PENDAHULUAN
1
maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak,
keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.1,2
Epidural hematoma adalah akumulasi dari darah dan gumpalan darah antara
lapisan dura mater dan tulang tengkorak. Sumber perdarahan dari epidural
hematoma adalah arteri meningea (seringkali arteri meningea media) atau
terkadang sinus venosus dura. Perdarahan ini memiliki bentuk yang bikonveks
atau lentikuler. Pasien dengan epidural hematom akan mengalami kesadaran
menurun yang berlangsung singkat pada awalnya, diikuti dengan lucid interval.
Interval ini kemudian diikuti dengan kemunduran klinis yang cepat. Semua pasien
dengan perdarahan epidural membutuhkan intervensi yang cepat dari spesialis
bedah saraf. Epidural hematom akan menempati ruang dalam otak, olehnya itu,
perluasan yang cepat dari lesi ini, dapat menimbulkan penekanan pada otak.1,2
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Anatomi Kepala1,3,4
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri atas lima lapis, tiga lapisan yang pertama saling
melekat dan bergerak sebagai sebuah unit. Untuk membantu mengingat nama
kelima kulit kepala tersebut, gunakan setiap huruf dari SCALP (= kulit kepala)
untuk menunjukkan lapisan kulit kepala.
1. Skin (Kulit)
Tebal dan berambut, dan mengandung banyak kelenjar sebasea.
2. Connective tissue
Jaringan ikat di bawah kulit, yang merupakan jaringan lemak fibrosa. Septa
fibrosa menghubungkan kulit dengan aponeurosis m.occipitofrontalis. Pada
lapisan ini terdapat banyak pembuluh darah arteri dan vena. Arteri merupakan
cabang-cabang dari a.carotis externa dan interna, dan terdapat anastomosis
yang luas di antara cabang-cabang ini.
3. Aponeurosis (epicranial)
Merupakan lembaran tendo yang tipis, yang menghubungkan venter occipitale
dan venter frontale m.occipitofrontalis. pinggir lateral aponeurosis melekat
pada fascia temporalis.
Spatium subaponeuroticum adalah ruang potencial di bawah aponeurosis
epicranial. Dibatasi di depan dan belakang oleh origo m.occipitofrontalis, dan
meluas ke lateral sampai ke tempat perlekatan aponeurosis pada fascia
temporalis.
4. Loose areolar tissue (jaringan ikat longgar)
Jaringan ikat longar yang mengisi spatium subaponeuroticum dan secara
(pericranium). Jaringan areolar ini mengandung beberapa arteri kecil, dan juga
beberapa vv.emissaria yang penting. Vv.emissaria tidak berkatup dan
menghubungkan vena-vena superficial kulit kepala dengan vv. Diploicae
tulang tengkorak dan dengan sinus venosus intracranialis.
5. Pericranium
3
Pericranium merupakan priosteum yang menutupi permukaan luar tulang
tengkorak.
Tulang-tulang pada kepala dapat dibagi dalam dua bagian besar yaitu :
a. Tulang-tulang tengkorak (cranium bone)
b. Tulang-tulang muka (facial bone)
Tulang-tulang satu sama lain bergabung melalui sutura-sutura yang kuat
dan tidak dapat bergerak. Tulang-tulang pada kepala ini relatif lebih tipis
berkisar 5 mm dan terdiri dari tiga lapis yaitu :
a. Lapisan Luar (Tabula Externa)
b. Lapisan Dalam (Tabula Interna)
c. Lapisan Diantaranya (Diploe/ Spongi)
Anatomi Otak
4
manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ
Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus
Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
5
orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak
mampu mengancingkan baju.
Menings
6
Gambar 1. Lapisan meningens otak
Ketiga lapisan meningens adalah dura mater, arakhnoid, dan pia mater.3
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang
membungkus dalam calvaria
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang
membungkus medulla spinalis
2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba
3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.
B. Definisi1,2
7
dimaksudkan sebagai masa dari darah. Hematoma epidural adalah suatu
hematoma yang terjadi diantara duramater dan tulang. Hematoma ini timbul
karena terjadi sobekan pada A. Meningea media atau pada salah satu cabangnya.
(A. Meningea media berasal dari A. Carotis eksterna dan masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui foramen spinosum).
Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
C. Epidemiologi3,4
D. Etiologi2,3,4
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah. Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang
8
epidural pada kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi
dengan fraktur tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada
arteri atau vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini
dapat robek tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya
perlekatan antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural.
Perdarahan yang berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan
menyebabkan hematoma menjadi massa yang mengisi ruang.
Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.
E. Patofisiologi3,4,5
Cedera kepala yang berat dapat merusak saraf, pembuluh darah dan
jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,
perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh
pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural
hematom. Epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar.
Sumber perdarahan:
Artery meningea ( lucid interval : 23 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena
diploica
9
Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan
bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam
tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah, otak sebelah atas
bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak,
keadaan ini disebut dengan herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak
kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum)
kedalam medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak
mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan).3,4
10
fungsi pernafasan.3 Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan
terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar.
F. Gambaran Klinis4,5,7
11
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. Setiap orang memiliki
kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala
yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala dan tanda EDH :
Hilangnya kesadaran posttraumatik / posttraumatic loss of consciousness
(LOC) secara singkat.
Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparesis kontralateral,
dilatasi pupil ipsilateral.
Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa apa.
Tetapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan
bangun dalam kondisi kebingungan. Terjadi lucid interval untuk
beberapa jam.
Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala.
Muntah muntah
Kejang kejang
Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior akan
menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis.
Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa
saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian meninggal.
Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya
peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :
Hipertensi, Bradikardi, bradipneu.
Kontusio, laserasi atau tulang yang retak, dapat diobservasi di area trauma.
Dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah
lesi, adanya gejala gejala peningkatan tekanan intrakranial, atau herniasi.
Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang
menetap, yaitu: Coma, Fixasi dan dilatasi pupil, Deserebrasi.
Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai
adanya epidural hematom.
12
Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi :
1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma
2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari
3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
rostrocaudal batang otak. Jika epidural hematom di sertai dengan cedera otak
seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda
lainnya menjadi kabur.
13
Gambar 3. Perjalanan klinik EDH pada pasien trauma kepala
G. Diagnosis6,8
Adanya gejala neurologist merupakan langkah pertama untuk mengetahui
tingkat keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara,
membuka mata dan respon otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya
disorientasi (apabila pasien sadar) tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk
membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. Apabila pasiennya dalam
keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil sangat penting dilakukan.
Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intra kranial yang akan segera mempengaruhi nervus
kranialis ketiga yang mengandung beberapa serabut saraf yang mengendalikan
konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini menyebabkan dilatasi dari
pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut merupakan indikasi
yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma
intrakranial atau tidak.
14
Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom
dapat dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang
dokter ahli bedah dapat menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu
sisi otak yang akan mengakibatkan terjadinya pergeseran garis tengah atau mid
line shif dari otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5 mm, maka tindakan
kraniotomi darurat mesti dilakukan.
Gambaran Radiologi6,8,9,10
Dengan CT-Scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala
lebih mudah dikenali.
Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi
yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteria meningea media.
15
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedera intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja
(single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen
(hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula
garis fraktur pada area epidural hematoma, densitas yang tinggi pada stage yang
akut (60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.
Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul
dengan segera, yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi
perdarahan yang terjadi. Batuk atau gerakan-gerakan lainnya yang dapat
meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra dapat memperberat rasa
nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal (leher) dari
pada daerah toraks. Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom,
seorang dokter harus memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut
disebabkan oleh hematom atau tumor. CT- Scan atau MRI sangat baik untuk
membedakan antara kompresi pada medulla spinalis yang disebabkan oleh tumor
atau suatu hematom.
H. Differential Diagnosis.9,10,11
16
1. Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya
vena jembatan. Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater
atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan
cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir,
berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena
halus pada tempat di mana mereka menembus duramater Perdarahan yang besar
akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.
Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan
tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun
mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala
seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.
Perdarahan sub dural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena
jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil
sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan
pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena
yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum
gejala klinis muncul.
Gejala klinisnya adalah :
- Sakit kepala
- Kesadaran menurun + / -
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan)
diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan
tampak seperti bulan sabit.
2. Subarakhnoid hematoma
17
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah
didalamnya. Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang
subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid
mater) Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh
(aneurysm).
Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa
cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis
stroke yang lebih umum diantara wanita. Subarachnoid hemorrhage biasanya
dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, pendarahan mengakibatkan luka
kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan
sebagaistroke.
Gejala klinisnya yaitu :
- Kaku kuduk
- Nyeri kepala
- Bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang
subarakhnoid.
I.
Penatalaksanaan8,9,10
Perawatan di bagian Emergensi
18
1. Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2. Pemasangan intubasi yang digunakan sebagai fasilitas untuk oksigenasi,
proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan.
3. Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau
gunakan posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial
dan untuk menambah drainase vena.
4. Berikan manitol 0,25 1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun
sampai 90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat
adanya peningkatan tekanan intra kranial.
5. Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO 2 (PCO2) sekitar 30 mmHg
apabila sudah ada herniasi atau adanya tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (ICP).
6. Berikan phenitoin untuk kejang kejang pada awal post trauma, karena
phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang
dengan onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan
kejang sebelumnya.
Terapi obat obatan
1. Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak
dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol
dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan
memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat
propilaksis untuk kejang kejang pada awal post trauma. Pada
beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada
keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH 2O, dapat digunakan
norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas
90 mmHg.
Penanganan darurat :
Dekompresi dengan trepanasi sederhana
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
19
Terapi medikamentosa9,10
Elevasi kepala 30 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan
intracranial dan meningkakan drainase vena. Pengobatan yang lazim diberikan
pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg
kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis1-3 mg/kgBB/hari)
yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini
masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk
memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama)
untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka
panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang
dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium
bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat
dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat:
Volume hamatom > 30 ml
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.10 Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc = desak ruang supra tentorial
> 10 cc = desak ruang infratentorial
> 5 cc = desak ruang thalamus
20
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
J. Prognosis10,11
Prognosis tergantung pada
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
Besarnya (luas perdarahan)
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi. Prognosa biasanya baik, kematian
tidak akan terjadi untuk pasien pasien yang belum koma sebelum operasi.
Kematian terjadi sekitar 9% pada pasien epidural hematom dengan kesadaran
yang menurun.
DAFTAR PUSTAKA
21
2. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
3. Anonymous. 2009. Epidural Hematom. Diakses tanggal 20 April 2013 dari
http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/epidural-hematom/.
4. Gunawan. 2008. Ilustrasi Otak. Diakses tanggal 20 April dari
http://www.ahliwasir.com/page.php?Ilustrasi_otak.
5. Catherine H., Clinical Neuropathology, Text and Colour Atlas, 2010, 261
268
6. Sotirios A. Tsementtzis, M.D., Ph.D, Differential diagnosis in Neurology
and Neurosurgery, Thieme Stuttgart, New York, 2000, 220 221
7. RAC Hughes, Neurological Emergency, Forth Edition, London, UK, 2010,
34 62
8. Basil F Matta MB, Textbook of Neuroanaesthasia and Critical Care,
Cambridge UK, 2011, 285 295
9. Weisberg L.A, Garcia C., Strub R., Essentials of Clinical Neurology,
Chapter 12. Anonymous. 2010.Head Trauma 1 8. Available from : Http :
www.psychneuro.tulane.edu/neulect/
10. Stacey L. Chamberlin, Brigham Narins, The Gale Encyclopedia of
Neurological Disorders, Thomson Gale, 2005, 346 347
11. Jeremy C. G. M.A.,Ph.D., The Lucid Interval Associated With Epidural
Bleeding : Evolving Understanding, Volume 118, United Kingdom, April
2013, 739 745.
22