya benturan kapal pada dermaga, gaya tarik kapal dan gaya
gempa, sedang gaya vertikal adalah berta sendiri bangunan dan beban hidup.

a. Gaya benturan kapal


Pada waktu merapat ke dermaga kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan
menjadi benturan antara kapal dan dermaga. Dalam perancangan dianggap bahwa
benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada
sudut 100 terhadap sisi depan dermaga. Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga
tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada
dermaga.

b. Gaya akibat angin


Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan
kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin mengarah ke
dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga, sedang jika arahnya
meninggalkan dermaga akan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. Besar
gaya angin tergantung pada arah hembusan angin.

c. Gaya akibat arus


Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga
akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada dermaga
dan alat penambat.

d. Gaya tarikan kapal pada dermaga


Gaya tarikan kapal dapat menyebabkan gaya benturan pada dermaga atau gaya tarik
pada alat penambat (Bollard).

1.5.4 Daya Dukung Tanah


Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada umumnya tanah
dekat daratan mempunyai daya dukung yang lebih besar dari pada tanah di dasar laut. Dasar
laut umumnya terdiri dari endapan yang belum padat. Karakteristik dan struktur tanah sebagai
pendukung bangunan keseluruhan banyak ditentukan atas kekutan tanah tersebut dan diukur
sebagai tekanan tanah yang diizinkan.

Dimana intensitas pembebanan maksimum dihitung berdasarkan :

a. Gaya tekanan tanah maksimal, yaitu tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif. Dalam
keadaan asli pada setiap lapisan tanah, akan didapatkan tegangan lateral (horizontal).
Biasanya tegangan lateral ini lebih kecil dari pada tegangan vertikal. Keadaan distribusi
tekanan ini adalah fungsi daripada pergeseran (displacement) dan regangan (strain) dan
biasanya adalah masalah statis tak tertentu (indeterminarel. Untuk mempermudah
perhitungan maka penelitian dilakukan pada tanah dalam keadaan seimbang plastis
(plastic equilibrium) (Soedjono Kramadibrata, 2002).
b. Penurunan bangunan yang direncanakan.
c. Gaya-gaya lateral/horisontal dan vertikal dalam tanah.
Menurut Soedjono Kramadibrata, gaya-gaya horizontal meliputi :
1. Akibat angina dan arus, besarnya gaya yang bekerja pada tambatan diukur sesuai skala
Beaufort, arah angina yang menetukan, dan arus yang bekerja pada tambatan tersebut.
2. Akibat benturan kapal
3. Akibat gempa, bangunan pelabuhan ermasuk dalam kategori bangunan khusus, maka
besaran koefisien gempa harus dihitung 2x koefisien gempa dasar. Arah kerja gempa
harus diperkirakan pada segala arah.
4. Akibat muatan hidup horizontal, besar mautan hidup horizontal diambil secara
prosentuil (5-10)% dari muatan hidup yang bekerja pada bangunan pelabuhan.
Sedangkan gaya-gaya vertikal terdiri dari muatan mati (dead load) dan muatan hidup
(gerak, live load). Muatan mati terjadi akibat berat konstruksi-konstruksi yang terdapat
pada bangunan tersebut, sedangkan muatan hidup biasanya terdiri atas muatan merata,
muatan terpusat akibat roda-roda truk, mobil, keran mobil, dan peralatan lain yang bekerja
untuk melakukan bongkar muat dalam pelabuhan.

Urutan kegiatan dalam perencanaan dermaga, yaitu :


a. Perencanaan Lay Out dermaga.
b. Perencanaan letak dan kedalaman perairan dasar dan dimensi dermaga.
Panjang Dermaga
Lp = n . Loa + (n+1) . 10% . Loa (Pers 1)
Keterangan :
Lp : Panjang Dermaga
Loa : Panjang Kapal yang ditambat)
n : Jumlah kapal yang ditambat)
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 214)
Lebar Gudang
b = 2A / (d e) (Pers 2)
Keterangan :
A : Luas gudang
L : Panjang kapal yang ditambat
b : Lebar gudang
a : Lebar apron
e : Lebar Jalan
Nilai a da e dapat dilihat dalam Gambar 6.29 (Quinn A. Def. 1972)
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 215)

Lebar Dermaga
Lebar dermaga = Lebar apron + lebar gudang + lebar jalan + lebar
parkir + lebar areal bebas
c. Perhitungan beban muatan yang dipikul dermaga, baik beban merata maupun beban
terpusat.
d. Perhitungan gaya-gaya yang bekerja.
Gaya sandar
Menghitung nilai energi benturan

E=
2 g Cm . Ce . Cs . Cc (Pers 3)

Keterangan :
E : Energi Benturan t.m
V : Konpenen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal
pada saat membentur dermaga
W : Displacement (Berat) Kapal
g : Percepatan Grafitasi
Cm : Koefisien Massa
Ce : Koefisien Eksentrisitas
Cs : Koefisien Kekerasan ( diambil 1 )
Cc : Koefisien Bentuk dari tambatan (diambil 1)
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 218)

Rumus Keofisien Massa


d
Cm=1+ (Pers 4)
2 Cb B
Dimana:
W
Cb =
L PP Bd O

Cb : Koefisien Blok Kapal


d : Draf Kapal (m)
B : Lebar Kapal (m)
Lpp : Panjang Garis Air (m)
: Berat Jenis Air Laut (t/m)
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 219)

Koefisien Eksentrisitas
1
C e=
l (Pers 5)
1+( )
r
Dimana:
l : Jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat
berat kapal sampai titik sandar kapal
r : Jari-jari putaran disekililing pusat berat kapal pada
permukaan air
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 220)
Gaya Akibat Arus
Ra=C c x w x A c Vc
( )
2g (Pers 6)

Dimana:
R : Gaya Akibat Arus (kg.f)
Ac : Luas Tampang Kapal yang Terendan Air (m)
w : Rapat Massa Air Laut (1025 kg/m)
Vc : Kecepatan Arus (m/dtk)
Cc : Koefisien Tekanan Arus
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 223)

e. Perhitungan total gaya dan momen yang terjadi.


Analisis SAP 2000
f.Karakteristik tanah, terutama yang bersangkutan dengan daya dukung tanah, stabilitas
bangunan dan lingkaran maupun kemungkinan penurunan bangunan akibat konsolidasi
tanah.
Po = . Ko dengan Ko = tan2 (45 - /2 )
Pp = . Kp dengan Kp = tan2 (45 + /2 )
(Pers 7)
Pp1 = . Kp dengan Kp1 = (Pers 8)
(Pers 9)
cos
1 sin(sin cos tan)
Dimana:
Pa : Tekanan Tanah Aktif
Pp : Tekanan Tanah Pasif
Pp1 : Tekanan Tanah Pasif Untuk Permukaan Bidang Miring
: Berat Jenis Tanah
Ka : Koefisien Tekanan Tanah Aktif
Kp : Koefisien Tekanan Tanah Pasif
Kp1 : Koefisien Tekanan Tanah Pasif Untuk Permukaan Tanah Miring
: Sudut Gesek Dalam
: SuduT Kemiringan Tanah Dasar didepan Turap
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 242)

g. Perencanaan Bollard (tempat penambatan kapal) dan Fender.



E=
2 g Cm . Ce
Keterangan :
E : Energi Benturan t.m
V : Konpenen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal
pada saat membentur dermaga
W : Displacement (Berat) Kapal
g : Percepatan Grafitasi
Cm : Koefisien Massa
Ce : Koefisien Eksentrisitas
Cs : Koefisien Kekerasan ( diambil 1 )
Cc : Koefisien Bentuk dari tambatan (diambil 1)
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 218)

d
Cm=1+
2 Cb B
Dimana:
W
Cb =
L PP Bd O

Cb : Koefisien Blok Kapal


d : Draf Kapal (m)
B : Lebar Kapal (m)
Lpp : Panjang Garis Air (m)
: Berat Jenis Air Laut (t/m)

1.6 Fender dan Alat Penambat


1.6.1 Pendahuluan
Kapal yang merapat ke dermaga masih mempunyai kecepatan baik yang digerakkan oleh
mesinnya sendiri atau ditarik oleh kapal tunda.Pada waktu kapal merapat akan terjadi benturan
antara kapal dengan dermaga,untuk menghindari kerusakan pada kapal dan dermaga karena
benturan maka di depan dermaga diberi bantalan yang berfungsi sebagai penyerap energi
benturan.Bantalan yang diletakkan di depan dermaga tersebut dinamakan fender.
Pada waktu kapal melakukan bongkar muat barang atau selama menunggu diperairan
pelabuhan, kapal harus tetap berada pada tempatnya dengan tenang, untuk itu kapal harus
diikat dengan Alat penambat gerak kapal bias disebabkan oleh gelombang arus atau angin yang
dapat menimbulkan gaya tarik ke alur penampat.

1.6.2 Fender
Fender berfungsi sebagai bantalan yang ditempelkan didepan dermaga yang akan
menyerap energi benturan antara kapal dan dermaga. Gaya yang harus ditahan oleh dermaga
tergantung pada tipe konstruksi fender dan defleksi dermaga yang di izinkan. Fender harus
dipasang disepanjang dermaga dan letaknya harus sedemikian rupa dapat mengenai kapal. Oleh
karena kapal mempunyai ukuran yang berlainan maka fender harus dibuat agak tinggi pada sisi
dermaga (Bambang Triadmojo, 2010).

Gambar 20. Defleksi fender karena benturan kapal


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 260 )

Menurut Bambang Triadmojo, 2010 ada beberapa tipe fender yaitu fender kayu, fender
karet dan fender gravitasi.

d. Fender kayu
Fender kayu bias berupa barang-barang kayu yang dipasang horizontal atau sejumlah
batang kayu vertical. Fender kayu dapat berupa fender dari kayu yang digantung pada sisi
dermaga. Fender tiang panjang kayu yang ditempatkan didepan dermaga dengan
kemiringan 1:24 fender kayu yang dipasang pada tiang panjang dan besi profil. Fender
kayu mempunyai sifat untuk menyerap energy dan penyerapan energy diperoleh dari
defleksi tiang kayu/besi karet dan balok kayu/besi.

Gambar 20. Contoh fender kayu


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 263 )

e. Fender Karet
Karet banyak digunakan sebagai fender. Bentuk paling sederhana dari fender ini
berupa ban-ban war mobil yang dipasang pada sisi depan disepanjang dermaga. Fender
ban mobil ini digunakan untuk kapal-kapal kecil. Fender karet mempunyai bentuk berbeda
seprti fender tabung silinder dan segi empat, balok karet berbentuk segi empat. Fender
karet dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
a. Fender yang dipasang pada struktur dermaga, yang masih dapat dibedakan menjadi
fender tekuk (buckling fender) yaitu fender yang mengalami tekuk jika menerima
gaya tekan, seperti Fender Tipe V, Fender Tipe A, Fender Sell, dan fender tak tertekuk
( non-bukling fender ) seperti fender dari ban mobil bekas dan fender silinder.
b. Fender terapung yang ditempatkan antara kapal dan struktur dermaga, seperti fender
pneumatic
Gambar 21. Fender tipe A (PT. Kemenangan Jakarta)
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 264 )

Gambar 22. Fender tipe V


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 266 )

Gambar 23. Fender Silinder


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 270 )
Gambar 24. Fender Sel
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 272 )

Gambar 25. Fender Pneumatic


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 274 )
f. Fender Gravitasi
Fender grafitasi digantung disepanjang dermaga fender ini terbuat dari tabung baja
yang diisi dengan betondan sisi depannya diberi pelindung kayu dengan berat sampai 15
ton. Apabila terbentur kapal, fender tersebut akan bergerak kebelakang dan keatas,
sedemikian sehingga kapal dapat dikurangi kecepatannya, karena untuk dapat
menggerakkan kebelakang diperlukan tenaga yang cukup besar, prinsip kerja fender ini
adalah mengubah energy kinetis menjadi energy kinetis menjadi energy potensial.
Bentuk lain dari fender gravitasi yang terdiri dari balok beton besar yang
digantungkan dengan menggunakan rantai pada lantai dermaga. Sisi depan blok beton
dilengkapi dengan fender kayu.
1.6.3 Perencanaan Fender
Kapal yang merapat kedermaga membentuk sudut terhadap sisi dermaga dan
mempunyai kecepatan tertentu dalam perncanaan dermaga dianggap bahwa kapal
bermuatan penuh dan merapat dengan sudut 10 terhadap sisi depan dermaga. Pada saat
kapal merapat dan bertambat di dermaga terjadi benturan, gesekan dan tekanan antara
kapal dan dermaga. Gaya-gaya yang timbul pada waktu penambatan kapal adalah benturan
kapal, gesekan antara kapal dan dermaga dan tekanan kapal pada dermaga. Gaya-gaya
tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada kapal dan struktur dermaga. Untuk mencegah
kerusakan tersebut didepan sisi dermaga dipasang fender yang dpat menyerap energy
benturan. Jumlah energy yang diserap dan gaya maksimum yang diteruskan pada struktur
dermaga digunakan untuk menentukan jenis dan ukuran fender.
Energi yang diserap oleh system fender dan dermaga biasanya ditetapkan E.
setelah energy lain diserap oleh kapal dan air. Tahanan naik dari nol sampai maksimal dan
kerja yang dilakukan oleh dermaga adalah :
1
K= F . d (Pers. 10)
2
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 276)
Karena benturan kapal pada dermaga, fender memberikan gaya reaksi F. Apabila d
adalah defleksi fender, maka terdapat hubungan berikut ini :
1 1
E: F . D
2 2
1W 1
.V : F . D
2 6 2
W
F: V (Pers. 11)
29
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 276)
Dengan :
E : Energi benturan
F : Gaya bentur yang diserap sistem fender
d : Defleksi fender
V: Komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga
W: Bobot kapal bermuatan penuh
Untuk fender kayu d adalah tebal kayu dibagi 26
Sistem fender direncanakan untuk menyerap energi tersebut dan gaya yang ditahan oleh
dermaga tergantung pada type fender, persamaan berikut ini dapat digunakan untuk
menentukan jarak maksimum antara fender.
L=2 r (rh) (Pers. 10)
(Sumber: Buku Bambang Triadmojo, hal. 277)
Dimana :
L = Jarak maksimum antara fender (m)
r = Jari-jari
h = Tinggi fender (m)
Apabila data jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal tidak diketahui maka persamaan
berikut dapat digunakan sebagai pedoman untuk menghitungnya.
a. Kapal barang dengan bobot 500-5000 (DWT)

Log r = -1,055 + 0,650 (DWT) (Pers. 12)

(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 279)

b. Kapal tagker dengan bobot 5000-200000 (DWT)

Log r = -0,113 + 0,440 log (DWT) (Pers. 13)


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 279)

OCDI (1991) memberikan jarak interval antara fender sebagai fungsi kedalaman air seperti
diberikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Jarak Antara Fender
Jarak Antara
Kedalaman Air
Fender
(m)
(m)
4~6 4~7
6~8 7 ~ 10
8 ~ 10 10 ~ 15

(Sumber: Bambang Triatmodjo 2010, Hal.279)

1.5.4 Bolder / alat pengikat


Kapal yang berlabuh ditambatkan ke dermaga dengan mengikatka tali-tali penambat ke bagian
haluan, buritan dan badan kapal. Gambar 7.22. menunjukkan metode pengikatan kapal ke dermaga. Tali-
tali penambat tersebut diikatkan pada alat penambat yang dikenal dengan bitt yang dipasang di sepanjang
sisi dermaga. Biit dengan ukuran yang lebih besar disebut dengan bollard (corner mooring post) yang
diletakkan pada kedua ujung dermaga atau di tempat yang agak jauh dari sisi muka dermaga.
Biit digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal. Sedang bollard selain untuk
mengikat pada kondisi normal dan pada kondisi badai, juga dapat digunakan untuk mengarahkan kapal
merapat ke dermaga atau untuk membelok/memutar terhadap ujung dermaga dengan menggunakan baut
yang dipasang melalui pipa yang ditempatkan di dalam beton. Dengan cara tersebut memungkinkan
mengganti baut jika rusak. Alat pengikat ini biasanya terbuat dari besi cor berbentuk silinder yang pada
ujung atasnya dibuat tertutup dan lebih besar sehingga dapat menghalangi keluarnya tali kapal yang
diikatkan. Supaya tidak mengganggu kelancaran kegiatan di dermaga (bongkar muat barang) maka tinggi
bolder dibuat tidak boleh lebih dari 50 cm di atas lantai dermaga. Gambar 7.23 menunjukkan contoh
kedua tipe alat pengikat. Jarak dan jumlah minimum bitt untuk beberapa ukuran kapal diberikan dalam
Tabel 7.5.

Tabel 3. Penempatan Bitt

(Sumber: Bambang Triatmodjo 2010, Hal.284)

Gambar 26. Bentuk alat pengikat


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 283)
Mulai

Data perencanaan
p

Diagram Alir Perencanaan Pelabuhan


Data Primer Data Sekunder
p p

Rencana Layout

Dimensi Dermaga
Elevasi Dermaga
Dimensi Turning Dimensi Elevasi Turning
Alur

Perhitungan plat lantai yang berupa gaya dan


momen akibat Beban Horisontal.

Bangunan bawah dermaga tiang pancang

Perencanaan Fender
dan Bollard

Gambar Perencanaan

Selesai

Anda mungkin juga menyukai