Anda di halaman 1dari 53

DISKUSI KASUS

GLAUKOMA

oleh :
GERRY FEBRIAN RIZALDI G99142002

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

2
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani, glaukos yang berarti hijau kebiruan, hal
ini senada dengan kesan warna pada pupil penderita glaukoma.1 Kelainan ini
ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada glaukoma akan terdapat
penurunan fungsi mata dengan terjadinya gangguan lapang pandang dan
kerusakan anatomi berupa ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta degenerasi
papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.2
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah
katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita
gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa
disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Di
Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya
penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat risiko
menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma
tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. 1,2
Glaukoma akut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara
mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman
trabekulum. Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus
diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi
resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Bilik Mata Depan


Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan
pengaturan tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena pengaliran cairan
aqueos harus melalui bilik mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki
kanal Schlemm.1 Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea
perifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis
schwalbe, anyaman trabekuler (yang terletak diatas kanal Schlemm) dan taji
sklera (sceral spur).2

Gambar 2.1. Anatomi bilik depan mata.

Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula


berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke
corpus siliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan
kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin
mengecil ketika mendekati kanal schlemm. Bagian dalam anyaman ini yang
menghadap bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar yang
dekat dengan kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-serat
longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. Taji
sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam diantara corpus siliare dan
kanal schlemm, tempat iris dan corpus siliare menempel. Saluran-saluran

4
eferen dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.2

Gambar 2.2. Struktur Anyaman Trabekular.

Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut
filtrasi ini berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi
oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan membran
bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal
schlemm dan trabekula sampai ke COA. Limbus terdiri dari dua lapisan epitel
dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di dalam stroma terdapat
serat serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris anterior. Pada sudut
filtrasi terdapat garis schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membran descement dan kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar
ke salurannya.1,2

Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi


kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang lubang, sehingga terdapat hubungan langsung antara
trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera
dan vena siliaris anterior di badan siliar.1,2

5
B. Humor Aquous

1. Fisiologi Humor Aquous

Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang kamera
okuli anterior dan posterior. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari
plasma. Komposisi akuos humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih
tinggi, dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Akuos humor
berfungsi sebagai media refraksi dengan kekuatan rendah mengisi bola
mata dan mempertahankan tekanan intraokuler.3 Akuos humor disekresi
oleh epithel badan siliaris dengan kecepatan 2-3 l/menit dan mengisi
kamera okuli posterior 60l, serta mengisi kamera okuli anterior 250l.
Peranan penting akuos humor dalam fisiologi mata manusia adalah
sebagai pengganti sistem vaskular untuk bagian mata yang avaskular,
seperti pada kornea dan lensa, memberi nutrisi penting bagi mata, antara
lain oksigen, glukosa, dan asam amino, mengangkat metabolit dan
substansi toksik seperti asam laktat dan CO2, akuos humor berputar
dan mempertahankan tekanan intra okuler yang penting bagi pertahanan
struktur dan penglihatan mata, akuos humor mengandung askorbat dalam
kadar yang sangat tinggi yang sangat berperan untuk membersihkan
radikal bebas dan melindungi mata dari serangan sinar ultra violet dan
radiasi lainnya, saat terjadinya infeksi dan proses inflamasi, akuos humor
memberi respon imun humoral dan seluler. selama inflamasi, produksi
akuos humor menurun dan meningkatkan mediator imun.4,5

Pembentukan aquos humor adalah suatu proses biologis yang


mengikuti irama sikardian. Aquos humor dibentuk oleh korpus siliaris
yang masing-masing dibentuk oleh 2 lapis epitel diatas stroma dan dialiri
oleh kapiler-kapiler fenestrata, yang berisi pembuluh kapiler yang sangat
banyak, yang terutama difasilitasi oleh cabang lingkar arteri utama dari
iris. Permukaan apikal dari lapisan epitel luar yang berpigmen dan lapisan

6
epitel dalam yang tidak berpigmen satu dengan yang lainnya dan disatukan
oleh tight junction, yang merupakan bagian penting berhubungan dengan
sawar darah akuos. Lapisan epitel dalam yang tidak berpigmen yang
menonjol ke kamera okuli posterior, berisi banyak mitokondria dan
mikrovilli, sel-sel ini diduga sebagai tempat produksi akuos humor.5,6.7
Adapun mekanisme fisiologis pembentukan aquos humor adalah
sebagai berikut:

a. Difusi

Adalah pergerakan pasif ion-ion melalui membran karena


perbedaan konsentrasi. Pada waktu akuos humor melewati kamera
okuli posterior menuju kanalis schlemm, mengalami kontak dengan
korpus siliaris, iris, lensa, vitreus, kornea dan trabekular meshwork.
Terjadi pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitarnya, sehingga
akuos humor pada kamera okuli anterior lebih menyerupai plasma
dibandingkan dengan akuos humor pada kamera okuli posterior.2

b. Ultrafiltrasi

Adalah suatu proses dimana cairan dan bahan terlarut


melewati membran semi permeabel dibawah gradien tekanan. Setiap
menitnya 150 ml darah mengalir melalui kapiler prosesus siliaris.
Selama darah melewati kapiler prosesus siliaris, sekitar 4% filter
plasma mengalami penetrasi dalam dinding kapiler kedalam rongga
interstisial antara kapiler dan epitel siliaris. Dalam korpus siliaris,
gerakan cairan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatis antara
tekanan kapiler dan tekanan cairan interstisial, ditahan oleh perbedaan
antara tekanan onkotik plasma dan akuos humor. Dalam ruang jaringan
prosesus siliaris, konsentrasi koloid 75 % daripada konsentrasinya di
dalam plasma. Konsentrasi yang tinggi dari koloid didalam ruang
jaringan prosesus siliaris mempengaruhi pergerakan cairan dari plasma
kedalam stroma siliar, akan tetapi akan mengurangi gerakan cairan dari
stroma ke kamera okuli posterior.5

7
c. Transpor aktif

Sekresi aktif membutuhkan energi untuk memindahkan substansi


secara selektif terhadap gradient elektrokimia serta tidak bergantung
pada tekanan. Sekresi aktif bertanggung jawab pada mayoritas
produksi cairan dan melibatkan aktifitas dari enzim karbonik
anhidrase. Ion-ion yang diangkut melalui epitel siliaris tidak
berpigmen belum jelas, menurut kebanyakan teori termasuk sodium,
klorida, dan bikarbonat. Sekresi aktif diperkirakan memproduksi 80 %
dari total produksi akuos humor. Sisanya (20%) di produksi secara
difusi dan ultra filtrasi.2,5

2. Komposisi aquos humor

Komposisi akuos humor normal antara lain: Air (99,9%), Protein


(0,04%), Na+ (144mmol/kg), K+ (4,5 mmol/kg), Cl- (110 mmol/kg),
Glukosa (6,0 mmol/kg), Asam laktat (7,4 mmol/kg), Asam amino (0,5
mmol/kg), inositol (0,1 mmol/kg).4

3. Aliran Keluar Aquos Humor

Aquos humor mengalir keluar melalui dua jalur, yaitu jalur


trabekular dan jalur uveosklera.
1) Jalur trabekulum (konvensional)
Kebanyakan aqueous humor keluar dari mata melalui jalur
jalinan trabekula-kanal Schlemn-sistem vena. Jalinan trabekula
dapat dibagi kedalam tiga bagian: uveal, korneoskleral dan
jukstakanalikular. Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas
jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus oleh sel-sel trabekular
yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin
mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar
ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase
aqueous humor juga meningkat. Aqueous bergerak melewati dan

8
diantara sel endotelial yang membatasi dinding dalam kanal
Schlemm. Sekali berada dalam kanal Schlemm, aqueous memasuki
saluran kolektor menuju pleksus vena episklera melalui kumpulan
kanal sklera.1
b. Jalur uveosklera (nonkonvensional)
Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan
aliran uveoskleral. Mekanisme yang beragam terlibat, didahului
lewatnya aqueous dari camera oculi anterior kedalam otot
muskularis dan kemudian kedalam ruang suprasiliar dan
suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata melalui sklera yang
utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh darah yang
memasukinya. Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan.
Aliran uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik,
dan prostaglandin dan beberapa bentuk pembedahan (misal
siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum.1

Gambar 2.3 Mekanisme aliran aqueous humor melalui jalur

trabekula dan uveosklera.

Kecepatan pembentukan aqueous humor dan hambatan pada


mekanisme pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan
intraokuler. Normalnya tekanan di dalam bola mata berkisar antara

9
10-20 mmHg. Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat
produksi aqueous humor yang meningkat misalnya pada reaksi
peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran keluarnya
yang terganggu akibat adanya hambatan pada pratrabekular,
trabekular atau post trabekular.7

4. Hubungan tekanan intraokular dan aliran aquos humor

Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh bola


mata terhadap dinding bola mata, normalnya diatur oleh dinamika
cairan bola mata. Rentang normal tekanan intraokular adalah 10-21
mmHg. Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular dalam
hubungannya dengan aliran aquos humor adalah kecepatan
pembentukan aquos humor, kemudahan aliran keluar dan tekanan vena
episclera. Normalnya tekanan vena episclera berkisar antara 8-12
mmHg. Peningkatan vena episclera sebesar 1 mmHg biasanya akan
diikuti oleh peningkatan tekanan intraokular dalam besar yang sama.6,7

Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :

FU
IOP = + Pev
C

IOP = Tekanan intraokular (mmHg)

F = Kecepatan produksi aquos humor (l/menit)

U = Pengaliran melalui uveosclera (l/menit)

C = Kemudahan Aliran aquos humor (l/menit/mmHg)

Pev = Tekanan vena episclera (mmHg)

Aliran keluar aquos humor rata-rata normalnya 0.22-


0.28l/menit/mmHg. Kecepatan aliran ini berkurang seiring

10
peningkatan usia dan dipengaruhi oleh tindakan bedah pada mata,
obat-obatan serta faktor endokrin.8

C. Glaukoma

1. Definisi

Glaukoma merupakan penyakit neurooptik yang menyebabkan


kerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan
atau atrofi papil nervus optikus yang khas, serta kerusakan lapang pandang
dan biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan intraokular
sebagai faktor resikonya.9 Penyakit yang ditandai dengan peninggian
tekanan intraokular ini disebabkan bertambahnya produksi cairan mata
oleh badan silier atau berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah
sudut bilik mata atau dicelah pupil (glaukoma hambatan pupil).1

Pada glaukoma terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya


cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir
dengan kebutaan.1

2. Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan atau hilangnya penglihatan


kedua terbayak di dunia.10 Pada studi epidemiologi terhadap angka
kejadian glaukoma dari tahun 2000-2002 terdapat 5.0% dengan usia rata-
rata 40 tahun yang meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi pria
lebih tinggi dari pada wanita.11

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di


Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu
melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7%
dan Thailand 0,3%.5 Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak

11
(0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain
yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

3. Etiologi
Glaukoma merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan usia.
Glaukoma tidak disebabkan oleh hanya satu sebab, karena bersifat
multifaktorial. Mekanisme yang berhubungan dengan produksi badan
siliar yang terlalu banyak sedangkan pengeluarannya pada anyaman
trabekulum normal (glaukoma hipersekresi). Selain itu, adanya hambatan
pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan (glaukoma blockade pupil), serta pengeluaran dari sudut
mata tinggi (glaukoma simpleks, glaukoma sudut tertutup, glaukoma
sekunder akibat geniosinekia).12
4. Faktor Resiko
Deteksi dan perawatan dini glaukoma adalah satu-satunya jalan untuk
menghindari hilangnya penglihatan. Beberapa faktor resiko ikut
mempengaruhi terjadinya glaukoma, antara lain :
a. Faktor umum
1) Usia
Usia adalah faktor resiko utama dalam perkembangan
glaukoma. Tersering dijumpai pada usia diatas 65 tahun dan jarang
pada usia dibawah 40 tahun. Insidensi glaukoma terjadi 4-10 kali
lebih banyak pada kelompok usia tua dibandingkan usia 40-50
tahun.13
2) Ras
Ras sangat berpengaruh terhadap perkembangan glaukoma,
onset dan respon terhadap terapi. Pada ras kulit hitam onset lebih
dini, respon yang kurang terhadap terapi medikamentosa, biasanya
membutuhkan tindakan bedah dengan prevalensi lebih tinggi
menimbulkan kebutaan dibandingkan ras kulit putih.13
3) Famili
Etiologi glaukoma yang paling mungkin melibatkan
mekanisme multifaktorial atau poligenik yang diturunkan.

12
Beberapa studi menyebutkan bahwa 13-25 persen pasien dengan
glaukoma memiliki keluarga yang memiliki riwayat untuk penyakit
galukoma.13 TIGR disebut juga myosilin yang diproduksi oleh
anyaman trabekular. Adanya mutasi pada protein tersebut akibat
gen GLC1A yaitu gen yang bertanggung jawab pada mutasi protein
TIGR di kromosom 1.9
b. Faktor Okular
1) Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular yang tinggi, mempunyai efek langsung
yang dapat menyebabkan glaukoma. Seseorang dengan tekanan
intraokuler diatas 21 mmHg memiliki faktor resiko sebanyak 16
kali lipat dibandingkan jika tekanan dibawah 16 mmHg. Tekanan
intraokular diatas 21 mmHg tanpa adanya tanda dan
gejala glaukoma disebut hipertensi okular. Menurut suatu studi,
Hipertensi okular merupakan faktor utama yang dapat
menyebabkan glaukoma, sekitar 9% penderita hipertensi okular
yang tidak dikontrol dalam 5 tahun dapat berkembang menjadi
glaukoma.13

2)
Ketebalan Kornea
Menurut Ocular hypertension treatment study dalam
penelitiannya, semakin tebal kornea sentral, semakin besar resiko
terkena glaukoma. 13
c. Penyakit Sistemik
1) Diabetes Melitus
Pengaruh diabetes melitus pada perkembangan glaukoma
masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan resiko
sebanyak 1.6-4.7, namun pada penelitian lain justru dapat menjadi
proteksi untuk mencegah terjadinya glaukoma.13
2) Penyakit Tiroid
Penyakit tiroid yang bermanifestasi pada mata menyebabkan
kompresi orbita sehingga menimbulkan neuropati optik.

13
3) Hipertensi
Hipertensi dalam perannya menyebabkan glaukoma disebabkan
karena terjadinya konstriksi pembuluh darah. Baltimore Eye
Survey memperkirakan hubungan hipertensi dengan glaukoma
sangaat kompleks. Usia dan durasi kejadian hipertensi berefek
pada tekanan darah sistemik pada glaukoma sudut terbuka primer.
Penurunan perfusi secara signifikan meningkatkan prevalensi
terjadinya glaukoma sudut terbuka primer.13
d. Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan tekanan
intraokular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah
bebas menyumbat jalinan trabekular, hal ini akan menyebabkan
gangguan aliran humor aqueous dan terjadi peningkatan tekanan
intraokular. Laserasi akibat kontusio pada segmen anterior diikuti
hilangnya kamera anterior. Jika kamera tidak segera dibentuk kembali
maka akan terbentuk sinekia aterior perifer dan menyebabkan
penutupan sudut yang ireversibel.13

5. Patofisiologi
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sendok teh aqueous humor
yang mensuplai makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan
membawa produk sisa keluar dari mata melalui anyaman trabekulum ke
Canalis Schlemm. Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan
oleh derajat produksi cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan
pengeluaran cairan mata dari bola mata.1
Patofisiologi dari glaukoma adalah atropi dari nervus optikus dan
hilangnya lapangan pandang. Hipotesis dari proses tersebut adalah adanya
kompresi dari pembuluh darah yang memperdarahi nervus optikus karena
terjadi peningkatan tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi
secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan
daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik

14
relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada
papil saraf optik. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter
kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini
akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan
mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen.14
Hal ini menyebakan proses hipoksia jaringan retina yang berefek pada
kehidupan sel ganglion. Hipotesis yang lain meliputi adanya stres oksidatif
atau stres nitrat, yang keduanya mempengaruhi trabekular dan sel ganglion
retina, reaksi autoimun yang mempengaruhi sistem imun seseorang/
degenerasi axon sel ganglion retina, toksisitas glutamat, serta penurunan/
hilangnya faktor neurotropik. Beberapa hal tersebut mempengaruhi
terjadinya glaukoma. Sel glial pada nervus optikus (sel lamina kribosa), sel
astrosit merupakan bagian khusus sel glial memiliki peran penting
terhadap perubahan matriks ekstraseluler pada sel ganglion pada proses
glaukomatosa.14
Pada proses lain perubahan ekspresi matriks metaloproteinase (MMPs)
dan inhibitornya (TIMPs) terjadi pada nervus optikus sehingga
menyebabkan glaukoma. Perubahan ekspresi protein seperti MMP1 dan
MTI-MMP telah dilaporkan mempengaruhi nervus optik pada manusia.
Pada sentral nervus system, injuri atau stres dapat menyebabkan astrosit
yang normal menjadi reaktif, sehingga memperlihatkan perubahan
morfologi dan ekspresi protein yang meningkatkan glial fibrillary acidic
protein (GFAP). Astrosit juga berespon terhadap perbedaan stress
termasuk injuri, endotelin-1, dan gangguan oksigen-glucose.14
6. Klasifikasi
Glaukoma mempunyai beberapa klasifikasi yang dapat ditentukan
yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma
pada anak-anak.

15
Gambar 2.4. Klasifisikasi glaukoma.
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk yang paling
sering dijumpai, bersifat kronis dan tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan glaukoma sudut terbuka sekunder merupakan glaukoma
yang disebabkan oleh kelainan lain pada mata, penyakit sistemik,
trauma dan penggunaan obat-obatan tertentu seperti steroid.14
Primery Open-angle Glaucoma (POAG) adalah bentuk glaukoma
dengan karakteristik kronik, progresifitas lambat, neuropati optik
dengan karakteristik pola kerusakan nervus optikus dan penurunan
lapangan pandang. Manifestasi klinis pada POAG tahap awal jarang
disadari penderita. Proses kerusakan syaraf optik berlangsung
perlahan-lahan, sehingga glaukoma ini bersifat kronik dan sering
disebut the silent thief of sight, karena biasanya belum terdeteksi
hingga mencapai kerusakan 95% syaraf optik yaitu meliputi
progresifitas yang lambat, dan tidak nyeri, mata tidak merah atau tidak

16
terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Penyempitan lapang
pandangan mata dimulai dari tepi lapangan pandang dan lambat laun
meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan
sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer
sudah tidak ada sehingga penderita tersebut seolah-olah melihat
melalui teropong (tunnel vision). Glaukoma ini didiagnosis dengan
pemeriksaan TIO, gambaran diskus optikus, dan pemeriksaan lapang
pandang. Pada gambaran diskus optikus terdapat gambaran cuping
yang asimetris, fokus yang tipis atau bertakik, perdarahan diskus optik,
serta perubahan gambaran tepi diskus optikus. Terapi pada kasus ini
meliputi medikasi, laser (laser trabekuloplasti) dan operatif
(trabekulektomi) untuk menurunkan TIO.9,16
Secondary Open-Angle Glaucoma (SOAG) adalah peningkatan
resistensi aliran ayaman trabekuler yang berhubungan dengan beberapa
kondisi, meliputi: pseudoexfoliation, pigmentary glaucoma, lensa
induse glaukoma, phacoanaphylaxis, tumor intraokuler, inflamasi
okuler, surgical and accidental trauma, serta obat induse glaukoma.9
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma jenis ini yang paling umum mengenai pasien di seluruh
dunia dan menyebakan kebutaan bilateral. Glaukoma sudut tertutup
digambarkan oleh sinekia anterior, dan atau aposisi iriotrabekular, pada
keadaan akut dengan gejala hebat, atau kronik, dengan hilang
penglihatan asimtomatik. Glaukoma ini dibagi menjadi dua kategori
besar yaitu primer dan sekunder. Pada primer tidak didapatkan
kelainan patologi kecuali predisposisi anatomi, sedangkan pada
sekunder terdapat keadaan patologi yang mendasarinya seperti
neovaskularisasi iris, migrasi endotel kornea, yang mendasari
terjadinya sudut tertutup.9
Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi glaukoma
akut, subakut dan kronik. Glaukoma akut mempunyai manifestasi
nyeri okuler, sakit kepala, penglihatan kabur, halo pelangi saat melihat

17
cahaya, mual dan muntah. Sedangkan gambaran objektif meliputi
peningkatan TIO, mid dilatasi pupil, refleks pupil lambat dan ireguler,
edema epitel kornea, episklera kongesti, dan pembuluh darah
konjungtiva, anterior chamber bengkak, dan melebarnya sel serta
menurunnya aqueous.Terapi pada kondisi ini meliputi iridektomi, laser
atau operatif.9
Glaukoma sudut tertutup subakut mempunyai karakteristik adanya
episode penglihatan kabur, dan nyeri okuler ringan akibat peningkatan
TIO. Glaukoma jenis ini kadang-kadang dapat berkembang menjadi
glaukoma sudut tertutup akut. Didapatkan riwayat berulang berupa
nyeri, kemerahan, kekaburan penglihatan disertai halo di sekitar
cahaya pada satu mata. Serangan sering terjadi pada malam hari dan
sembuh dalam semalam.2 Laser iridektomi merupakan pilihan terapi
yang sesuai dengan kondisi ini.9
Glaukoma sudut tertutup kronik mempunyai manifestasi sama
dengan glaukoma sudut terbuka primer, sering dengan penyempitan
lapang pandang yang ekstensif dikedua mata. Pada pemeriksaan
didapatkan peningkatan TIO, sudut bilik mata depan yang sempit
disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai tingkat serta kelainan
diskus optikus dan lapang pandang. Pada pasien ini tidak boleh
diberikan epinefrin dan miotik kuat, kecuai apabila sebelumnya telah
dilakukan iridotomi atau iridektomi perifer, sebab obat-obat tersebut
akan memperparah penutupan sudut.2
Glaukoma sudut tertutup sekunder dapat dibagi menjadi dengan
blok pupil serta tanpa blok pupil. Hal-hal yang menyebabkan blok
pupil meliputi edema lensa, dan pupil yang kecil, sedangkan pada
glaukoma tanpa blok pupil meliputi mekanisme pendorongan posterior
meliputi tumor pada segmen posterior, atau efusi uvea, serta tertarik ke
depan seperti glaukoma neovaskuler, inflamasi, dan iridokornea
endotelial sindrome.9
c. Glaukoma Anak-Anak

18
Kongenital primer atau glaukoma infantil terjadi saat lahir atau
kurang dari satu tahun pertama. Kondisi ini dipercaya akibat displasia
sudut kamera okuli anterior tanpa abnormaitas okuli atau sistemik.
Glukoma infantil sekunder berhubungan dengan inflamasi, neoplasia,
hamartomatous, metabolik dan abnormalitas pada mata. Glaukoma
juvenil adalah glaukoma yang diidentifikasi pada usia lebih dari 3
tahun atau masa remaja muda. Selain itu glaukoma developmental
termasuk glaukoma kongenital primer dan glaukoma yang
berhubungan dengan anomali pada okuler dan sistemik. Manifestasi
klinik dari glaukoma infantil meliputi triad symptom yaitu epifora,
photofobia, dan bleparospasme.9 Selain itu diagnosa ditegakkan dengan
pemeriksaan peningkatan TIO, mengukur diameter kornea, genioskopi,
mengukur panjang axis dengan USG dan retinoskopi serta
ophtalmoscopy.9
7. Penegakkan Diagnosis
1) Anamnesis
Pemberian terapi pada glaukoma tergantung pada seorang dokter
dalam menegakkan diagnosa secara spesifik dan menetapkan tingkat
keparahan dan progresifitas pada status pasien. Anamnesis dilakukan
dengan beberapa pertanyaan, seperti kapan keluhan dimulai, riwayat
keluarga, penggunaan alkohol dan rokok, riwayat penyakit
sebelumnya, serta riwayat sosial pasien.9
Hal tersebut sering ditanyakan pada gejala pasien dengan
glaukoma, seperti keluhan nyeri, kemerahan, terdapat lingkaran cahaya
terang, perubahan penglihatan dan hilangnya penglihatan. Riwayat
kesehatan secara umum juga perlu ditanyakan, dengan kemungkinan
terdapatnya manifestasi okuler atau mungkin pengaruh dari
pengobatan yang digunakan. Riwayat penggunaan kortikosteroid juga
berpengaruh terhadap kondisi glaukoma. Seperti pada kondisi diabetes
melitus, penyakit jantung dan paru-paru, hipertensi, migrain dan
penyakit neurologi lainnya.9
2) Pemeriksaan oftalmologi

19
1) Pemeriksaan Visus/ Refraksi
Evaluasi tajam penglihatan merupakan bagian yang penting
yang digunakan dalam menentukan status fungsional secara klinis.
Pada glaukoma tahap awal tajam penglihatan masih terjaga dan
terutama pada visus sentral dapat dipertahankan hingga stage akhir
penyakit ini. Pada beberapa kasus pasien dengan kondisi mata
hipermetropi meningkatkan resiko glaukoma sudut tertutup dan
kondisi miopia meningkatkan resiko glaukoma sudut terbuka
meskipun masih dalam perdebatan.9
2) Pemeriksaan Tekanan Bola Mata
Mengukur tekanan intraokuler (TIO) merupakan pemeriksaan
penting pada pasien glaukoma. Peningkatan TIO pada pasien
glaukoma akibat perubahan ultrastruktur pada anyaman trabekular
sehingga menurunkan aliran aqueous humor yang dapat diukur
dengan tonometer. Faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan
bola mata yaitu: perubahan postur, valsava manuver, penggunaan
anastesi umum (ketamin), rokok, graves disease, agen
antikolinergik, dan penggunaan kortikosteroid. Sedangka faktor
yang mempengaruhi penurunan TIO adalah, olahraga lama,
konsumsi alkohol, marijuana, kehamilan, asidosis metabolik, dan
anastesi umum kecuali ketamin dan succinilcolin.16
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang
dinamakan tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti
tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan
tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan
tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan
lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan bergantian
dengan kedua jari tangan.1
Pemeriksaan digital merupakan teknik yang paling mudah dan
murah karena tidak memerlukan alat. Caranya dengan melakukan
palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan tahanan
kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini

20
diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, T n+1
untuk tekanan yang agak tinggi, dan Tn-1 untuk tekanan yang agak
rendah. Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling rendah karena
penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.2

Gambar 2.5. Pemeriksaan TIO dengan palpasi.


Selain itu pemeriksaan dengan tonometer Schiotz, dimana
mudah dibawa, gampang digunakan dan harganya murah. Tekanan
intraokuler diukur dengan alat yang ditempelkan pada permukaan
kornea setelah sebelumnya mata ditetesi anestesi topikal
(pantocain). Jarum tonometer akan menunjukkan angka tertentu
pada skala. Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi dari
Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan ke dalam tekanan
intraokuler.2

Gambar 2.6. Pemeriksaan TIO dengan Tonometer Schiotz.


3) Gonioskopi
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan sudut bilik mata depan
dengan pembesaran binokuler dan sebuah lensa genio khusus. Tes
ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan
patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. 2 Lensa genio
jenis Goldmann dan Posner/Zeiss memiliki cermin khusus
membentuk sudut sehingga menghasilkan garis pandangan yang

21
paralel dengan permukaan iris, cermin tersebut diarahkan ke perifer
ke arah lekukan sudut ini. Pasien di anastesi lokal, kemudian
diperiksa dengan slitlamp dan lessa genio dipasang pada mata.
Detil sudut bilik mata depan diperbesar dan divisualisasikan secara
stereoskopik. Dengan memutar cermin, dapat diperiksa semua
bagian sudut sehingga mencapai 360.2

Gambar 2.7 Pemeriksaan Bilik Mata Depan dengan Gonioskopi.


4) Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting
dalam diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan
pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat
dijumpai pada semua penyakit nervus optikus; namun kelainan
lapangan pandang, sifat progresifitas dan hubungannya dengan
kelainan-kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit ini. 2
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai
30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini
adalah semakin nyatanya bintik buta. Hal ini penting untuk
menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menentukan sikap pengobatan selanjutnya.
Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga
sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer
belum menujukan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukan adanya macam macam skotoma. Jika glaukomanya
sudah lanjut, lapang pandang perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas yang
kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang

22
dapat menimbulkan tunnel vision, seolah olah melihat melalui
teropong untuk kemudian menjadi buta.2

Gambar 2.8. Lapang pandang dalam berbagai stadium A: Lapang pandangan


yang masih normal, B: Skotoma parasentral, C: Lapang Pandang Perifer
mulai ikut rusak, D: Tunnel vision dalam tahap yang sangat lanjut
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada
glaukoma adalah automated perimeter (misalnya, Humphrey,
Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann Field
AnalyZer dan layar tangent. Conventional automated perimetry,
paling sering menggunakan perimeter Humphrey, dengan stimulus
putih pada latar belakang putih (perimeter white on white). Defek
lapangan pandang tidak terdeteksi sampai kira-kira terdapat
kerusakan ganglion retina sebanyak 40%. Berbagai
penyempurnaan untuk mendeteksi kelainan lapangan pandang dini
diantaranya adalah perimetri blue on yellow, juga dikenal sebagai
short wavelenght automated perimetry (SWAP), frekuensi doubling
perimetry (FDP), dan high pass resolution perimetry.2,18

Gambar 2.9. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Perimetri Goldman.


5)
Pemeriksaan Oftalmoskop
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan
adalah keadaan papil. Perubahan yang terjadi pada papil dengan
glaukoma adalah penggaungan (cupping) dan degenerasi saraf

23
optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari 0,5 dari
diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka
harus diwaspadaiadanya ekskavasio glaukoma.

Gambar 2.10. Gambaran Diskus Optik Normal dan pada


Glaukomatosa
Pada keadaan peningkatan tekanan intraokular yang persisten,
optic cup menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan
oftalmoskop. Optic cup normal, anatomi normal dapat berbeda
jauh. Optic cup besar yang normal selalu bulat dan elongasi
vertikal dari optic cup didapatkan pada mata dengan glaukoma.2
8. Terapi
a. Medikamentosa
Pengobatan dengan obat-obatan ditujukan untuk menurunkan
tekanan intraokular dengan cepat, untuk mencegah kerusakan
nervus optikus, untuk menjernihkan kornea, menurunkan inflamasi
intraokular, miosis, serta mencegah terbentuknya sinekia anterior
perifer dan posterior.

24
Gambar 2.11. Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Glaukoma.
1) Supresi pembentukan aqueous humor
Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling
luas digunakan untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat
digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Timolol
maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5% dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-
preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian
obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun-
terutama asma-dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol,
selektivitas relatif reseptor 1-dan afinitas keseluruhan terhadap
semua reseptor yang rendah-menurunkan walaupun tidak
menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau
pikir dan rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat
beta topikal.1
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang
menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa efek pada aliran
keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek pada pembentukan
aqueous humor.2

25
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang
paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu
diklorfenamid dan metazolamid- digunakan untuk glaukoma
kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan
pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi
perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan
pembentukan humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat
diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari
atau sebagai Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali, atau
dapat diberikan secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat
anhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang membatasi
penggunaan obat-obat ini untuk terapi jangka panjang.2 Obat-obat
hiperosmotik mempengaruhi pembentukan aqueous humor serta
menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.2
2) Fasilitasi aliran keluar humor aquos
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar aqueous
humor dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi
otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang
diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan
sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif.
Obat-obat antikolinesterase ireversibel merupakan obat
parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini
adalah demekarium bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide
0,03-0,25% yang umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau
pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat
antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin
yang diberikan selama anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu
sebelum tindakan bedah. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis
kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan
sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio
retina. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis
disertai meredupnya penglihatan terutama pada pasien katarak dan

26
spasme akomodatif yang mungkin mengganggu pada pasien
muda.2
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari,
meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan disertai sedikit
penurunan pembentukan aqueous humor. Terdapat sejumlah efek
samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva reflek,
endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi
alergi.efek samping intraokular yang dapat tejadi adalah edema
makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.
Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi
secara intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan
dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.1
3) Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan
terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi penurunan
produksi aqueous humor. Penurunan volume korpus vitreum
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tetutup akut dan
glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina
ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau
koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut
tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50%
dingin dicampur sari lemon adalah obat yang paling sering
digunakan, tetapi pemakaian pada penderita diabetes harus berhati-
hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol
intravena.19

4) Miotik, midriatik dan siklopegik


Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan
glaukoma sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada

27
iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan
sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior. Apabila
penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
siklopegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus
zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.2
b. Non-Medikamentosa
Terapi operatif biasanya dilakukan apabila pengobatan dengan
medikamentosa tidak mampu, tidak toleransi, tidak efektif, atau tidak
seluruhnya bisa digunakan oleh pasien serta pada glaukoma tidak
terkontrol disertai kerusakan yang progresif atau resiko tinggi
kerusakan.9 Keputusan dilakukannya operasi, meliputi; 1)Target
penurunan tekanan intraokular tidak tercapai, 2) Kerusakan jaringan
saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski telah
diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah
dilakukan laser terapi ataupun tindakan pembedahan lainnya, 3)
Adanya variasi tekanan diurnal yang signifikan pada pasien dengan
kerusakan diskus yang berat.1
1) Pembedahan
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar
cairan aqueos di dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga
prosedur ini disebut teknik filtrasi. Pembedahan dapat menurunkan
tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak berhasil.
Walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang
sudah hilang tidak dapat kembali normal, terapi medikamentosa
juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan dosisnya menjadi lebih
sedikit.

a) Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada
teknik ini, bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat

28
kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga terbentuk
jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran
keluar cairan aquos sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada
tahun pertama, sekitar 70-90% . Sayangnya di kemudian hari
lubang drainase tersebut dapat menutup kembali sebagai akibat
sistem penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan
intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu, terkadang
diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk
memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja
dilakukan beberapa kali pada mata yang sama.9

Gambar 2.12. Trabekulektomi.19


b) Iridektomi perifer
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian
perifer dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini,
iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar
digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya
cairan aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan. Teknik ini biasanya
dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan
aman, namun waktu pulihnya lama.2

c) Sklerotomi dari Scheie


Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan
aquos di bilik mata depan langsung ke bawah konjungtiva.
Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep konjungtiva di

29
limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke
dalam bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap
terbuka, dilakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep
konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi ini diharapkan
terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke
subkonjungtiva.
d) Drainage Implant Surgery
Operasi ini biasanya dilakukan setelah beberapa kali usaha
trabeculotomy gagal. Pada operasi ini, optalmologis
menempatkan selang pada anterior chamber untuk mengalirkan
aqueus humour.
2) Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa
pada mata kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan
memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik
ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi.
Namun hal tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu.
Beberapa tindakan operasi yang lazim dilakukan antara lain:
a) Laser Iridektomi
Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang
aman dan efektif untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan
dengan membuat celah kecil di iris perifer dan mengangkat
sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut bilik mata
depan. Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan
dilakukannya laser iridektomy, diantaranya kekeruhan kornea,
sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan jaringan iris
yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang
pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan
pada penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama.2

30
Gambar 2.13. Laser iridektomi.
Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser
iridektomi meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea,
ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra
okular meningkat. Kerusakan lensa dihindari dengan cara
menghentikan prosedur dan segera penetrasi iris untuk
iridektomi lebih ke superior iris perifer
b) Laser Periferal Iridektomi (LPI)
Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini
dibuat lubang kecil di iris perifer sehingga iris terdorong ke
belakang lalu sudut bilik mata depan akan terbuka.

Gambar 2.14. Laser Iridotomi.

31
c) Laser Trabekuloplasti
Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Sinar laser
(biasanya argon) ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga
sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat
mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa
kasus, terapi medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat
keberhasilan dengan Argon laser trabeculoplasty mencapai
75%. Karena adanya proses penyembuhan luka maka kerutan
ini hanya akan bertahan selama 2 tahun.

Gambar 2.15. Laser Trabekuloplasti.

d) Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)


Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup.
Caranya dengan merusak sebagian corpus siliar sehingga
produksi aqueous berkurang. Terapi ini biasanya diberikan dari
luar melaui sklera, tetapi telah tersedia sistem aplikasi laser
endoskopi.2

32
Gambar 2.15. Tindakan Siklodestruksi (Perusakan corpus siliar).

9. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Pada glaukoma sudut terbuka primer sebagian besar pasien dapat
mempertahankan penglihatannya semasa hidup. Prevalensi terjadinya
buta bervariasi antara 27% dan 9% (unilateral dan bilateral) setelah 20
tahun terjadinya glaukoma.9 Apabila proses penyakit terdeteksi dini
sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik. 2 Pada
glaukoma kongenital untuk kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul
dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur
hanya akibat trauma ringan.2

33
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 54 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jebres, Surakarta
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Marital : Menikah

Keluhan Utama : Mata kanan sakit cekot-cekot


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa sakit cekot-cekot sejak 5 jam
yang lalu. Selain itu pasien juga megeluh mata terlihat merah dan berair. Mata
terasa cepat lelah, terasa panas dan pedih. Kelopak mata terasa bengkak. Kalau
dipakai melihat sering silau, seperti ada pelangi bila melihat lampu. Pengelihatan
juga menjadi lebih menurun dalam 5 jam ini. Pasien mengatakan tidak ada
keluhan pada mata kiri. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya,
pasien hanya membeli tetes mata di warung.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat DM : disangkal

34
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Mondok RS : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Kebiasaan :
Aktivitas sehari-hari pasien adalah dirumah dan jarang berolahraga, biasanya
hanya hari minggu saat ada senam di alun-alun kota. Pasien tidak merokok,
riwayat meminum alkohol disangkal.
Riwayat Gizi :
Makanan yang dikonsumsi oleh Ny.W tergolong seimbang, dengan jumlah 3-4x
sehari, kadang-kadang mengkonsumsi sayur dan buah sedangkan riwayat alergi
makanan maupun obat disangkal.
Kesimpulan
Anamnesis:
OD OS
Proses Peningkatan tekanan intraokuler -
Lokasi Kamera Okuli Anterior -
Sebab Belum bisa ditentukan -
Perjalanan Akut -
Komplikasi Belum didapatkan -

B. Pemeriksaan Fisik:
Kesan Umum: Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Vital Sign: Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, regular, isi cukup
Suhu : 37 C
RR : 18x/menit, teratur

35
Status Oftalmologis:
OS Pemeriksaan Mata OD

6/6 Visus 1/60


Ortophoria Kedudukan Ortophoria
Pergerakan

DBN Supersilia DBN


DBN Silia DBN
Hiperemi (-), Edema (-), Palpebra Hiperemi (+), Edema
spasme (-) (+), spasme (-)
Hiperemi (-) CI (-), jaringan Konjungtiva Hiperemi (+) CI (+),
fibrovaskular (-) jaringan fibrovaskular
(-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dangkal
Warna coklat, kripti baik Iris Warna coklat, kripti
baik
Sentral, bundar, Reflek Pupil Sentral, bundar, reflek
cahaya (+) cahaya (-).
Jernih Lensa Jernih
LP DBN Tes konfrontasi LP Menurun
11.5 Tonometri 46,4
Tidak dilakukan Slit Lamp Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

C. Diagnosis:
OD Glaukoma Akut

36
D. Penatalaksanaan:
Medikamentosa:
Tujuan: Menurunkan tekanan bola mata
Terapi: Menurunkan tekanan bola mata
-Mengurangi produksi cairan bola mata
Beta bloker topical Timolol 0,5% 1-2 dd gtt I
Carbonic anhydrase inhibitor intial Glaucon 2 tablet 250 mg diminum
sekaligus, maintenance tab 250 mg tiap 4 jam (untuk mengontrol tekanan
intraocular)
-Meningkatkan outflow cairan bola mata
Parasymphatomimetics ( cholinergic drug ) Pilocarpine 2% gtt I tiap 10 menit
selama satu jam, dilanjutkan 4 dd gtt I besok pagi.

37
Pembedahan :
Iridektomi perifer dan mata lainnya dilakukan iridektomi pencegahan dengan
laser iridektomi. Dilakukan bilamana peradangan sudah mereda, dan kornea
sudah jernih.
E. Rencana Monitoring
Pengukuran tekanan intraokular secara teratur, pemeriksaan diskus optikus
secara teratur, pemeriksaan lapang pandang secara teratur, keluhan
subjektif
F. KIE

38
Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya, menjelaskan
prosedur terapi yang bisa dilakukan, komplikasi yang dapat muncul, resiko
yang terjadi jika pengobatan tidak teratur, prognosis penyakit pasien.
G. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Sanam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Kosmetikum : dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Penatalaksanaan glaukoma dapat ditangani dengan pemberian obat tetes mata,


tablet, tindakan laser atau operasi yang bertujuan menurunkan/menstabilkan

39
tekanan bola mata dan mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini
deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan penglihatan. Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan
penglihatan yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.Terapi yang sebaiknya dipilih pertama adalah terapi dengan obat
tetes mata. Obat ini bekerja dengan mengurangi pembentukan cairan di dalam
mata atau meningkatkan pengeluaran cairan mata. Jika glaukoma tidak dapat
dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh
penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan
dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau
dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
Golongan Obat- obat yang digunakan
1. -bloker : produksi aqueous humour $
2. Agonis 2-Adrenergik : produksi aqueous humour $
3. Analog Prostaglandin : meningkatkan aliran aqueous humor
4. CAI (Carbonic Anhydrase Inhibitors) : menurunkan kecepatan
pembentukan aqueous humour
5. Parasimpatomimetik/ Kolinergik : terjadinya konstriksi pupil,
menstimulasi otot siliari, dan # aliran aqueous humor
6. Agonis Adrenergik Nonspesifik : # laju pengeluaran aqueous humor
7. Hiperosmotik : $ volume cairan vitreous
Berikut adalah obat-obat yang digunakan untuk terapi glaukoma
Efek Samping
Kelas Mekanisme Kerja
Okular Sistemik
-bloker Mengurangi produksi aqueous Rasa terbakar Konstriksi bronkus
humour dengan cara memblok Menyengat Hipotensi
Non selektif reseptor 2-adrenergik pada Fotofobia Bradikardia
Timolol ciliary body
Gatal Blokade jantung
Levobunolol
Pengeluaran air Menutupi
Selektif mata hipoglikemia
Betaxolol Sensitivitas Perubahan kadar
korneal menurun lipid
Hiperaemia Impotensi
Punctate keratitis Capek
Diplopia Depresi
Syncope

40
Bingung
Alopecia
Reaksi alergi
okular
Rasa terbakar Depresi SSP
Menyengat Mulut kering
Penglihatan Sakit kepala
kabur
Agonis 2- Capek
Mengurangi produksi aqueous Foreign-body
Mengantuk
Adrenergik
humour; Brimonidin juga sensation
Bradikardia
diketahui dapat meningkatkan Gatal
Brimonidin Hipotensi
pengaliran uveoskleral Hiperaemia
Apraclonidin Hipotermia
Lid retraction
Apnoea
Conjunctial
blanching Gangguan rasa
Fotofobia Syncope
Midriasis
(Apraclonidin)
Penglihatan
kabur
Rasa terbakar
Analog Menyengat
Prostaglandin Hiperaemia
konjungtiva
Analog Foreign-body
prostaglandin sensation
F2 Gatal
Meningkatkan pengaliran
Latanoprost Peningkatan Sangat jarang
uveoskleral
pigmentasi pada
Analog iris
prostamide Penebalan bulu
Bimatoprost mata
Travoprost Reversible
macular oedema
Reactivation of
herpetic infection
Iritis/uveitis
CAI (Carbonic Menurunkan sekresi aqueous Rasa terbakar dan Sakit kepala
Anhydrase humor dari cilliary body menyengat Muntah
Inhibitors) dengan cara memblok secara sementara Kelelahan
aktif sekresi natrium dan ion Ketidaknyamana Mulut kering
Topikal bikarbonat dari ciliary body ke n okular
Brinzolamid aqueous humor Pusing
Penglihatan Anafilaksis
Dorzolamid kabur sementara

41
Sistemik Jarang terjadi
Acetazolamid konjungtivitis,
Dichlorphenami lid reaction,
d fotofobia
Methazolamid
Meningkatkan pengeluaran Sakit mata Sakit kepala
aqueous humor sebagai hasil Berkurangnya Salivasi
dari terbuka dan tertutupnya ketajaman Frekuensi urinasi
trabecular meshwork pada penglihatan di meningkat
kontraksi otot ciliary sehingga malam hari Kejang perut
Parasimpatomi menurunkan resistensi Penglihatan Tremor
metik / pengeluaran aqueous humor kabur
Kolinergik asma
Miosis Hipotensi
Pilokarpin Myopic shift Muntah dan Mual
Karbakol Retinal
detachment
Ketidaknyamana
n dalam
pemblokan pupil
Lakrimasi
Agonis 2-receptormediated Rasa terbakar Sakit kepala
adrenergik meningkatkan laju pengeluaran Ocular Hilang kesadaran
nonspesifik aqueous humor discomfort Tekanan darah
Dipivefrin Alis sakit meningkat
Hiperemia Takikardia
Alergi Aritmia
Blepharoconjunc Tremor
tivitis Kegelisahan
Laju pernafasan
Jarang terjadi: meningkat
Tidak
menimbulkan
Rontok pada bulu
mata
Stenosis saluran
Nasolakrimal
Penglihatan
kabur
Penggunaan
dalam waktu
lama (>1 tahun)
dapat
menyebabkan
deposisi pigmen
dalam
konjungtiva dan

42
kornea
Hiperosmotik Mengurangi volume cairan - Sakit kepala
vitreous Menggigil
Manitol, Pusing
Gliserin,
Hipotensi
Isosorbid
Takikardia
Mulut kering
Pulmonary
oedema

Kelas Kontraindikasi Perhatian


Diabetes
-bloker Hipertiroid
Kegagalan jantung
Non selektif
Asma Penyakit paru-paru
Timolol
Bradi aritmia Bradikardia
Levobunolol
Blokade jantung Atherosclerosis
Diabetes
Selektif
Betaxolol Miastenia gravis

Agonis 2-Adrenergik Pasien yang diterapi dengan


MAOI (monoamine oxidase Penyakit kardiovaskular
Brimonidine inhibitor) Depresi
Apraclonidine Anak di bawah 2 tahun
Analog Prostaglandin

Inflamasi intraokular (iritis/uveitis)


Latanoprost
Aphakia dan pseudophakia
Bimatoprost
Travoprost
CAI (Carbonic Cangkok kornea Keruskan hati dan ginjal yang
Anhydrase Distrofi endotelial dapat parah
Inhibitors) menyebabkan udem pada
kornea
Topikal Alergi sulfonamida
Brinzolamide mempunyai risiko alergi

43
Dorzolamide terhadap CAI

Sistemik
Acetazolamide
Dichlorphenamide
Methazolamide
Asma
Parasimpatomimetik / Uveitis
Obstruksi saluran kemih
Kolinergik Glaukoma sekunder yang
Miopi yang parah
berhubungan dengan
Aphakia
Pilokarpin hambatan pengeluaran cairan
Degenerasi perifer retina
Karbakol aqueous humor

Hipertensi
Agonis adrenergik
Arteriosclerosis
nonspesifik Glaukoma sudut sempit akut
Jantung koroner
Hipersensitif terhadap obat
Diabetes
Dipivefrin
Hyperparathyroidism
Dehidrasi

Hiperosmotik Gangguan fungsi ginjal dan retensi


Hipersensitif terhadap
urin
gliserin, manitol
Manitol, Gliserin, Kegalalan jantung kongestif
Intrakranial hematoma akut
Isosorbid Diabetes insipidus
Geriatri

44
Tambahan:

Terapi Farmakologi
1. Terapi Hipertensi Okular
Hipertensi okular adalah kondisi dimana tekanan intraokular mata lebih
besar dari tekanan intraokular (TIO) mata normal yaitu > 22 mmHg. Hipertensi
okular ini menyebabkan seseorang memiliki kemungkinan menderita glaukoma
akan tetapi belum positif glaukoma. Terapi untuk mengatasi hipertensi okular
diperlukan untuk meminimalisir faktor risiko yang dapat menyebabkan
berkembangnya hipertensi okular menjadi glaukoma. OHTS (Ocular
Hypertensive Treatment Study) adalah studi terapi yang dapat membantu
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat dijadikan pertimbangan untuk
terapi hipertensi okular tersebut. Pasien dengan TIO > 25mmHg, rasio vertical
cup:disk lebih dari 0.5, ketebalan pusat kornea kurang dari 555m mempunyai
risiko yang besar berkembang menjadi glaukoma. Faktor risiko lain seperti

45
riwayat keluarga, ras (kulit hitam), miopi yang parah, dan pasien yang hanya
mempunyai satu mata fungsional, juga perlu dipertimbangkan untuk memilih
terapi yang tepat. Pasien tanpa faktor risiko, tidak perlu mendapatkan terapi akan
tetapi harus tetap dikontrol untuk mencegah berkembangnya glaukoma.
Pasien dengan faktor risiko yang signifikan harus diterapi dengan agen
topikal yang sesuai seperti -bloker, agonis 2, inhibitor karbonik anhidrase
(CAI), atau analog prostaglandin yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Agar
terapi berjalan optimal maka hendaknya dimulai pada satu mata untuk menilai
keberhasilan terapi dan toleransi pasien. Penggunaan agen terapi lini kedua dan
ketiga (seperti pilokarpin dan epinefrin) diberikan ketika agen terapi lini pertama
gagal menurunkan tekanan intra okular yang bergantung pada rasio risiko-benefit
pada setiap pasien. Pertimbangan biaya, ketidaknyamanan penggunaan, dan
timbulnya efek samping yang sering muncul pada terapi kombinasi, inhibitor
antikolinesterase, dan CAI oral menghasilkan rasio risiko-benefit yang tidak
diharapkan oleh pasien.
Tujuan terapi hipertensi okular adalah untuk menurunkan tekanan intra
okular (TIO) pada level yang memungkinkan penurunan risiko kerusakan syaraf
optik, umumnya 20% atau 25%-30% penurunan dari TIO awal pasien. Penurunan
yang lebih besar mungkin dibutuhkan pada pasien dengan risiko tinggi atau pasien
yang mempunyai TIO awal yang tinggi. Terapi obat sebaiknya dimonitor dengan
pengukuran TIO, pemeriksaan optic disk, penilaian lapang pandang dan evaluasi
efek samping obat serta kepatuhan pasien. Pasien yang tidak memberikan respon
terhadap obat atau intoleran terhadap obat maka hendaklah obat tersebut diganti
dengan alternatif obat lain. Banyak praktisi yang lebih memilih untuk
menghentikan semua jenis pengobatan pada pasien yang gagal merespon terapi
topikal, melakukan monitoring yang intensif terhadap perkembangan perubahan
optic disk atau hilangnya bidang pandangan, kemudian dilakukan pengobatan
kembali ketika terjadi perubahan kondisi pasien.

46
Algoritma terapi

2. Terapi Glaukoma Sudut Lebar (Terbuka)


Terapi glaukoma sudut terbuka diawali dengan pemberian agen topikal
tunggal yang toleran dengan konsentrasi terendah. Tujuan dari terapi ialah
mencegah kehilangan atau penurunan bidang pandang. Target TIO dipilih
berdasarkan TIO awal pasien dan penurunan bidang pandang pasien. Umumnya,
target penurunan TIO yang diharapkan sebesar 30%.
Obat yang umumnya digunakan dalam penanganan glaukoma adalah
nonselektif -bloker, analog prostaglandin (latanoprost, travoprost, dan

47
bimatoprost), 2-agonis (brimonidin), dan kombinasi tetap dari timolol dan
dorzolamide.
Terapi dimulai dengan pemberian agen tunggal pada salah satu mata
(kecuali pada pasien dengan TIO yang sangat tinggi atau pasien dengan
kehilangan bidang pandang yang parah) untuk mengevaluasi efikasi dan toleransi
obat. Pemantauan terapi sebaiknya dilakukan secara individual. Respon awal
terhadap terapi biasanya dihasilkan 4-6 minggu setelah terapi dimulai. Ketika
yang ditentukan melalui percobaan. Karena frekuensi efek samping,
karbakol, inhibitor kolinesterase topikal, dan CAI oral dipertimbangkan sebagai
agen terakhir yang diberikan pada pasien telah mencapai nilai TIO yang
diharapkan, pemantauan TIO dilakukan setiap 3-4 bulan. Perubahan bidang
pandang dan optic disc dipantau setiap tahun atau lebih awal jika glaukoma tidak
stabil atau bersamaan dengan kondisi lain yang dapat memperburuk.
Pasien yang memberikan respon tetapi intoleran pada terapi awal yang
diberikan dapat beralih ke obat lain atau dosis alternatif dari obat yang sama.
Untuk pasien yang tidak dapat merespon konsentrasi toleran yang tertinggi, harus
mengganti obat tersebut dengan agen alternatif setelah sehari terapi konkuren
dengan obat tersebut. Apabila hanya timbul respon parsial, maka dimungkinkan
kombinasi dengan agen topikal lainnya yang gagal merespon terapi dengan
kombinasi topikal yang kurang toksik.
Algoritma terapi glaukoma sudut terbuka

48
3. Glaukoma Sudut Tertutup
Untuk sudut tertutup yang akut, terapi pertama bertujuan untuk menurunkan
TIO, mengurasi rasa sakit, dan menghilangkan udem pada kornea sebagai
persiapan untuk terapi laser iridotomi. Obat kolinergik (agen miotik) dapat
meningkatkan efektifitas laser iridotomi atau iridoplasti pada pra operasi. Untuk
kasus yang gawat, sebaiknya digunakan pengobatan sistemik seperti hiperosmotik
oral atau parenteral serta CIA oral atau parenteral untuk menurunkan TIO dengan
cepat dan mencegah kerusakan permanen pada posterior chamber dan anterior
chamber. Topikal timolol dan bribrimonidin/apraklonidin juga dapat digunakan
secara bersamaan dengan CAI topikal (Singapore Ministry of Health [SMOH]
2005). Topikal anti infamasi juga disarankan untuk digunakan. Saw, Gazzard dan
Friedman (2003) menyarankan untuk memberikan obat aditif latanoprost sebelum
dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi. Latanoprost dapat digunakan jika
TIO <25 mm.
Kemudian setelah TIO sudah menurun, dilakukan terapi menggunakan laser
iridotomi. Jika berhasil, maka dilakukan pengontrolan terhadap TIO. Jika telah
mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow
up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc
serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO

49
yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain
yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.
Sementara jika terapi menggunakan laser iridotomi belum berhasil maka
dilajutkan dengan operasi bedah iridektomi. Lalu TIO kembali dilihat apakah
telah mencapai target yang diharapkan atau tidak. Jika telah mencapai target TIO
yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi
pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan
terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO yang diharapkan,
maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain yang
dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.

Algoritma terapi glaukoma sudut tertutup

50
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Glaukoma merupakan penyakit neurooptik yang menyebabkan kerusakan
serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
intraokuler, kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, serta
kerusakan lapang pandang.
2. Pada pasien ini didapatkan diagnosa okuler dekstra glaukoma akut. Hal
tersebut ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan okuler serta
pemeriksaan tambahan yaitu menggunakan tonometer. Pemeriksaan pasti
dengan menggunakan genioskopi dan perimeter belum bisa dilakukan
akibat keterbatasan alat.

51
3. Glaukoma dikalasifikasikan sebagai glaukoma sudut terbuka, glaukoma
sudut tertutup, dan glaukoma pada anak-anak.
4. Pemberian terapi bisa dilakukan dengan medikamentosa, dan non-
medikamentosa. Pada medikamentosa dapat digunakan pada glaukoma
sudut terbuka primer yaitu seperti golongan antagonis beta adrenergik,
adrenergik antagonis, agen parasimpatomimetik, inhibitor karbonik
anhidrase, serta agen hiperosmotik yang bertujuan untuk menurunkan
tekanan intraokuler pada bola mata. Terapi pembedahan dapat dilaukan
dengan laser trabekuloplasti atau trabekulektomi pada glaukoma sudut
terbuka. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup bisa menggunakan laser
iridektomi, laser genioplasti atau periferal iridoplasti, atau pembedahan
insisi. Pada glaukoma kongenital bisa dilakukan geniotomi dan
trabekulotomi.
B. Saran
Pada pasien dengan glaukoma selalu dilakukan pemeriksaan visus serta
lapang pandang yang digunakan sebagai evaluasi terhadap gejala serta
pengobatan yang diberikan. Tindakan operatif perlu dilakukan apabila pasien
tidak berespon terhadap pengobatan untuk mempertahankan visus dan tidak
menyebabkan kondisi yang lebih parah (glaukoma absolut).

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001.
hal: 212-216.
2. Salmon, J. F. Glaukoma. Dalam: Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum
Edisi 17. Jakarta. EGC. 2009. Hal 212-228.
3. Crik and Khaw. A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3rd edition. British
Library.
World Scientific Publishing; 2003.
4. Tanihara H, Inoue T, Yamamoto T, Kuwayama Y, Abe H, Araie M. Phase 2
Randomized Clinical Study of a Rho Kinase Inhibitor, K-115, in Primary
Open-Angle Glaucoma and Ocular Hypertension. American Journal of
Ophthalmology. 2013;156(4):731-736.e2.
5. American Academy Of Ophthalmology; Glaucoma, section 10, Basic and
Clinical
Science Course, 2005-2006, pp. 3-30.
6. Solomon Ira Seth. MD; Aqueous Humour Dynamics; journal. [diakses 7
agustus 2015]; tersedia di: http://www.nyee.edu/pdf/solomonaqhumor.pdf
7. American Academy of Ophthalmology; Fundamentals and Principles of
Ophthalmology, section 2, Basic and Clinical Science Course, 2005-2006,
pp. 52-59
8. Sehu, K.W., and Lee, W.R. Glaucoma. Dalam: Ophthalmic Pathology An
Illustrated Guide for Clinicians, Chapter 7. Blackwall Publishing. USA.
2005. Page 135-156.
9. Liesegang, T. J., Skuta, G. L., Cantor, L. B. Glaucoma. American
Academy of Ophtalmology. New York. 2005.
10. Kulkarni, Uma. Early Detection of Primary Open Angle Glaucoma: Is It
Happening. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012. Vol. 6(4):
667-670.
11. Duker, Jay S. Glaucoma, Therapy to Use in Glaucoma. Dalam: Yanoff &
Duker: Ophthalmology, 3rd ed. 2008. Copyright 2008 Mosby, An
Imprint of Elsevier.

53
12. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. hal : 97-100.
13. American Optometric Association. Care of the Patient with Open Angel
Glaucoma.
Journal; 2011. [diakses 7 agustus 2015]; tersedia di :
http://www.aoa.org/documents/CPG-9.pdf
14. Shahidulloh, M., Al-Malki, W.H., Delamere, N.A. Mechanism of Aqueous
Humor Secretion, Its Regulation and Relevance to Glaucoma. Basic and
Clinical Concept. 2011. Page 1-31.
15. Yale School of Medicine. Heading off the Silent Thief of Sight.
Newsarticles;
March 2012. [diakses 7 agustus 2015]; tersedia di:
http://medicine.yale.edu/publications/medicineatyale/mar2012/news/news
articles/11
16. Duker, Jay S. Glaucoma, Therapy to Use in Glaucoma. Dalam: Yanoff &
Duker: Ophthalmology, 3rd ed. 2008. Copyright 2008 Mosby, An
Imprint of Elsevier.
17. PERDAMI. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit mata edisi 2. Jakarta :
Sagung Seto; 2002.
18. Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and L.
M. Posey. 2008. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th
Edition, 1551-1564. New York: McGraw Hill.
19. Fiscella, R. G., Lesar, T. S., and Edward D.P., in Glaucoma, Dipiro, J.T.,
Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds),
2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition,
1551-1564, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York.

54

Anda mungkin juga menyukai