Anda di halaman 1dari 20

5

BAB I
PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang
disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang
berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut
mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan
jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut
siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis
anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan
koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral,
biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat
sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret mata
purulen dan pupil kecil atau ireguler. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Uveitis merupakan salah
satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya
sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan
gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan
steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis
yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh,
pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang
berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan
koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun
demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai
bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang
ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI UVEA :
Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata
yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

1. Iris
Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke
depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil
yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan
iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil
terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada iris terdapat 2 macam otot
yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil yang
berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi
untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris
sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri
kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil
7

kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis
di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.
Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang
berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus
nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis
dan parasimpatik untuk miosis.

2. Corpus Siliar
Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai
sistem eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke
belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-
otot siliar berfungsi untuk akomodasi.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat
tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang
terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos.
Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular
= TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera
okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian
melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya
menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke
jantung.
8

3. Koroid
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di
sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang
tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular
yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menempati
(overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum
badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.
9

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari
sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan
anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus.
Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.
Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina,Imunologi (bagian
yang berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor oleh
korpus siliaris, dan sebagai nutrisi.

B. UVEITIS
1. DEFINISI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan
koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun.

2. KLASIFIKASI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan
koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama,
yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit
peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada
oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya
tidak diketahui.
10

1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis


a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris
atau disebut juga dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang
disertai dengan peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis


a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan
bersifat simptomatik.
b) Uveitis kronik
11

Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-


bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimtomatik.

3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis


a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. Klasifikasi berdasarkan patologis


a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.

b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

3. UVEITIS ANTERIOR
3.1 DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan
badan siliar (pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan
bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Peradangan pada uvea
dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai
badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan
siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.
3.2 KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis
anterior akut yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu,
onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior kronik
uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-
bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis:
yang non-granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit
peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada
12

oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis non-granulomatosa


terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan
korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-
sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit
mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba
aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior
maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi
makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat
terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa


Non- Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Nyeri Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan Kabur Sedang Nyata
Merah Sirkumneal Nyata Ringan
Keratic precipitates Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tak teratur (mutton fat)
Sinekia posterior Kadang-kadang Kecil dan tak teratur
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Kadang-kadang
Uvea anterior,
posterior,difus
Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekambuhan Sering Kadang-kadang

3.3 ETIOLOGI
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi
mikroorganisme atau agen lain dari luar. Secara endogen dapat
disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau
13

agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis,


herper simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,
ataupun parasit yang spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme
atau antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi
antigen antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi
intraokuler, ataupun iatrogenik.
2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan,
mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya
infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.

3.4 PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi
piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun
kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik
yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar
mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan
reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen)
atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen
luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini
peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah
munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar
menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
14

peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos.


Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai
flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai
penumpukan sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut
hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan
hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan
berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic
precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-
pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis
granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma,
terdapat pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses


peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai
komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan
perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut
sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia
anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang,
disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor
tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan
yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan
dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder.
15

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa


yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak
komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul
endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun
panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan
kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya
tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada
mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan
pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang
mengenai badan silier.

3.5 MANIFESTASI KLINIS


Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata
merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair.
Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat
ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat
ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi
pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada
pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila
terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris edema
dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat
pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil
akibat peradangan otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris.
Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata. Tekanan
intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pada
proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan
edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat
halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat
terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan
16

sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada
permukaan iris).

4. UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior
uvea, yaitu pada koroid, dan disebut juga koroiditis. Karena dekatnya
koroid pada retina, maka penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina
(korioretinitis). Uveitis posterior biasanya lebih serius dibandingkan uveitis
anterior.

Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi


biasanya berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut (akut dan
kronik) dapat menyebabkan pembuluh darah diretina saling tumpang
tindih dengan proses peradangan di uvea posterior.

Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor


eksternal dari uvea bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi
standar dan lamanya peradangan penyakit secara lengkap dengan
perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya perubahan
elevasi yang memberi warna kuning atau abu-abu yang dapat menutup
koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas.

Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa


kasus terdapat lesi yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah
beberapa minggu atau bulan akan ditemukan infiltrat dan edema hilang
sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan saling melekat. Daerah
yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam-macam dalam bentuk
dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid
menjadi putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai
karakteristik dari deposit irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen
hitam terutama pada daerah marginal.
17

Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di


koroid dan retina. Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan
penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat berterbangan (floaters).
Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai berat yaitu
apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.

Kerusakan bisa terjadi perlahan-lahan atau cepat pada humor


vitreus yang dapat dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi.
Pada korioretinitis yang lama biasanya disertai floaters dengan penurunan
jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang dapat ditentukan
dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah
terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat
mutton fat pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal
sebelum menjadi kuning atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila
terdapat kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada koroid, sering
kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya
kabur.

Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang


menurun, floating spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan
pada badan vitreus sel yang disebabkan fokal atau multifokal retina dan
koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan. Diagnosis banding
tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi,
bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa
juga penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan
neoplasma.

5. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan
atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
18

fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan


tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat
dikelompokkan menjadi :
Terapi non spesifik :
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel
radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan
silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat
penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah
ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau
periokuler : :
a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
19

d. Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80
mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap
hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.

Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-


komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada
penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain
pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari
uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah
bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi


1. Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia
anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi
pada uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
20

Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam


Terapi bedah:
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih
tetap tinggi.
a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior
Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.

3. Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis.
Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan
dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

6. KOMPLIKASI
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke
bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang
mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat
mengakibatkan gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan
katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih
sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola
dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap
pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas
inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan
21

penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi


dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
c. Sinekia posterior perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
d. Sinekia anterior perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-
sel radang, fibrin, dan fibroblas.
e. Seklusio pupil perlekatan pada bagian tepi pupil
f. Oklusio pupil seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
g. Endoftalmitis peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari
peradangan yang meluas. Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang
melibatkan vitreus dan segmen depan namun kenyataan juga dapat
melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi 2
bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.
Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah
endoftalmitis infeksi yang dapat terjadi secara eksogen maupun
endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga endoftalmitis steril
disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa massa lensa pasca
operasi katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata
karena trauma.

Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam


penglihatan, hipopion, vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak
dapat berkisar mulai dari ringan hingga berat, nyeri sering menyertai
kasus endoftalmitis, kadang didapat hiperemia maupun kemosis
konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan kornea

h. Panoftalmitis peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera


dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.
i. Ablasio retina
Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis,
panuveitis, infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling
22

sering terjadi ablasi retina. Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan


ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka
sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan. Angka
keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 /
60.

7. PROGNOSIS
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan
pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada
matanya. Tetapi tergantung di mana letak eksudat dan dapat menyebabkan
atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat menyebabkan gangguan
penglihatan yang serius.

BAB III

PENUTUP

3. KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi
uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan utama dari
pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi
23

dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah


memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta : Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit


Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12
2. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007
3. Riordan Paul Eva et al : Anatomi dan Embriologi Mata dalam :
Riordan Paul Eva, et al : Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta : EGC, edisi 17, 2009
4. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.

5. Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta : 2004
6. Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese
University of Hong Kong Sept 2002. www.afv.org.hk/Uveitis/uveitis_3.jpg
24

7. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas


Diponegoro.
8. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI

Anda mungkin juga menyukai