Naskah Masuk: 16 Oktober 2013, Review 1: 24 Oktober 2013, Review 2: 23 Oktober 2013, Naskah layak terbit: 31 Desember 2013
ABSTRAK
Pendahuluan: Program kesehatan lingkungan (kesling) merupakan upaya preventif untuk meningkatkan kualitas
kesehatan lingkungan, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan manusia dan sesuai
Kepmenkes RI No. 1428/2006, yaitu kesling wajib di laksanakan puskesmas. Tujuan: adalah mengkaji perbedaan
pelaksanaan program pelayanan kesehatan lingkungan antar puskesmas perkotaan dengan perdesaan, perbedaan
output kinerja program kesling berdasarkan ketersediaan tenaga sanitarian/kesling dan pemberian feed back kinerja antar
puskesmas. Metode: Analisis perbedaan melalui metode diskriptif berupa tabel dan grafik dari data sekunder Rifaskes
2011. Populasi adalah puskesmas di Kabupaten Tuban sekaligus sebagai total sampel dan puskesmas sebagai unit
analisis. Hasil: Puskesmas di Kabupaten Tuban belum optimal melaksanakan seluruh program kesehatan lingkungan.
Beda pukesmas perkotaan dan perdesaan adalah puskesmas perkotaan tidak semua program kesling dilaksanakan,
sedangkan perdesaan melaksanakan semua program pelaksanaan kesling, tetapi hasilnya belum maksimal. Ada perbedaan
ketersediaan tenaga sanitarian antar puskesmas termasuk dalam mencapai output dan ada perbedaan antar puskesmas
yang melaksanakan penilaian kinerja dengan memperoleh feed back hanya 9 (27%) puskesmas saja, dan manfaat feed
back belum berpengaruh pada perbaikan kinerja program kesling. Kurang 50% puskesmas memperoleh kinerja dengan
kategori baik pada penilaian TTU dan program kesling yang lain masih termasuk kinerja kurang baik. Kesimpulan:
Secara diskriptif ada perbedaan pelaksanaan program kesling antara puskesmas, ketersediaan tenaga sanitarian masih
kurang dan manfaat feed back belum berpengaruh untuk perbaikan kinerja program kesehatan lingkungan.
Kata kunci: Kesehatan Lingkungan, feed back, analisis perbedaan metode diskriptif, Puskesmas, Sanitarian
ABSTRACT
Introduction: Environmental health program is preventive in activities to improve environmental health quality hence it
is useful to improve life quality and human health and is in accord with Kepmenkes RI No 1428/2006 and this environmental
health program is mandatory to perform in Puskesmas. Objective: The study was to elaboratie the difference of environmental
health program implementation between urban Public Health Care (PHC) and rural PHC, difference of environmental
health program performance output based on environmental health staff and availability and feedback giving among
PHCs. Methods: Comparative analysis through descriptive method is in form of Rifaskes 2011 table and graphic from
secondary data. Population was PHC in Tuban District and it was used as total sample and PHC as analysis unit. Result:
PHC in Tuban Regency had not been optimum in performing all environmental health programs. Difference between urban
and rural PHCs were the urban PHC didnt perform all kesling program while the rural PHC performed all environmental
health program albeit non maximum. There was difference between sanitarian staff availability between PHCs including in
1 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes, Jl. Indrapura 17
Surabaya. Alamat Korespondensi: msugiharto28@gmail.com dan mugeni_p3skk@yahoo.com
17
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 17 No. 1 Januari 2014: 1726
reaching output and there was difference between PHCs that perform performance assessment by obtaining feedback only
9 (27%) PHCs, and feedback benefit had not been influencing environmental health program performance improvement.
Less than 50% PHC obtained performance good category on public places assessment and other environmental health
program was still categorized poor. Conclusion: There was difference of environmental health program implementation
among PHCs and sanitary staff availability that still lack and feedback benefit had not been effecting environmental health
progrma performance improvement.
Key words: Environmental Health, rural and urban health centre, low good performance
18
Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas (Mugeni Sugiharto, Oktarina)
19
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 17 No. 1 Januari 2014: 1726
20
Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas (Mugeni Sugiharto, Oktarina)
Tabel 2. Perbedaan Output Kinerja Program Kesling menurut Ketersediaan Tenaga Sanitarian Puskesmas
Di Kabupaten Tuban
21
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 17 No. 1 Januari 2014: 1726
keseluruhan pelaksanaan umpan balik terhadap sekolah yang sehat, bersih dan nyaman serta bebas
penilaian kinerja program kesling di puskesmas belum dari ancaman penyakit bagi pengguna sekolah, baik
memberikan hasil yang baik dan masih kurang dari pelajar, guru, pegawai lainnya dan masyarakat. Hal ini
50% puskesmas memperoleh kategori baik terhadap sesuai Kepmenkes RI No. 1429/Menkes/SK/XII/2006
semua program kesling. tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah.
PEMBAHASAN Pengawasan jentik nyamuk di rumah tangga
merupakan bagian penting untuk mengetahui adanya
Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun jentik nyamuk yang berpotensi untuk menjadi nyamuk
2007, tentang RPJPN 2005-2025 bahwa prioritas dewasa sebagai vektor penyebab penularan penyakit.
pembangunan kesehatan dilakukan melalui kegiatan karena nyamuk, terutama nyamuk Aedes aegypti
perbaikan lingkungan, dan Peraturan Presiden sebagai vektor virus demam dengue dan alpha
No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 20102014, bahwa penyebab penyakit cikukunya, selain nyamuk anopeles
penyelenggaraan upaya kesehatan promotif dan sebagai vektor malaria. Salah satu masalah kesehatan
preventif, kesehatan lingkungan ditujukan untuk murid sekolah adalah kecacingan. Rendahnya
menurunkan kasus gizi buruk serta menurunkan kesehatan lingkungan sekolah dapat menjadi salah
angka kematian ibu dan balita. Program promotif satu penyebab terjadinya kecacingan pada murid
lebih mengutamakan peningkatan pendidikan sekolah. Hasil penelitian Friscasari K, Jootje MLU,
dan pengetahuan kesehatan masyarakat, agar Billy JK, 2011, lingkungan sekolah masih banyak
masyarakat mempunyai kesadaran, kemauan dan di temukan kecacingan pada anak-anak sekolah
kemampuan untuk hidup sehat. Program preventif dengan prevalensi kecacingan anak sekolah dasar
lebih menekankan pada pencegahan penyakit melalui di Indonesia berkisar 6080%. Terdapat proporsi
perbaikan kualitas dan kesehatan lingkungan. investasi cacing pada murid sekolah dasar di Desa
Pilihan program kesehatan lingkungan di Teling Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa
puskesmas perkotaan dan perdesaan dilakukan sebesar 12,2% yang terdiri atas jenis cacing Ascaris
karena beberapa alasan. Sanitasi sekolah merupakan lumbricoides dan Ancylostoma duodenale sebesar
program kesling pilihan puskesmas perkotaan dan 36,4%, Trichuris trichiura sebesar 9,0% dan Oxyuris
perdesaan karena dianggap penting, mengingat vermicularis sebesar 18,2%. Hal ini mengindikasikan
sekolah merupakan tempat berkumpulnya murid lingkungan sekolah yang tidak bersih menyebabkan
sekolah atau tunas bangsa dalam menuntut ilmu, meningkatkannya populasi cacing di lingkungan
sehingga sangat perlu mendapatkan lingkungan sekolah.
Tabel 3. Manfaat Umpan Balik terhadap Pencapaian Kinerja Kegiatan Kesehatan Lingkungan
22
Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas (Mugeni Sugiharto, Oktarina)
Program TTU di puskesmas perdesaan hanya perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
1 (3,3%) puskesmas yang tidak melaksanakan, menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
namun sebaliknya dari 3 puskesmas perkotaan, Dalam aspek pengawasan sanitasi rumah tangga
hanya 1 (33%) puskesmas yang melaksanakan. termasuk pemeriksaan jentik nyamuk, dilakukan oleh
Tempat-tempat umum yaitu tempat atau sarana 90% puskesmas di perdesaan, dan 33% puskesmas
orang melakukan pekerjaan (tempat kerja) yang di perkotaan. Pengawasan sanitasi rumah tangga
diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta (perumahan), sangat penting dilakukan karena rumah
dan atau perorangan. Tempat di mana berkumpulnya berpengaruh besar terhadap peningkatan derajat
orang beraktivitas, memungkinkan terjadinya kesehatan keluarga dan masyarakat. Kepmenkes
penurunan kualitas lingkungan dan menyebabkan No. 829/tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan
penyakit terhadap pekerja di lingkungan tersebut. Perumahan menyatakan kesehatan perumahan
Oleh karena itu penting untuk dilakukan pengawasan bertujuan untuk melindungi keluarga dari dampak
kesehatan lingkungan agar dapat mencegah kerugian kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal
akibat tidak terawatnya TTU tersebut yang dapat yang tidak sehat. Pelaksanaan pengawasan rumah
mengakibatkan timbulnya penularan berbagai jenis sehat meliputi aspek lingkungan perumahan dan
penyakit (Adriyani, Seto, 2005). kondisi rumah tinggal tersebut.
Pentingnya peningkatan sanitasi tempat- Pengawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
tempat umum, akan mendukung kenyamanan sampah sudah dilakukan oleh puskesmas yang
aktivitas manusia. Kemajuan industrialisasi di wilayah kerjanya terdapat TPA. Di setiap kabupaten/
Indonesia mengakibatkan terjadinya peningkatan kota jika wilayah kerjanya tidak mempunyai TPA, maka
arus transportasi dan aktivitas manusia, hal ini tidak perlu melakukan pengawasan sanitasi TPA.
menyebabkan tingginya konsentrasi kadar debu di Hal ini terjadi khususnya di puskesmas perdesaan,
udara di tempat-tempat umum yang membahayakan karena umumnya masyarakat memusnahkan sampah
kesehatan manusia. Menurut penelitian Riyadina W, dengan di buang ke tegalan untuk pupuk humus
1996, idealnya lingkungan tempat-tempat umum, tanaman atau di bakar. Pengendalian TPA untuk
adalah lingkungan alami, bebas polusi dan sehat. mencegah berkembang biaknya vektor penyakit
Terkait dengan TTU, UU Nomor 36, Tahun 2009 seperti lalat, nyamuk, kecoak dan tikus, serta limbah
tentang Kesehatan, pasal 165 menyatakan bahwa, cair (leachate) yang keluar dari dampak timbunan
Pengelolaan tempat kerja wajib melakukan segala sampah. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah RI
bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan
peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga Tanah untuk Produksi Biomassa, termasuk kerusakan
kerja, sehingga sangat tepat pengawasan TTU atau tanah akibat timbunan sampah dari domistik dan
tempat kerja yang telah dilakukan puskesmas di industri, menekankan pentingnya pengendalian
Kabupaten Tuban. kerusakan tanah akibat timbunan sampah.
Pelaksanaan pemeriksaan sanitasi tempat Pentingnya pengawasan sampah di TPA, karena
pengolahan makanan dan minuman (TPM) yang tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik
sudah dilakukan oleh puskesmas perdesaan (93%) dapat berakibat terjadinya pencemaran lingkungan,
di Kabupaten Tuban dan puskesmas perkotaan yang dapat merugikan manusia. Hasil penelitian Nita
(67%). Pengawasan sanitasi pengelolaan makanan Prama, 2009, menyimpulkan bahwa, pencemaran
dan minuman sangat penting dilakukan, agar lingkungan diukur dengan menganalisis adanya
dapat melindungi masyarakat dari makanan dan perubahan kualitas lingkungan. Sampah salah satu
minuman yang tidak sehat atau berbahaya yang penyebab perusak kondisi lingkungan.Sampah dari
dapat menimbulkan penyakit dan penularan penyakit. berbagai sumber seperti komposisi sisa makanan,
Hal ini sejalan dengan kebijakan Kemenkes RI daun-daun, plastik, kain bekas, karet dan lain-lain
melalui Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 dapat mencemari lingkungan, baik lingkungan darat,
tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi udara maupun perairan. Pencemaran perairan yang
Makanan Jajanan pada Pasal 1 adalah upaya untuk ditimbulkan oleh sampah menyebabkan terjadinya
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perubahan warna dan bau pada air sungai, penyebaran
23
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 17 No. 1 Januari 2014: 1726
bahan kimia dan mikroorganisme yang terbawa air Penanganan kesehatan lingkungan melalui
hujan dan meresapnya bahan-bahan berbahaya program puskesmas merupakan masalah penting
sehingga mencemari sungai dan sumber air yang yang harus di kerjakan oleh puskesmas secara tepat,
membahayakan kesehatan manusia. agar dapat meningkatkan kesehatan lingkungan di
Terkait klinik sanitasi, kesadaran puskesmas wilayah kerjanya. Rendahnya pencapaian kinerja
melaksanakan klinik sanitasi masih rendah, yaitu pengawasan kesehatan lingkungan, menjadi tanggung
sebanyak 11 (37%) puskesmas pedesaan dan 1 (33%) jawab petugas sanitarian untuk lebih fokus menangani
puskesmas perkotaan yang melaksanakan. Klinik masalah lingkungan dan meningkatkan kompetensi
sanitasi sulit dilaksanakan di puskesmas, karena petugas melalui pelatihan atau pendidikan formal.
terbatasnya tenaga sanitarian di puskesmas, juga Lemahnya tingkat pengawasan kesehatan lingkungan
belum sesuainya pengawasan kesling dengan penyakit berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan
yang berhubungan dengan lingkungan dari pasien. lingkungan yang berimplikasi pada timbulnya berbagai
Tampaknya petugas medis hanya peduli terhadap penyakit menular maupun tidak menular di masyarakat
pengobatan, sementara sanitarian melaksanakan sebagai akibat dari rendahnya kualitas lingkungan.
pengawasan kesling tidak berdasarkan masalah Padahal penilaian kinerja yang dilanjutkan dengan
penyakit yang ada di puskesmas. Sebenarnya klinik adanya umpan balik terhadap sebuah program
sanitasi penting untuk dilaksanakan setiap puskesmas, sangat penting dilakukan, untuk perbaikan program
karena berfungsi membantu pasien dan keluarganya dan hal ini sesuai dengan pendapat Satria Negara
dalam pemahaman pengelolaan kualitas kesehatan FM dan Saleha Siti, 2009 bahwa penilaian kinerja
lingkungan untuk mencegah berulangnya penyakit merupakan bentuk kegiatan untuk meningkatkan mutu
akibat lingkungan yang diderita pasien, melalui pelayanan organisasi termasuk puskesmas dan untuk
konsultasi dan konseling termasuk masalah gizi, meningkatkan kualitas SDM, bentuk pengakuan kerja
KB dan kesehatan lainnya. Kebijakan klinik sanitasi dan sebagai tolok ukur untuk pemberian reward. Begitu
di atur dalam Kepmenkes 858/Menkes/SK/V/2007 pula kegiatan umpan balik kinerja sangat penting
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan dilakukan, karena dapat menjadi informasi sebagai
di Puskesmas, bagian III B yaitu Puskesmas boleh dasar untuk mengukur kesesuaian pelaksanaan
membuka klinik khusus untuk menyediakan tempat kegiatan dengan perencanaan dan sekaligus sebagai
bagi pasien yang memerlukan konsultasi atau tolok ukur keberhasilan program yang sudah di
konseling kesehatan. laksanakan. Menurut Bastian (2008) penilaian kinerja
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tenaga itu penting dilakukan di semua pelayanan publik,
sanitarian puskesmas hanya dimiliki oleh 20 dari 33 karena dapat memberikan gambaran pencapaian
puskesmas. Namun fenomena unik adalah meski pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan
belum mempunyai tenaga sanitarian, puskesmas tetap dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
dapat melaksanakan program kesehatan lingkungan organisasi.
yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan puskesmas
yang sudah memperoleh pelatihan sanitasi dari Dinas KESIMPULAN DAN SARAN
Kesehatan dan instansi lainnya.
Kompetensi kualifikasi yang dimiliki tenaga kesling Kesimpulan
puskesmas di Kabupaten Tuban juga menunjukkan
Program kesling Puskesmas di Kabupaten Tuban
adanya perbedaan yaitu SPPH sebanyak 13 orang
masih belum dilaksanakan di semua puskesmas
dan Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) baru
di perkotaan maupun perdesaan. Kemungkinan
7 orang, sementara S1 belum ada. Kompetensi
penyebabnya adalah masih banyak puskesmas yang
tampaknya tidak berpengaruh terhadap output.
belum mempunyai tenaga sanitarian. Tenaga kesling
Jika di analisis secara keseluruhan, maka baik
yang dimiliki puskesmas umumnya berpendidikan
puskesmas yang mempunyai tenaga sanitarian
SPPH, sedangkan AKL masih sedikit dan belum ada
maupun yang tidak mempunyai tenaga sanitarian
yang S1.
pada umumnya masih belum maksimal melaksanakan
Terdapat perbedaan output program kesling
program kesling, sehingga output yang dihasilkan
yang ada, tetapi program kesling yang di pilih untuk
pada umumnya memperoleh kategori kurang baik.
24
Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas (Mugeni Sugiharto, Oktarina)
dilaksanakan puskesmas adalah program kesling Departemen Kesehatan. 2007. Kepmenkes RI No.
penilaian TTU. Ada perbedaan pelaksanaan umpan 1428/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
balik terhadap hasil penilaian kinerja, hanya 9 (27%) Kesehatan Lingkungan Puskesmas. Jakarta.
Departemen Kesehatan. 2009. Kepmenkes No. 829/tahun
puskesmas yang memperoleh umpan balik. Manfaat
1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
umpan balik untuk perbaikan kinerja program kesling
Jakarta.
belum memberikan pengaruh, hal ini ditandai dengan Dinas Kesehatan Provinsi. 2012. Profil Kesehatan Provinsi
kurang dari 50% puskesmas di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Surabaya.
memperoleh kategori baik terhadap program Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban. Profil Kesehatan
kesling. Kabupaten Tuban. http://tubankab.go.id/new/tuban-
30-Kesehatan diunduh di Situs Resmi Kab. Tuban,
Saran
tanggal 23 Agustus 2013)
Setiap puskesmas wajib menyelenggarakan Friscasari K, Jootje MLU, Billy JK. 2011. Hubungan Antara
pengawasan kesehatan lingkungan di wilayah kerjanya Sanitasi Lingkungan dengan Infestasi Cacing pada
baik in door maupun out door, karena merupakan Murid Sekolah Dasar di Desa Teling Kecamatan
amanat kebijakan nasional guna terwujudnya kualitas Tombariri Kabupaten Minahasa. Fakultas Kesehatan
kesehatan lingkungan yang bermanfaat untuk Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
Manado. WWW. ejournal.unsrat.ac.id. Di unduh
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal
tanggal 14 Januari 2014.
penting dalam mendukung program kesling adalah
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Sistem Kesehatan
setiap puskesmas wajib memiliki tenaga sanitarian Nasional 2012. Jakarta.
dan sangat penting memanfaatkan umpan balik Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi.
kinerja sebagai dasar perbaikan kinerja selanjutnya. 2012. Ringkasan Eksekutif. Data dan Informasi
Merujuk pada Kepmenkes 858/Menkes/SK / Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Jakarta.
V/2007, maka setiap puskesmas sangat tepat jika Muninjaya GAA. 2004. Manajemen Kesehatan, Penerbit
menyelenggarakan klinik sanitasi yang dikerjakan oleh Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
profesional tenaga kesling atau kesehatan masyarakat, Nita Prama. 2009. Pengaruh Sampah terhadap Kualitas
Lingkungan di Sungai Sei Apung. Universitas
agar mampu memberikan pelayanan konseling dan
Muhammadiyah Sumatra Utara. Medan.
konsultasi untuk mencegah berbagai penyakit akibat
Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2010, tentang Rencana
rendahnya kualitas kesehatan lingkungan, sesuai Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
kasus penyakit pasien yang dilayani di puskesmas. tahun 20102014. Jakarta.
Peraturan Presiden RI No. 72 tahun 2012. Tentang Sistem
DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Nasional 2012. Jakarta.
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN
Adriyani, Seto. 2005. Manajemen Sanitasi Pelabuhan 20102014.
Domestik di Gresik. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Peraturan Bupati Tuban Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Surabaya. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Bastian, Indra. 2008. Akuntansi Kesehatan. Penerbit Kabupaten Tuban.
Erlangga. Jakarta. Riyadina W. 1996. Efek Biologis dari Paparan Debu. Media
Departemen Kesehatan. 2003. Kepmenkes RI No. 942/ Litbangkes Vol. VI. No. 01, 1996 www.ejournal.litbang.
Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan depkes.go.id. Di unduh pada tanggal 15 Januari
Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta. 2014.
Departemen Kesehatan. 2004. Kepmenkes RI.Nomor Satrianegara FM dan Sitti Saleha. 2009. Organisasi dan
128/Menkes/SK/II/2004. Tentang Kebijakan Dasar Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan.
Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Salemba Medika. Jakarta.
Departemen Kesehatan. 2006. Kepmenkes RI Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana
No. 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah. UU Nomor 36, Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
Jakarta. Riyadina W. 1996. Efek Biologis Dari Paparan Debu. Media
Departemen Kesehatan. 2007. Kepmenkes 858/Menkes/ Litbangkes Vol. VI No. 01, 1996.
SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi www.ejournal.litbang.depkes.go.id. Di unduh pada tanggal
Kesehatan di Puskesmas. Jakarta. 15 Januari 2014.
25