Anda di halaman 1dari 17

1.

Kolonel Anumerta Sugiyono Mangunwiyoto


Nama : R Sugiyono Mangunwiyoto
Tempat Lahir : Gedaren, Gunungkidul
Tanggal Lahir : Kamis, 12 Agustus 1926
Warga Negara : Indonesia
Istri : Supriyati
Meninggal: 1 Oktober 1965 (umur 39) Kentungan, Yogyakarta
Tempat peristirahatan: TMP Semaki, Yogyakarta

Anak :
R. Erry Guthomo,
R. Agung Pramuji,
R. Agung Pramuji, R. Danny Nugroho,
R. Budi Winoto, R. Ganis Priyono,
Rr. Sugiarti Takarina

Karir:
Komandan 1 Kompi 2 Batalyon 10 Resimen 3 di Yogyakarta. Pangkat Letnan Dua.
Ajudan Komandan Batalyon 30 Resimen 22
Ajudan Komandan Brigade 10 Divisi III, Letnan Kolonel Suharto
Perwira Operasi Brigade C di Yogyakarta
Komandan Kompi 4 Batalyon 411 Brigade C di Purworejo
Wakil Komandan Batalyon 441 di Semarang. Saat ini pangkatnya sudah Kapten.
Komandan Batalyon 441/Banteng Raiders III. Pangkatnya sudah Mayor.
Komandan Komandi Distrik Militer (Kodim) 0718 di Pati.
Komandan Kodim di Yogyakarta sekaligus Pejabat Sementara Kepala Staf Korem 072. Pangkatnya
sudah Letnan Kolonel.

Penghargaan
Bintang RI II
Bintang Gerilya
Bintang Sewindu ABRI
Satya Lencana Kesetiaan XVI Tahun
Satya Lencana Perang Kemerdekaan I
Satya Lencana Perang Kemerdekaan II
Satya Lencana Gerakan Operasi Militer I
Satya Lencana Gerakan Operasi Militer II
Satya Lencana Gerakan Operasi Militer IV
Satya Lencana Sapta Marga
Satya Lencana Satya Dharma
Pahlawan Revolusi - Keppres No. 118/KOTI/1965

2. Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo

Nama: Katamso Darmokusumo


Tempat Lahir: Sragen, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Senin, 5 /2/1923
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia

Pendidikan:
Sekolah Menengah Pendidikan Militer: Pembela Tanah Air (PETA), Bogor

Karir:
Shodanco Peta di Solo
Komandan Kompi di klaten
Komandan Kompi Batalyon 28 Divisi IV
Komandan Batalyon "A" Komando Operasi 17 Agustus
Kepala Staff Resimen Team Pertempuran (RTP) II Diponegoro
Kepala Staff Resimen Riau Daratan Kodam III/17 Agustus
Komando Pendidikan dan Latihan (Koplat) merangkap Komandan Pusat
Pendidikan Infanteri (Pusdikif) di Bandung
Komandan Resort Militer korem 072, Komando Daerah Militer (Kodam) VII Diponegoro di
Yogyakarta.

Pengghargaan
Gelar Pahlawan Revolusi (SK Presiden RI No. 118/KOTI/Tahun 1965, tanggal 19 Oktober 1965)

3. Karel Satsuit Tubun


Nama Lengkap : Karel Satsuit Tubun
Tempat Lahir : Tual, Maluku Tenggara,
Tanggal Lahir : Minggu, 14 Oktober 1928

Karir
Anggota Polri
Polisi Brimob Pangkat Agen Polisi Kelas Dua
Polisi Brimob Pangkat Agen Polisi Kelas Satu
Polisi Brimob Brigadir Polisi
Polisi Pangkat Ajun Inspektur Dua Polisi.

Penghargaan
Pahlawan Revolusi pada tanggal 5 Oktober 1965 - Keppres No. 114/KOTI/1965

4. Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean

Nama: Pierre Andreas Tendean


Alias: Pierre Tendean
Lahir: 21 Februari 1939 Batavia, Hindia Belanda
Agama : protestan
Pendidikan Militer : ATEKAD
Meninggal: 1 Oktober 1965 (umur 26) Jakarta, Indonesia
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata
Pengabdian: Indonesia
Dinas/cabang: ABRI, Lama dinas: 1962-1965
Pangkat: Letnan Satu (saat kematian), Kapten (anumerta)
Penghargaan: Pahlawan Revolusi
Pendidikan
Sekolah Menengah Atas Bagian B di Semarang
Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad)

Penghargaan
Gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965, tgl 5 Oktober 1965

5. Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo


Nama: Sutoyo Siswomiharjo
Lahir: 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah
Agama : Islam
Meninggal : 1 Oktober 1965 (umur 43) Lubang Buaya, Jakarta
Tempat peristirahatan: TMP Kalibata, Jakarta
Pekerjaan: Tentara

Pendidikan:
Balai Pendidikan Pegawai Negeri Jakarta
AMS
HIS

Karir:
Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo, 1946
Kepala Staf CPMD Yogyakarta, 1948-1949
Komandan Batalyon I CPM, 1950
Danyon V CPM, 1951
Kepala Staf MBPM, 1954
Pamen diperbantukan SUAD I, 1955-1956
Asisten ATMIL di London, 1956
Berpangkat Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD, 1961
Berpangkat Brigjen, 1964

Penghargaan
Pahlawan Revolusi - Keppres No. 111/KOTI/1965

6. Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan

Nama : Donald Isac Panjaitan


Alias : D.I. Panjaitan
Tempat Lahir : Balige, Tapanuli
Tanggal Lahir : Selasa, 9 Juni 1925
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Tanda Kehormatan : Pahlawan Revolusi

Pendidikan
SD, SMP, dan SMA di Indonesia
Associated Command and General Staff COllege, Amerika Serikat

Karir
Komandan batalyon di TKR
Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948
Kepala Staff Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatra.
Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan
Kepala Staf T&T II/Sriwijaya di Palembang

Penghargaan
Pahlawan Revolusi Indonesia - Keppres No. 111/KOTI/1965

7. Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman

Nama Lengkap: Siswondo Parman


Alias : S. Parman
Tempat Lahir: Wonosobo, Jawa Tengah
Tanggal Lahir: Minggu, 4 Agustus 1918
Agama : Islam
Warga Negara: Indonesia
Ayah: Kromodihardjo
Saudara: Ir. Sakirman
Meninggal: 1 Oktober 1965 (umur 47) Lubang Buaya, Jakarta
Sebab meninggal: Terbunuh pada persitiwa Gerakan 30 September
Pekerjaan: TNI
Pendidikan Umum Terakhir : Sekolah Tinggi Kedokteran (tidak tamat)
Pendidikan Lain : Kenpei Kasya Butai
Pendidikan Tentara : Military Police School, Amerika Serikat.
Pengalaman Pekerjaan : Jawatan Kenpeitai
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Siswondo Parman ditetapkan menjadi Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 dengan Keppres
No. 111/KOTI/1965.

Pendidikan
HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Wonosobo
MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwijs) di Yogyakarta
AMS (Algemeene Middelbare School)
Sekolah Tinggi Kedokteran (STOVIA) di Jakarta
Sekolah Tinggi Hukum

Penghargaan
Siswondo Parman alias S. Parman mendapatkan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Revolusi
dengan Keppres No. 111/KOTI/1965

8. Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono


Nama Lengkap : Mas Tirtodarmo Haryono
Alias: Tirtodarmo Haryono | M.T. Haryono
Tempat Lahir : Surabaya
Tanggal Lahir : Minggu, 20 Januari 1924
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Pendidikan
Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran)
HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum)
ELS (setingkat Sekolah Dasar)

Karir
Mayor TKR (Tentara Keamanan Rakyat)
Sekretaris Dewan Pertahanan Negara
Sekretaris Delegasi Militer Indonesia

Penghargaan
Pahlawan Revolusi Indonesia - Keppres No. 111/KOTI/1965

9. Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto

Nama Lengkap : Raden Suprapto


Tempat Lahir : Purwokerto, Jawa tengah
Tanggal Lahir : Rabu, 2 Juni 1920
Agama : Islam.
Pekerjaan: TNI,
Panggkat: Letnan Jenderal

Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965


Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi

Pendidikan:
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setara SLTP di Yogyakarta
AMS (Algemeene Middlebare School) yang setara SLTA di Yogykarta
Koninklijke Militaire Akademie di Bandung

Penghargaan:
Gelar Pahlawan Revolusi - Keppres No. 111/KOTI/1965

10. Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani


Nama; Achmad Yani
Tanggal Lahir : 19 Juni 1922
Tempat lahir: Jenar, Purworejo, Jawa Tengah
Agama : Islam
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965 (umur 43)
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi - Keppres No. 111/KOTI/1965

Jabatan: Menteri/Panglima Angkatan Darat


Masa jabatan:
23 Juni 1962 1 Oktober 1965

Kebangsaan: Indonesia
istri: Yayu Rulia Sutowiryo
Anak: 8
Profesi: Tentara
Pendidikan
HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935
MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938
AMS (setingkat SMU) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang
Pendidikan Heiho di Magelang
PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor
Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika Serikat, tahun 1955
Special Warfare Course di Inggris, tahun 1956

Bintang Kehormatan
Bintang RI Kelas II
Bintang Sakti
Bintang Gerilya
Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
Satyalancana G: O.M. I dan VI
Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
Satyalancana Irian Barat (Trikora)
Ordenon Narodne
Foto dan keterangan Pahlawan Indonesia
Written By Raden Silaban on Wednesday, October 8, 2014 | 5:08 AM
Dibawah ini adalah beberapa Foto Pahlawan Indonesia beserta sejarahnya...

1. Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)
adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan
penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang
isinyaberdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Daratmenugaskan Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia
(PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah
pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang
umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang
Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden
Republik Indonesia.
2. Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 meninggal di Padang Arafah, Arab
Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun). lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai
Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat
rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan
pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sutomo
dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo,
seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan,
sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan
pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan
beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah
campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.dan batak Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia
pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum
ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.

3. Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus
1882 meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun) bernama
lengkap Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pahlawan nasional sekarang lebih dikenal dengan
nama H.O.S Cokroaminoto, lahir Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882. Ia
merupakan seorang pemimpin salah satu organisasi yaitu Sarekat Islam (SI). Ia kemudian
meninggal pada umur 52 tahun yaitu tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta. Tjokroaminoto
adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang
pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat
sebagai Bupati Ponorogo.
De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota" bernama Tjokroaminoto adalah salah
satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di indonesia,
berangkat dari pemikiran ialah yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa indonesia pada
saat itu, rumah ia sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu
padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka pernah
berguru padanya, ia adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda, setelah ia
meninggal lahirlah warna-warni pergerakan indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya, yakni
kaum sosialis/komunis yang dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin, Soekarno yang nasionalis, dan
Kartosuwiryo yang islam merangkap sebagai sekretaris pribadi. Namun, ketiga muridnya itu saling
berselisih menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada saat itu memungkinkan
para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan hingga terjadi Pemberontakan Madiun
1948 yang dilakukan Partai komunis Indonesia karena memproklamasikan "Republik Soviet
Indonesia" yang dipimpin Muso dan dengan terpaksa presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite
TNI yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan "abang" sapaan akrab Soekarno kepada Muso
pemimpin Partai komunis pada saat itu tertembak mati 31 Oktober, dan dilanjutkan pemberontakan
oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati
yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya Kartosuwiryo pada 12 September 1962.
Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya
dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua.
Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di
Banjarmasin.
Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid,
sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang
memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno
dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno.
Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah
seperti wartawan dan bicaralah seperti orator" perkataan ini membius murid-muridnya hingga
membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya yaitu Muso,
Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangung dan tertawa menyaksikannya.

4. Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797 atau 1809 meninggal di
Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar. Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan
tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin
Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah
Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.

5. Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 meninggal di Laut
Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di
Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah
Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri
Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan
Belanda.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri
remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam
perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh,
ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya
yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap
mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.
Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja
mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut
membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum
wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang
nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun
akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para
tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada
yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha
Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan
meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan
militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan
pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh
Pemerintah Republik Indonesia.

6. Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 Sumedang,
Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga
bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang
menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut
Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan
perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak
yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku
Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh
pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama
pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun,
sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia
akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh.
Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan
dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak
Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.

7. dr. Tjipto Mangoenkoesoemo (EYD: Cipto Mangunkusumo) (Pecangakan, Ambarawa,


Semarang, 1886 Jakarta, 8 Maret 1943) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai "Tiga
Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap
pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu organisasi
politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat,
bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial
ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917.
Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama anggota organisasi Insulinde,
bernama Marie Vogel pada tahun 1920.
Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil jalur
pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad. Karena sikap
radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke Banda.
Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.
8. Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 meninggal di
Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan
pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangepe sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa
yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Muhammad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat
Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan
Hasanuddin. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin
Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena
keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam
Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. == Ia diangkat
sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6
November 1973.

9. Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten
Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20
November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung,
Bali.
Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama "TOKRING" KOTOK GARING melakukan
pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali,
berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah
sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik
Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda
Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat
disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994)
kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah
Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan
Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku
"Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri
(Denpasar: YKP, 1990).
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen
TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah
Rai.

10. Jenderal Besar Raden Soedirman (EYD: Sudirman; lahir 24 Januari 1916 meninggal 29
Januari 1950 pada umur 34 tahun) adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi
Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas
terus dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda,
Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi. Setelah keluarganya pindah ke Cilacap
pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam
Muhammadiyah. Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam
memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam.
Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian
menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan
Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun
1937. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun
1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat
sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama
prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman
melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden
Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang
dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan
bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman
bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan
untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar,
sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari
menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan
Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin
kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar
pada tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan
negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama
adalah Perjanjian Linggarjati yang turut disusun oleh Soedirman dan kemudian Perjanjian
Renville yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam
Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi
pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-
peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru
kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda
melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Di saat pemimpin-pemimpin politik
berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya,
melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan. Awalnya
mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan
mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu. Dari tempat ini, ia mampu
mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di
Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri,
Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus
melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit
TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih
satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang
dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman.
Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan gerilyanya ditetapkan sebagai sarana
pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-kilometer
(62 mil) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer.
Soedirman ditampilkan dalam uang kertas rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan menjadi
nama sejumlah jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia
ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

11. Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni
1783 meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal
dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional
Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis,
"Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah
beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang
terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam
sebuah teluk di Seram Selatan".
Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam bukunya Api
Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram
Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah
bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini
dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku
disebut Kasimiliali.

12. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki
Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya
dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di Yogyakarta, 26 April
1959 pada umur 69 tahun; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi
Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak
pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian
dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional
Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar
Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959).

13. Dr.(H.C) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar, populer sebagai
Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12
Agustus 1902 meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda
sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana
Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun
1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi
Indonesia.
Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai
penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga
diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem
dengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah
Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal
23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986/

14. Pangeran Dipanegara, juga sering dieja Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November
1785 meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah
seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin
Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830) melawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang
tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.

15. Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 meninggal di Rembang,
Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden
Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal
sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
16. Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 meninggal di Dairi, 17 Juni 1907
pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang
melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya
ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan Ompu
Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876
menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga
disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba
bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam
mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau
menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan
Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi
lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang
berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan
hingga puluhan tahun.

17. Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan
Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan
Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak.

18. Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 - wafat
dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah
salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan
yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838. Tuanku Imam Bonjol diangkat
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973,
tanggal 6 November 1973.

19. dr. Wahidin Sudirohusodo (lahir di Mlati, Sleman, Yogyakarta, 7 Januari 1852 meninggal di
Yogyakarta, 26 Mei 1917 pada umur 65 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia.
Namanya selalu dikaitkan dengan Budi Utomo karena walaupun ia bukan pendiri organisasi
kebangkitan nasional itu, dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar School
tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta itu.

20. Untung Suropati

Untung Surapati (Bahasa Jawa: Untung Suropati) (


terlahir Surawiroaji, lahir di Bali, 1660 meninggal dunia di Bangil, Jawa Timur, 5 Desember
1706 pada umur 45/46 tahun) adalah seorang tokoh dalam sejarah Nusantara yang dicatat dalam
Babad Tanah Jawi. Kisahnya menjadi legendaris karena mengisahkan seorang anak rakyat jelata
dan budak VOC yang menjadi seorang bangsawan dan Tumenggung (Bupati) Pasuruan.
Kisah Untung Surapati yang legendaris dan perjuangannya melawan kolonialisme VOC di Pulau
Jawa membuatnya dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia telah ditetapkan sebagai
pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November
1975.

Daftar Bangunan Bersejarah di Indonesia


1 Istana Maimun
Istana Maimun dikenal sebagai salah satu ikon di Sumatera Utara, tepatnya di ibu kotanya, Medan.
Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid lah yang mendirikan bangunan sedangkan desain dibuat
oleh seorang arsitek berkebangsaan Italia. Meski sudah berusia tua, bangunan ini menjadi tujuan
wisata terkenal.

2 Jam Gadang
Menara jam ini juga dikenal dengan sebutan jam besar yang bisa dikunjungi ketika datang ke
Bukittinggi, Sumatera Barat. Bangunan yang menjadi objek wisata terkenal ini selesai dibangun
pada tahun 1926.

3 Jembatan Mahakam
Jembatan bersejarah ini juga dikenal sebagai Jembatan Mahkota I di mana wilayah kecamatan
Samarinda Seberang dan kawasan Samarinda kota dihubungkan di atas alur Sungai Mahakam.
Tahun 1987 proses pembangunan selesai dan Presiden Soeharto sendirilah yang meresmikannya.

4 Gedung Sate
Gedung satu ini pastinya berada di kota Bandung, Jawa Barat dan dikenal dengan ornamen khasnya
yang berbentuk tusuk sate tepat di puncak menaranya. Sekalipun sudah cukup tua, bangunan ini
masih eksis dan aktif digunakan sebagai pusat pemerintahan Jawa Barat.

5 Masjid Istiqlal
Masjid satu ini adalah salah satu dari 10 bangunan bersejarah di Indonesia yang terkenal sebagai
masjid terbesar di Asia Tenggara dan terletak di Jakarta. Arsitek dari bangunan ini bernama
Frederich Silaban.

6 Lawang Sewu
Bangunan yang menjadi ikon kota Semarang ini cukup seram juga. Dengan adanya banyak pintu,
maka bangunan ini dinamai Lawang Sewu alias Seribu Pintu. Proses pembangunannya pun hanya
membutuhkan waktu 3 tahun dari 1904 sampai 1907.

7 Gereja Blenduk
Gereja satu ini dikenal sebagai bangunan di mana masyarakat Belandalah yang membangunnya
pada tahun 1753 dan juga sebagai gereja Kristen paling tua yang berlokasi di Jawa Tengah. Setiap
hari Minggu gereja ini masih aktif dipakai untuk beribadah sampai sekarang.

8 Benteng Vredeburg
Bangunan ini terletak di sekitar titik nol Yogyakarta dan sekarang dijadikan sebuah museum.
Dahulu, benteng yang dibangun dengan bentuk persegi dengan empat sudut yang memiliki menara
pantau ini dijadikan pusat pertahanan dan pemerintahan residen Belanda.

9 Taman Sari
Tempat ini adalah bagian dari Keraton Yogyakarta dan biasanya orang dapat membandingkan taman
ini dengan Kebun Raya Bogor yang dikenal sebagai kebun Istana Bogor. Desain dari kebun
kerajaan ini pun disebut-sebut dibuat oleh seorang arsitek yang berasal dari Portugis.

10 Fort Rotterdam
Benteng ini juga dikenal sebagai Benteng Ujung Pandang yang tentunya berlokasi di ibu kota
Sulawesi Selatan, Makassar. Bangunan ini memang sudah sangat tua, namun setiap bagian benteng
masih bagus; maka dari itu, tempat ini termasuk 10 bangunan bersejarah di Indonesia yang
diminati banyak wisatawan.

Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S).
Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa
penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji terbesar
saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur
Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan
membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 19651966.
Pada hari itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum
yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada
akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian
menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1
Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Monumen Bandung Lautan Api, merupakan monumen tertinggi di Bandung. Monumen setinggi 5,4
m ini berada di kawasan Tegallega, tepatnya di Lapangan Tegallega, Bandung Selatan. Monumen
ini ditujukan untuk memperingati peristiwa pembumihangusan Bandung Selatan yang dipimpin
oleh Muhammad Toha saat mengusir Belanda dari Bandung Selatan.

Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Insiden Hotel Yamato

Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911.


Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan
bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di
seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok
kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan
bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman
kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18
September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa
persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah
utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka
menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan
kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang
berlangsung di Surabaya.

Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel
Yamato
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat
yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui
pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI,
datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono.
Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta
agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini
Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan
Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah
perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga
tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara
Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke
atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali
ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil
menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera
kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran
pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian
hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak
Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden
Sukarno untuk meredakan situasi.

8 Monumen Paling Bersejarah di Indonesia


LensaTerkini - Monumen adalah sejenis bangunan yang didirikan untuk memperingati seseorang
atau sebuah peristiwa yang dianggap penting. Biasanya monumen dibangun oleh suatu kelompok
sosial sebagai peringatan kejadian di masa lalu. Namun terkadang, bangunan ini dibuat juga untuk
memperindah penampilan sebuah kota tertentu.

Di Indonesia ada beberapa monumen yang berdiri dengan megah, unik dan juga sangat keren.
Monumen itu bisa berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Berikut telah team Boombastis rangkum,
monumen bersejarah yang tersebar di beberapa daerah Indonesia, dilansir dari boombastis.

Garuda Wisnu Kencana, Bali

Garuda Wisnu Kencana berada di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana, Jimbaran, Bali. Disana
terdapat patung berwujud Dewa Wisnu, sang Dewa Pemelihara (Sthiti) dalam agama Hindu yang
dibuat oleh seorang pematung Bali ternama, I Nyoman Nuarta.

Patung ini merupakan simbol dari misi penyelamatan lingkungan dan dunia. Terbuat dari campuran
tembaga dan baja 4000 ton, tingginya sekitar 75 meter dan lebarnya 60 meter. Sekarang monumen
ini telah dikembangkan menjadi taman budaya dan menjadi ikon pariwisata Bali maupun Indonesia.

Monumen Kretek Indonesia, Bentuknya Seperti Daun Tembakau

LensaTerkini - Sekarang namanya diubah menjadi Gerbang Kudus Kota Kretek. Berada di
gerbang masuk kota Taman Tanggul Angin. Gerbang ini memisahkan antara Kabupaten Kudus dan
Kabupaten Denmark. Monumen ini melambangkan kota asal dari rokok kretek yang tidak lain
adalah Kudus.

Monumen ini dibangun seperti daun tembakau yang memayungi jalan, baik diruas kiri dan ruas
kanan. Tingginya 12 meter , lebarnya 21 meter dan bahannya terbuat dari stainless yang
didatangkan langsung dari Australia. Replika daun tembakau ini, terdapat 50 tulang disisi kiri dan
50 disisi kanan.

Monumen Perang Kemerdekaan Jimbaran, Bali

Monumen ini terletak memotong jalan I Gusti Ngurah Rai. Bangunan dari monumen ini memang
terkesan sudah berumur ribuan tahun. Akan tetapi, monumen ini sebenarnya baru dibangun pada
tahun 2008 lalu. Sekarang tempat ini sering dijadikan latar untuk sesi foto para pengunjung.

Monumen ini lebih dikenal dengan nama Monumen Perang Kemerdekaan 1945 di Jimbaran atau
ada juga yang menyebutnya Bajra Sandhi. Bangunan ini menggambarkan perjuangan rakyat
Jimbaran yang berjuang untuk bebas dari jajahan Belanda. Untuk mencapai tempat ini, kita hanya
membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari Bandara Ngurah rai.

Monumen Nasional (Monas), Jakarta

LensaTerkini - Monumen Nasional lebih dikenal dengan sebutan Monas. Bangunan ini berlokasi
di Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen ini didirikan untuk mengenang perlawanan
dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari kolonial Hindia Belanda.

Tingginya bangunan ini bisa mencapai 132 meter. Monumen ini berbentuk seperti tugu yang di
puncaknya terdapat sebuah lidah api yang terbuat dari lembaran emas yang beratnya hampir
mencapai 50 kg. Dilantai dasarnya terdapat Museum Sejarah Nasional, yang menampilkan diorama-
diorama tentang sejarah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai