Anda di halaman 1dari 50

Tugas : Keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH
KELOMPOK IV

1. I Wayan Murdika
2. Awirullah
3. Fitriani
4. Indrayanti Karim
5. Kartika Gemalasari
6. Ramadan
7. Albar
8. Hamsinar
9. Jumrana
10. Dwi Widiastuti
11. Marfiani Arifin
12. Nurul Indah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MANDALA WALUYA KENDARI
TAHUN 2013

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karena

dengan limpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN ARTRITIS REUMATOID

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penilaian mata kuliah

Keperawatan gerontik untuk memperoleh pengetahuan, integritas dan kontrol. Penulis

sangat berterima kasih kepada semua pihak dari baik dari dosen mata kuliah maupun

rekan rekan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini baik, dan disamping itu

penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu

penulis sangat mengharapkan saran, kritikan dan masukan yang sifatnya membangun

demi perbaikan pembuatan makalah kelak dikemudian hari.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepeda semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan makalah ini semoga mendapat balasan yang setimpal dari

Allah SWT. Amin..

Kendari, November 2013

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................ 3
C. Tujuan................................................................................................. 4
D. Manfaat.............................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI ARTRITIS REUMATOID.............................................5
A. Defenisi Artritis Rematoid.......................................................................5
B. Epidemologi......................................................................................... 6
C. Klasifikasi............................................................................................. 7
D. Etiologi............................................................................................... 8
E. Patofisiologi....................................................................................... 10
F. Manifestasi klinis................................................................................ 10
G. Pemeriksaan penunjang.....................................................................12
H. Penatalaksanaan............................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ARTRITIS REUMATOID................22
A. Pengkajian......................................................................................... 22
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................32
C. Rencana asuhan keperawatan.............................................................33
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................35
A. Kesimpulan........................................................................................ 35
B. Saran................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 36

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan meningkat diberbagaibidang di Indonesia
telah mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Salah satu
outcomeatau dampak dari keberhasilan pembangunan nasional dibidang
kesehatan dan kesejahteraan sosial yang telah dirasakan antara lain
adalah meningkatnya angka rata-rata Usia Harapan Hidup (UHH)
penduduk. Peningkatan rata-rata UHH tersebut mencerminkan bertambah
panjangnya masa hidup penduduk lanjut usia (BPS, 2004). BPS (2004),
menyebutkan bahwa abad 21 bagi bangsa Indonesia merupakan abad
lanjut usia (Era of Population Ageing), karena pertumbuhan penduduk
lanjut usia (Lansia) Indonesia diperkirakan lebih cepat dibandingkan
dengan negara-negara lain.
Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan
akibat proses alamiah yaitu proses menua (Aging) dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling beriteraksi
(Nugroho, 2000). Permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan
dengan perubahan kondisi fisik yang menyertai lansia. Perubahan kondisi
fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya kemampuan
muskuloskeletal kearah yang lebih buruk. Penurunan fungsi
muskuloskeletal menyebabkan terjadinya perubahan secara degeneratif
yang dirasakan dengan keluhan nyeri (Christensen, 2006), kekakuan,
hilanganya gerakan dan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan, disertai
pula dengan pembengkakan yang mengakibatkan terjadinya gangguan
imobilitas.

1
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi sistemik
kronik yang menyebabkan tulang sendi destruksi, deformitas, dan
mengakibatkan ketidakmampuan (Meiner&Luekenotte, 2006). Prevalensi
penyakit muskuloskeletal pada lansia dengan Rheumatoid Arhtritis
mengalami peningkatan mencapai 335 juta jiwa di dunia. Rheumatoid
Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar
75 % diantaranya adalah wanita dan kemungkinan dapat mengurangi
harapan hidup mereka hampir 10 tahun (Breedveld, 2003) . Di Amerika
Serikat, Penyakit ini menempati urutan pertama dimana penduduk AS
dengan Rheumatoid Arhtritis 12.1 % yang berusia 27-75 tahun memiliki
kecacatan pada lutut, panggul, dan tangan, sedangkan di Inggris sekitar
25 % populasi yang berusia 55 tahun ke atas menderita Rheumatoid
Arhtritis pada lutut.
Di Indonesia, data epidemiologi tentang penyakit RA masih sangat
terbatas. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004,
penduduk dengan keluhan sendi sebanyak 2 %. Hasil penelitian yang
dilakukan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Depkes, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta
selama 2006 (Yoga, 2006) menunjukkan angka kejadian gangguan nyeri
muskuloskeletal yang mengganggu aktifitas, merupakan gangguan yang
sering dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar responden.
Dari 1.645 responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti
menjelaskan sebanyak 66,9 % di antaranya pernah mengalami nyeri
sendi. Gangguan utamanya terjadi pada populasi kelompok umur 45
tahun ke atas. Data terakhir dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta
menunjukkan, jumlah kunjungan penderita Reumatoid Artritis selama
periode Januari sampai Juni 2007 sebanyak 203 dari jumlah seluruh
kunjungan sebanyak 1.346 pasien

2
Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas masyarakat Indonesia yang
kian padat dapat menimbulkan berbagai ketidakmampuan yang
diakibatkan oleh bermacam gangguan khusunya pada penderita
Rheumatologi Arthritis (Handono&Isbagyo, 2005). Tetapi seiring dengan
bertambahnya jumlah penderita RheumatologiArthritis di Indonesia, justru
kesadaran dan salah pengertian tentang penyakit ini masih tinggi.
Banyaknya pandangan masyarakat Indonesia yang menganggap
sederhana penyakit ini karena sifatnyayang dianggap tidak menimbulkan
ancaman jiwa, padahal gejala yang ditimbulkan akibat penyakit ini justru
menjadi penghambat yang mengganggu bagi masyarakat untuk
melakukan aktivitas mereka sehari-hari.
Di samping itu pula, di masyarakat sendiri masih menganggap dan
mempercayai terhadap mitos-mitos yang menyesatkan bila dikaji dari sisi
medis dan dapat merugikan bagi masyarakat khususnya penderita
Rheumatologi Arthritis diantaranya sering mandi malam di usia muda
memicu rematik di usia tua, penyakit rematik adalah keturunan, dan sakit
pada tulang di malam hari adalah tanda gejala rematik. Asep (2008),
menjelaskan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia untuk
mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit Rheumatologi Arthritis,
siapa saja yang dapat terserang Rheumatologi Arthritis, dan bagaimana
cara penanganannya yang terbaik. Untuk itu kita perlu tahu lebih banyak
mengenai penyakit Rheumatoid Arthritis dalam memberikan pelayanan
asuhan keperawatan.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang
dibahas dalam makalah ini yaitu bagaimana konsep Rtritis rheumatoid
dan bagaimana asuhan keperawatan arthritis rheumatoid pada lansia.

3
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk meinigkatkan ilmu pengetahuan mengenai penyakit artritis
rematoid pada lansia.
2. Tujuan khsus
a. Mengetahui pengertian, epidemologi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan artritis rematoid
b. Mengetahui pelaksaanaan asuhan keperawatan pada pasien lansia
dengan kasus artritis rematoid

D. Manfaat
1. Dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa(i) mengenai penyakit
artritis rematoid
2. Dapat menjadi acuan dalam palaksanaan asuhan keperawaran pasien
lansia dengan kasus artritis rematoid

4
BAB II
TINJAUAN TEORI ARTRITIS REUMATOID

A. Defenisi Artritis Rematoid

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis
berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu
penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki)
mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon,
2002).

Daud (2004) menyatakan bahwa Reumatoid Arthritis (RA)


merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi kronik yang
ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang mengenai
jaringan persendian ataupun organ tubuh lainnya. Sebagian besar
penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, jika
tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan
deformitas sendi progresif. Penyakit autoimun terjadi jika sistem imun
menyerang jaringan tubuh sendiri.

Brunner & Suddarth (2001) menyatakan RA penyakit yang


disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga kolagen
terpecah dan terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya

5
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang.

Rematoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat


progresif, mengenai jaringan lunak dan cenderung untuk menjadi kronis
yang menyebabkan terlibatnya sendi pada penderita-penderita penyakit
RA ini pada tahap berikutnya setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut
sesuai dengan sifat progresivitasnya (Adnan, 2008).

B. Epidemologi

Dengan tingkat prevalensi 1 sampai 2 % di seluruh dunia, prevalensi


meningkat sampai hampir 5 % pada wanita di atasusia 50 tahun. Angka
penderita Rheumatoid Arthritis belum dapat dipastikan Pada tahun 2000
ditemukan kasus baru Rheumatoid Arthritis yang merupakan 4,1 % dari
seluruh kasus baru di Poliklinik Rheumatologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Seiring dengan bertambahnya umur, penyakit ini
meningkat baik wanita maupun laki laki. Puncak kejadianya pada umur
20-45 tahun..

Prevalensi lebih tinggi wanita dibandingkan dengan laki laki, lebih


dari 75 % penderita RA adalah wanita dengan perbandingan 3:1 .
Rheumatoid Faktor pada serum darah ditemukan 85% pasien penderita
RA (Indonesian Rheumatoid Assosiation(IRA), 2001).

Para ahli dari Universitas Alabama, AS, menarik kesimpulan


terhadap penelitian mereka bahwa wanita yang menderita Rheumatoid
Arthritis mempunyai kemungkinan 60% lebih besar untuk meninggal lebih

6
cepat dibanding wanita yang tidak menderita penyakit tersebut. Hasil
penelitian ini, menunjukkan bahwa Rheumatoid Arthritis adalah masalah
kesehatan masyarakat terutama para lansia (lanjut usia). Dalam riset ini,
para ahli mengamati 31 ribu wanita berusia 55 tahun hingga 69 tahun.
Pada tahun 1986 ketika penelitian dimulai, tak satupun dari mereka yang
menderita Rheumatoid Arthritis, tetapi 11 tahun kemudian (1997), 158
orang di antara mereka didiagnosa menderita Rheumatoid

Arthritis. Pada tahun 2000, 30 orang di antara penderita Rheumatoid


Arthritis itu meninggal dunia. Berdasarkan data di atas bisa diambil
kesimpulan bahwa Rheumatoid Arthritis akan menjadi penyakit yang
banyak ditemui di masyarakat.

C. Klasifikasi

Reumatoid Arthritis dapat dikelompokkan berdasarkan diagnostik


sebagai berikut:

a. Kaku pagi hari

b. Nyeri pada pergerakan

c. Nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi

d. Pembengkakan karena penebalan jaringan lunak atau cairan (bukan


pembesaran tulang)

e. Pembengkakan paling sedikit satu sendi

7
f. Masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga
bulan

g. Pembengkakan sendi yang simetris

h. Terkenanya sendi yang sama pada kedua sisi yang timbulnya


bersamaan.

Menurut Cecilia, Nasution & Isbagio tahun 2007 mengklasifikasikan


RA sabagai berikut :

a. Reumatoid Klasik

Harus terdapat 7 dari kriteria tersebut di atas. Kriteria 1 sampai 5 tanda


dan gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit
selama 6 minggu. Jikaditemukan salah satu tanda dari daftar yang tidak
termasuk RA, maka penderita tidak dapat digolongkan dalam kelompok
ini.

b. Reumatoid Definit

Harus terdapat 5 dari kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 5 tanda dan


gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu.

c. Probable Reumatoid Arthritis

8
Kemungkinan RA terdapat 3 dari kriteria di atas. Paling sedikit satu dari
kriteria 1 sampai 5 tanda atau gejala sendi harus berlangsung terus
menerus paling sedikit 6 minggu.

d. Possible Reumatoid Arthritis

Diduga RA harus terdapat 2 dari kriteria diatas , dan lamanya gejala


sendi paling sedikit 3 bulan. Termasuk possible Reumatoid Arthritis jika
memiliki ciri sebagai berikut kaku pagi hari, nyeri tekan atau nyeri gerak
dengan riwayat rekurensi atau menetap selama 3 minggu, riwayat atau
didapati adanya pembengkakan sendi, nodul subkutan (diamati oleh
pemeriksa) peningkatan Laju Endap Darah atau CReaktif Protein, Iritis.

D. Etiologi

Penyebab Rheumatoid Arthritis sampai saat ini masih belum


diketahui dengan pasti. Penyebab Rheumatoid Arthritis ini masih terus
diteliti di berbagai belahan dunia, namun agen infeksi seperti virus,
bakteri, dan jamur, sering dicurigai sebagai pencetusnya.

Sejumlah ilmuwan juga berpendapat, bahwa beberapa faktor resiko


seperti faktor genetik dan kondisi lingkungan pun ikut berperan dalam
timbulnya RA, seperti (Williams&Wilkins, 1997) :

a. Genetik Terdapat hubungan antara HLA-DW 4 dengan RA seropositif


yaitu penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang
penyakit ini.

9
b. Hormon Sex Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan
karena perempuan lebih banyak menderita penyakit ini.

c. Infeksi Dengan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya


terjadi secara mendadak dan disertai tanda-tanda peradangan.
Penyebab infeksi diduga oleh bakteri, mikroplasma atau virus.

d. Heart Shock Protein (HSP) HSP merupakan sekelompok protein


berukuran sedang yang dibentuk oleh tubuh sebagai respon terhadap
stres.

e. Radikal Bebas Radikal superoksida dan lipid peroksidase


yangmerangsang keluarnya prostaglandin dan pembengkakan

Menurut Meiner&Lueckenotte (2006), penyebab RA belum diketahui


dengan jelas, namun teori yang paling banyak diterima menyebutkan
bahwa RA merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan
peradangan pada sendi dan jaringan penyambung. Insiden meningkat
dengan bertambahnya usia terutama pada wanita. Insiden puncak
adalah antara 40-60 tahun dan penyakit ini menyerang orang diseluruh
dunia dan berbagai suku bangsa (Price&Wilson, 2005)

10
Gambar 1 : Sendi normal dan sendi yang mengalami artritis

E. Patofisiologi

Pada Rheumathoid Arthritis (RA), reaksi autoimun terutama terjadi


dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkanenzim-enzim
dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, poliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan menganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dengan kekuatan kontraksi otot (Brunner & Suddarth,
2002).

11
F. Manifestasi klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita


reumatoid artritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada
saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran
klinisyang sangat bervariasi (Brunner&Suddarth, 2002).

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan


menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di


tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam dapat bersifat


generalisasi terutama menyerang sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran


radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

e. Deformitas. kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan


perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi
sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa
adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. Pada kaki terdapatprotrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang

12
timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga
dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak
terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan


pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid.
Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon
(sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan,
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-
tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu
petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang


organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Kelainan yang terjadi pada daerah artikule dibagi menjadi dalam 3


stadium, yaitu :

a. Stadium Sinovitis.

Pada stadium ini terjadi perubahan diri pada jaringan sinovium


(jaringan sendi tipis yang berada di sendi). Sinovitisaktif mempunyai
tanda-tanda hangat, pembengkakan di sekitar sendi yang radang, nyeri
saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan. Sendi-
sendi yang terkena biasanya sendi-sendi superficial dimana kapsul
sendi mudah dilihat seperti, lutut, pergelangan tangan dan jari-jari.

13
b. Stadium Destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan


sinovialterjadi juga pada jaringan sekitar, ditandai adanya kontraksi
tendon. Destruksi sendi yang progresif atau sub luksasio (dislokasi
parsial) terjadi ketika satutulang bergeser terhadap lainnya dan
menghilangkan rongga sendi. Selain tanda dan gejala tesebut terjadi
pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari Swan-Neck.

c. Stadium Deformitas

Pada stadium ini, terjadi perubahan secara progresif dan berulang


kali deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada
sendi diawali sinovitis berlanjut pada pembentukan pannus, ankilisis
fibrosa dan terakhir ankilosis tilang. Deformitas disebabkan oleh
ketidaksejajaran sendi (misalignment) yang terjadi akibat
pembengkakan.

G. Pemeriksaan penunjang

Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat


menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala
pasien.

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Cairan synovial

14
Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan
peningkatan jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan
kronisitas.

Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas


menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.

Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses


inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%).

Glukosa: normal atau rendah.

Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum,


berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.

Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya


pada reaksi imunologis.

Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.

Phagocites neutrophils yang difagosit oleh kompleks immun.

b. Darah tepi

15
Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit
menurun bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal
sebagai Feltys syndrome.

Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.

c. Pemeriksaan Sero-imunologi

Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada


penderita dengan nodul subkutan.

Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.

Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer


yang lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus
Sistemik.

Anti-DNA antibodies negatif.

Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah,


menggambarkan aktivitas penyakit.

Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute


phase reactans.

16
Meningkatnya kadar -gobulin menggambarkan kenaikan/
akselerasi dari katabolisme protein pada penyakit kronis.

Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar


komplemen dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala
ekstra artikular yang berat seperti vaskulitis.

Adanya circulating immune comlexes serta ditemukan pada


penyakit dengan manifestasi sistemik.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik

Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi


mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang
sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi
sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak
reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi
(sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

17
H. Penatalaksanaan

Rheumatoid Arhtritis (RA) saat ini belum ada obatnya, kecuali


dibebabkan oleh infeksi. Obat yang tersedia hanya mengatasigejala
penyakitnya. Tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk
mengurangi nyeri, mengurangi terjadinya proses inflamasi pada sendi,
memelihara, dan memperbaiki fungsi sendi dan mencegah kerusakan
tulang (Brunner & Suddarth, 2002).

Mengingat keluhan utama penderita Rheumatoid Arhtritis adalah


timbulnya rasa nyeri, inflamasi, kekakuan, maka strategi
penetalaksanaanya nyeri mencangkup pendekatan farmakologi dan non
farmakologi (Williams&Wilkins, 1997).

18
a. Penatalaksanaan Farmakologi

Mengkombinasikan beberapa tipe pengobatan dengan


menghilangkan nyeri. Obat anti infalamasi yang dipilih sebagai pilihan
pertama adalah aspirin dan NSAIDs dan pilihan ke dua adalah
kombinasi terapi terutama Kortikosteroid (Bruke&Laramie, 2000). Pada
beberapa kasus pengobatan bertujuan untuk memperlambat proses
dan mengubah perjalanan penyakit dan obat-obatan yang digunakan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (Williams&Wilkins, 1997).

Pengobatan dengan Aspirin dan Asetaminofen diberikan untuk


menghindari terjadinya infalamasi pada sendi dan menggunakan obat
NSAIDs untuk menekan prostaglandin yang menyebabkan
timbulnyaperadangan dan efek samping obat ini adalah iritasi pada
lambung (Meiner&Leuckenotte, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh
Gotzsche&Johansen (1998), penggunaan obat ini dapat menurunkan
ambang nyeri mencapai 0.25% sampai dengan 2.24%, tetapi obat ini
mempunyai suatu efek lebih besar dibanding anti inflamatori selama
penggunaan jangka panjang.

Pemberian kortikosteroid digunakan untuk mengobati gejala


Rheumatoid Arthritis saja seperti nyeri pada sendi, kaku sendi padapagi
hari, lemas, dan tidak nafsu makan.

Cara kerja obat Kortokosteroid dengan menekan sistem


kekebalan tubuh sehingga reaksi radang pada penderita berkurang
(Handono&Isbagyo, 2005). Efek samping jangka pendek menggunakan
Kortikosteroidadalah pembengkakan, emosi menjadi labil, efek jangka

19
panjang tulang menjadi keropos, tekanan darah menjadi tinggi,
kerusakan arteri pada pembuluh darah, infeksi, dan katarak.
Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara bertahap dan
tidak boleh secara mendadak (Bruke&Laramie, 2000)

Bagi penderita RA erosif, persisten, bedah rekonstruksi


merupakan indikasi jika rasa nyeri tidak dapat diredakan dengan
tindakan konservatif. Prosedur bedah mencangkup tindakan
Sinovektomi(eksisi membran sinovial), Tenorafi (penjahitan tendon),
Atrodesis (operasi untuk menyatukan sendi), dan Artroplasti(operasi
untuk memperbaiki sendi). Namun operasi tidak dilakukan pada saat
penyakit masih berada dalam stadium akut (Brunner&Suddarth, 2002).

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi

Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilaku-kognitif


dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuannya adalah mengubah
persepsi penderita tentang penyakit, mengubah perilaku, dan

20
memberikanrasa pengendalian yang lebih besar (Perry&Potter, 2006).
Menggunakan terapi modalitas maupun terapi komplementer yang
digunakan pada kasus dengan Rheumatoid Arhtritis pada lansia
mencangkup :

1) Terapi Modalitas

a) Diit makanan

Diit makanan merupakan alternatif pengobatan non


farmakologi untuk penderita Rheumatoid Arhtritis (Burke&Laramie,
2000). Prinsip umum untuk memperoleh diit seimbang bagi
pederitadengan Rheumatoid Arhtritis adalah penting di mana
pengaturan diit seimbang pada penderita akan menurunkan kadar
asam urat dalam darah. Umumya penderita akan mudah menjadi
terlalu gemuk disebabkan oleh aktivitas penderita rendah.
Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan pada sendi
panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki (Price&Wilson, 1995).
Diit dan terapi yang berfungsi sebagai pengobatan bagi penderita
Rheumatoid Arhtritis seperti mengkonsumsi jus seledri dan daun
salada, kubis, bawang putih, bawang merah, dan wortel
(Nainggolan, 2006).

Menurut Syamsul (2007) penderita dapat mengkonsumsi


buah musiman yaitu anggur, ceryy, sirsak, aprikort, dan buah tin
serta sebaiknya hindari makanan seperti lobak, buncis, kacang
tanah, adas, dan tomat. Mengkonsumsi minyak ikan yang
mengandung Omega 3 seperti ikan salmon, tuna, sarden, dan

21
makarel akan mengurangi dan menghilangkan kekakuan pada
sendi di pagi hari dan pembengkakan. 1 gram minyak ikan yang
dikonsumsi dapat menurunkan pembengkakan dan nyeri pada
sendi.Begitu pula dengan mengkonsumsi multivitamin setiap hari
yang mempunyai sifat anti inflamasi dan anti oksidan sangat
bermanfaat bagi penderita Rheumatoid Arhtritis (Eliopoulus, 2005).

Adapun makanan yang sebaiknya dihindari oleh penderita


Rheumatoid Arhtritis seperti minuman alkohol, bersodadan kafein,
tinggi protein, jeroan (hati,ginjal), makanan laut, seafood,
gorengan, emping, dan kuah daging atau daging merah serta
merokok. Akan tetapi makanan yang bersumber dari hewani
seperti, ikan tawar sangat penting dalam mencegah dan
mengobati Rheumatoid Arhtritis (Junaidi, 2002). Dalam
mengkonsumsi makanan pada lansia dengan Rheumatoid
Arhtritis, jumlah proteinnya harus dibatasi sebesar 20-40 gram/hari
(Eliopoulus, 2005).

b) Kompres panas dan dingin serta massase

Penelitian membuktikan bahwa kompres panas sama


efektifnya dalam mengurangi nyeri (Brunner&Suddarth. 2002).
Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi menurut kondisi
penderita, misalnya panas lembab menghilangkan kekakuan pada
pagi hari, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi
yang mengalami peradangan (Perry&Potter, 2006). Namun pada
sebagian penderita, kompres hangat dapat meningkatkan rasa
nyeri, spasme otot, dan volume cairan sinovial. Jika proses

22
inflamsi bersifat akut, kompres dingin dapat di coba dalam bentuk
kantung air dingin atau kantung es (Doenges&Moorhouse, 2000).

Massase dengan menggunakan es dan kompres


menggunakan kantung es sangat efektif menghilangkan nyeri.
Meletakkan es di atas kulit memberikan tekanan yang kuat, diikuti
dengan massase melingkar, tetap, dan perlahan. Lokasi
pengompresan yang paling efektif berada didekat lokasi aktual
nyeri, serta memakan waktu 5 sampai 10 menit dalam
mengkompres dingin (Perry&Potter, 2006).

c) Olah raga dan istirahat

Penderita Rheumatoid Arhtritis harus menyeimbangkan


kehidupannya dengan istirahat dan beraktivitas. Saat lansia
merasa nyeri atau pegal maka harus beristirahat
(Brunner&Suddarth, 2002). Istirahat tidak boleh berlebihan karena
akan mengakibatkan kekakuan pada sendi. Latihan gerak (Range
of Motion) merupakan terapi latihanuntuk memelihara atau
meningkatkan kekuatan otot (Brunner&Sudarth,2002). Otot yang
kuat membantu dan menjaga sendi yang terserang penyakit
Rheumatoid Arhtritis (Bruke&Laramie, 2000). Ketidakaktifan
penderita dapat menimbulkan dekondisioning oleh karena itu
tindakan untuk membangun kertahankan fisik harus dilaksanakan
dengan latihan kondisioning seperti berjalan kaki, senam,
berenang atau bersepeda, dan berkebun dilakukan secara
bertahap dan dengan pemantauan (Brunner&Suddarth, 2002).
Dengan berolahraga, penderita Rheumatoid Arhtritis akan

23
menurunkan nyeri sendi, mengurangi kekauan, meningkatkan
kelenturan otot, meningkatkan daya tahan tubuh, tidur menjadi
nyenyak, dan mengurangi kecemasan. Lansiamelakukan olahraga
dengan diit secara seimbang berdasarkan penelitian Jong et al
(2000), kepada 217 lansia selama 17 minggu menemukan terjadi
perbedaan antara lansia yang melakukan olahraga dengan lansia
yang tidak berolahraga dapat menurunkan berat badan 0.5 kg
sampai dengan 1.2 kg dengan P Value= 0.02 dan dapat terhindar
dari kekauan dan nyeri pada sendi (Syamsul, 2007).

Adanya nyeri, pembatasan gerak, keletihan, maupun


malaisedapat menggangu istirahat oleh karena itu penderita
sebaiknya menggunakan kasur atau matras yang keras dengan
meninggikannya sesuaikebutuhan, mengambil posisi yang
nyaman saat tidur atau duduk di kursi, gunakan bantal untuk
menyokong sendi yang sakit dalam mempertahankan posisi netral,
ataupun memberikan massase yang lembut
(Doenges&Moorhouse, 2000). Mencegah ketidaknyamanan akibat
stress aktivitas atau stress akibat menanggung beban berat pada
sendi, penggunaan verban tekan, bidai, dan alatbantu mobilitas
seperti tongkat, kruk, dan tripod dapat membantu mengurangi rasa
nyeri dengan membatasi gerakan (Brunner&Suddarth, 2002).

d) Sinar Inframerah

Cara yang lebih modern untuk menhilangkan rasa saklit


akibat rematik adalah penyinaran menggunakan sinar inframerah.
Meskipun umumnya dilakukan di tempat-tempat fisioterapi,

24
penyinaran tidak boleh melampaui 15 menit dengan jarak lampu
dan bagian tubuh yang disinari sekitar 1 meter. Harus diperhatikan
juga agar kulit di tempat rasa sakit tadi tidak sampai terbakar
(Syamsul, 2007).

2) Terapi Komplementer

a) Menggunakan obat-obatan dari herbal. Brithis Journal of


Clinical Pharmacologymelaporkan hasil penelitian menyatakan
bahwa 82 % lansia dengan Rheumatoid Arhtritis mengalami
perbedaan nyeri dan pembengkakan dengan menggunakan obat-
obatan dari herbal (Eliopoulus, 2005). Beberapa jenis herbal yang
bisa membuat mengurangi dan menghilangkan nyeri pada
Rheumatoid Arhtritis misalnya jahe dan kunyit, biji seledri, daun
lidah buaya, aroma terapi, rosemary, atau minyak juniper yang
bisa menghilangkan bengkak pada sendi (Syamsul, 2007).

b) Accupresure. merupakan latihan untuk mengurangi nyeri pada


Rheumatoid Arthritis. Accrupresurememberikan tekanan pada alur
energi disepanjang jalur tubuh. Tekanan yang diberikan pada alur
energi yang terkongesti untuk memberikan kondisi yang sehat
pada penderita ketika titik tekanan di sentuh, maka dirasakan
sensasi ringan dengan denyutan di bawah jari-jari. Mula-mula nadi
dibeberapa titik akan terasa berbeda, tetapi karena terus-menerus
dipegang nadi akan menjadi seimbang, setelah titik tersebut
seimbang dilanjutkan dengan menggerakan nadi-nadi tersebut
dengan lembut (Syamsul, 2007).

25
c) Relaxasi Progresive. Dapat diberikan dengan pergerakan yang
dilakukan pada keseluruhan otot, trauma otot extrim secara
berurutan dengan gerakan peregangan dan pelemasan. Realaxasi
progresiv dilakukan secara berganitan. Terapi ini memilki tujuan
untuk mengurangi ketegangan pada otot khususnya otot-otot
extremitas atas, bawah, pernapasan, dan perut serta melancarkan
sistem pembuluh darah dan mengurangi kecemasan penderita
(Syamsul, 2007).

26
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ARTRITIS REUMATOID

A. Pengkajian
1. Biodata
Tgl. Di kaji :20 Februari 2013 Status kawin :Janda
Nama : Ny. S Pekerjaan : Tidak ada
Usia : 67 tahun Tgl masuk : Tahun 2013
Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosa medis : Rematik (Artritis
Agama : Islam
Reumatoid)

2. Keluhan utama
3. Nenek S. mengatakan bahwa kaki kanan dan kirinya sering
sakit, dan dahulu pernah bengkak dari lutut ke bawah
4. Riwayat kesehatan sekarang
a. Klien mengatakan bahwa pernah dibawa ke praktek dokter dan
sakitnya itu asam urat.
b. Dengan berobat kedokter dan juga memakai ramuan yaitu daun ubi,
pala, jahe, kemudian ditumbuk dan airnya di sapukan di kaki yang
benkak sehingga bengkaknya turun. Tapi nyerinya masih selalu
kambuh.
c. Nyeri yang dirasakan
Profokatif
Quantity / Quality : Nenek S. mengatakan kaki kanan dan kiri
terasa sakit apalagi dibawa berjalan skala : 4 6, Nenek S.
memijat-mijat kakinya dan wajahnya terlihat meringis.
Radiasi : Nenek S. mengatakan sakitnya menyebar ke paha.
Severity (Mengganggu Aktivitas) : Nenek S. mengatakan sakitnya
sangat mengganggu aktivitas karena pernah membuat klien tidak
bisa berjalan (pernah bengkak). Bila sakit ini klien tidak
mempunyai aktivitas yang rutin karena keadaan kakinya yang
tidak bisa dibawa berjalan jauh.

27
T ime (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya) : Klien
mengatakan sakitnya sejak 4 tahun terakhir ini, dan pernah
kedua kakinya bengkak sehingga membuat tidak bisa berjalan
selama 5 bulan pada tahun 2002.
5. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Penyakit Yang Pernah Dialami
6. Klien mengatakan tidak pernah rawat inap di RS karena
tidak pernah mengalami penyakit yang parah sebelumnya, paling
hanya sakit ringan yaitu demam, flu, batuk ringan.
b. Pengobatan / Tindakan Yang Dilakukan
7. Klien mengatakan paling hanya dengan obat-obat
warung dan kebetulan cocok (2 sampai 3 hari sembuh).
c. Pernah Dirawat / Dioperasi
8. Klien mengatakan tidak pernah dirawat / di operasi,
biasanya hanya menggunakan obat-obat warung.
d. Alergi
9. Klien mengatakan tidak mempunyai pantangan apapun,
tetapi sekarangpunya pantangan karena penyakitnya yang sekarang,
seperti jeroan, bayam.
e. Imunisasi
10. Klien mengatakan tidak pernah di imunisasi.
11. Riwayat kesehatan keluarga
a. Orang tua : Klien mengatakan orang tuanya tidak mempunyai
penyakit reumatik seperti klien
b. saudara kandung: Klien mengatakan saudaranya ada yang memiliki
penyakit seperti klien yaitu abang ke-2 dan kini meninggal dunia.
c. Penyakit keturunan: tidak ada
d. Anggota keluarga yang meninggal: Klien mengatakan suami, 2 orang
tua, dan 6 saudaranya telah meninggal dunia.
e. Penyebab meninggal: Klien mengatakan orang tua meniggal karena
usianya yang sudah tua, suami karena kecelakaan, dan 6
saudaranya, klien tidak mengingatnya.
12. Riwayat kesehatan psikososial
a. Bahasa yang digunakan: Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
b. Persepsi klien tentang penyakitnya

28
13. Klien menganggap penyakitnya sulit disembuhkan / tidak
mungkin sembuh dan membuat berat badannya semakin menurun.
Klien mengatakan telah berobat dimana-mana. Namun klien tetap
bersukur masih bisa berjalan walau lambat dan memakai tongkat dari
lumpuhnya.
c. Konsep diri
1) Body image
14. Klien mengatakan berat badannya makin lama makin
turun dan sekarang makin cepat lelah
2) Ideal diri
15. Klien mengharapkan dan selalu berdoa kepada Tuhan
YME agar diberikan ketabahan dalam menghadapi penyakitnya
dan kesembuhan walau tidak terlalu mengharap
3) Harga diri
16. Klien senang tinggal di panti karena tercukupi semua
kebutuhannya, dan bebas melakukan apa saja yang diinginkan.
4) Peran diri
17. Klien seorang janda yang telah ditinggal suaminya
karena meninggal kurang lebih 10 tahun lalu. Dari perkawinannya
klien tidak memiliki anak.
5) Personal identity
18. Klien merupakan anggota Panti Tresna Werdha Abdi di
wisma Teratai. Klien merupakan janda tanpa anak.
d. Keadaan emosi. Keadaan emosi klien dalam keadaan stabil.
e. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara Klien tampak
memperhatikan dan menanggapi setiap pertanyaan yang diberikan
kepadanya.
f. Hubungan dengan keluarga. Harmonis dengan keluarga yang ada
(keponakan-keponakannya) dan masuk ke panti karena keinginan
klien sendiri / tidak mau menyusahkan keluarga.
g. Hubungan dengan orang lain. Baik, klien mau bergaul dengan
sesama warga panti teruatama dengan sesama anggota satu wisma.
h. Kegemaran.Menonoton tv dan duduk,duduk di ruang tamu wisma.
i. Daya Adaptasi. Klien dapat beradaptasi dengan warga di pantai

29
walaupun warga kurang mengikuti kegiatan yang ada di pantai
seperti pengajian, gotong royang dan senam pagi karena
keterbatasan grakakibat penyakitnya.
j. Mekanisme Pertahanan diri.Klien memiliki pertahanan diri yang
efektif.
19. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
20. Klien dalam kondisi baik namun terlihat kondisi kaki lemah
sehingga perlu bantuan tongkat untuk berjalan dan berat badan ,klien
masih terlihat overweight sehingga memperberat beban kaki saat
berjalan.
b. Tanda Tanda Vital.
21. TD : 150 / 90 mmhg
22. HR : 80 kali ? menit
23. R : 24 kali /menit.
24. TB : 159 cm.
c. Pemeriksaan Head to Toe.
1) Kepala dan Rambut.
a) Kepala.
25. Bentuk: bentuk kepala Simetris
26. Kulit Kepala : tampak bersih
b) Rambut.
27. Penyebaran dan keadaan rambut : Rambut sudah
banyak uban.
28. Bau : Rambut seperti bau keringat.
c) Wajah.
29. Warna kulit : hitam.
d) Mata.
30. Bentuk : Simetris terhadap wajah.
31. Ketajaman penglihatan : Kurang baik sehingga
menggunakan alat bantu penglihatan.
32. Konjungtiva : Tidak anemia.
33. Sklera : Tidak ikterus.
34. Pupil : Isokor (kanan dan kiri).

30
35. Pemakaian alat bantu : Memakai kacamata baik
membaca ataupun tidak membaca.
e) Hidung.
36. Bentuk : Simetris
37. Fungsi penciuman : Baik,dapat membedakan bau.
38. Pendarahan : Tidak megalami pendarahan.
f) Telinga.
39. Bentuk telinga : Simetris antara kanan dan kiri.
40. Lubang telinga : Terdapat serumen tapi dalam
batas normal.
41. Ketajaman pendengaran : Kurang mendengar
karena sudah tua.
g) Mulut dan Faring.
42. Keadaan bibir : Bibir klien kering
43. Keadaan gusi dan gigi : Tidak ada pendarahan
gusi dan gigi. Gigi terlihat bersih dan tidak lengkap.
44. Keadaan lidah : Tidak ada tanda pendaarahan.
2) Leher
45. Tyroid : Tidak terdapat pembesaran KGB
46. Suara : Klien mengeluarka dengan kata kata jelas.
47. Denyut nadi karotis : Teraba
48. Vena jugularis : Teraba
3) Pemeriksaan integumen.
49. Kebersihan klien : klien tampak bersih.
50. Warna : kulit hitam
51. Turgor : turgor kulit baik (kulit cepat kembali).
52. Kelembaban : kulit tampak sedang (tidak kering )
agak keriput.
4) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak.
53. Klien tidak bersedia karena merasa malu.
5) Pemeriksan Tharax / Dada.
a) Inspeksi.
54. Bentuk Thorax : Simetris antara kanan dan kiri.
55. Pernafasan : frekuensi 24 kali / menit.

31
56. Irama teratur dan tidak ada suara tambahan.
57. Tidak ada tanda kesulitan bernafas.
b) Palpasi getaran suara : terdengar dan teratur.
c) Perkusi : bunyi resonan.
d) Auskultasi : suara nafas teratur
6) Pemeriksaan Abdomen.
a) Inspeksi.
58. Bentuk Abdomen : simetris antara kanan dan kiri
59. Benjolan : tidak ada benjolan
b) Palpasi.
60. Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri
61. Benjolan : tidak ada
62. Tanda ascites : tidak ada
63. Hepar : tidak ada pembengkakan
7) Pemeriksaan Kelamin dan Sekitarnya.
64. Klien tidak bersedia melakukannya karena merasa malu.
8) Pemeriksaan Mulkusskletal / Ekstremitas.
65. Kesimetrian otot : simetris kanan dan kiri.
66. Pemeriksaan edema : tidak ada edema
67. Kekuatan otot : kekuatan otot telah berkurang, klien lebih
banyak duduk (tidak ada aktivitas rutin ), bila berjalan
menggunakan alat bantu yaitu tongkat dan berjalan lambat.
68. Klien berjalan lambat dan berhati hati karena klien
mengatakna takut jatuh , apalagi berjalan jauh.
69. Kelainan pada Ekstremitas dan kuku.
9) Pemeriksaan Neurologis
a) Tingkat kesadaran
70. GCS = 15 : E = 6, M=4, V=5
b) Status Mental
71. Kondisi Emosi / Perasaan : Dalam keadaan stabil
72. Orientasi : Klien masih dapat berorientasi dengan baik,
baik waktu, tempat dan orang
73. Proses Berfikir : Ingatan klienmasih kuat, klien masih
ingat masa lalunya
74. Perhitungan : Klien dapat berhitung agar cepat sembuh
75. Motivasi : Klien berkeinginan agar cepat sembuh
76. Persepsi : Klien menganggap / kurang yakin penyakit
dapat sembuh total

32
77. Bahasa : Klien menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa
c) Fungsi Motorik
78. Cara berjalan : Klien sulit berjalan
79. Test jari hidung : Klien dapat menyentuh hidung
80. Promosi dan supinasi test : Klinik mampu membalik-
balikkan tangan
81. Romberg test : Klien mampu berdiri walau dengan
bantuan.
d) Fungsi Sensori
82. Test tajam tumpul : klien dapat membedakan benda
tajam dan tumpul
83. Test panas dinding : Klien dapat membedakan benda
panas dan dingin
84. Membedakan dua titik : Klien dapat membedakan dua
titik
d. Pola Kebiasaan sehari-hari
1) Pola tidur dan kebiasaan
85. Waktu tidur : siang jam dan malam 6 -7 jam
86. Waktu bangun : klien bangun umumnya/seringnya jam
05.00 Wib
87. Masalah tidur : tidak ada masalah
88. Hal-hal yang mempermudah tidur: bila tidur malam akan
mudah bila tidak tidur siang
89. Hal-hal yang mempermudah tidur : bila menghidupkan
jam beker
2) Pola Eliminasi
a) BAB
90. BAB 1X sehari dan tidak ada penggunaan laktasi
91. Riwayat perdarahan, tidak ada dan saat mengkaji tidak
terjadi diare
92. Karakter feses : klien mengatakan tidak terlalu keras dan
tidak encer/sedang
b) BAK :

33
93. Pola BAK : 6 7 x/hari dan tidak terjadi inkontinensia
94. Karakter urin : kuning tidak terlalu pekat dan tidak terjadi
retensi urin
95. Tidak ada rasa nyeri / rasa terbakar/kesulitan BAK
96. Tidak ada penggunaan diuretik
97. Tidak ada riwayat penyakit ginjal
3) Pola makan dan minum
a) Gejala (subjektif)
98. Diit type : Jenis makanan yaitu makanan biasa dan
jumlah makanan perhari 3 piring dalam per hari.
99. Nyeri ulu hati tidak ada
100. Kehilangan selera makan : kadang-kadang dan lausea,
vomite (mual,muntah tidak ada
101. Alergi terhadap makanan tidak ada. Tapi semenjak
mengalami penyakir tematik klien mempunyai makanan
pantang, antara lain Jeroan, kerang-kerangan, sayur bayam
b) Tanda Obyektif
102. TB = 156 cm, bentuk tubuh : Over wight
103. Waktu pemberian makanan yaitu : pagi, siang dan sore
104. Jumlah dan jenis makanan : 1 piring sekali makan dan
jenis makanan adalah makanan biasa
105. Waktu pemberian minuman : Pengambilan air putih
terserah/sukahati, dan bila the manis atau susu 2x/hari pagi dan
sore hari
4) Kebersihan / Personal hygiene
106. Pemeliharaan tubuh / mandi 2x/hari
107. Pemeliharaan gigi/gosok gigi 2x/hari
108. Pemeliharaan kuku/pemotongan kuku kalau panjang
5) Pola Kegiatan / Aktivitas
109. Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya,
paling hanya jalan-jalan sebentar dan kadang-kadang menyiram
bunga.
110. Analisa data

34
111. 112. Data 113. Etiologi 114. Masalah
No
115. 116. 119. 136. nyeri
1 D Pros
e
s
117. in
Kl fl
a
m
118. a
D si
120.

a. Klien memijat-mijat 121.


kakinya saat Peni
pengkajian n
b. Wajahnya terlihat g
k
meringis
at
c. Skala nyeri 4-6
a
(Sedang) n
c
ai
ra
n
s
y
n
o
vi
al
122.

123.
Sino
vi

35
ti
s
124.

125.
Reak
si
a
nt
ib
o
d
y

a
nt
ig
e
n
126.

127.
Pros
e
s
fa
g
o
si
to
si
s
128.

129.
Pele
p

36
a
s
a
n
z
at
ki
m
ia
(l
e
u
k
ot
ri
n,
pr
o
st
a
gl
a
n
di
n)
130.
Men
g
h
a
si
lk
a
n
e
n
zi

37
m
k
ol
a
g
e
n
a
s
e
131.
akan
m
e
ni
m
b
ul
k
a
n
e
d
e
m
a/
P
e
m
b
e
n
g
k
a
k
a

38
n
132.

133.
men
e
k
a
n
uj
u
n
g
s
ar
af
n
y
er
i
134.

135.
nyeri
137. 138. 145. Proses inflamasi 162. Ganggu
146.
2 D an mobilitas
147. Sinovitis/
peradangan fisik
139. 148.
149. Pembentukan
Kl pannus (menebal)
150.
151. Meningkatkan
140.
peradangan dan
D pembentukan jaringan
parut
152.
a. Klien berjalan 153. Gangguan nutrisi

39
menggunakan alat pada kartilago (nekrosis)
154.
bantu tongkat.
155. Kerusakan
b. Klien lebih banyak
kartilago
duduk. 156.
c. Klien berjalan 157. Tendon dan
lambat. ligament melemah
158.
141. 159. Kekuatan otot
berkurang
160.
142.
161. Gangguan
mobilitas fisik
143.

144.

163. 164. 168. 173. Resti


3 D Lansi cedera fisik.
a
165. d
Kl e
n
166. g
D a
n
167. R
Kl A
169.

170.
Penu
ru

40
n
a
n
k
e
k
u
at
a
n
ot
ot
,
tu
la
n
g,
s
e
n
di
171.

172.
Resi
k
o
ti
n
g
gi
c
e
d

41
er
a.
174.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronik berhubungan dengan inflamasi, akumulasi cairan
synovial, dan peningkatan aktivitas penyakit
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada pergerakan
c. Resti cedera fisik berhubungan dengan mobilitas menurun, kekuatan
otot, tulang dan sendi menurun

42
C. Rencana asuhan keperawatan
175.

176. 177. Diagnosa 178. Recana keperawatan


Keperawatan 181. Tujuan 182. Intervensi
dan
kriteria
hasil
183. 184. Nyeri 186. NOC : 188. NIC :
kronik 187. Setelah Lakukan pengkajian nyeri secara
dilakukan komprehensif meliputi lokasi, durasi,
berhubungan
tindakan frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
dengan keperawat Observasi reaksi non verbal dari
inflamasi, an selama ketidaknyamanan
3x 24 jam kontrol lingkungan yang dapat
akumulasi
diharapka mempengaruhi nyeri seperti suhu
cairan n nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan
synovial, dan dapat Lakukan tindakan kenyamanan seperti
teratasi kompres panas/ dingin,masase,
peningkatan
dengan perubahan posisi, istrahat
aktivitas kriteria Berikan teknik relaksasi, aktivitas yang
penyakit hasil : mengalihkan perhatian
Klien menunjukan penurunan Berikan preparat anti inflamasi, analgesic
185.
tigkat nyeri skala 1 - 3 dan antirematik kerja lambat seperti
Klien mengungkapkan nyeri yang dianjurkan (aspirin, kolin, salisilat
berkurang dll)
Mengenali rasa nyeri, skala, Sesuaiakan jadwal pengobatan untuk
frekuensi memenuhi kebutuhan pasien terhadap
Menyatakan rasa nyaman setelah penatalaksanaan nyeri
nyeri berkurang Dorong klien untuk mengutarakan
TTV dalam batas normal perasaannya tentang rasa nyeri serta
sifat kronik penyakitnya
Lakukan penilaian terhadap perubahan
subjektif pada rasa nyeri
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
189.
190. Habatan mobilitas fisik 192. Setelah Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
berhubungan dengan penurunan dilakukan Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
intervensi ADL secara mandiri sesuai kemampuan
rentang gerak, kelemahan otot, nyeri Dekatkan semua alat alat kebutuhan yang
keperawat
pada pergerakan an 3 x 24 klien gunakan
jam Bantu klien menggunakan tongkat saat
191.
diharapka berjalan dan cegah terhadap cedera
n klien Ajarkan klien bagaimana merubah posisi
dapat dan berikan bantuan jika diperlukan
memperta Kolaborasi dalam pemberian fisioterapi/
hankan okupasi
mobilitas Monitoring vital sign sebelum dan
fingsional sesudah mobilisasi
yang
optimal
dengan
kriteria
hasil :
Klien mengatakan dapat
beraktivitas mandiri
Kliendapat menggunakan alat
bantu jalan dengan benar
Klien dapat berpartisipasi dalam
terapi mobilitas
193.
194. 195. Resti 197. Setelah Identifikasi factor lingkungan yang
cedera fisik dilakukan memungkinkan resiko jatuh seperti
intervensi lantai licin, penerangan dll
berhubungan Dampingi klien saat melakukan aktivitas
keperawat
dengan an selama fisik
mobilitas 3 x 24 jam Ajarkan klien cara menggunakan alat
diharapka bantu berjalan dengan benar (tongkat/
menurun,
n cedera walker)
kekuatan fisik tidak Ajarkan klien meminta bantuan dengan
otot, tulang terjadi gerakan bila memungkinkan
dengan Bila diperlukan gunakan restrein fisik atau
dan sendi
kriteria : pengaman untuk membatasi resiko
menurun Klien mengatakan tidak terjadi jatuh
196. cedera Jangan lakukan perubahan yang tidak
Klien tidak mengalami jatuh diperlukan dilingkungan fisik seperti
penempatan meja, kursi dll
198. BAB III

199. KESIMPULAN DAN SARAN

200.

A. Kesimpulan
201. RA penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi
di jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi sehingga kolagen terpecah dan terjadi edema, proliferasi membran
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang
202. Penyebab Rheumatoid Arthritis sampai saat ini masih belum
diketahui dengan pasti. Penyebab Rheumatoid Arthritis ini masih terus
diteliti di berbagai belahan dunia, namun agen infeksi seperti virus,
bakteri, dan jamur, sering dicurigai sebagai pencetusnya
203. beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
reumatoid artritis yaitu gejala konstitusional, Poliartritis simetris, Kekakuan
di pagi hari, Artritis erosif, Deformitas, nodula reumatoid, dan Manifestasi
ekstra-artikular.
204. Mengingat keluhan utama penderita Rheumatoid Arhtritis
adalah timbulnya rasa nyeri, inflamasi, kekakuan, maka strategi
penatalaksanaan nyeri mencangkup pendekatan farmakologi dan non
farmakologi

B. Saran
205. Kepada rekan rekan Mahasiswa(i) penulis menyarankan
untuk terus meningkatkan ilmu pengetahuan dengan membaca berbagai
referansi sebagai batu loncatan dalam meningkatkan kualitas dan mutu
pelayanan di masyarakat khususnya dalam penanganan penderita
penyakit artritis rematoid.
206. DAFTAR PUSTAKA

207. Gunadi, W. Rachmat, Et all. 2006. Diagnosis &


Terapi Penyakit Reumatik. Bandung: SAGUNG
SETO.
208.
209. Mansjoer Arif. 1999. Kapita selekta kedokteran
edisi ketiga jliid 1. Jakarta: Media Aeskulapius

210. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002.


Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
211.
212. Sudoyo, Aru, Et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III, edisi iv. Jakarta: Pusat Penerbitan
Depertemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
213.
214. Wilkinson Judith M. 2006. Buku saku diagnosis
keperawatan dengan intervensi NIC dan criteria
NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai